Anda di halaman 1dari 2

Next Generation Sequencing (NGS)

Sekuensing DNA atau disebut juga pengurutan basa DNA merupakan teknik untuk
menentukan urutan basa nitrogen (adenin, guanin, sitosin dan timin) suatu sampel DNA
(Franca et al., 2002). Metode sekuensing DNA yang pertama (first generation sequencing)
adalah metode Sanger (Sanger dideoxy sequencing). Kemudian generasi kedua teknologi
sekuensing adalah Next Generation Sequencing (NGS) yang berpotensi untuk mengurangi
biaya sekuensing. Teknologi ini membaca template DNA secara acak (random) sepanjang
genom dengan membuat potongan-potongan pendek DNA kemudian menyambungkannya
dengan adapter untuk dibaca oleh mesin NGS secara random selama proses sistesis DNA
(sequencing by synthesis). NGS menghasilkan panjang sekuen DNA yang pendek, berkisar
antara 50–500 bp. Oleh karena itu, sekuensing setiap fragmen DNA mesti dilakukan lebih
dari sekali ukuran genom (genome sequence coverage) untuk menjaga akurasi data hasil
sekuensing. Teknologi NGS ini menghasilkan data sekuen yang jauh lebih banyak pada sekali
menjalankan alat. Oleh karena itu, alat ini dikenal dengan high throughput sequencing
platforms (Ansorge 2009). Teknologi NGS membutuhkan estimasi biaya yang lebih sedikit
dibandingkan dengan metode sekuensing (Gupta & Verma, 2019).
Menurut Gupta dan Verma (2019) terdapat tiga tahapan umum dalam pengerjaan NGS,
yaitu library preparation, amplifikasi library, dan sekuensing dengan menggunakan
pendekatan yang berbeda. Aplikasi NGS pada masa sekarang telah banyak digunakan, di
antaranya untuk penelitian bidang kesehatan dan diagnostik, deteksi variasi, whole-exome
sequencing (WES), RNA-seq, epigenetik serta whole genome sequencing (WGS). Whole
genome sequencing merupakan proses untuk determinasi sekuen DNA lengkap organisme
pada satu waktu. Metode yang dapat digunakan untuk mendukung pengerjaan WGS ini, yaitu
NGS (Besser dkk, 2018).

Gambar 1. Skema pengerjaan NGS dengan berbagai macam platform berbeda (Gupta &
Verma, 2019)
Tahap pertama, dalam melakukan NGS, yakni ekstraksi DNA berdasarkan dari tipe sampel
yang akan digunakan, misalnya darah, dan jaringan serta cairan tubuh. Setelah prosedur
ekstraksi DNA selesai dilakukan, hasilnya harus dievaluasi untuk mengetahui kualitas dan
konsentrasinya. Tahap kedua, melakukan persiapan library yang mengandung semua bagian
DNA hasil dari ekstraksi, diikuti dengan melakukan enrichment spesifik pada daerah target
yang diinginkan. Library disiapkan dengan memotong DNA genomic (gDNA) secara acak.
Teknik pemotongan fragmen DNA biasanya menggunakan nebulisasi atau sonikasi. gDNA
yang telah dipotong akan melewati serangkaian reaksi enzimatis untuk membuat adenosine
overhang yang akan diikat oleh adaptor menggunakan DNA ligase. Setelah ligasi adaptor,
sampel akan dipilih berdasarkan ukuran dengan menggunakan gel elektroforesis, ekstraksi
gel dan purifikasi. Pada tahap ini, library genomik sudah dibuat, dan bisa digunakan untuk
sekuensing, atau dari daerah spesifik bisa diambil untuk downstream sekuensing. Tahap
terakhir adalah sekuensing yang dapat dikerjakan dengan beberapa metode yang telah ada.
Dalam hal ini, metode yang kerap digunakan, yaitu sequencing by synthesis yang
membutuhkan DNA library (Gupta & Verma, 2019)
.

Referensi
Ansorge WJ. 2009. Next-generation DNA sequencing techniques. Nature Biotechnol. 25:195-
203.
Besser, J., Carleton, H. A., Gerner-Smidt, P., Lindsey, R. L., & Trees, E. (2018). Next-
generation sequencing technologies and their application to the study and control of
bacterial infections. Clinical microbiology and infection, 24(4), 335-341.
Franca LTC, Carrilho E, Kist TBL. 2002. A review of DNA sequencing techniques. Quaterly
Rev Biophys. 35:169-200.

Anda mungkin juga menyukai