1
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/13/indonesia-pengguna-facebook-terbesar-kedua-dia-asia-
setelah-india, diakses tanggal 17 September 2021, jam 15:08 WIB
cyber crime merupakan tindakan kriminal atau melawan hukum yang menggunakan
komputer dan jaringan internet.2
Hal tersebut pula yang menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian
berdasarkan putusan terhadap pelaku penyebarluasan konten pornografi yang
dlakukan di jejaring social media facebook. Pada putusan yang penulis teliti,
Terdakwa melakukan hal tersebut dilakukan dengan alasan ingin mengancam
Korban untuk berhubungan badan dengan Terdakwa, namun korban tidak mau
melakukan hal tersebut dengan Terdakwa. Karena emosi keinginannya ditolak oleh
Korban terdakwa memposting foto telanjang korban ke jejaring facebook yang
pernah Korban berikan kepada Terdakwa. Karena kejadidan tersebut sang korban
mengalami kerugian seacara mental karena malu dan tidak percaya diri untuk
melakukan kegiatan social seperti semula.
2
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014), hlm. 128
3
Maskun,2013,Kejahatan Siber Cyber Crime, Kencana, Jakarta, hlm.129.
4
https://kominfo.go.id/content/detail/23717/ada-431065-aduan-konten-negatif-mayoritas-
pornografi/0/sorotan_media, diakses tanggal 17 September 2021. Jam 19:58 WIB
Dampak yang diterima oleh korban dari pornografi Jika video atau foto
berkonten porno tersebut tersebar karena ulah oknum dengan motif tertentu seperti
balas dendam atau tanpa persetujuan orang yang ada dalam rekaman, maka hal
tersebut menunjukkan adanya tindakan pelanggaran HAM berupa pelanggaran hak
privasi dan mempunyai dampak buruk bagi korban terutama bentuk penyiksaan
psikologis dan kekerasan seksual. Dampak buruk dari revenge porn sangat besar
terhadap korban. Cyber Civil Rights Initiative menyebut bahwa korban revenge
porn mengalami kondisi emosi yang tidak stabil. Sebanyak 82% mengalami
disfungsi di kehidupan sosial dan 39% mengaku kehidupan profesionalnya hancur.
Di beberapa kasus lain, korban sampai memutuskan untuk bunuh diri, sementara
yang lain ada juga berganti dengan identitas baru. Riset lain yang dilakukan Cyber
Civil Rights Initiative pada bulan Agustus 2012 sampai Desember 2013 diketahui,
sebanyak 90% korban revenge porn adalah perempuan. Sebanyak 93% korban
revenge porn mengalami depresi karena menjadi korban. Berdasarkan angka
tersebut, sebanyak 49% di antaranya mengaku mereka telah diganggu dan
diserang secara online oleh mereka yang melihat video pornonya.Penelitian
tersebut membuktikan bahwa pihak perempuan tidak hanya mengalami kekerasan
mental, tetapi juga fisik.5
5
Rahayu, dkk, KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB NEGARA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PEREMPUAN KORBAN REVENGE PORN DI INDONESIA, DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 8, Nomor 1, Tahun
2019, hlm.460
tindak kesusilaan sehingga dibuatkannya peraturan baru yang mengatur lebih
khusus tentang kesusilaan yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi. Pada undang undang ini diatur lebih spesifik mengenai pornografi itu
sendiri seperti yang terdapat pada pasal 1 ayat (1) yang menerangakn pengertian
pornografi juga tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan yang dalam hal ini
disebut pornografi.
Seiring dengen perkembangan zaman yang telah penulis bahas pada awal latar
belakang hukum Indonesia membuat penyesuayan terhadap perkembangan zaman
tersebut yaitu dengan menelarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016. Undang-undang tersebut juga mengatur tentang tindak
pidana kesusilaan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Bila dilihat dari pasal diatas, yang dimaksut dari kata mendistribusikan yaitu
mengirim dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik dan yang
dimaksut dari kata Mentransmisikan dari pasal tersebut adalah mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu
pihak lain melalui sistem elektronik. Sedangkan yang dimaksud dengan Membuat
6
dapat diakses adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan
mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.
Sanksi yang diberikan untuk pelaku yang melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat pada Pasal 45 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
berbunyi:
“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”
7
Alexander Nicko Hermawan. “Penyebaran Konten Pornografi Melalui Media Elektronik Ditinjau Dari Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Juncto Undang-Undang Pornografi.” Jurnal Education and development,
Vol 8 No. 4 (November 2020), h. 671.
“Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang
secara eksplisit memuat:
Pada pasal diatas mengatur terhadap apa saja yang dilarang dan dapat
kikatakan sebagi tindak pidana pornografi yang salah satunya adalah
menyebarluaskan pornografi yang lebih spesifik. Pada Undang-Undang ini pula
diatur sanksi yang terdapat pada Pasal 29 yaitu berbunyi:
Pada kasus yang penulis teliti unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 29 J.o 4
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi karena pada
putusan yang penulis teliti Terdakwa menyebarluaskan pornografi yang secara
eksplisit memuat ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
pada jejaring facebook milik korban, namun pada dakwaan yang diajukan hanya
merupakan dakwaan tunggal yaitu Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) Undang-
Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor 11 tahun 2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain dikarnakan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 29 J.o 4 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sesuai dengan delik
yang dilakukan oleh Terdakwa pada putusan yang penulis teliti, sanksi yang
diterapkan juga dapat dikatakan lebih dapat memberatkan Terdakwa dimana sanksi
yang diberikan pada pasal 29 ialah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Disbandingka n dengan sanksi yang
diberlakuka pada Pasal 45 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sanksi pada
pasal 29 jauh lebih berat dan dapat memberikan efek jera pada Terdakwa selaku
pelaku penyebaran pornografi.