Anda di halaman 1dari 51

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

K DENGAN
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DENGAR PADA
SKIZOFRENIA HEBEFRENIK

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Pra Stase Keperawatan Jiwa Holistik Islami
Dosen Pengampu : Shella Febrita Puteri Utomo, S.Kep.,Ners.,M.Kep

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Anindya Maula S 402021062
Astri Indriyani 402021064
Elis nugraha 402021061
Hana laela sa'diyah 402021052
Nur Ranti Luthfiani 402021075
Shanti Nurhayati 402021086
Siti Nuraisyah 402021023
Sri Rahayu Purnamasari 402021002
Yani Yanuar 402021021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS AISYIYAH BANDUNG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Shalawat serta salam tercurah kepada junjunan Nabi
besar muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah yang diajukan untuk mememenuhi salah satu tugas pra stase
keperawatan jiwa holistic islami pada Program Studi Profesi Ners Universitas
Aisyiyah Bandung.

Kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan


Keperawatan Pada Ny. K Dengan Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi
Dengar Pada Skizofrenia Hebefrenik”. Pada kesempatan ini kami mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan saran,
serta doa. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah keperawatan Jiwa.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, oleh


karena itu saran dan kritik membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
untuk kemajuan dimasa yang akan datang. Akhir kata semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Wasaalamualaikum Wr.Wb

Bandung, 5 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN 1
A. Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi 1
Dengar 1
1. Definisi halusinasi…………………………………………. 1
2. Tahap halusinasi…………………………………………… 3
3. Rentang respon neurologi…………………………………. 3
4. Jenis halusinasi…………………………………………….. 6
5. Faktor penyebab halusinasi………………………………… 9
6. Terapi modalitas penatalaksanaan halusinasi……………… 14
7. Rencana asuhan keperawatan……………………………… 18
B. Konsep Dasar Skizofrenia……………………… …………… 18
1. Definisi …………………………………………………… 19
2. Faktor penyebab skizofrenia…………..…………………… 23
3. Jenis skizofrenia…………………………………………… 24
4. Gejala skizofrenia………………………………………….. 25
5. Penatalaksanaan skizofrenia……………………………….. 27
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN……………………………... 27
A. Identitas Klien…………………………………………………. 27
B. Alasan Masuk………………………………………………….. 29
C. Fisik…………………………………………………………….. 30
D. Psikososial……………………………………………………... 31
E. Status Mental………………………………………………….. 35
F. Kebutuhan Persiapan Pulang………………………………… 36
G. Mekanisme Koping……………………………………………. 36
H. Masalah Psikososial…………………………………………… 36
I. Pengetahuan Kurang Tentang……………………………….. 37
J. Aspek Medis…………………………………………………… 37
K. Analisa Data…………………………………………………… 40
L. Daftar diagnosa Keperawatan……………………………….. 41
M. Rencana Asuhan Keperawatan………………………………. 46
BAB III PENUTUP………………………………………………… 47
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Dengar


1. Definisi Halusinasi
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucinatio yang
bermakna secara mental mengembara atau menjadi linglung. “The term
hallucination comes from the Latin”hallucinatio”: to wander mentally or
to be absent-minded".Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart
&Laraia, 2005).
Menurut Varcarolis, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat
stimulus.Tipe halusinasi yang, paling sering adalah halusinasi
pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds), penglihatan (VisuaI-
seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling odors),
pengecapan (Gustatory-experiencing tastes) (Yosep & Sutini, 2014).
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa di mana klien
merasakan suatu stimulus yang sebenarnya tidak ada. Klien mengalami
perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Halusinasi
merupakan salah satu dari sekian bentuk psikopatologi yang paling parah
dan membingungkan. Secara fenomenologis, halusinasi adalah gangguan
yang paling umum dan paling penting. Selain itu, halusinasi dianggap
sebagai karakteristik psikosis (Sutejo, 2018).
2. Tahap Halusinasi
Menurut (Yosep & Sutini, 2014) tahapan halusinasi terbagi kepada
beberapa stage sebagai berikut:
Stage I: sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa

1
2

sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,


terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah di kampus, PHK di tempat
kerja, penyakit, utang, nilai di kampus, drop out dsb. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan
persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus
menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II: Comforting moderate level of anxiety ( Halusinasi secara umum
ia terima sebagai sesuatu yang alami)
Pasien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanyaperasaan
cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman
pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi
sering mendatangi klien)
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai
berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien mulai menarik diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama
Stage IV: controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak
relevan dengan kenyataan)
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang
datang. Klein dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari
sinilah dimulai fase gangguan psychotic.
Stage V: conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan
dalam menilai lingkungannya.
Pengalaman sensorinya terganggu, klien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidka dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
3

berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak dapat
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
3. Rentang Respons Neurobiologi
Halusinasi Menurut Sutejo, 2018 Halusinasi merupakan gangguan
dari persepsi sensori, sehingga halusinasi merupakan gangguan dari
respons neuorobiologi. Oleh karenanya, secara keseluruhan, rentang
respons halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neuorobiologi.
Rentang respons neorobiologi yang paling adaptif adalah adanya
pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang konsisten dengan pengalaman,
perilaku cocok, dam terciptanya hubungan sosial yang harmonis.
Sementara itu, respons maladaptif meliputi adanya waham, halusinasi,
kesukaran proses emosi, perilaku tidak terorganisasi, dan isolasi sosial:
menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang respons neorobiologi.
Adaptif Maladaptif

 Pikiran logis  Kadang proses pikir  Gangguan proses


 Persepsi akurat tidak terganggu berpikir/waham
 Emosi konsisten  Ilusi  Halusinasi
dengan pengalaman  Emosi tidak stabil  Kesukaran proses
 Perilaku cocok  Perilaku tidak biasa emosi
 Hubungan social  Menarik diri  Perilaku tidak
harmonis terorganisasi
 Isolasi sosial

4. Jenis Halusinasi
Menurut Rusdi, 2013 halusinasi terdiri dari 2 jenis, yaitu halusinasi non-
patologis dan halusinasi patologis.
a. Halusinasi Non-Patologis
Menurut NAMI (National Alliance For Mentally III) halusinasi
dapat terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa.
Umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan
atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan. Halusinasi ini
antara lain:
4

1) Halusinasi Hipnogonik: Persepsi sensori yang palsu yang terjadi


sesaat sebelum seseorang jatuh tertidur.
2) Halusinasi Hipnopomik: Persepsi sensori yang palsu yang terjadi
pada saat seseorang terbangun tidur.

Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif


Halusinasi - Bicara atau tertawa - Mendengar suara-
dengar/suara sendiri suara atau
- Marah-marah tanpa kegaduhan
sebab - Mendengar suara
- Mengarahkan yang mengajak
telinga kearah bercakap-cakap
tertentu - Mendengar suara
- Menutup telinga menyuruh
- Mulut komat-kamit - Melakukan
- Ada gerakan sesuatu yang
tangan berbahaya
- Mendengar suara
atau bunyi
- Mendengar suara
seseorang yang
sudah meninggal
- Mendengar suara
yang mengancam
diri klien atau
orang lain atau
suara lain yang
membahayakan
Halusinasi penglihatan - Menunjuk-nunjuk - Melihat bayangan,
kearah tertentu sinar, bentuk
- Ketakutan pada geometris, bentuk
sesuatu yang tidak kartun, melihat
5

jelas hantu atau monster


- Melihat bayangan
sseorang yang
sudah meninggal
Halusinasi penciuman - Mencium seperti - Membaui bau-
sedang membaui bauan seperti
bau-bauan tertentu darah, urin, feses,
- Menutup hidung kadang bau itu
menyenangkan
- Klien sering
mengatakan
mencium bau
sesuatu
Halusinasi pengecapan - Sering meludah - Merasakan seperti
- Muntah makan sesuatu
seperti darah,
urine, atau feses
Halusinasi perabaan - Menggaruk-garuk, - Mengatakan ada
meraba permu serangga
- Terlihat dipermukaan kulit
menggerak- - Merasa seperti
gerakkan badan tersengat listrik
seperti sedang
merasakan sesuatu
rabaan
Cenesthetic & - Klien terlihat - Klien melaporkan
Kinestetic menatap tubuhnya bahwa fungsi
hallucinations sendiri dan terlihat tubuhnya tidak
merasakan sesuatu dapat terdeteksi
yang aneh tentang misalnya tidak ada
tubuhnya denyutan di otak
atau tidak ada
6

sensasi
pembentukan urine
dalam tubuhnya.

5. Faktor Penyebab Halusinasi


Proses terjadinya halusinasi pada klien akan dijelaskan dengan
menggunakan konsep stres adaptasi Stuart, 2013 yang meliputi stresor
dari faktor predisposisi dan presipitasi.
a. Predisposisi:
1) Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien
tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya
diri dan Iebih rentan terhadap stress.
2) Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak
bayi (unwanted Child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan
tidak percaya pada lingkungannya.
Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam
tubuh akan dihasilkan suatu alat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan
Dimetytranferase (DMP). Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya
terjadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
3) Faktor Psikologis
Tipe kepribadian Iemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang
7

tepat demi masa depannya. Klien Iebih memilih kesenangan


sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
4) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil
studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini(Yosep &
Sutini, 2014).
b. Presipitasi
Perilaku, Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah, danbingung, prilaku
merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan
serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Masalah halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang
individu sebagai makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-
psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima
dimensi yaitu:
1) Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk
tidur dalam waktu yang lama.
2) Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang
tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi lntelektual
8

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu


dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
4) Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
di alam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan
halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. lsi
halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau
orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.
5) Dimensi Spiritual
Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. lrama
sirkardiannya terganggu, karena ia sering tidur Iarut malam dan
bangun sangat siang. Saat terbangun merasa hampa dan tidak
jelas tujuan hidupnya. la sering memaki takdir tetapi lemah
dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan
9

orang Iain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep &


Sutini, 2014).
6. Terapi Modalitas Penatalaksanaan Halusinasi
a. Terapi farmakologi
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
kelidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu. klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagaimana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana
penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan
kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan.
Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap
keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin
sudah mampu mengatasi masalahnya. tetapi jika tidak didukung secara
kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh
lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa
berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin
masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara
penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis
begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara
teratur: Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi
adalah:
1) Clorpromazine (CPZ, Largactile), Warna : Orange
lndikasi:
Untuk mensupresi gejala gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan. insomnia, halusinasi. waham, dan
gejala-gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita
10

skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa


involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25-l00 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan
satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari.
Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara
perlahan-lahan sampai 600-900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan
koma, keracunan alkohol, barbiturate, atau narkotika, dan
penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatic, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore
pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala
ekstrapiramida, lntoksikasinya untuk penderita non psikosa
dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan
kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,
ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama
EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan
intoksikasi.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace), Wama : Putih besar
lndikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de
la tourette pada anak anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak- anak.
Cara pemberian:
11

Dosis oral untuk dewasa l-6 mg sehari yang terbagi menjadi


6-15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5
mg intramuskuler setiap l-8 jam. tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit
Parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk. kaku, tremor, lesu, letih.
gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek
samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi,
hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat
jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. lntoksikasinya adalah bila
klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapal timbul
kelemahan otot atau kekakuan. tremor, hipotensi. sedasi, koma,
depresi pernapasan.
3) Trihexiphenidyl (THP, Artane, Tremin). Warna: Putih kecil
lndikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah
(125 mg) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan,
dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3-
6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila
pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan
perlahan-lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif
terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap
phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala-gejala sesuai
dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ;
12

hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi


hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine.
b. Terapi NonFarmakologi
Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu klien
agar mampu mengontrol halusinasi perawat dapat mendiskusikan
empat cara mengontrol halusinasi pada klien. Keempat cara tersebut
meliputi:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul.
Pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang
muncul atau tidak memedulikan halusinasinya. Kalau ini bisa
dilakukan, pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan
meliputi:
a) Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
b) Memperagakan cara menghardik.
c) Meminta pasien memperagakan ulang.
d) Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
e) Bercakap-cakap dengan orang lain.
f) Melakukan aktivitas yang terjadwal.
g) Menggunakan obat secara teratur.
b. Melatih Bercakap-cakap dengan Orang Lain
Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan bercakap-
Cakap dengan orang lain. Ketika pasien bercakap-cakap dengan
orang Iain maka terjadi distraksi; fokus perhatian pasien akan
beralih dari halusinasi ke percakapan yang dilakukan denga orang
lain tersebut. Sehingga salah satu cara yang efektif untuk
13

mengontrol halusinasi adalah dengan bercakapcakap dengan


orang lain.
c. Melatih klien Beraktivitas Secara Terjadwal
Libatkan klien dalam terapi modalitas, untuk mengurangi
risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan menyibukkan diri
dengan membimbing klien membuat jadwal yang teratur. Dengan
beraktivitas secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak
waktu luang yang seringkali mencetuskan halusinasi. Untuk itu
klien yang mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan Cara beraktivitas secara teratur dari bangun
pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam seminggu.Tahapan
intervensinya sebagai berikut:
a) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk
mengatasi halusinasi.
b) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan oleh pasien.
c) Melatih pasien melakukan aktivitas.
d) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan
aktivitas yang telah dilatih. Upayakan klien mempunyai
aktivitas dari bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari
dalam seminggu.
e) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan; memberikan
penguatan terhadap perilaku pasien yang positif.
d. Melibatkan Keluarga dalam Tindakan
Di antara penyebab kambuh yang paling sering adalah faktor
keluarga dan klien itu sendiri. Keluarga adalah support system
terdekat den 24 jam bersama-sama dengan klien. Keluarga yang
mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mandiri
dan patuh mengikuti program pengobatan. Salah satu tugas
perawat adalah melatih keluarga agar mampu merawat klien
gangguan jiwa di rumah. Perawat perlu memberikan pendidikan
14

kesehatan kepada keluarga, informasi yang perlu disampaikan


kepada keluarga meliputi:

a) Pengertian halusinasi.
b) Jenis halusinasi yang dialami oleh pasien.
c) Tanda dan gejala halusinasi.
d) Proses terjadinya halusinasi.
e) Cara merawat pasien halusinasi.
f) Cara berkomunikasi.
g) Pengaruh pengobatan dan tata cara pemberian obat.
h) Pemberian aktivitas kepada pasien.
i) Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau.
j) Pengaruh stigma masyarakat terhadap kesembuhan klien
(Yosep & Sutini, 2014).
7. Rencana Asuhan Keperawatan

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

Gangguan Pasien mampu: Setelah …. SP1


persepsi pertemuan pasien
Sensori  Mengenali mampu:  Bantu pasien mengenal halusinasi:
halusinasi isi, waktu, frekuensi, situasi
yang di  menyebutkan pencetus, perasaan saat terjadi
alaminya Isi, waktu, halusinasi
 Mengontrol frekuensi,  Latih mengontrol halusinasi dengan
halusinasinya situasi pencetus, cara: menghardik. Tahapan tindakan
 Mengikuti perasaan berupa:
program  memperagakan - Jelaskan cara menghardik
pengobatan cara dalam - peragakan cara menghardik
secara optimal mengontrol - minta pasien memperagakan
halusinasi ulang
- pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
- masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah …. SP2
pertemuan pasien
mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
 Tanyakan program pengobatan
 Menyebutkan  jelaskan pentingnya penggunaan
kegiatan yang obat pada pasien dengan halusinasi
 jelaskan akibat bila tidak rutin
15

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

sudah dilakukan melakukan pengobatan sesuai


 Menyebutkan program
manfaat dari  jelaskan akibat bila putus obat
program  jelaskan cara mendapatkan obat/
pengobatan berobat
 jelaskan pengobatan dengan prinsip
5B
 latih pasien minum obat
 masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah …. SP3
pertemuan pasien
mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan
2)
 menyebutkan  latih berbicara/ bercakap dengan
kegiatan yang orang lain saat halusinasi muncul
sudah dilakukan  masukan dalam jadwal kegiatan
 memperagakan pasien
cara bercakap-
cakap dengan
orang lain
Setelah …. SP4
pertemuan pasien
mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1, 2
& 3)
 Menyebutkan  Latih kegiatan agar halusinasi tidak
kegiatan yang muncul, dengan tahapan:
sudah dilakukan - jelaskan pentingnya aktivitas
 Membuat jadwal teratur untuk mengatasi halusinasi
kegiatan sehari- - diskusikan aktivitas yang biasa
hari dan dilakukan oleh pasien
memperagakany - latih pasien melakukan aktivitas
a
- susun jadal sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih
(mulai bangun pagi –tidur malam)
 Pantau pelaksanaan jadwal kegiatan,
berikan reinforcement terhadap
perilaku pasien yang (+)
Keluarga Setelah … SP1
mampu: pertemuan,
keluarga mampu  identifikasi masalah keluarga dalam
Merawat pasien merawat pasien
menjelaskan
di rumah dan  jelaskan tentang halusinasi, berupa:
tentang
menjadi system halusinasi
- pengertian halusinasi
pendukung yang - jenis halusinasi yang di alami
efektif untuk pasien
pasien - tanda & gejala halusinasi
- cara merawat pasien halusinasi
(caraberkomunikasi pemberian
obat & pemberian aktivitas
kepada pasien)
16

Perencanaan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

 sumber-sumber pelayanan
kesehatan yang bisa dijangkau
 bermain peran cara merawat
 rencana tindak lanjut keluarga,
jadwal jeluarga untuk merawat
pasien
Setelah …. SP2
pertemuan pasien
mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
 Latih keluarga merawat pasien
 Menyelesaikan  RTL keluarga/ jadwal keluarga
kegiatan yang untuk merawat pasien
sudah dilakukan
 memperagkan
cara merawat
pasien
Setelah …. SP3
pertemuan pasien
mampu :  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP2)
 Latih keluarga merawat pasien
 Menyebutkan  RTL keluarga/ jadwal keluarga
kegiatan yang untuk merawat pasien
sudah dilakukan
 memperagkan
cara merawat
pasien serta
mampu
membuat RTL
Setelah …. SP4
pertemuan pasien
mampu :  Evaluasi kemampuan keluarga
 Evaluasi kemampuan pasien
 Menyebutkan  RTL keluarga: Follow Up dan
kegiatan yang rujukan
sudah dilakukan
 Melaksanakan
Follow Up
rujukan
17

Pathway
Gangguan jiwa ringan

Gangguan jiwa

Gangguan jiwa berat

Skizofrenia

Gejala
Gejala positif negatif

Perilaku waham Halusinasi Harga diri Isolasi


kekerasan rendah sosial

faktor predisposisi: Faktor presipitasi:


biologis, psikologis, biologis, stress
sosialbudaya lingkungan, sumber
koping

Mekanisme Mengeluh adanya suara Terbiasa menghayal


koping tidak lain, takut, menutup telinga,
efektif
bicara dan tertawa sendiri
Pengalaman
Berpikir negatif sensori berlanjut
MK. Gangguan
persepsi sensori
Menyalahkan
dirisediri Pengalam sensori
Motivasi berlanjut
perawatan diri
MK. Harga diri rendah
Merasa malas
dengan
MK. Defisit pengalaman
MK. Resiko perilaku perawatan sendiri
kekerasan

Halusinasi,mengancam, Menarik diri


memerintah

Kesulitan
berhubungan dengan
orang lain

MK. Isolasi sosial


18

B. Konsep Dasar Skizofrenia


1. Definisi
Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya
(Melinda Hermann, 2008).
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan
gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan,
perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor
disertai distorsi kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi;
asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.
Skizofrenia adalah salah satu gangguan jiwa berta yang dapat
mempengaruhi pikiran, perasaan dan perilaku individu. Skizofrenia
adalah bagian dari gangguan psikosisi yang terutama idtandai dengan
kehilangan pemahaman terhadap realitas dan hilangnya daya tilik diri
(insight) (Sadock et al.,2014). Pada gangguan psikosis, termasuk juga
skizofrenia, dapat ditemukan gejala gangguan jiwa berat seperti
halusinasi, waham, perilaku yang kacau dan pembicaraan yang kacau,
serta gejala negatif (stahl et al., 2011). (Istiqomah & yudhantara, 2018)

Skizofrenia merupakan salah satu penyakit jiwa terberat, sebanyak


10 persen dari penderita penyakit ini berakhir dengan bunuh diri. Penyakit
jiwa juga masih dianggap sebagai gangguan yang disebabkan oleh hal-hal
yang berhubungan dengan spiritual, kurang iman, hingga guna-guna.
Skizofrenia, menurut Tun, disebabkan oleh berbagai faktor mulai dari faktor
genetik, cedera otak, trauma, tekanan sosial, stres, hingga penggunaan
narkotika (Anna, 2012).

Gangguan Gangguan
Gejala positif
penilaian fungsi yang
dan negatif
realitas berat

Gejala positif Gejala Negatif


Waham
Perilaku kacau Alogia
Halusinasi
Bicara kacau Afek tumpul
Perilaku
Agitasi Asosial
katatonik
Anhedonia
Avolisi
19

Sumber dari: Stahl Psychopharmacology edisi ke 4 (2013)


Tanda & gejala gangguan psikosis
2. Faktor Penyebab Skizofrenia
Beberapa penelitian mengemukakan hubungan beberapa etiologi
sehingga menyebabkan perubahan neurobiologis pada skizofrenia.
Hubungan itu antara lain adalah infeksi prenatal (first hit) dimana dengan
gen “rentan” tertentu akan menyebabkan inflamasi dan terjadi perubahan
neurobiologis dan proses tersebut akan berlanjut apabila pada masa dewasa
seseorang terpapar faktor -faktor seperti trauma, stressor sosial, dan aktivitas
inflamasi ( secondary hit) sehingga akan menginduksi perubahan
neurobiologis seperti penurunan aktivitas GABA, penurunan myelinisasi
dan banyak aktivitas reseptor lainnya yang akan berujung pada fase psikosis
dari skizofrenia (Anderson dan maes.2013)
Skizofrenia merupakan sebuah sindroma yang terdiri dari beragam
penyebab dan perjalanan penyakit (Fischer dan Carpenter, 2009). Interaksi
antara genetik dan lingkungan sangat berperan dalam munculnya
skizofrenia (Taylor et al.,2009).
a. Genetik
Pada studi genetic genome-wide association studies (GWAS)
menunjukan bahwa munculnya skizofrenia bersifat poligenik. Studi
tersebut menunjukan sebanyak 108 single nucleotide polymorphosms
(SNPs) mempunyai asosiasi kuat dengan skizofrenia. Sebagian gen
tersebut berperan pada neurotransmisi glutamat dan dopamin.
(schizophrenia working group of teh Psychiatric genomics consortium,
2014).

Gen Hipotesis Fungsi


Cathecol-O-methyl transferase Metabolisme katekolamin, termasuk
(COMT) dopamine.
D-amino acid oxidase activator/D- DAO memecah D-serine yang
amino acid oxidase (DAOA/G30 merupakan kofaktor reseptor NMDA.
dan DAO)
20

Disrupted in schizophrenia 1 Memempengaruhi migrasi sel saat


(DISC 1) perkembangan dendritik dan adhesi sel.
Stabilitas akson.
Dystrobrevin binding protein 1 Menghambat neurotransmisi.
(dysbindin/DTNBP)
Gamma-aminobutyric acid (GABA) Transduksi sinyal terkait dengan
A receptor subunit beta 2 pertumbuhan sel dan diferensiasi.
(GABRB2) Belum diketahui, kemungkinan faktor
transkripsi.
Neuregulin 1 (NRG1)

Zinc finger protein 804A


(ZNF804A)

Gen saja tidak berperan tunggal dalam kejadian skizofrenia namun


ada faktor lain yaitu lingkungan. Lingkungan berpengaruh pada
skizofrenia meliputi kondisi prenatal. Perinatal, imgrasi dan pola asuh.
(Yudhantara & istiqomah, 2018)
b. Infeksi dan inflamasi
Infeksi diperkirakan berperan pad munculnya respon imun ibu yang
disalurkan ke janin melalui plasenta sehingga mempengaruhi
perkembangan otak dalam kandungan. Transfer respon imun dari ibu
ke janin menyebabkan gangguan pada sawar darah otak dan masuknya
antibodi yang memiliki reaksi silang dengan protein sistem saraf
pusat. Proses tersebut menyebabkan gangguan pada sistem saraf pusat
janin. Infeksi pada masa awal masa kanak juga menyebabkan
terjadinya proses inflamasi yang mempengaruhi perkembangan otak
bayi dan anak untuk menimbulkan kerentanaan munculnya skizofrenia
dan gangguan jiwa lain dikemudian hari (Benros et al., 2011). Pada
pasien skizofrenia ditemukan adanya peningkatan relatif kadar sitokin
proinflamasi (Miller et al.,2011). Sitokin proinflamasi diperkirakan
21

berperan dalam perubahan pada sawar darah otak yang menyebabkan


gangguan struktural pada otak sehingga memunculkan gejala
gangguan jiwa termasuk skizofrenia (monji et al.,2009).
c. Faktor resiko lain
Pengguanaan kanabis, memiliki odds ratio (OR) antara 2.2-2.8 untuk
menderita psikosis, tergantung dari faktor-faktor risiko lain seperti
keluarga, dll. (McGrath et al.,2010). Pemberian infus delta-9-
tetrahydrocannabinol menimbulkan gejala psikosi pada pasien dengan
atau tanpa skizofrenia. (D’souza et al.,2005). Imigrasi, imigran
memiliki resiko relatif hingga 4 kali lipat untuk menderita skizofrenia,
hingga ke genrasi kedua (Bourque et al.,2011). (Yudhantara &
istiqomah, 2018)
d. Neurokimiawi
1) Dopamin
Munculnya gejala posistif pada skizofrenia diakibatkan
hiperaktivitas neuron dopaminergik pada jaras mesolimbik,
terutama pada reseptor D2. Hipoaktivitas dopamin pada jaras
mesokorteks menyebabkan munculnya gejala negatif, afektif dan
kognitif. Hipoaktivitas dopamin pada dorsolateral prefrontal
cortex (DLPFC) juga menyebabkan gejala negatif dan kognitif.
Hipoaktivitas dopamin pada ventromedial prefrontal cortex
(VMPFC) menyebabkan gejala negatif dan afektif (stahl, 2013)

Gejala klinis psikiatri


sesuai dengan hipotesis dopamine
22

2) Glutamat
Terdapat hubungan antara pelepasan dopamin dengan aktivitas
sistem glutamat. Proyeksi glutamat kortiko-batag otak
berkomunikasi dengan jaras dopamin mesolimbik untuk regulasi
pelepasan dopamin di Ineucleus accumbens . hipofungsi reseptor
NMDA pada interneuron GABA kortikal menyebabkan terjadinya
overaktifitas. Komunikasi antar jaras ini sehingga terjadi pelepasan
berlebihan dopamin berlebihan pada jaras dopamin mesolimbik
(stahl, 2013).
3) Serotonin
Kadar serotonin berlebihan menyebabkan gejala positif dan negatif
pada skizofrenia. (sadock et al., 2014). Belum ada bukti bahwa
antagonis serotonin saja mampu berfungsi sebagai antipsikosis.
Sehingga hipotesis serotonin sebagai penyebab skizofrenia masih
disematkan pada interaksinya pada sistem dopamin (stahl, 2013)
Pasien skizofrenia memiliki neuron GABAergik yang relatif lebih
rendah daripada individu normal. Keadaan relatif rendahnya
jumlah neuron GABAergik dan memicu hiperaktivitas neuron
dopaminergik. (sadock et al.,2014)
4) Gamma amino butyric acid (GABA)
Pasien skizofrenia memiliki neuron GABAergik yang relatif lebih
rendah daripada individu normal. Keadaan relatif rendahnya
jumlah neuron GABAergik dan memicu hiperaktivitas neuron
dopaminergik. (sadock et al.,2014)
5) Sistem kolinergik
Asetilkolin diperkirakan dapat berperan dalam patogenesis
skizofrenia melalui reseptor nikotinik yang dapat mempengaruhi
beragan neurotransmitter. Peningkatan aktivitas reseptor nikotonik
dapat meningkatkan komunikasi yang diperantarai reseptor
glutamat pada neuron dopamin di VTA tikus coba (Jin et al., 2011;
Mao et al. 2011)
23

6) Sistem adregenik
Norepinefrin kemungkinan mempunyai peran dalam patologi
skizofrenia. Gejala yang muncul pada skizofrenia seperti
berkurangnya kemampuan merassakan kesenangan (Anhedonia)
yang merupakan salah satu gejala negatif diperkirakan
berhubungan dengan degenerasi neuronal selektif pada
norepinephrine reward neural system (kaplan at al.,2015)
e. Psikodinamika
Bagian paling primitif dalam kepribadian dan merupakan dorongan-
dorongan untuk memenuhi kebutuhan psikologi dasarnya, Id terletak
di alam bawah sadar dan dorongandorongan dalam id selalu ingin
segera dipuaskan. Ego adalah bagian eksekutif dari kepribadian yang
terdapat di dalam alam bawah sadar yang berfungsi untuk menyaring
dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh id berdasarkan
kenyataan. Superego mencakup nilai-nilai moral yang memberikan
batasan baik dan buruk. Nilai-nilai yang ada dalam superego memiliki
nilai-nilai ideal, oleh karena itu, superego berorientasi pada
kesempurnaan (Maramis dan Maramis, 2009).
3. Jenis Skizofrenia

a. Skizofrenia simplex: Sering timbul pertama kali pada masa pubertas , dengan
gejala utama kedangkalan emosi, waham primer, disertai dengan waham –
waham sekunder, halusinasi dan kemunduran kemauan.
b. Skizofrenia hebefrenik, gejala utama gangguan proses fikir gangguan
kemauan dan depersonalisasi. Banyak terdapat waham dan halusinasi.
Sering timbul pada masa remaja atau antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok
adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi
atau double personality.
c. Skizofrenia katatonik, Timbul pertama kali antara umur 15-30 tahun, biasanya
akut serta sering didahului oleh stress emosional. Dengan gejala utama pada
psikomotor seperti stupor maupun gaduh gelisah katatonik.
d. Skizofrenia paranoid, dengan gejala utama kecurigaan yang ekstrim
24

disertai waham kejar atau kebesaran.


e. Skizofrenia akut (lir skizofrenia), adalah kondisi akut mendadak disertai
dengan perubahan kesadaran, kesadaran mungkin berkabut.
f. Skizofrenia psiko-afektif, yaitu adanya gejala utama skizofrenia yang
menonjol dengan disertai gejala depresi atau mania.
g. Skizofrenia residual adalah skizofrenia dengan gejala-gejala primernya
dan muncul setelah beberapa kali serangan skizofrenia.
4. Gejala Skizofrenia.
a. Gejala primer.
1) Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang
paling menonjol adalah gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi.
2) Gangguan afek emosi.
3) Terjadi kedangkalan afek emosi.
4) Paramimi dan paratimi (incongruity of affect/ inadekuat).
5) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan.
6) Emosi berlebihan.
7) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang
baik.
8) Gangguan kemauan. Gangguan ini meliputi :
a) Terjadi kelemahan kemauan.
b) Perilaku negativisme atas permintaan.
c) Otomatisme: merasa pikiran/perbuatannya dipengaruhi oleh
orang lain.
b. Gejala Psikomotor
1) Stupor atau hiperkinesia, longorea dan neologisme
2) Stereotipi
3) Katelepsi: mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
4) Echolalia dan echopraxia
5) Autisme
c. Gejala sekunder.
1) Waham
25

2) Halusinasi
5. Penatalaksanaan Skizofrenia
Tujuan utama dari skizofrenia adalah mengembalikan fungsi normal
klien, serta mencegah kekambuhannya. Belum ada pengobatan dalam
masing-masing subtipe skizofrenia (Prabowo, 2014). Dibawah ini termasuk
penatalaksanaan pada skizofrenia:
a. Terapi farmakologi Obat-obatan yang digunakan dalam terapi
farmakologi skizofrenia yaitu golongan obat antipsikotik. Obat anti
psikotik terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
b. Antipsikotik tipikal Merupakan antipsikotik generasi lama yang
mempunyai aksi seperti dopamin. Antipsikoti ini lebih efektif untuk
mengatasi gejala positif pada klien skizofrenia. berikut ini yang
termasuk golongan obat antipsikotik tipikal:
1) Chlorpromazine dengan dosis harian 30-800 mg/hari
2) Flupenthixol dengan dosis harian 12-64 mg/hari
3) Fluphenazine dengan dosis harian 2-40 mg/hari
4) Haloperidol dengan dosis harian 1-100 mg/hari
c. Antipsikotik atipikal Aksi obat ini adalah mengeblok reseptor dopamin
yang rendah. Antipsikotik atipikal ini merupakan pilihan dalam terapi
skizofrenia karena mampu mengatasi gejala positif maupun negatif
pada pasien skizofrenia. berikut ini adalah daftar obat yang termasuk
golongan obat antipsikotik atipikal :
1) Clozapine dosis harian 300-900 mg/hari
2) Risperidone dosis harian 1-40 mg/hari
3) Losapin dosis harian 20-150 mg/hari
4) Melindone dosis harian 225 mg/hari
5) Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
6) Pembedahan bagian otak
7) Perawatan di rumah sakit
8) Psikoterapi
26

d. Terapi psikoanalisa Pada terapi ini menyadarkan seseorang terhadap


masalah pada dirinya dan membuat mekanisme pertahanan dengan
tujuan supaya cemasnya dapat terkendalikan.
e. Terapi Perilaku Ada dua bentuk program psikososial untuk
meningkatkan fungsi kemandirian, diantaranya:
1) Social Learning Program: klien skizofrenia untuk mempelajari
perilaku yang sesuai
2) Social Skills Training: melatih penderita mengenai ketrampilan
atau keahliannya.
f. Terapi Humanistik
g. Terapi kelompk dan Keluarga.
27

BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

RUANG RAWAT: WANITA


TANGGAL DIRAWAT : AGUSTUS 2020
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny. K (P) Tanggal Pengkajian : 7 februari 2020
Umur : 40 tahun
RM No. : 7832199432-95
Pendidikan terakhir : SMP
Agama : Islam
Status Marital : janda
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB (Informan)
Nama : Tn. D
Umur : 60 tahun
Hubungan dengan klien : Ayah kandung klien

II. ALASAN MASUK

Sebelum Masuk Rumah Sakit Sebelum di rawat 1 minggu yang lalu klien sering
mengamuk dan memukuli keluarganya, klien mudah tersinggung jika ada hal
yang tidak sesuai, dan klien sudah beberapa bulan tidak minum obat.

Kondisi saat ini dikaji tanggal 7 februari 2020, Pada saat dilakukan pengkajian
oleh perawat , klien mengaku akan melakukan kontrol saja ke poli jiwa . tetapi
dokter meminta klien untuk enjalani rawat inap. Klien mengaku setiap malam hari
tidak bisa tidur karena merasa berisik mendengar banyak suara yang tidak jelas,
klien mengaku sering lupa minum obat. Saat dilakukan pengkajian klien
mengatakan suaranya sedang tidak ada, namun kien sering melirik ke kanan dan
ke kiri, dan tampak memegang telinganya. Klien juga sering meminta diulang
pertanyaannya. Selama wawancara klien tampak kooperatif dan nyambung.

Keadaan Umum klien mengatakan suaranya sedang tidak ada, namun kien sering
melirik ke kanan dan ke kiri, dan tampak memegang telinganya.

a. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : ya tidak



28

b. Pengobatan sebelumnya Berhasil kurang berhasil √


tidak berhasil

FAKTOR FAKTOR
PRESIPITASI PREDISPOSISI
(Pelaku/ korban/ (Pelaku/ korban/ saksi)
saksi)
Aniaya fisik klien sering mengamuk Klien menceritakan
dan memukuli sewaktu SD klien selalu
keluarganya di hina sebagai anak
bodoh dan pernah klien
di buli di kelas.

Aniaya seksual
Penolakan
Kekerasan dalam
keluarga
Tindakan Kriminal

2. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa : ya √


tidak
Hubungan dengan klien : …………………………
Genogram (minimal tiga generasi) Klien, orang tua, nenek / kakek:
Genogram Ny. K

keterangan:
: laki-laki yang meninggal
: perempuan yang meninggal
: laki-laki
29

: Perempuan
: yang tinggal serumah
: Pasien

3. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan


a. Kehilangan : Kehilangan suaminya setelah perceraian pada tahun 2007
b. Kegagalan : klien merasa minder jika ingat dirinya seorang janda dan
terkadang ada beberapa orang yang menghinanya dengan sebutan orang
gilang, sehingga klien merasa malu untuk bertetangga.
c. Trauma selama tumbuh kembang
1. Masa bayi
2. Masa Kanak — Kanak
3. Masa Remaja
4. Masa Dewasa Awal
5. Masa dewasa tua
6. Lansia
Penjelasan : Dibully pada saat SD
Masalah keperawatan : Harga diri rendah, perilaku kekerasan

7. Riwayat Penyakit Fisik di masa lalu: tidak terkaji


III. FISIK
1. Tanda Vital : TD : 130/90 mmHg N : 89x/mnt S :36,7 R: 22x/mnt
2. Ukuran : TB : 155cm BB : 60 kg

3. Keluhan Fisik : ya tidak



Jelaskan : tidak terkaji
4. Pemeriksaan Fisik
obat yang diberikan :
a. Haloperidol 2mg x1
b. Trihexipenidil 2mg x1
c. Clozapine 1mg X 1

a. Sistem integumen : tidak ada masalah


b. Sistem kardiovaskuler : tidak ada masalah
c. Sistem respirasi : tidak ada masalah
d. Sistem gastrointestinal : tidak ada masalah
e. Sistem urogenital : tidak ada masalah
30

f. Sistem reproduksi : tidak ada masalah


g. Sistem persarafan : tidak ada masalah
h. Sistem muskuloskeletal : tidak ada masalah
i. Sistem endokrin : tidak ada masalah
j. Sistem penginderaan : tidak ada masalah

Jelaskan, segala sesuatu yang berkaitan dengan sistem tubuh klien termasuk
perilaku
klien mengatakan suaranya sedang tidak ada, namun kien sering melirik ke kanan
dan ke kiri, dan tampak memegang telinganya
2. Bagaimana Pola aktivititas kehidupan sehari-sehari sebelum di RS dan selam di
rawat.
No ADL Sebelum di RS Selama dirawat
1. Nutrisi (makan& Klien makan 3x sehari Klien makan 2x seaat
minum) sahur dan berbuka
2. Eliminasi (BAB 2x sehari 2x sehari
& BAK)
3. Istirahat tidur Tidur teratur Klien mengaku setiap
malam hari tidak bisa
tidur karena merasa
berisik mendengar
banyak suara yang tidak
jelas
4. Aktivitas

5. Personal hygene klien melakukannya Selama 3 hari di rs klien


sendiri menolak untuk mandi
karena merasa selalu
bersih, “saya tidak
keluar kamar jadi saya
tidak kotor tidak perlu
mandi.
IV. PSIKOSOSIAL
1. Konsep diri:
a. Gambaran Diri :
31

Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuhnya yang istimewa dan tidak
disukainya
b. Identitas :
Pasien seorang janda anak 1
c. Peran :
Klien merasa senang sebagai seorang ibu satu anak
d. Ideal diri :
Klien berharap bisa kembali sembuh dan bekerja
e. Harga diri :
klien merasa minder jika ingat dirinya seorang janda dan terkadang ada
beberapa orang yang menghinanya dengan sebutan orang gilang,
sehingga klien merasa malu untuk bertetangga.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
2. Hubungan social :
a. Orang yang berarti :
Orang tua dan anaknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat :
Pasien tidak mengikuti kegiatan kelompok masyarakat, pasien jarang
keluar rumah dan hnya beridam diri di rumah
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :
Pasien merasa minder dan malu untuk bertetangga karena dihina
dengan sebutan orang gila.
Masalah Keperawatan: Harga diri rendah
3. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan :
b. Kegiatan ibadah : Kegiatan ibadah klien baik
Masalah keperawatan: tidak ada
V. STATUS MENTAL
Berikan tanda Checklist √ pada kotak yang sesuai dengan jenis kondisi klien
1. Penampilan :

Tidak rapi Penggunaan pakaian tidak


sesuai
Berpakaian tidak seperti √ Sesuai
biasanya
32

Jelaskan: klien berpakaian seperti biasa


Masalah Keperawatan :
2. Cara bicara :

Cepat Gelisah Apatis


Keras Inkoheren tidak mampu memulai
pembicaraan
Lambat Membisu √ Sesuai
Jelaskan: klien tampak kooperatif dan nyambung.

Masalah keperawatan :
3. Aktivitas Motorik :

Lesu √ Tegang Gelisah


Agitasi Apatis Grimasen
Tremor Kompulsif Sesuai

Jelaskan : Saat dilakukan pengkajian kien sering melirik ke kanan dan ke


kiri, dan tampak memegang telinganya
4. Suasana hati:

√ Sedih Ketakutan Putus asa


√ Khawatir Gembira berlebihan Sesuai

Jelaskan : Klien mengaku setiap malam hari tidak bisa tidur karena merasa
berisik mendengar banyak suara yang tidak jelas serta Klien mengaku
setiap malam hari tidak bisa tidur karena merasa berisik mendengar banyak
suara yang tidak jelas
5. Afek

√ Datar Tumpul Labil Sesuai


Tidak Sesuai

Jelaskan: Tidak ada perubahan muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
Masalah Keperawatan : HDR
33

6. Interaksi selama wawancara :

Bermusuhan Tidak kooperatif mudah tersinggung


Kontak mata kurang Defensive Curiga

Seduktif Berhati-hati Kooperatif


Jelaskan : klien tampak kooperatif dan nyambung.

7. Persepsi

Auditori (suara) Taktil (sentuhan) Olfakori (penciuman)


Visual Gustatori Ilusi
(penglihatan) (pengecapan)
√ Sesuai

8. Proses pikir

Sirkumtansia Tangensial Kehilangan Inkoheresn


l asosiasi
Flight of idea Blocking Perseverasi Neologisme
Irelevansi Verbigerasi Word salad √ Sesuai

Jelaskan :
pembicaraan
9. Isi pikir

Obsesi Fobia Hipokondria


Defersonalisasi Ide yang terkait Pikiran magis
Waham: √ Sesuai

Agama Somatik Kebesaran Curiga


Nihilistik Siar pikir Sisip pikir Kontrol pikir
10. Tingkat Kesadaran

Bingung Sedasi Stuppor √ Allert


Disorientasi Disorientasi Disorientasi
waktu tempat orang
34

Jelaskan : pada saat pengkajian klien compos mentis dan sadar


11. Memori

Gangguan daya ingat jangka √ Gangguan daya ingat jangka


panjang pendek
Gangguan daya ingat saat ini Konfabulasi Sesuai

Jelaskan : saat ditanya makan sahur apa, klien lupa makan dengan apa
12. Tingkat Konsentrasi dan berhitung

Mudah beralih tidak mampu berkonsentrasi


tidak mampu berhitung sederhana mampu berkonsentrasi


Jelaskan : Klien juga sering meminta diulang pertanyaannya
13. Kemampuan penilaian

Gangguan penilaian ringan Gangguan penilaian bermakna


√ Tidak ada gangguan

Jelaskan:.
14. Daya tilik diri (Insight)

Mengingkari penyakit yang diderita Menyalahkan hal-hal diluar


dirinya
√ Mengetahui sakit yang dideritanya

Jelaskan: Klien menyadari dirinya mengalami gangguan jiwa dan sedang


proses penyembuhan
VI. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG
1. Makan
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan : klien dapat melakukannya mandiri secara mandiri

2. BAB / BAK
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan : klien tidak memerlukan bantuan apapun, pergi sendiri dan
membersihkan diri
35

3. Mandi
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan : klien dapat melakukannya secara mandiri, klien mandi 1 hari
sekali yaitu di siang hari

4. Berpakaian / berhias
Bantuan minimal Bantuan total

Jelaskan : Penampilan klien sesuai namun tercium bau.
5. Istirahat dan tidur
Tidur siang , tidak tentu
Tidur malam, lamanyaa nya berbeda beda setiap hari

Kegiatan sebelum/sesudah tidur
Jelaskan :
Klien mengaku setiap malam hari tidak bisa tidur karena merasa berisik
mendengar banyak suara yang tidak jelas
6. Penggunaan obat
Bantuan minimal Bantuan total
Jelaskan :
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan Ya
Tidak
Perawatan pendukung Ya
Tidak
Jelaskan : TIDAK TERKAJI
Masalah Keperawatan :
…………………………………………….............................................
8. Kegiatan di dalam rumah
Mempersiapkan makanan Ya Tidak
Menjaga kerapihan rumah Ya Tidak
Mencuci pakaian Ya Tidak
Pengaturan keuangan Ya
Tidak
Jelaskan : TIDAK TERKAJI
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………...……………
9. Kegiatan di luar rumah
36

Belanja Ya Tidak
Tranportasi Ya Tidak
Jelaskan : TIDAK TERKAJI
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………….....……………

VII. MEKANISME KOPING


Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alcohol
Mampu menyelesaikan masalah Reaksi lambat/ berlebihan
Teknik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktivitas konstruktif Menghindar
Olah raga √ Mencederai diri
VIII. MASALAH PSIKOSOSIAL
Masalah dengan pelayanan kesehatan,
√ Spesifik pasien sekarang berusia 40 tahun, tetapi sudah terlihat keanehan

sejak kecil dan pasien sudah mengalami gangguan jiwa sejak 2008 dan
mengalami kekambuhan pada tahun 2020.

IX. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Penyakit jiwa system pendukung

Faktor presipitasi penyakit fisik
Koping obat-obatan

Lainnya : …………………….
X. ASPEK MEDIK
Diagnosa Medik :
Skizofrenia
Terapi Medik :
a. Haloperidol 5mg 3x1
b. Trihexipenidil 2mg 3x1
c. Depakote 250 mg 2x1
d. Chlorpromazine/cpz 100 mg 1x1

XI. ANALISA DATA


37

MASALAH
NO DATA ETIOLOGI KEPERAWATA
N
1 DS : Faktor Predisposisi Gangguan
a. Klien mengaku setiap (Predisposisi) persepsi sensori:
malam hari tidak bisa halusinasi
tidur karena merasa Stress
berisik mendengar
Menstimulus sekresi
banyak suara yang tidak
dopamine
jelas,
b. klien mengatakan
Memenuhi
suaranya sedang tidak hipokampus,
amigdala, nucleus
ada
kaudatus, sebagai
DO : lobus prefrontalis
a. kien sering melirik ke
kanan dan ke kiri
Ketidakseimbangan
b. klien tampak
neurotransmeter
memegang telinganya

Faktor presipitasi:

mengaku setiap
malam hari tidak bisa
tidur karena merasa
berisik mendengar
banyak suara yang
tidak jelas

namun klien sering


melirik ke kanan dan
ke kiri, dan tampak
memegang
telinganya

Gangguan Persepsi
Sensori: Halusinasi
38

MASALAH
NO DATA ETIOLOGI KEPERAWATA
N

2 DS: Klien sudah beberapa Terputusnya obat Resiko perilaku


bulan tidak minum obat, dan kekerasan
klien mengaku sering lupa Kerusakan pada otak
sistem saraf pusat
minum obat
(SSP)
DO :
a. klien sering
Pengeluaran
mengamuk dan dopamin, serotonin
yang berlebihan
memukuli
keluarganya
Bagian otak
prefrontal cortex
gagal menjalankan
funsinya

Otak amigdala
menjadi
heperesponsif

Sering mengamuk
dan memukuli
keluarga

Resiko perilaku
Kekerasan
3. DS : Harga diri rendah Defisit perawatan
a. Selama 3 hari di rs klien diri
menolak untuk mandi Peningkatan aktifitas
karena merasa selalu dopamine dan
bersih serotonin
39

MASALAH
NO DATA ETIOLOGI KEPERAWATA
N
b. Klien tercium bau
DO : - Gangguan pada lobus
frontalis

Gejala negatif

Kehilangan minat
mandi

Tidak mau merawat


diri

Defisit perawatan
diri

4. DS : klien merasa minder jika Merasa minder jika Harga diri rendah
ingat dirinya seorang janda ingat dirinya seorang
dan terkadang ada beberapa janda
orang yang menghinanya
dengan sebutan orang gilang,
klien merasa malu
sehingga klien merasa malu untuk bertetangga
untuk bertetangga.
Harga diri rendah
XII. DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan gangguan

pendengaran

2. Resiko perilaku kekerasan disebakan dengan halusinasi

3. Defisit perawatan diri


40

4. Harga diri rendah berhubungan dengan terpapar situasi traumatis


41

XIII. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Rencana Asuhan Tindakan Keperawatan Pasien dengan RISIKO PRILAKU KEKERASAN, ANSIETAS DAN HARGA DIRI
RENDAH KRONIS

Nama klien : Ny. SRW Dx Medis : Skizofrenia


No. Medrek :- Ruang : Perawatan Wanita

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
1 Gangguan Pasien mampu: Setelah 4x pertemuan pasien mampu : SP1
persepsi Sensori  Mengenali halusinasi yang menyebutkan Isi, waktu, frekuensi, Bantu pasien mengenal halusinasi: isi,
di alaminya situasi pencetus, perasaan waktu, frekuensi, situasi pencetus,
 Mengontrol halusinasinya memperagakan cara dalam perasaan saat terjadi halusinasi
Mengikuti program mengontrol halusinasi Latih mengontrol halusinasi dengan
cara: menghardik. Tahapan tindakan
pengobatan secara optimal
berupa:
- Jelaskan cara menghardik
- peragakan cara menghardik
- minta pasien memperagakan ulang
- pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
Setelah 3x pertemuan pasien mampu : SP2
Menyebutkan kegiatan yang sudah Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
42

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
dilakukan Tanyakan program pengobatan
Menyebutkan manfaat dari program jelaskan pentingnya penggunaan obat
pengobatan pada pasien dengan halusinasi
jelaskan akibat bila tidak rutin
melakukan pengobatan sesuai
program
jelaskan akibat bila putus obat
jelaskan cara mendapatkan obat/
berobat
jelaskan pengobatan dengan prinsip
5B
latih pasien minum obat
masukan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah 4x pertemuan pasien mampu : SP3
menyebutkan kegiatan yang sudah Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan
dilakukan 2)
memperagakan cara bercakap- latih berbicara/ bercakap dengan orang
lain saat halusinasi muncul
cakap dengan orang lain
masukan dalam jadwal kegiatan pasien
43

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
2 Pasien: Observasi
1. Monitor adanya benda yg berpotensi
 Tidak mengamuk membahayakan(misalnya bend tajam
 Tidak melakukan 2. Memonitor keamanan barang yang
kekerasan seperti dibawa oleh pengunjung
memukuli keluarganya 3. Monitor selama penggunaan barang yang
Resiko Perilaku dapat membahayakan
Terapeuti
Kekerasan 1. Pertahankan lingkungan bebas secar rutin
3. Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk
mendukung keselamatan pasien
2. Latih cara mengungkapkan secara asertif
3. Latih mengurangi kemarahan secara
verbal dan nonverbal misalnya dengan
bercerita
44

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
3. Pasien mampu: Setelah 4x pertemuan pasien mampu : SP1
 Mengidentifikasi Mengidentifikasi kemampuan dan Identifikasi kemampuan dan aspek
kemampuan dan aspek aspek positif yang dimiliki positif yang dimiliki
positif yang dimiliki memiliki kemampuan yang dapat - Diskusikan bahwa pasien masih
 Menilai kemampuan yang digunakan memiliki sejumlah kemampuan dan
dapat digunakan aspek positif seperti kegiatan pasien
dirumah adanya keluarga dan
lingkungan terdekat pasien
Gangguan - beri pujian yang realistis dan
Konsep Diri: hindarkan penialaian negative
setiap kali bertemu dengan pasien
harga diri Nilai kemampuan yang dapat
rendah dilakukan saat ini:
- Diskusikan dengan pasien
kemampuan yang masih
digunakan saat ini
- Bantu pasien menyebutkannya dan
memberi penguatan terhadap
kemampuan diri yang
diungkapkan pasien
- perlihatkan respon yang konndusif
dan menjadi pendengar yang aktif
45

Perencanaan
No Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
4. Pasien mampu: Setelah 3x pertemuan pasien mampu SP1
menjelaskan pentingnya:
 Melakukan kebersihan diri Identifikasi:
secara mandiri kebersihan diri - kebersihan diri
Defisit
jelaskan pentingnya kebersihan diri
Perawatan Diri jelaskan alat dan cara kebersihan diri
masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
46

BAB III
PENUTUP

Skizofrenia sebagai penyakit neurologis yang mempengaruhi persepsi klien,


cara berfikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya (Melinda Hermann, 2008).
Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada
proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir,
afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataan, terutama karena
waham dan halusinasi; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi.
Istilah halusinasi berasal dari bahasa latin hallucinatio yang bermakna secara
mental mengembara atau menjadi linglung. “The term hallucination comes from
the Latin”hallucinatio”: to wander mentally or to be absent-minded".Halusinasi
adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) eksternal.
Menurut Varcarolis, Halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.Tipe halusinasi yang,
paling sering adalah halusinasi pendengaran (Auditory-hearing voices or sounds),
penglihatan (VisuaI-seeing persons or things), penciuman (Olfactory-smelling
odors), pengecapan (Gustatory-experiencing tastes).
47

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Waham, M., & Lestari, F. (2019). The integration of supply chain
coordination in higher education supply chain framework. International
Business Education Journal. https://doi.org/10.37134/ibej.vol12.5.2019
Gusmiati, Y. I. (2018). Resiko Prilaku Kekerasan. Ilmu Kesehatan (JIK).
Jalil, A. (2015). Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Kemamapuan Pasien
Skizorenia Dalam Melakukan Perawatan Di Rumah Sakit Jiwa. Jurnal
Keperawatan Jiwa.
Moulin, V., Alameda, L., Baumann, P. S., Gholamrezaee, M. M., Palix, J., Gasser,
J., & Conus, P. (2019). Three clinical risk profiles of violent behavior in a
cohort of early psychosis patients. Encephale.
https://doi.org/10.1016/j.encep.2018.08.003
Nurarif, & Huda, A. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa
medis & Nanda NIC_NOC.pdf. In mediaction Jogja.
Rosinta, A., & Pratiwi, A. (2019). Gambaran Ide-Ide Saat Terjadi Waham Pada
Pasien Yang di Rawat Di Rumah Sakit Jiwa. The 9th University Research
Colloqium 2019.
Rusdi, D. D. (2013). Keperawatan Jiwa konsep dan Kerangka Asuhan
Keperawatan Jiwa. Gosyen Publishing.

Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa, Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan


Kesehatan Jiwa : Gangguan Jiwa dan Psikososial. Pustaka Baru Press.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.


Stuart, & Sundeen. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Suerni, T., & Livana. (2019). Respons Perilaku Kekerasan. Jurnal Penelitian
Perawat Profesional.
Suerni, T., & PH, L. (2019). Respons Pasien Perilaku Kekerasan. Jurnal
Penelitian Perawat Profesional. https://doi.org/10.37287/jppp.v1i1.16
Victoryna, F., Wardani, I. Y., & Fauziah, F. (2020). Penerapan Standar Asuhan
Keperawatan Jiwa Ners untuk Menurunkan Intensitas Waham Pasien
Skizofrenia. Jurnal Keperawatan Jiwa.
https://doi.org/10.26714/jkj.8.1.2020.45-52
Wijoyo, E. B., & Mutikasari. (2020). Asuhan keperawatan pada klien skizofrenia
(waham) dalam manajemen pelayanan rumah sakit: studi kasus. Jurnal
Ilmiah Keperawatan Indonesia.
Yosep, I., & Sutini, T. (2014). BUKU AJAR KEPERAWATAN JIWA (D. Waldani,
ed.). Bandung: PT Rineka Cipta.
48

Yosep Iyus, S. T. (2016). Buku Ajar Keperawatan Jiwa Advance & Mental
Health Nusring. Bandung: PT. Reflika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai