Anda di halaman 1dari 12

Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020 Halaman 53-64

BADAN PENDIDIKAN DAN


PELATIHAN KEUANGAN
KEMENTERIAN KEUANGAN JURNAL BPPK
REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB


PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU

Taufik Kurachman
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pajak, BPPK, Kementrian Keuangan, Email: taufik150396@gmail.com

INFO ARTIKEL ABSTRAK


SEJARAH ARTIKEL Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2018 bertujuan memberikan kemudahan dan juga
Diterima Pertama insentif bagi UMKM dengan menekankan pengurangan tarif menjadi 0,5% dan penetapan
10 November 2020 jangka waktu tertentu yaitu 7 tahun untuk WP perorangan, 4 tahun untuk WP badan usaha
berbentuk koperasi, CV, atau firma dan 3 tahun untuk WP badan berupa PT. Pembatasan
Dinyatakan Dapat Dimuat waktu bertujuan memberikan kesempatan UMKM untuk belajar pembukuan dan membuat
11 Desember 2020 pelaporan keuangan. Tetapi apakah periode waktu releksasi cukup untuk mencapai tujuan?
Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode deskriptif
KATA KUNCI: kualitatif, dimana data dan informasi diperoleh melalui studi pustaka dan wawancara dengan
tarif 1%, UMKM. Studi tersebut memberikan temuan penting. Pertama, sebagian WP belum
tarif 0,5%, mengetahui penetapan jangka waktu tersebut. Kedua, sebagian WP belum memahami tujuan
UMKM, penetapan jangka waktu tersebut, Ketiga sebagian WP belum siap untuk menggunakan
jangka waktu, pembukuan serta berharap penetapan jangka waktu tersebut dihilangkan. Untuk itu DJP
pembukuan, perlu meningkatkan fungsi penyuluhan penetapan jangka waktu dan pembuatan laporan
laporan keuangan, keuangan.
peredaran bruto.
Government Regulation no. 23/2018 aims to provide convenience and incentive for MSMEs by
emphasizing tariff reduction to 0.5% and determination of a certain period of 7 years for
individual WP, 4 years for WP business entity in the form of cooperatives, CV, or firm and 3 years
for wp entities in the form of PT. Time restrictions aim to provide MSMEs the opportunity to
learn bookkeeping and make financial reporting. But is the time period sufficient to achieve the
goal? To answer the problem, this study uses qualitative descriptive methods, where data and
information are obtained through library studies and interviews with MSMEs. The study
provides important findings. First, some WP does not know the time frame. Second, some WP
does not yet understand the purpose of setting that time frame, the third part of WP is not ready
to use bookkeeping and expect the determination of that time frame to be eliminated. Therefore,
DJP needs to improve the counseling function of the determination of time frame and the
creation of financial statements.

1. PENDAHULUAN
1.1 Belakang membantu terutama dalam mendorong sektor riil dan
keberadaannya yang langsung bersentuhan dengan
Pendahuluan Kepedulian pemerintah terhadap
masyarakat, dan mampu menggerakan roda
para pengusaha UMKM (usaha mikro, kecil dan
perekonomian. Perkembangan dan peran UMKM
menengah) sangatlah penting, mengingat peran
dapat dilihat pada tabel berikut :
UMKM dalam perekonomian nasional sangat
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

Dari tabel di atas nampak bahwa unit usaha Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak
mikro memiliki populasi dan menyerap tenaga kerja khususnya bagi pengusaha UMKM, pemerintah di
yang sangat besar dan dominan dibanding unit usaha bawah pengawasan Direktorat Jenderal Pajak telah
kecil dan menengah. Pada umumnya unit usaha mikro menerbitkan ketentuan berupa Peraturan Pemerintah
banyak yang belum memahami penggunakan No. 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
pembukuan dan laporan keuangan sehingga Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
kewajiban perpajakannya pun masih dibutuhkan Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
bimbingan dan kemudahan dalam melaksanakannya. Dalam aturan tersebut, jumlah peredaran bruto yang
dimaksud adalah kurang dari Rp 4.800.000.000,00
Peranan UMKM terhadap PDB (produk domestik
dalam satu tahun pajak. Salah satu tujuan
bruto) menurut data Kementerian Koperasi dan Usaha
diterbitkannya peraturan tersebut adalah untuk
Kecil dan Menengah untuk tahun 2017 sebesar
memberikan kepastian dan kemudahan bagi
57,08% dan meningkat di tahun 2018 menjadi
pengusaha UMKM dalam memenuhi kewajiban
60,34% atau mengalami kenaikan sebesar 3,26%.
perpajakannya. Dalam salah satu kesimpulan
Pertumbuhan ini menjadi signal positif bahwa
penelitiannya Oktyawati dan Fajri, (2018)
perkembangan sektor UMKM akan berdampak pada
menyatakan bahwa PP 46 Tahun 2013 juga
bertumbuhnya sektor riil. Harapannya tentu saja, hal
memberikan manfaat seperti kemudahan dan
ini akan berpengaruh signifikan pada meningkatnya
kesederhanaan dalam menghitung, menyetor, dan
penerimaan di sektor pajak dari UMKM sebagaimana
melaporkan pajak, serta bagi pemerintah adalah
terlihat dalam table berikut :
adanya peningkatan jumlah wajib pajak dan
peningkatan penerimaan pajak yang diterima oleh
negara. Selain itu juga telah memenuhi asas-asas
pemungutan pajak seperti yuridis, finansial, dan
kenyamanan. Salah satu kesederhanaan adalah
adanya tarif tunggal yang bersifat final sebesar 1%
dari peredaran bruto. Bersifat final artinya tidak dapat
diperhitungkan dengan pajak terutang lainnya.
Penerapan tarif final ini diharapkan dapat
meringankan beban wajib pajak dan memudahkan
dalam melakukan penghitungan pajaknya terlebih lagi
bagi wajib pajak UMKM yang sama sekali tidak
Dari Tabel 2 nampak bahwa meskipun peran mengenal pembukuan atau wajib pajak yang baru
penerimaan PPh UMKM relatif kecil terhadap mendaftar, karena untuk menghitung pajak yang
penerimaan PPh secara umum, namun jumlah harus dibayar wajib pajak hanya mencacat peredaran
nominal rupiahnya cukup besar, di mana sepanjang bruto saja tanpa memperhatikan perincian biaya-
tahun angkanya terus meningkat. Demikian juga jika biaya yang dikeluarkan.
dilihat dari jumlah UMKM yang terdaftar sebagai
wajib pajak jumlahnya sangat kecil dibandingkan Pada tahun 2018 pemerintah mengeluarkan
jumlah unit usaha UMKM yang ada di Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 sebagai
sehingga peran ekstensifikasi dari Kantor Pelayanan pengganti Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013,
Pajak perlu ditingkatkan lagi. ketentuan baru tersebut dikeluarkan untuk
melengkapi dan memperbaiki kekurangan-
Sistem pemungutan pajak yang berlaku di kekurangan yang selama ini menjadi keluhan
Indonesia saat ini adalah self assessment sebagaimana masyarakat, khususnya para pelaku UMKM yang
diurakan dalam penjelasan Undang-Undang Nomor menjadi sasaran diberlakukannya ketentuan tersebut.
28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Namun demikian, aturan tersebut tidak merubah
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang prinsip dasar yaitu pengenaannya yang bersifat final.
Ketentuan Ketentuan Umum dan Tata Cara Ketentuan yang baru tersebut, menjadi barometer
Perpajakan (UU KUP). Self assessment merupakan dalam menjawab tantangan perbaikan sistem
suatu sistem perpajakan yang memberikan perpajakan yang mendorong berkembangnya dunia
kepercayaan dan tanggung jawab sepenuhnya kepada usaha khususnya para pelaku usaha di sektor UMKM.
Wajib Pajak untuk berinisiatif mendaftarkan dirinya Berikut diberikan perbedaan antara PP No 46 Tahun
untuk mendapatkan NPWP, menghitung, 2013 dan PP Nomor 23 Tahun 2018 yang cukup
memperhitungkan, membayar dan melaporkan mendasar yaitu :
sendiri pajak terutang. Sistem pemungutan pajak
tersebut mempunyai arti bahwa penentuan penetapan
besarnya pajak yang terutang setiap tahun atau setiap
masa pajak tertentu dipercayakan kepada Wajib Pajak
sendiri dan melaporkannya secara rutin sesuai
dengan ketentuan yang memuat jumlah pajak yang
terutang dan yang telah dibayar sesuai peraturan.

54 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020


TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTUBAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

bawah PTKP (penghasilan tidak kena pajak), maka


wajib pajak tetap akan dikenakan pajak karena pajak
bersifat final tidak memperhitungkan pengurangan
PTKP. Pada sisi lain, bagi seorang pegawai baik
pegawai negeri atau karyawan swasta, jika
penghasilan di bawah PTKP tidak akan dikenakan
pajak.
Dari sisi net profit margin (keuntungan bersih)
juga terdapat keluhan dari para UMKM terkait tarif
0,5% nya, dimana jika dihitung dan diperbandingkan
maka wajib pajak dengan net profit margin yang besar
akan diuntungkan sedangkan wajib pajak dengan net
profit margin yang kecil akan dirugikan. Hal ini
karena, net profit margin kecil biasanya memiliki
peredaran bruto yang cukup besar sehingga meskipun
dikenakan hanya 0,5% dari peredaran brutonya tetap
merugikan wajib pajak dan masih lebih
menguntungkan wajib pajak jika menggunakan tarif
umum PPh Pasal 17 karena lebih realistis sesuai
dengan keuntungan yang diperoleh. Oktyawati dan
Fajri, (2018) dalam penelitiannya juga menyimpulkan
bahwa UMKM yang memiliki profit margin di atas 8%
akan merasa diuntungkan sedangkan UMKM yang
profit marginnya kurang dari 8% akan mengalami
kerugian jika menerapkan PP ini.
Kemudahan yang diberikan oleh PP Nomor 23
Perubahan yang mendasar tersebut seharusnya
Tahun 2018 didasarkan oleh masih banyaknya wajib
memberikan manfaat yang lebih besar bagi wajib
pajak pengusaha UMKM yang belum paham
pajak yang selama ini telah menggunakan Peraturan
pembukuan dan laporan keuangan atau bahkan tidak
Pemerintah Nomor 46 tahun 2013. Aturan baru
memperdulikan pentingnya laporan keuangan.
tersebut juga akan memberikan alternatif solusi yang
Sehingga dengan kemudahan menghitung PPh
lebih baik dalam melaksanakan kewajiban
terutang sebesar 0,5% dari peredaran bruto,
perpajakannya. Untuk itu penelitian ini akan melihat
membuat wajib pajak tidak memerlukan catatan
sejauh mana perubahan tersebut dibuat dan dapat
pengeluaran dan perhitungan berapa penghasilan
bermanfaat bagi para wajib pajak pengusaha UMKM
netonya. Padahal jika menggunakan pembukuan dan
dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya,
laporan keuangan dapat memberikan gambaran yang
khususnya Pajak Penghasilan atas usahanya. Di
sebenarnya berapa keuntungan dan berapa PPh yang
samping itu, studi ini dapat menjadi masukan bagi
seharusnya dibayar.
Direktorat Jenderal Pajak dalam melakukan
pengawasan terhadap perilaku dan kemampuan wajib Penetapan jangka waktu sebagaimana diuraikan
pajak dalam memenuhi kewajibannya. dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 pada dasarnya
dimaksudkan untuk memberikan ruang waktu bagi
1.2 Masalah Penelitian
wajib pajak UMKM untuk mulai belajar dan
Dalam perjalanannya ketentuan PP Nomor 23 memahami bagaimana menyelenggarakan
Tahun 2018 ternyata mendapat respon yang negatif pembukuan dan membuat laporan keuangan dengan
dari para UMKM. Hal ini terkait rasa ketidakadilan baik dan benar. Meskipun sebagian wajib pajak masih
dimana wajib pajak yang biaya usahanya lebih besar enggan untuk melakukannya karena dirasakan lebih
dari peredaran brutonya dan mengakbatkan ribet dan tidak praktis.
mengalami kerugian, maka dengan aturan baru wajib
Dengan demikian penting untuk diketahui
pajak tetap membayar PPh yang besarnya 0,5% dari
apakah penetapan jangka waktu tersebut telah
peredaran bruto. Padahal jika wajib pajak
dimanfaatkan oleh wajib pajak pengusaha UMKM
menggunakan tarif umum PPh pasal 17 yang
untuk belajar menyelenggarakan pembukuan dan
didasarkan pada pembukuan dan laporan keuangan
membuat laporan keuangan atau kebijakan ini
yang sebenarnya dan mengalami kerugian, maka
dianggap sebagai batas waktu biasa atau dengan kata
wajib pajak tidak akan dikenakan kewajiban
lain, lebih pada cara untuk dapat memanfaatkan
membayar PPh.
kemudahan penghitungan PPh terutang. Penting juga
Ketidakadilan lainnya yang dirasakan adalah jika dicermati akan penentuan besarnya jangka waktu 7
wajib pajak pengusaha UMKM berstatus wajib pajak (tujuh) tahun untk WP Orang Pribadi, 3 (tiga) tahun
orang pribadi dan memiliki peredaran brutonya di untuk WP Badan Perseroan Terbatas dan 4 (empat)

Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020 55


TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

tahun untuk WP Badan CV/Firma/Koperasi, apakah pajak sehingga KPP perlu melakukan upaya-upaya
hal tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan wajib untuk memahami perilaku wajib pajak.
pajak untuk belajar menyelenggarakan pembukuan
Widyaningtyas, (2019) dalam penelitiannya
dan membuat laporan keuangan secara layak.
tentang Hubungan Antara Perilaku Wajib Pajak dan
1.3 Tujuan Penelitian Kebijakan Pajak Berdasarkan Sudut Pandang
Behavioral Accounting, menjelaskan bahwa faktor
Peneilitian ini memiliki dua tujuan. Pertama,
yang mempengaruhi perilaku wajib pajak adalah
untuk mengetahui apakah wajib pajak memanfaatkan
perceived behavioral control, yaitu persepsi wajib
penetapan jangka waku untuk belajar
pajak mengenai kemampuannya untuk mengurus
menyelenggarakan pembukuan dan membuat laporan
perpajakannya sendiri dan membayar kewajiban
keuangan serta kemudahan penghitungan PPh
pajak sesuai peraturan yang berlaku. Persepsi ini
terutang. Kedua, jangka waktu yang ditentukan
dapat terbentuk jika wajib pajak memiliki
selama 7 (tujuh) tahun untuk wajib pajak orang
pengetahuan mengenai perpajakan, di mana hal
pribadi, wajib pajak badan khususnya Perseroan
tersebut memerlukan peran aktif dari otoritas pajak
Terbatas (PT) selama 3 (tiga) tahun sedangkan wajib
melalui sosialisasi perpajakan. Dengan demikian, jika
pajak badan CV/firma/koperasi selama 4 (empat)
mengacu pada teori tersebut maka faktor yang
tahun sudah sesuai dengan kebutuhan wajib pajak
mempengaruhi perilaku wajib pajak dapat dibagi
untuk belajar menyelenggarakan pembukuan dan
menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor
membuat laporan keuangan. Namun karena kebijakan
eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal
ini masih berjalan 2 (dua) tahun yang artinya masih di
dari dalam diri wajib pajak, yang dapat berupa
bawah jangka waktu minimal 3 (tahun) maka
kepercayaan wajib pajak terhadap pemerintah,
penelitian merupakan evaluasi ‘mid point’ yang
hukum dan pengetahuan wajib pajak terhadap
nantinya bisa menjadi pijakan awal dalam
regulasi perpajakan. Faktor eksternal adalah faktor
mengevaluasi penetepan jangka waktu sebagaimana
yang berasal dari luar diri wajib pajak, yang dapat
diatur dalam PP Nomor 23 tahun 2018
berupa adanya penegakan sanksi pajak yang adil dan
1.4 Manfaat Penelitian jelas dan pelaksanaan sosialisasi perpajakan oleh
otoritas pajak.
Memberikan masukan dan gambaran akan
respon wajib pajak UMKM dalam memperhatikan dan Fokus pada UMKM sebagai entitas wajib pajak.
memanfaatkan jangka waktu untuk Studi Setiawan, (2019) dengan judul “Analisis
menyelenggarakan pembukuan dan membuat laporan Persepsi Wajib Pajak Pelaku UMKM Terhadap
keuangan sesuai ketentuan yang berlaku, serta Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
memberkan masukan bagi Direktorat Jenderal Pajak 2018” menyimpulkan bahwa persepsi Wajib Pajak
apakah penentuan jangka waktu tersebut sudah Pelaku UMKM terhadap PP 23 Tahun 2018 ditinjau
sesuai dengan kebutuhan wajib pajak khususnya para dari tarif, sanksi, kemudahan dan sosialisasi pajak
pengusaha UMKM. secara keseluruhan sudah cukup baik, serta telah
memberikan pemahaman dan menawarkan
2. KERANGKA TEORITIS kemudahan dalam pembayaran pajak pelaku UMKM.
Bagian ini menjelaskan review teori dan konsep Meskipun dari data yang telah diperoleh masih
terkait dengan perilaku, kebijakan pemungutan pajak, ditemukan beberapa responden yang kurang
dan kepatuhan. Selanjutnya juga didiskusikan, akan memahami terkait peraturan ini. Perlunya
sejauh mana manfaat penentuan jangka waktu meningkatkan sosialisasi mengenai PP 23 Tahun 2018
relaksasi pembelajaran sebagaimana diatur dalam kepada wajib pajak khususnya pelaku UMKM agar
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018. mengerti dan paham tentang manfaat membayar
pajak dan dikenakan sanksi jika tidak membayar
2.1 Review Literatur pajak.
Penting untuk memahami bagaimana perilaku Selanjutnya, hasil penelitian Ayem dan Nofitasari,
wajib pajak dapat memanfaatkan penetapan jangka (2019) dengan judul “Pengaruh Sosialisasi PP No. 23
waktu bagi mereka dalam memahami cara membuat Tahun 2018, Modernisasi Sistem Administrasi
pembukuan dan laporan keuangan, sehingga mereka Perpajakan, dan Biaya Kepatuhan terhadap Kemauan
dapat memenuhi kewajiban perpajakan. Teori Membayar Pajak Pada Wajib Pajak UMKM”
perilaku sebagaimana disitasi oleh Rahayu (2010) memberikan gambaran bahwa Sosialisasi PP No. 23
menyatakan bahwa perilaku wajib pajak adalah Tahun 2018 yang dilakuakan secara menyeluruh
karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh dengan intensitas yang tinggi baik melalui sosialisasi
budaya, sosial dan ekonomi yang tergambar dalam secara langsung ataupun melalui sosialisasi dengan
tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. media informasi akan sangat efektif di dalam
Dalam penelitian Kartini dkk., (2016) dalam salah satu meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
kesimpulannya menyatakan bahwa pengaruh perilaku terhadap kebijakan baru mengenai pajak penghasilan
waijb pajak signifikan terhadap kepatuhan wajib bagi Wajib Pajak UMKM ini. Dimana dalam kebijakan
tersebut terdapat perubahan tarif pajak penghasilan
56 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTUBAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

bagi UMKM dari 1% menjadi 0,5% yang artinya tarif ‘one fit for all’. Kedua, penetapan jangka waktu bagi
0,5% tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tarif wajib pajak UMKM dalam memenuhi kewajibannya
yang sebelumnya. Tarif baru tersebut dirasa lebih adil melalui PP Nomor 23 tahun 2018 seharusnya
dan tidak lagi memberatkan para Wajib Pajak UMKM. mempunya dasar dan landasan yang rasional sesuai
Maka perubahan tarif pajak inilah yang perlu untuk dengan kondisi wajib pajak. Penggunaan jangka waktu
disosialisasikan kepada semua Wajib Pajak UMKM seharusnya betul-betul merefleksikan kapasitas dan
yang ada di Indonesia, sehingga kemauan membayar kapabiltias wajib pajak UMKM untuk lebih memahami
pajak pada Wajib Pajak UMKM akan semakin laporan keuangan. Dengan demikian, sasaran utama
meningkat. kebijakan ini idealnya untuk membantu UMKM, agar
mereka lebih mampu memahami perputaran
Penelitian-penelitian sebelumnya menjadi acuan
usahanya, melakukan monitor kegiatan usaha.
awal bagi penelitian ini karena dapat memberikan
Infomasi ini penting agar meraka dapat mengambil
gambaran bahwa secara umum PP Nomor 23 tahun
keputusan bisnis secara lebih terukur. Ketiga, idealnya
2018 bisa diterima oleh para wajib pajak pengusaha
wajib pajak dengan ‘pilihan rasionalnya’ dapat
UMKM, namun gambaran yang ada belum menyentuh
memahami bahwa pemilihan tarif umum pasal 17 atau
perihal yang lebih spesifik terkait dengan apakah
tarif final 0,5% menjadi opsi untuk merasionalkan
kebijakan tersebut telah mencapai tujuan yang
kewajaran besarnya pajak yang harus dibayar.
dimaksud, termasuk dengan pandangan wajib pajak
Terakhir, kewajiban perpajakan yang dilaksanakan
terkait adanya penetapan jangka waktu pelaksanaan
harus berlandaskan ilmu baik menyangkut ketentuan
kewajiban tersebut. Studi ini akan memberikan
perundang-undangan maupun laporan keuangan,
pemahaman yang lebih komprehensif akan
sehingga wajib pajak tidak perlu terlalu rumit
implementasi PP No. 23 Tahun 2018, terutama untuk
membayar pajak yang sesuai dengan kondisi yang
melihat seberapa jauh wajib pajak memahami dan
sebenarnya.
memanfaatkan ketentuan tersebut untuk
meningkatkan kepatuhan kewajibannya. Kepatuhan wajib pajak
2.2 Telaah Kebijakan Syahputra (2019), dalam studinya, menyatakan
bahwa pemahaman perpajakan memiliki pengaruh
Kebijakan pemungutan pajak
yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak UMKM.
Penetapan jangka waktu dalam sebuah ketentuan Sedangkan menurut penelitian Setiawan (2019)
perpajakan sepenuhnya menjadi kewenangan menyimpulkan bahwa persepsi wajib pajak pelaku
Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi yang UMKM terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23
memiliki kewenangan dalam pengumpulan tahun 2018 di tinjau dari tarif, sanksi, kemudahan dan
penerimaan pajak. Namun dalam melaksanakan sosialisasi pajak secara keseluruhan sudah cukup
kewenangan tersebut harus memperhatikan baik. Setiawan (2019) juga menyatakan pemerintah
mekanisme pemungutan pajaknya. Mardiasmo, telah memberikan pemahaman dan menawarkan
(2016) menjelaskan bahwa lima syarat pemungutan kemudahan dalam pembayaran pajak pelaku UMKM.
pajak adalah sebagai berikut; (a) Syarat keadilan, Dari dua pendapat hasil penelitian tersebut
yakni pemungutan pajak harus adil disesuaikan seharusnya wajib pajak pelaku UMKM sudah
dengan kemampuan masing-masing., (b) Syarat memahami adanya ketentuan baru terkait penentuan
yuridis, yakni pemungutan pajak diatur dalam UUD jangka waktu penggunaan tarif final sebesar 1%.
1945 pasal 23 yang memberikan jaminan hukum Namun demikian, masih ditemukan beberapa wajib
untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun pajak yang kurang memahami terkait peraturan ini.
warganya, (c) Syarat ekonomis, yakni pemungutan
Ketentuan Perpajakan Terkait
tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
produksi maupun perdagangan sehingga tidak Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat, 2018 Pasal 5 ayat 1 dijelaskan bahwa penetapan
(d) Syarat finansial, yakni biaya pemungutan pajak jangka waktu diatur sebagai berikut: (i) (tujuh) Tahun
harus lebih rendah dari hasil pemungutannya, (e) Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi; (ii) 4 (empat)
Sederhana, yakni sistem pemungutan pajak yang Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk
sederhana akan memudahkan dan mendorong koperasi, persekutuan komanditer, atau firma; dan
masyarakat dalam memnuhi kewajiban (iii) 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan
perpajakannya. berbentuk perseroan terbatas. Ketentuan jangka
waktu tersebut mulai diberlakukan sejak ketentuan
Menimbang pada syarat yang disampaikan oleh
tersebut diterbitkan kecuali bagi wajib pajak yang
Mardiasmo (2016), maka ada 5 implikasi yang bisa
memilih menggunakan tarif umum PPh pasal 17 maka
ditarik bagi studi ini. Pertama, wajib pajak pengusaha
ketentuan tersebut tidak berlaku.
UMKM memiliki keberagaman dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya dan perbedaan tingkat Pajak Penghasilan Final
pengetahuan dalam memahami pembukuan dan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang
laporan keuangan. Hal ini mengindikasikan, akan
Pajak Penghasilan, didalam Pasal 4 ayat (2) huruf e
banyak permasalahan terjadi akibat dari kebijakan
Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020 57
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

disebutkan penghasilan yang dikenakan pajak bersifat memahami terkait peraturan ini. Perlunya
final adalah penghasilan tertentu lainnya yang diatur meningkatkan sosialisasi mengenai PP 23 Tahun 2018
dengan atau berdasarkan peraturan pemerintah. kepada wajib pajak khususnya pelaku UMKM agar
Pengaturan tarif bersifat final ini mempertimbangkan mengerti dan paham tentang manfaat membayar
antara lain; (a) perlu adanya dorongan yang kuat pajak dan dikenakan sanksi jika tidak membayar
dalam rangka perkembangan investasi dan tabungan pajak.
masyarakat, (b) kesederhanaan dalam pemungutan
Hasil penelitian Ayem dan Nofitasari, (2019)
pajak, (c) berkurangnya beban administrasi pajak baik
dengan judul “Pengaruh Sosialisasi PP No. 23 Tahun
bagi para Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal
2018, Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan,
Pajak, (d) pemerataan dalam pengenaan pajaknya,
dan Biaya Kepatuhan terhadap Kemauan Membayar
dan (e) memerhatikan perkembangan ekonomi dan
Pajak Pada Wajib Pajak UMKM” memberikan
moneter, sehingga atas penghasilan-penghasilan
gambaran bahwa Sosialisasi PP No. 23 Tahun 2018
tersebut perlu diberikan perlakuan tersendiri dalam
yang dilakukan secara menyeluruh dengan intensitas
pengenaan pajaknya. Perlakuan tersendiri dalam
yang tinggi baik melalui sosialisasi secara langsung
pengenaan pajak atas jenis penghasilan tersebut
ataupun melalui sosialisasi dengan media informasi
termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan
akan sangat efektif di dalam meningkatkan
pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur
pengetahuan dan pemahaman terhadap kebijakan
dengan Peraturan Pemerintah.
baru mengenai pajak penghasilan bagi Wajib Pajak
Kewajiban Pembukuan atau Pencatatan UMKM ini. Dimana dalam kebijakan tersebut terdapat
perubahan tarif pajak penghasilan bagi UMKM dari
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007
1% menjadi 0,5% yang artinya tarif 0,5% tersebut
Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan,
lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang
didalam Pasal 28 ayat (1) disebutkan bahwa Wajib
sebelumnya. Tarif baru tersebut dirasa lebih adil dan
Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
tidak lagi memberatkan para Wajib Pajak UMKM.
atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di
Maka perubahan tarif pajak inilah yang perlu untuk
Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan,
disosialisasikan kepada semua Wajib Pajak UMKM
kecuali sebagaimana disebutkan dalam ayat (2) Wajib
yang ada di Indonesia, sehingga kemauan membayar
Pajak yang dikecualikan dari kewajiban
pajak pada Wajib Pajak UMKM akan semakin
menyelenggarakan pembukuan sebagaimana
meningkat.
dimaksud pada ayat (1), tetapi wajib melakukan
pencatatan, adalah Wajib Pajak orang pribadi yang Kedua Penelitian terdahulu menjadi acuan awal
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang bagi penelitian ini karena dapat memberikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- gambaran bahwa secara garis besar kebijakan PP
undangan perpajakan diperbolehkan menghitung Nomor 23 tahun 2018 bisa diterima oleh para wajib
penghasilan neto dengan menggunakan Norma pajak pengusaha UMKM namun gambaran tersebut
Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak belum menyentuh perihal yang lebih spesifik terkait
orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha kelangsungan kebijakan tersebut dapat dimanfaatkan
atau pekerjaan bebas. Sedangkan pembukuan yang oleh wajib pajak terkait adanya penetapan jangka
dibuat harus memuat sekurang-kurangnya terdiri atas waktu pelaksanaan kewajiban tersebut. Sehingga
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pemahaman yang secara spesifik dalam penelitian ini
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian akan menguatkan kesimpulan penelitian sebelumnya
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang sehingga kepatuhan pemenuhan kewajiban
terutang. Untuk Orang Pribadi jika menggunakan perpajakan tidak hanya dilihat dari tingkat kepatuhan
pencatatan maka harus mengetahui ketentuan terkait di sebuah KPP tapi juga seberapa jauh wajib pajak
penggunaan norma penghitungan penghasilan neto memahami dan memanfaatkan ketentuan tersebut
dan menuntut wajib pajak orang pribadi untuk untuk meningkatkan kepatuhan kewajibannya.
mengetahui kode KLU (klasifikasi lapangan usaha)
nya untuk disesuaikan dengan tarif normanya. 3. METODOLOGI PENELITIAN
2.3 Review Hasil Studi 3.1 Jenis Penelitian

Hasil penelitian Setiawan, (2019) dengan judul Dalam penelitian ini metode yang digunakan
“Analisis Persepsi Wajib Pajak Pelaku UMKM adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif dan
Terhadap Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 23 kualitatif. Nawawi dan Martini (1996) berpendapat
Tahun 2018” menyimpulkan bahwa persepsi Wajib bahwa penelitian deskriptif kualitatif berusaha
Pajak Pelaku UMKM terhadap PP 23 Tahun 2018 di mendeskripsikan seluruh gejala atau keadaan yang
tinjau dari tarif, sanksi, kemudahan dan sosialisasi ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada
pajak secara keseluruhan sudah cukup baik, serta saat penelitian dilakukan. Studi ini fokus untuk
telah memberikan pemahaman dan menawarkan memperoleh gambaran sejauh mana wajib pajak
kemudahan dalam pembayaran pajak pelaku UMKM. pelaku UMKM memahami penentuan jangka waktu
Meskipun dari data yang telah diperoleh masih yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23
ditemukan beberapa responden yang kurang tahun 2018. Selanjutnya pandangan responden atas
58 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTUBAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

waktu yang tersedia sebagai sarana pembelajaran Peraturan Menteri Keuangan maupun Peraturan
untuk menyelenggarakan pembukuan dalam Direktur Jenderal Pajak.
memenuhi kewajiban perpajakannya, dieksplorasi.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.2 Populasi dan Sampel
Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018
Dalam penelitian ini populasi yang dipilih adalah yang mulai berlaku sejak bulan Juli tahun 2018
wajib pajak pengusaha UMKM yang berstatus Wajib memiliki harapan yang besar untuk menyempurnakan
Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang telah Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 yang
menjalankan kewajiban perpajakannya sesuai dengan telah ada sebelumnya demi memudahkan dan
ketenuan Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun mendidik masyarakat agar lebih sadar dan patuh akan
2018, dengan pemilihan sebagai berikut: kewajiban perpajakannya. Para pelaku UMKM
diharapkan dapat menjalankan kewajibannya dengan
lebih mudah. Direktorat Jenderal Pajak melalui
Yunirwansyah (Direktur Peraturan Perpajakan II )
dalam wawancara yang dilakukan oleh Muhammad
Haniv pada tanggal 19 Agustus 2020 menyampaikan
bahwa penerbitan PP Nomor 23 Tahun 2018
didasarkan terhadap hasil Evaluasi kurang lebih 5
(lima) tahun terhadap ketentuan sebelumnya yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 dimana
hasil evaluasi tersebut perlu melakukan beberapa
perubahan yang bertujuan agar Peraturan Pemerintah
yang baru benar-benar menyasar wajib pajak yang
lebih luas khususnya para pelaku UMKM. Perubahan
pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini akibat
adanya penyesuaian tarif Pajak Penghasilan final yaitu
menetapkan tarif yang lebih rendah dari sebelumnya
menjadi 0,5%. Penurunan tarif pajak bagi UMKM
merupakan wujud yang nyata keberpihakan
pemerintah bagi UMKM.
Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diatur
jangka waktu tertentu pemberlakuannya dengan
harapan semua para pelaku UMKM tersebut tidak
selamanya dalam skala mikro dan kecil, namun dapat
terus meningkat skala usahanya. Mengingat ada
perbedaan bentuk usaha Wajib Pajak maka
pengaturan jangka waktu juga dibedakan antara
Wajib Pajak orang pribadi dan badan tertentu yang
berbentuk CV, Firma dan Koperasi, serta yang
berbentuk Perseroan Terbatas. PP Nomor 46 Tahun
2013 saat diterbitkan, sebenarnya merupakan
terobosan untuk mempermudah UMKM dalam
membayar pajak. Namun dilihat dari sisi keadilan
3.3 Teknik Pengumpulan Data tentunya pengenaan pajak bersifat final menjadi
kurang tepat karena pengenaan pajak adalah
Sedangkan Sedangkan pengumpulan data dalam didasarkan pada penghasilan bruto tanpa melihat
penelitian ini adalah melalui wawancara terstruktur apakah Wajib Pajak sedang dalam keadaan merugi
kepada wajib pajak pengusaha UMKM, para kademisi atau tidak. Salah satu cara menunjukkan bahwa
serta pejabat di Direktorat Jenderal Pajak yang terkait kondisi Wajib Pajak rugi adalah jika melakukan
langsung dengan penyusunan Peraturan Pemerintah pembukuan. Saat Peraturan Pemerintah nomor 46
Nomor 23 tahun 2018. tahun 2013 berlaku, Wajib Pajak yang memenuhi
Pengumpulan data untuk regulasi terkait kriteria memiliki peredaran tertentu diwajibkan
dilakukan dengan teknik pustaka (library research) menggunakan PPh final, walaupun Wajib Pajak
khususnya harmonisasi ketentuan perpajakan antara tersebut mampu melakukan pembukuan dan bahkan
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 28 Tahun berdasarkan pembukuan masih menunjukkan rugi.
2007 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Untuk itu perlu adanya jangka waktu penerapan
Perpajakan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pemberlakuan jangka waktu yang dimaksudkan untuk
Tentang Pajak Penghasilan dengan Peraturan bahan pembelajaran bagi Wajib Pajak agar dapat
Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 beserta peraturan- menyelenggarakan pembukuan sebelum dikenai PPh
peraturan pelaksanaan yang mendukung seperti berdasarkan ketentuan tarif umum.
Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020 59
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

Dalam Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun ketentuan tersebut ternyata hanya memahami
2018 pasal 3 mengatur bahwa Wajib Pajak dapat ketentuan sebagian saja yaitu terkait tarif yang semula
memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan 1% menjadi 0,5%. Hal yang menarik terkait dengan
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a, Pasal 17 ayat (2) huruf penetapan jangka waktu 7 tahun untuk wajib orang
a, atau Pasal 3lE Undang Undang Pajak Penghasilan pribadi dapat menggunakan tarif PPh Final sebesar
meskipun penghasilan brutonya dibawah Rp 0,5%, hanya satu orang responden yang sudah
4.800.000.000,00. Hal ini merupakan salah satu upaya mengetahui dan memhami tujuan penetapan waktu 7
untuk lebih memberikan keadilan bahwa bagi Wajib tahun tersebut untuk menyiapkan diri belajar
Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan pembukuan, namun disampaikan juga hal tersebut
telah mampu melakukan pembukuan, dalam PP sulit dilakukan karena keterbatasan waktu dan tenaga
Nomor 23 Tahun 2018 ini dapat memilih untuk untuk menggunakan pembukuan. Sedangkan
dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan responden lainnya tidak memahami ada ketentuan
umum. penetapan jangka waktu selama 7 tahun, serta
bagaimana kelanjutan kewajiban setelah jangka waktu
Faktor Internal Wajib Pajak
7 tahun selesai. Selanjutnya, ketika diinformasikan
Untuk memperdalam analisis faktor internal, setelah jangka waktu tujuh tahun terlewati, maka
maka responden dibagi menjadi 2 (dua) jenis status perhitungan PPh terutang menggunakan tarif umum
wajib pajak yaitu wajib pajak orang pribadi dan wajib PPh Pasal 17, para responden belum memahami
pajak badan. Keduanya mempunyai karakteristik tentang tarif umum tersebut. Sebagian responden juga
tersendiri dalam melaksanakan kewajiban berpendapat bahwa waktu 7 tahun masih cukup lama
perpajakannya. Untuk wajib pajak orang pribadi yaitu dan bisa jadi kebijakannya akan berganti seperti
para pelaku UMKM yang mempunyai penghasilan Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2013 yang
bruto tidak lebih dari Rp.4.800.000.000,00 semua baru 5 tahun berjalan sudah berubah kebijakannya.
responden menggunakan pencatatan dalam Hal ini menarik untuk disikapi, karena kebijakan
menghitung besarnya penghasilan bruto yang pemerintah yang kerap kali cepat berubah, membuat
digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan pelaku usaha kurang sensitif atau responsif dalam
kewajiban perpajakannya. Penggunaan pencatatan menyikapai kondisi dan tantangan ke depan. Pendapat
tersebut dilaksanakan oleh wajib pajak karena lainnya sebagaimana disampaikan oleh Sodiq dalam
dirasakan adanya kesederhanaan dan kemudahan, petikan wawancara berikut, “… sebetulnya dengan
karena wajib pajak hanya mencatat penghasilan bruto adanya pembatasan jangka waktu itu sendiri ... untuk
yang didapat selama sebulan, meskipun mereka UMKM itu tidak melihat kesana ya... yang penting bisa
menyadari bahwa jika suatu saat mengalami kerugian bayar 0,5% sudah cukup…” (wawancara dengan Sodiq,
maka mereka akan tetap membayar pajak sebesar anggota komunitas USP, tanggal 14 Juli 2020).
0,5% dari penghasilan brutonya sebagaimana
Terkait dengan tujuan pemerintah yang
disampaikan oleh Aita Susilawati dalam petikan
menetapkan jangka waktu 7 tahun untuk memberikan
wawancara berikut “… gak papa tetap bayar kan kecil
kesempatan para UMKM belajar membuat
yang penting praktis…” (wawancara dengan Aita
pembukuan/laporan keuangan, ternyata para wajib
Susilawati, anggota komunitas USP usaha penjualan
pajak orang pribadi pelaku UMKM tidak pernah
sprei dan tahu bakso) dan bahkan sebagian wajib
berfikir untuk merubah dari pencatatan ke
pajak yang sudah mengetahui bahwa profit marginnya
pembukuan karena bagi mereka pembukuan sangat
cukup kecil dan lebih menguntungkan jika
sulit dan menghabiskan waktu mereka jika harus
menggunakan tarif umum namun mereka tetap lebih
dikerjakan. Direktorat Jenderal Pajak harus
nyaman menggunakan tarif final 0,5%. Hal ini
memahami kondisi tersebut dan seharusnya
mengindikasikan bahwa sisi kemudahan perhitungan
menyiapkan antsipasi mengingat jumlah pelakau
mendapat prioritas dari para pelaku usaha.
usaha mikro wajib pajak orang pribadi sangat besar
Selanjutnya, semua responden wajib pajak orang dan dominan dalam komposisi pelaku UMKM.
pribadi mengatakan bahwa mereka sudah
Sedangkan untuk wajib pajak badan perlu
melaksanakan kewajiban perpajakan dengan
dipahami terlebih dahulu bahwa wajib pajak badan
membayar PPh final sesuai ketentuan. Bahkan sejak
yang menggunakan tarif final 0,5% sesuai Peraturan
tarif sebelumnya yaitu 1% sesuai dengan Peraturan
Pemerintah nomor 23 Tahun 2018, adalah wajib pajak
Pemerintah nomor 46 Tahun 2013. Hal ini
yang profit margin nya cukup besar di atas nilai titik
menunjukkan bahwa wajib pajak sudah patuh dan
impas sedangkan yang profit margin nya kecil atau
merasakan kemudahan dalam menjalankan
dibawah titip impas biasanya sudah mengajukan
kewajibannya terlepas apakah jumlah peredaran
untuk menggunakan tarif umum, hal ini diperkuat
bruto yang dijadikan dasar perhitungan sudah sesuai
oleh penelitian yang dilakukan sebelumnya bahwa
dengan kenyataan atau tidak.
penerepan tarif final yang didasarkan pada
Untuk informasi terkait pemahaman perbedaan penghasilan bruto dan bukan penghasilan neto akan
antara Peraturan Pemerintah nomor 46 Tahun 2013 memberikan ketidakadilan bagi wajib pajak badan
dan Peraturan Pemerintah nomor 23 Tahun 2018, yang profit marginnya dibawah titip impas karena
semua responden yang sudah menjalankan kedua besarnya PPh yang harus dibayar jumlahnya lebih
60 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTUBAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

besar dari pada PPh yang dibayar jika menggunakan proses pembelajaran melalui fungsi edukasinya
tarif umum Oktyawati dan Fajri, (2018). meskipun hal tersebut sebenarnya bukan tanggung
jawab sepenuhnya Direktorat Jenderal Pajak karena
Sedangkan untuk kewajiban menyelenggarakan
sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia
pembukuan dan membuat laporan keuangan, semua
adalah self assessment.
wajib pajak badan para pelaku UMKM baik yang
berbentuk perseroan terbatas maupun yang bukan, Untuk informasi tentang penetapan jangka waktu
pada dasarnya wajib menggunakan pembukuan dan bagi wajib pajak badan dalam memanfaatkan tarif
membuat laporan keungan sesuai dengan Pasal 28 0,5% yang bersifat final selama 3 tahun, untuk wajib
ayat (1) Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang pajak badan berbentuk perseroan terbatas dan 4
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 tahun untuk wajib pajak badan berbentuk selain
Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara perseroan terbatas, diketahui bahwa sebagian wajib
Perpajakan, yaitu Wajib Pajak orang pribadi yang pajak belum mengetahui dan memahami ketentuan
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan tersebut. Sedangkan untuk sebagian wajib pajak yang
Wajib Pajak badan di Indonesia wajib sudah mengetahui ketentuan tersebut, tidak
menyelenggarakan pembukuan. Meskipun sudah memahami maksud ketentuan tersebut dan juga
diwajibkan menggunakan pembukuan saat mulai konsekuensi dari ketentuan tersebut jika jangka
terdaftar namun tidak semua wajib pajak badan waktu yang ditetapkan sudah terlewati. Sesuai
mampu melaksanakannya apalagi wajib pajak yang ketentuan Pasal 5 ayat (2) buruf b, bahwa jangka
skalanya kecil ataupun wajib pajak badan yang waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang
terpaksa harus terdaftar sebagai wajib pajak badan bersifat final terhitung sejak tahun pajak berlakunya
karena sebab-sebab tertentu yang mewajibkannya peraturan pemerintah ini, bagi wajib pajak yang telah
seperti untuk syarat tender, pengajuan kredit, terdaftar sebelum berlakunya pertauran pemerintah
pengadaan barang untuk perusahaan besar yang ini, artinya karena peraturan pemerintah ini terbit
mewajibkan rekanan harus berbentuk badan hukum tahun 2018 maka jangka waktu tersebut akan habis
dan sebagainya. tahun ini yaitu tahun 2020 dan untuk tahun depan
yaitu tahun 2021 wajib pajak badan harus kembali
Sehingga tujuan pemerintah untuk memberikan
menggunakan tarif umum. Setelah mendapat
jangka waktu 3 tahun dan 4 tahun bagi wajib pajak
informasi ini para wajib pajak badan terkejut dan
badan untuk memberikan kesempatan kepada wajib
tidak menyangka bahwa tahun ini adalah tahun
pajak untuk belajar menggunakan pembukuan dalam
terakhir mereka dapat menggunakan tarif 0,5% yang
memenuhi kewajiban perpajakannya harus dilihat
bersifat final. Oleh karena itu, mereka berpendapat,
dari dua sisi. Pertama, untuk wajib pajak badan yang
meskipun mereka sudah menggunakan pembukuan
sudah paham dalam menggunakan pembukuan dan
dan membuat laporan keuangan dan mengetahui
rutin membuat laporan keuangan maka penetapan
penghasilan netonya, namun setelah dibandingkan
jangka waktu tersebut masih kurang tepat karena
ternyata Pajak Penghasilan yang harus dibayar masih
mereka sudah tidak perlu belajar lagi menggunakan
lebih kecil jika menggunakan tarif final sebesar 0,5%.
pembukuan, apalagi untuk wajib pajak badan
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
berbentuk perseroan terbatas dan cukup lama
Oktyawati dan Fajri, (2018) seperti yang tersaji dalam
terdaftar tentu saja sudah lebih bagus dalam membuat
tabel simulasi berikut ini:
laporan keuangan karena menjadi kewajiban untuk
dilaporkan kepada para pemegang sahamnya.
Sehingga penggunaan tarif final 0,5% karena PPh yang
terutang lebih kecil jika dibandingkan menggunakan
tarif umum.
Kedua, bagi wajib pajak badan skala kecil dan
mikro yang terdaftar karena sebab yang
mewajibkannya padahal belum memahami
pembukuan dan laporan keuangan maka jangka
waktu 3 tahun dan 4 tahun sangatlah berarti bagi
mereka untuk belajar penggunaan pembukuan dan
membuat laporan keuangan. Namun sampai dengan
tahun 2020 ini sebagian besar dari mereka juga belum
memahami dan belajar pembukuan. Hal ini
disebabkan mereka lebih fokus untuk meningkatkan
penjualan, memperluas area pemasaran serta
kesulitan untuk mengatur waktu dan masih
melekatnya anggapan bahwa belajar pembukuan dan Jadi faktor dominan dari wajib pajak badan yang
membuat laporan keuangan itu sulit. Disinilah memilih menggunakan tarif 0,5% yang bersifat final
sebenarnya peran Direktorat Jenderal Pajak untuk dikarenakan PPh terutang yang disetor lebih kecil jika
berperan aktif dalam membantu wajib pajak dalam dibandingkan dengan tarif umum sedangkan faktor
Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020 61
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

kemudahan hanya menjadi pelengkap saja. Dari akan berakhir sedangkan mereka sama sekali belum
ilustrasi Tabel 5 diatas nampak bahwa CV XXX dan CV menyiapkan apa yang harus dilaksanakan khususnya
YYY pasti akan memilih menggunakan tarif 0,5% yang terkait kewajiban menyelenggarakan pembukuan dan
bersifat final, sedangkan untuk CV A akan bebas menerapkan tarif umum.
memilih menggunakan tarif final atau tarif umum,
Dengan demikian, mereka berharap ketentuan
namun untuk CV B pasti akan menggunakan tarif
penetapan jangka waktu tersebut akan dihapus
umum karena jika menggunakan tarif final 0,5% PPh
khususnya bagi wajib pajak orang pribadi para pelaku
terutangnya menjadi lebih besar. Untuk itu wajib
UMKM mengingat waktu dan kesempatan serta
pajak badan yang menggunakan tarif final 0,5%
kemauan untuk mulai menggunakan pembukuan dan
berharap bahwa ketentuan penetapan jangka waktu 3
membuat laporan keuangan tidak dapat mereka
tahun dan 4 tahun sebaiknya dihapus saja sehingga
lakukan, hal ini terkait beberapa faktor diantaranya
mereka bisa seterusnya menggunakan tarif 0,5% yang
belum meratanya tingkat pemahaman dan
bersifat final sampai profit marginnya dibawah titik
pengetahuan para pelaku UMKM meskipun sudah
impasnya. Namun terdapat juga wajib pajak yang
difasilitasi dengan beberapa aplikasi akuntansi yang
profit marginnya dibawah titik impas tapi masih
memudahkan pemahaman baik yang bersifat offline
menggunakan tarif final 0,5%. Hal ini disebabkan oleh
maupun yang bersifat online. Untuk itu fungsi
pertimbangan efisiensi di mana jika mereka
penyuluhan dan sosialisasi secara menyeluruh harus
menggunakan pembukuan dan membuat laporan
dilaksanakan dengan cakupan jumlah wajib pajak
keuangan maka mereka harus mengeluarkan biaya
yang lebih besar lagi. Terkait respon wajib pajak
tambahan untuk menambah tenaga kerja yang secara
terhadap kegiatan penyuluhan dan sosialisasi dapat
khusus mengerjakan pembukuan dan membuat
juga terlihat dalam penelitian yang dilakukan oleh
laporan. Penambahan biaya tenaga kerja ternyata
Teguh Setiawan yang tersaji dalam tabel berikut:
masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan selisih
anata menggunakan tarif umum dan tarif final
sebagaimana yang disarikan dari hasil wawancara
dengan Khusnaini pada tanggal 21 Agustus 2020.
Faktor Eksternal Wajib Pajak
Pemahaman sebuah ketentuan seharusnya
disampaikan secara menyeluruh sehingga
penerapannya bisa komprehensif dan sesuai tujuan.
Sebagaimana tugas yang harus dilaksanakan dalam
memberikan edukasi kepada masyarakat khususnya
para pelaku usaha UMKM melalui kegiatan
penyuluhan mulai tingkat Kantor Pusat Direktorat
Jenderal Pajak, Bidang P2Humas di tiap-tiap Kantor
Wilayah DJP sampai dengan Kantor Pelayanan Pajak
dan KP2KP (Kantor Pelayanan, Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan). Dalam hal ini sebagian besar
wajib pajak baik orang pribadi maupun badan yang
sudah menerapkan ketentuan Peraturan Pemerintah
nomor 23 tahun 2018 dan memperoleh informasi dan
edukasi tentang ketentuan tersebut melalui tatap
muka langsung lewat penyuluhan atau sosialisasi
dengan sarana media sosial, media cetak maupun
media elekronik belum memahami sepenuhnya
maksud dan tujuan ketentuan terkait penetapan
jangka waktu tersebut. Selama ini informasi dan
edukasi yang dipahami oleh mereka sebatas besarnya
tarif finasl sebesar 0,5%. Demikian juga, cara dan
fasilitas yang diberikan untuk menyetornya dengan
kode billing serta bagaimana melaporkan SPT
Tahunannya lewat e-filling maupun e-form telah Berdasarkan distribusi frekuensi dan persentase
disampaikan. Sedangkan edukasi dan informasi pada tabel 6 dengan jumlah 100 responden, meskipun
terkait kenapa ada jangka waktu serta apa yang harus sebagian responden sudah merasa mendapatkan
dilakukan jika jangka waktu tersebut sudah lewat sosialisasi terkait penerapan Peraturan Pemerintah
serta sanksi-sanksi yang akan timbul jika ketentuan nomor 23 tahun 2018 dan sosialisasi sudah
tersebut tidak dilaksanakan, belum mereka pahami dilaksanakan dengan baik dilihat dari rata- rata
sepenuhnya. Sehingga dampak pemahaman yang tertinggi sebanyak 32,0 persen. Namun beberapa
setengah-setengah ini bisa membuat wajib pajak responden masih menjawab ragu- ragu dan merasa
terkejut saat ketentuan jangka waktu tersebut sudah sosialisasi yang telah dilakukan oleh KPP belum
62 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTUBAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

maksimal dengan rata- rata jawaban sebanyak 31,6 disampaikan adalah terkait penentuan jangka waktu
persen. Hal ini juga dapat dilihat bahwa sebanyak 36 tersebut serta peningkakan edukasi apa yang harus
persen ragu- ragu dengan adanya penyuluhan petugas dilakukan jika jangka waktu tersebut terlewati.
KPP terkait Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun
Sedangkan untuk wajib pajak badan penetapan
2018 (Setiawan, 2019).
jangka waktu tersebut, dimanfaatkan oleh wajib pajak
Faktor eksternal lainnya adalah lingkungan badan yang belum memahami pembukuan khususnya
komunitas mereka yang cenderung melakukan cara- pelaku usaha berskala mikro dan kecil serta mereka
cara atau langkah-langkah yang sama antar anggota yang terpaksa mendaftarkan usahanya dengan
komunitas dalam memenuhi kewajiban berbentuk badan. Untuk wajib pajak badan pelaku
perpajakannya. Mengingat jumlah wajib pajak UMKM usaha berskala menengah yang sudah memahami dan
yang terdaftar jauh lebih besar dari jumlah yang menggunakan pembukuan berserta laporan
diundang oleh KPP Pratama atau KP2KP dalam keuangannya, jangka waktu tersebut dimanfaatkan
kegiatan penyuluhan dan sosialisasi maka mereka oleh mereka yang memiliki profit margin yang lebih
yang tidak bisa hadir yang jumlahnya tentu saja jauh tinggi dari titik impas sehingga jumlah pajak yang
lebih besar cenderung akan menerima informasi dari disetor lebih kecil daripada menggunakan tarif umum,
rekan-rekannya yang hadir sehingga informasi yang
Untuk penentuan nilai jangka waktu yang
disampaikan hanya sebagian saja dan tidak akan
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 23
selengkap jika mereka hadir sendiri.
tahun 2018 yaitu 3 (tiga), 4 (empat) dan 7 (tujuh)
Untuk itu peran Direktorat Jenderal Pajak tahun, pihak Direktorat Jenderal Pajak belum memiliki
khususnya terkait dengan wajib pajak badan yang acuan atau hasil penelitian yang menghasilkan angka-
belum memahami pembukuan dan laporan keuangan angka tersebut. Sehingga perlu dilakukan kajian lebih
perlu semakin ditingkatkan edukasinya mengingat lanjut agar penetapan angka atau nilai jangka waktu
jangka waktu untuk wajib badan sudah tinggal tersebut sudah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
beberapa bulan lagi untuk yang berbentuk perseroan riil wajib pajak di lapangan baik untuk wajib pajak
terbatas serta 1 tahun lagi untuk yang berbentuk orang pribadi maupun wajib pajak badan.
selain perseroan terbatas. Akselerasi edukasi yang
dilakukan bisa melibatkan pihak lain yang 6. IMPLIKASI DAN KETERBATASAN
berkompeten dalam memudahkan wajib pajak Penelitian memiliki keterbatasan terkait jumlah
menggunakan pembukuan dengan menggunakan responden yang dilakukan wawancara mendalam
aplikasi yang praktis dan mudah dilakukan, tentu saja meskipun jenis wajib pajak yang dipilih menjadi
kerja sama ini perlu segera dilaksanakan dimana responden sudah mencakup semua jenis wajib pajak
banyak alternative pihak ketiga yang bisa diundang sebagaimana diatur dalam ketentuan penentapan
sebagai mitra dalam berkolaborasi memberikan jangka waktu yaitu wajib pajak orang pribadi, dan
edukasi seperti para developer yang membangun wajib pajak badan. Peneliti berharap tulisan ini bisa
aplikasi Jurnal.id, Akuntansi UKM, Zahir accounting, menjadi dasar untuk penelitian-penelitian yang akan
dan lainnya sebagaimana yang disarikan dari hasil datang dengan cakupan dan jumlah responden yang
wawancara dengan Khusnaini pada tanggal 21 lebih luas. Khususnya perkembangan terkini terkait
Agustus 2020. fasilitas pemerintah menghadapi kesulitan usaha para
UMKM yang terkena dampak pandemi covid 19.
5. KESIMPULAN
Dalam penelitian tersebut juga terdapat
Penetapan jangka waktu penggunaan tarif 0,5%
informasi dimana ketentuan tarif final sebesar 0,5%
yang bersifat final sebagaimana diatur dalam
yang menyebabkan PPh yang dibayar menjadi lebih
Peraturan Pemerintah nomor 23 tahun 2018, 3 tahun
dari pada menggunakan terif umum bagi mereka yang
untuk wajib pajak badan berbentuk perseroan
memiliki profit margin lebih besar dari titik impas
terbatas, 4 tahun wajib pajak badan berbentuk selain
memanfaatkannya untuk tax avoidance dengan cara
perseroan terbatas serta 7 tahun untuk wajib pajak
memecah usahanya dengan membuat NPWP baru atas
orang pribadi yang bertujuan untuk memberikan
nama orang lain jika sudah peredaran brutonya
kesempatan kepada wajib pajak untuk mulai belajar
melebihi Rp4.800.000.000,00 agar bisa tetap
menggunakan pembukuan dan membuat laporan
menggunakan tarif final 0,5%. Namun tentu saja
keuangan. Ketentuan tersebut bagi wajib pajak orang
informasi tersebut masih perlu pendalaman lebih
pribadi bisa disimpulkan belum dapat diterapkan
lanjut mengingat system perpajakan kita menganut
dilapangan mengingat sampai saat ini sebagian besar
system self assessment ini.
wajib pajak orang pribadi belum memahami maksud
dan tujuan digunakannya jangka waktu tersebut serta
apa yang harus dilakkan setelah jangka waktu DAFTAR PUSTAKA
tersebut nantinya akan terlewati. Untuk itu peran Ayem, S., & Nofitasari, D. (2019). Pengaruh Sosialisasi
penyuluhan dan sosialisasi perlu ditingkatkan lagi PP No. 23 Tahun 2018, Modernisasi Sistem
tidak hanya fokus kepada besarnya tarif dan Administrasi Perpajakan, dan Biaya
bagaimana tata cara penyetoranya tapi yang penting Kepatuhan terhadap kemauan membayar
Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020 63
TINJAUAN MANFAAT PENETAPAN JANGKA WAKTU TERTENTU BAGI WAJIB PAJAK DENGAN PEREDARAN BRUTO TERTENTU
Taufik Kurachman

pajak pada Wajib Pajak UMKM. Jurnal Rahayu, S. K. (2010). Perpajakan Indonesia, Konsep
Akuntansi dan Governance Andalas, 105-121. dan Aspek Formal. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Hadari Nawawi, H. M. (1996). Penelitian Terapan. Setiawan, T. (2019). Analisis Persepsi Wajib Pajak
Yogyakarta: Gajah Mada Univercity Press, cet. Pelaku UMKM Terhadap Penerapan
2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018.
Kartini, D. A., Suhadak, & Azizah, D. F. (2016). International Journal of Social and Business,
Pengaruh Persepsi Dan Perilaku Wajib Pajak 463-472.
Atas Penerapan E-Filing Terhadap Kepatuhan Syaputra, R. (2019). Pengaruh Persepsi Wajib Pajak
Wajib Pajak Orang Pribadi. Jurnal Perpajakan atas Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor
(JEJAK), Vol 10 No.1. 23 tahun 2018 dan Pemahaman Perpajakan
Kementrian Hukum dan HAM RI. (2018). Peraturan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Mikr,
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kecil dan Menengah dengan Sosialisasi
Pajak Penhasilan atas Penhasilan dari usaha Perpajakan sebagai Variabel Moderasi. Jurnal
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Magister Akuntansi Trisakti Vol. 6 , 121-144.
yang memiliki peredaran bruto tertentu. 2018: Widyaningtyas, N. S. (2019). Hubungan Antara
Kementrian Sekretaris Negara . Perilaku Wajib Pajak Dan Kebijakan Pajak
Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Revisi. Berdasarkan Sudut Pandang Behavioral
Yogyakarta: Andi. Accounting. e-Jurnal Akuntansi, 14-27.
Oktyawati, D., & Fajri, F. A. (2018). Penerapan PP 46
Tahun 2013 : Adilkah peraturan ini bagi
pelaku UMKM ? Jurnal Gama Societa, 33-41.

64 Jurnal BPPK Volume 13 Nomor 2 Tahun 2020

Anda mungkin juga menyukai