Terdapat 4 (empat) aspek penyebab utama dari semua akar permasalahan
yang ada, yakni:
ekonomi sosial ekologi/lingkungan kelembagaan.
Adapun permasalhan yang ditimbulkan dari 4 aspek tersbut antar lain :
Daya saing produk yang masih rendah
Pasar domestik perikanan tangkap yang kurang berkembang dan pengamanan kualitas ikan Akses permodalan usaha perikanan tangkap masih terbatas Kualitas nelayan sebagian besar masih relatif rendah Adanya IUU Fishing Adat tangkap di perairan pantai Lemahnya kapasitas kelembagaan pengawas dan penegakan hukum Sistem pendataan yang belum handal dan masih parsial
Daftar Referensi
Bappenas, 2020. ‘Isu dan Permasalahan Perikanan Tangkap’,
https://www.bappenas.go.id/files/9214/4401/4205/8_BAB_6_ISU_STRATEGIS_DAN_PERMASA LAHANNYA.pdf, diakses pada 4 November 2021 pada pukul : 02.13
Terdapat beberapa isu dan permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan
perikanan tangkap yang dapat menghambat visi dan misi yang dimiliki oleh Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), permasalahan terebut antara lain :
Daya saing produk yang masih rendah
Produk-produk perikanan mengalami kalah saing jika dibandingkan dengan produk pangan lain, seperti daging sapi dan ayam. Permasalahan yang terjadi adalah usaha perikanan yang belum efisien maupun kontinuitas produksi yang tidak stabil. Penyebabnya antara lain adalah kurangnya sarana prasarana maupun pengetahuan untuk meningkatkan atau memberikan nilai tambah pada produk perikanan.
Pasar domestik perikanan tangkap yang kurang berkembang dan
pengamanan kualitas ikan Permasalahan logistik perikanan yang belum tertata dengan baik dan efisien. Saat ini permasalahan logistik perikanan sudah menjadi fokus bagi pemerintah. Logistik produk perikanan memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk lain seperti penanganan yang berbeda dengan produk pertanian, peternakan maupun produk lain. Selain itu permasalahan lokasi Indonesia yang terdiri dari banyak pulau juga menjadi kendala tersendiri yaitu untuk daerah-daerah terpencil yang terdapat di bagian timur Indonesia yang memiliki sumberdaya besar namun memiliki kesulitan untuk mendistribusikan.
Akses permodalan usaha perikanan tangkap masih terbatas
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah sulitnya prosedur perbankan bagi masyarakat nelayan yang sebagian besar merupakan nelayan skala kecil. Selain itu suku bunga kredit yang relatif tinggi juga menjadi salah satu penghambat berkembangnya usaha perikanan nelayan di Indonesia. Dampak dari terbatasnya akses permodalan usaha bagi nelayan adalah sulitnya perkembangan usaha perikanan tangkap atau cenderung stagnan. Di sisi lain terbatasnya akses permodalan bagi nelayan juga menyebabkan pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak berimbang terutama di daerah pesisir.
Kualitas nelayan sebagian besar masih relatif rendah
Pekerjaan nelayan di Indonesia merupakan pekerjaan informal. Hal ini menyebabkan sebagian besar nelayan Indonesia berkualitas relatif rendah, karena menjadi nelayan tidak dibutuhkan persyaratan atau ketrampilan tertentu. Sehingga kemampuan mereka dalam hal pengetahuan dan ketrampilan dalam menangkap ikan, manajemen usaha, penanganan kualitas ikan hingga pemasarannya, masih sangat terbatas. Selain itu, sistem upah untuk nelayan buruh masih bersifat harian dengan cara bagi hasil. Hal ini memberikan tingkat ketidakpastian yang tinggi terhadap kehidupan para nelayan terutama di musim panceklik. Sementara, untuk para nelayan skala kecil yang beroperasi secara mandiri, mereka tidak memiliki posisi tawar yang kuat untuk menentukan harga ikan hasil tangkapannya. Hal tersebut karena mereka umumnya bekerja secara sendirisendiri dan tidak bekerja dalam satu serikat usaha bersama.
Adanya IUU Fishing
Secara umum petugas pengawas sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP) belum berfungsi secara optimal. Selain itu di banyak daerah Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) belum berfungsi dan belum berkoordinasi dengan PSDKP dengan baik. POKMASWAS sendiri seharusnya dapat menjadi informasi awal yang baik bagi kegiatan illegal yang dilakukan di laut, baik destructive fishing maupun pelanggaran oleh negara lain. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk penegakan hukum di laut sangat kurang. Para pengawas belum dilengkapi dengan transportasi dan peralatan yang memadai. Sehingga cenderung tidak dapat berbuat banyak walaupun melihat adanya pelanggaran di laut terutama yang dilakukan oleh asing. Kegiatan IUU fishing yang terjadi di perairan Indonesia memberikan dampak negatif terhadap dua sektor penting yaitu lingkungan dan pendapatan negara. Dengan adanya kegiatan IUU fishing sumberdaya ikan terkuras tanpa dimanfaatkan dengan baik sehingga akan mengalami degradasi dan overfishing. Sedangkan dari sektor pendapatan negara terjadi kehilangan nilai devisa dari sub-sektor perikanan tangkap yang cukup besar dan berkurangnya nilai PNBP perikanan tangkap.
Adat tangkap di perairan pantai
Belum diterapkannya kebijakan “limited access” secara menyeluruh, sehingga hingga saat ini belum terjadi pembatasan baik armada penangkapan, alat tangkap maupun jumlah dan jenis tangkapan. Permasalahan yang terjadi di atas menyebabkan terjadinya dampak negatif berupa terganggunya ekosistem pantai yang merupakan sumber trophic level, sehingga dalam jangka waktu tertentu akan menyebabkan kehancuran sumberdaya bahkan kepunahan ikan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa keberlanjutan perikanan akan berhubungan antara beberapa aspek, jika sumberdaya mengalami kehancuran yang merupakan kehancuran lingkungan maka akan berdampak pula terhadap degradasi usaha perikanan rakyat.
Lemahnya kapasitas kelembagaan pengawas dan penegakan hukum
Kemampuan kapasitas kelembagaan pengawas perikanan masih terbatas, baik dari sisi sarana, SDM, maupun dana operasionalnya. Hal ini menjadi salah satu kendala untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara optimal, apalagi dengan cakupan wilayah perikanan tangkap yang sangat luas, tentu memerlukan kapasitas kelembagaan pengawasan perikanan yang kuat. Kemudian, ditambah lagi dengan belum optimalnya koordinasi antar instansi terkait dalam pengendalian sumber daya ikan, yang menyebabkan banyaknya celah untuk terjadi pelanggaran di laut, baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Kapasitas kelembagaan penegakan hukum di bidang perikanan tangkap juga belum kuat, tegas, dan independent (mandiri), karena keputusannya seringkali masih dipengaruhi oleh oknum-oknum penguasa. Hal ini terjadi, karena Pemerintah belum memberikan dukungan penuh kepada lembaga penegakan hukum tersebut, sehingga oknum-oknum penguasa masih bisa dapat mempengaruhi dalam proses penegakan hukumnya.
Sistem pendataan yang belum handal dan masih parsial
Saat ini pencatatan data perikanan tangkap belum tepat, cepat, dan efisien serta masih parsial. Penyebabnya utamanya adalah dibangunnya sistem basis data yang komprehensif dan bersifat pro-aktif. Selain itu, juga karena terbatasnya SDM pengelola data perikanan tangkap dan terbatasnya sarana dan prasarana pendukung untuk pengelolaan sistem basis data dan informasi perikanan tangkap. Dampak yang dihasilkan dari ketidakakuratan data perikanan tangkap adalah terciptanya rumusan kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang tidak tepat sasaran, sehingga menghasilkan pengelolaan yang salah.
Pada dasarnnya setiap permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan
perikanan tangkap yang berkelanjutan sangat berhubungan antara satu dengan lainnya. Secara garis besar penyebab utama dari semua akar permasalahan tersebut dapat dikelompokkan kedalam 4 (empat) aspek, yakni: ekonomi, sosial, ekologi/lingkungan, dan kelembagaan.
Permasalahan ekonomi yang terjadi adalah akibat: kemiskinan nelayan,
keterbatasan modal, kesulitan BBM, TPI dan industri yang tidak berkembang. Akar permasalahan dari kemiskinan nelayan sendiri disebabkan oleh masalah sosial seperti pendidikan yaang kurang baik, terutama untuk masyarakat pesisir. Selain itu permasalahan kesulitan modal bagi nelayan juga menjadi kesulitan untuk melakukan usaha penangkapan ikan yang baik. Kombinasi antara kemiskinan yang disebabkan oleh SDM yang kurang serta keterbatasan modal ini menyebabkan terjadinya padat tangkap di sebagian besar pesisir laut Indonesia, selain itu kedua permasalahan tersebut merupakan penyebab terjadinya praktek illegal fishing seperti penyalahgunaan alat tangkap, penangkapan ikan yang bersifat merusak (penggunaan bom, potassium dan sebagainya).
Permasalahan sosial utama yang terjadi dalam perikanan tangkap
berkelanjutan adalah kondisi SDM mayarakat nelayan yang mayoritas masih kurang baik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pendidikan formal yang sebagian besar disebabkan oleh sulitnya sekolah atau akses di daerah pesisir. Kurangnya pendidikan ini berdampak sulitnya masyarakat nelayan untuk menerima transfer ilmu maupun transfer teknologi, sehingga sering terjadi pelanggaran.
Permasalahan ekologi/lingkungan yang terjadi adalah tekanan terhadap
sumberdaya ikan terutama di daerah pesisir. Tekanan ini menyebabkan stok ikan yang menurun. Akar penyebab dari menurunnya sumberdaya ikan adalah penyalahgunaan alat tangkap seperti ukuran mata jaring yang terlalu kecil sehingga menyebabkan banyak tertangkapnya ikan berukuran kecil yang belum matang gonad. Selain itu penggunaan alat tangkap yang bersifat merusak juga masih marak digunakan oleh nelayan seperti penggunaan bom maupun potassium untuk menangkap ikan. Sehingga menyebabkan kerusakan ekosistem laut dan terganggunya habitat ikan.
Permasalahan kelembagaan pada perikanan tangkap terutama adalah
pendataan terkait perikanan tangkap yang kurang baik. Data yang akurat adalah hal penting dalam penentuan kebijakan, dengan data yang tidak sesuai maka akan menyebabkan terjadinya kesalahan pengambilan keputusan terkait pengelolaan perikanan berkelanjutan. Selain itu pendataan yang kurang baik menyebabkan minat investor yang kurang berkembang, hal ini disebabkan tingginya ketidakpastian dalam bisnis yang akan dijalani, sehingga industri juga tidak berkembang dengan baik. Selain itu kerjasama antar pemerintah daerah masih kurang untuk memunculkan kegiatan ekonomi yang baik dalam pasar domestik. Permasalahan kelembagaan lain adalah kurangnya kontrol dan pengawasan pemerintah dalam kegiatan perikanan tangkap terutama untuk kegiatan hulu berupa penangkapan ikan di laut.