Anda di halaman 1dari 8

A Latar Belakang

Sekarang dunia sedang memasuki revolusi industri 4.0, dimana alat-alat


penunjang kehidupan manusia sudah digerakan oleh komputer yang merupakan
bukti akan pesatnya perkembangan teknologi. Begitu pula teknologi dibidang
informasi (information technology), yang dimana berkat didorong oleh globalisasi
menjadikan teknologi informasi memegang peranan penting baik dimasa kini dan
masa yang akan datang.
Salah satu prodak dari teknologi informasi adalah internet yang sangat
memudahkan manusia untuk mengakses informasi apapun, dimanapun dan
kapanpun. Salah satu tempat untuk mengakses informasi diinternet adalah social
media.

Kemajuan teknologi informasi dengan segala bentuk manfaat yang terdapat di


dalamnya juga membawa konsekuensi negatif sendiri dimana pengguna social
media diIndonesia khususnya facebook dapat dikatakan sangat banyak.
Berdasarkan data Internetworldstats, pengguna Facebook di Indonesia mencapai
175,3 juta pada akhir Maret 2021. Angka tersebut setara dengan 63,4% dari total
populasi yang mencapai 276,36 juta jiwa (estimasi 2021) atau 82% dari pengguna
internet di tanah air.1 Berdasarkan fakta tersebut, maka ada banyak yang
menggunakan jejaring social ini untuk berbagai tujuan, ada yang dipergunakan
secara positif, namun ada pula yang menggunakannya sebagai tempat untuk
melakukan tindak pidana “cyber crime”

Menurut Widodo, kejahatan di internet atau cyber crime merupakan bentuk


kejahatan baru berbasis teknologi informasi dengan memanfaatkan perangkat
keras maupun perangkat lunakkomputer. Adapun menurut Maskun, cyber crime
merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai komputer
sebagai sarana/alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh
keuntungan maupun tidak, dengan merugikan pihak lain. Adapun menurut Chin,

1
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/13/indonesia-pengguna-facebook-terbesar-kedua-dia-asia-
setelah-india, diakses tanggal 17 September 2021, jam 15:08 WIB
cyber crime merupakan tindakan kriminal atau melawan hukum yang menggunakan
komputer dan jaringan internet.2

Kejahatan cyber marak terjadi diakibatkan oleh mudahnya mengakses internet


yang terhubung ke seluruh dunia, Indikatornya adalah peningkatan setiap tahun
peristiwa kejahatan mayantara melalui sarana komputer dan internet berupa
ponografi, digital, “perang”informasi sampah, pembobolanbank,dan sebagainya. 3

Maraknya penyebaran konten pornografi di jejaring social media termasuk


facebook dikarenakan tidak banyak orang yang mengetahui resiko yang akan
didapat jika menyebarkan konten pornografi, hal ini dibuktikan dengan pernyataan
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyatakan sebanyak
431.065 aduan konten negatif telah mereka terima sepanjang 2019, dan konten
yang paling banyak diadukan ke Kominfo selama 2019 berupa muatan pornografi,
jumlahnya mencapai 244.738 aduan. Konten aduan terbanyak kedua adalah fitnah
dengan jumlah total sebanyak 57.984. 4 Sehingga semakin meningkatnya jumlah
aduan yang semakin banyak tersebut semakin meresahkan masyarakat baik dari
sisi orang tua, badan pengajar, atau bahkan dari sisi wanita yang menjadi korban
atas perbuatan oknum tidak bertanggung jawab.

Hal tersebut pula yang menjadi alasan bagi penulis untuk melakukan penelitian
berdasarkan putusan terhadap pelaku penyebarluasan konten pornografi yang
dlakukan di jejaring social media facebook. Pada putusan yang penulis teliti,
Terdakwa melakukan hal tersebut dilakukan dengan alasan ingin mengancam
Korban untuk berhubungan badan dengan Terdakwa, namun korban tidak mau
melakukan hal tersebut dengan Terdakwa. Karena emosi keinginannya ditolak oleh
Korban terdakwa memposting foto telanjang korban ke jejaring facebook yang
pernah Korban berikan kepada Terdakwa. Karena kejadidan tersebut sang korban
mengalami kerugian seacara mental karena malu dan tidak percaya diri untuk
melakukan kegiatan social seperti semula.

2
Rulli Nasrullah, Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia), (Jakarta : Prenadamedia Group, 2014), hlm. 128
3
Maskun,2013,Kejahatan Siber Cyber Crime, Kencana, Jakarta, hlm.129.
4
https://kominfo.go.id/content/detail/23717/ada-431065-aduan-konten-negatif-mayoritas-
pornografi/0/sorotan_media, diakses tanggal 17 September 2021. Jam 19:58 WIB
Dampak yang diterima oleh korban dari pornografi Jika video atau foto
berkonten porno tersebut tersebar karena ulah oknum dengan motif tertentu seperti
balas dendam atau tanpa persetujuan orang yang ada dalam rekaman, maka hal
tersebut menunjukkan adanya tindakan pelanggaran HAM berupa pelanggaran hak
privasi dan mempunyai dampak buruk bagi korban terutama bentuk penyiksaan
psikologis dan kekerasan seksual. Dampak buruk dari revenge porn sangat besar
terhadap korban. Cyber Civil Rights Initiative menyebut bahwa korban revenge
porn mengalami kondisi emosi yang tidak stabil. Sebanyak 82% mengalami
disfungsi di kehidupan sosial dan 39% mengaku kehidupan profesionalnya hancur.
Di beberapa kasus lain, korban sampai memutuskan untuk bunuh diri, sementara
yang lain ada juga berganti dengan identitas baru. Riset lain yang dilakukan Cyber
Civil Rights Initiative pada bulan Agustus 2012 sampai Desember 2013 diketahui,
sebanyak 90% korban revenge porn adalah perempuan. Sebanyak 93% korban
revenge porn mengalami depresi karena menjadi korban. Berdasarkan angka
tersebut, sebanyak 49% di antaranya mengaku mereka telah diganggu dan
diserang secara online oleh mereka yang melihat video pornonya.Penelitian
tersebut membuktikan bahwa pihak perempuan tidak hanya mengalami kekerasan
mental, tetapi juga fisik.5

Perbuatan pelaku penyebarluasan foto yang mengandung pornografi itu seperti


yang penulis teliti diatas dapat dikategorikan ke dalam dengan sengaja tanpa hak
menyebarluaskan muatan melanggar kesusilaan melalui facebook. Dalam hukum
pidana perbuatan tersebut telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang disebut tindak pidana kesusilaan yang terdapat pada pasal 282
KUHP.

Seiring perkembangan waktu hukum diIndonesia akan berkembang sejalan


dengan berkembangnya masyarakat dengan segala permasalahannya, dengan
demikian salah satu sifat hukum adalah dinamis karena alasan tersebut. Hal ini juga
terjadi pada tindak pidana kesusilaan, karena terjadi banyak sekali kasus terhadap

5
Rahayu, dkk, KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB NEGARA MEMBERIKAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
PEREMPUAN KORBAN REVENGE PORN DI INDONESIA, DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 8, Nomor 1, Tahun
2019, hlm.460
tindak kesusilaan sehingga dibuatkannya peraturan baru yang mengatur lebih
khusus tentang kesusilaan yaitu Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi. Pada undang undang ini diatur lebih spesifik mengenai pornografi itu
sendiri seperti yang terdapat pada pasal 1 ayat (1) yang menerangakn pengertian
pornografi juga tindak pidana yang berkaitan dengan kesusilaan yang dalam hal ini
disebut pornografi.

Seiring dengen perkembangan zaman yang telah penulis bahas pada awal latar
belakang hukum Indonesia membuat penyesuayan terhadap perkembangan zaman
tersebut yaitu dengan menelarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016. Undang-undang tersebut juga mengatur tentang tindak
pidana kesusilaan di bidang informasi dan transaksi elektronik.

Kedua undang-undang tersebut mengatur secara lebih khusus perihal


penyebaran konten kesusilaan, namun pada Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik timbul karena perkembangan teknologi informasi yang
semakin maju, sehingga dapat tidak dapat dipungkiri penyebaran konten yang
dikategorikan kesusilaan akan menggunakan media yang canggih.pengaturan
tersebut terdapat pada Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik yang berbunyi:

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau


mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.” 6

Bila dilihat dari pasal diatas, yang dimaksut dari kata mendistribusikan yaitu
mengirim dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
kepada banyak orang atau berbagai pihak melalui sistem elektronik dan yang
dimaksut dari kata Mentransmisikan dari pasal tersebut adalah mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ditujukan kepada satu
pihak lain melalui sistem elektronik. Sedangkan yang dimaksud dengan Membuat
6
dapat diakses adalah semua perbuatan lain selain mendistribusikan dan
mentransmisikan melalui Sistem Elektronik yang menyebabkan Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dapat diketahui pihak lain atau publik.

Sanksi yang diberikan untuk pelaku yang melanggar Pasal 27 Ayat (1) Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat pada Pasal 45 Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
berbunyi:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).”

Jika dipahami Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016


tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik lebih menekankan kepada peneyabaran konten yang
memiliki memuat yang melanggar unsur unsur kesusilaan dimana kesusilaan
Kesusilaan merupakan suatu aspek dari moral yang memuat unsur-unsur seks
manusia. Selain moral, kesusilaan itu meliputi juga aspek-aspek lain, yaitu aspek
agama dan adat.7 Sehingga pengertian kesusilaan memiliki arti yang sangat luas.

Kemudian, selain diatur di Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang


perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik penyebarluasan konten pornografi juga diatur pada Pasal 4
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang berbunyi:

7
Alexander Nicko Hermawan. “Penyebaran Konten Pornografi Melalui Media Elektronik Ditinjau Dari Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Juncto Undang-Undang Pornografi.” Jurnal Education and development,
Vol 8 No. 4 (November 2020), h. 671.
“Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang
secara eksplisit memuat:

a. persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang;


b. kekerasan seksual;
c. masturbasi atau onani;
d. ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan;
e. alat kelamin; atau
f. pornografi anak.”

Pada pasal diatas mengatur terhadap apa saja yang dilarang dan dapat
kikatakan sebagi tindak pidana pornografi yang salah satunya adalah
menyebarluaskan pornografi yang lebih spesifik. Pada Undang-Undang ini pula
diatur sanksi yang terdapat pada Pasal 29 yaitu berbunyi:

“Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan,


menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan,
memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling
sedikit Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).”

Pada kasus yang penulis teliti unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 29 J.o 4
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi karena pada
putusan yang penulis teliti Terdakwa menyebarluaskan pornografi yang secara
eksplisit memuat ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
pada jejaring facebook milik korban, namun pada dakwaan yang diajukan hanya
merupakan dakwaan tunggal yaitu Pasal 45 ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) Undang-
Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor 11 tahun 2018 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Selain dikarnakan unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 29 J.o 4 Ayat (1)
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi sesuai dengan delik
yang dilakukan oleh Terdakwa pada putusan yang penulis teliti, sanksi yang
diterapkan juga dapat dikatakan lebih dapat memberatkan Terdakwa dimana sanksi
yang diberikan pada pasal 29 ialah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit
Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Disbandingka n dengan sanksi yang
diberlakuka pada Pasal 45 yaitu pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), sanksi pada
pasal 29 jauh lebih berat dan dapat memberikan efek jera pada Terdakwa selaku
pelaku penyebaran pornografi.

Dari penjabaran diatas yang penulis jabarkan, penulis berpendapat bahwa


pendakwaan terhadap Terdakwa tidak bisa haya dengan menggunakan satu pasal
saja segingga menutup mata pengadilan terhadap fakta fakta yang terjadi di
pengadilan yang akan berpengaruh terhadap hasil dari putusan yang akan
dijatuhkan.

Putusan Nomor 12/Pid.Sus/2020/PN Mjn khasus Terdakwa yang bernama


Syaeful Bachri alias Ipul alias Irfan Jaya Bin Zainuddin sekitar bulan Oktober 2019
Terdakwa meminta alamat e-mail dan password akun facebook atas nama
“Irmayanti” milik IRMAYANTI selaku korban, lalu korban memberikannya,
selanjutnya Terdakwa meminta dikirimkan foto telanjang milik korban dan korban
mengirimkan foto telanjang setengah badan yang memperlihatkan payudara
sampai kepala tanpa mengenakan pakaian apapun melalui messenger facebook,
selanjutnya pada hari Sabtu tanggal 16 November 2019 bertempat di Kab. Mamuju,
Terdakwa mengajak korban untuk berhubungan badan, namun korban menolak,
sehingga mengancam korban jika tidak bersedia melayani korban maka Terdakwa
akan menyebarkan foto telanjangnya, dan korban tetap menolak sehingga
Terdakwa mengakses akun facebook korban yakni “irmayanti” dengan
menggunakan e-mail dan password akun tersebut tanpa sepengetahuan korban,
lalu Terdakwa mengupload dan memposting foto telanjang korban yang
memperlihatkan payudara sampai kepala, kemudian Terdakwa menscreenshot
hasil postingannya tersebut dan mengirimkannya kepada korban melalui
messenger facebook untuk digunakan Terdakwa mengancam korban agar korban
bersedia melayani Terdakwa. akibat perbuatan Terdakwa foto telanjang korban
tersebar di media sosial facebook dan telah dilihat oleh publik.

Atas perbuatannya, terdakwa dikenakan dakwaan tunggal, yaitu dengan


dakwaan Pasal 45 ayat (1) Jo pasal 27 Ayat (1) Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 19 tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah
terpenuhi,

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan penelitian dengan


analisis hukum yang akan ditulis dalam sebuah tulisan skripsi dengan judul yaitu:
“pemidanaan terhadap tindak pidana menyeberluaskan foto pornografi
menggunakan akun facebook (Putusan Nomor 12/Pid.Sus/2020/PN Mjn)“

Anda mungkin juga menyukai