Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN TOTURIAL KLINIK

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Stage Keperawatan Gadar

Preseptor Akademik : Zaqqyah Huzaifah , Ns.,M.Kep

Di Susun Oleh :

1. Rahmadianoor : 2014901210136
2. Nida Nurjannah : 2014901210124
3. Febriyanti Rizqa Sari : 2014901210107
4. Akhmad Fahriyadi : 2014901210100
5. Nurjanah : 2014901210131
6. Hasna Mubarak : 2014901210109

PROGRAM KEPERAWATAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN
TAHUN 2021
TUTORIAL KLINIK SESI 1

Tanggal pengkajian              : 21 Oktober 2021


Jam : 08.30 wita

I. DATA DEMOGRAFI
Biodata
-     Nama   ( inisial )  : Tn. S
-     Usia / tanggal lahir : 52 Tahun
-     Jenis kelamin : Laki-laki
-     Alamat : Jl. Veteran
-     Suku / bangsa : Banjar/ Indonesia
-     Status pernikahan : Menikah
-     Agama / keyakinan : Islam
-     Pekerjaan / sumber penghasilan : Swasta
-     Diagnosa medik : KAD + Diabetic Food
- No Rekam Medis :-
- Tanggal Masuk RS : 20 Oktober 2021

SKENARIO KASUS

Tn. S berusia 52 tahun, masuk ruang ICU tanggal 21 Oktober 2021 Jam 06.00 Wita
jenis kelamin laki-laki, saat dilakukan pengkajian klien mengalami penurunan
kesadaran, keluarga klien mengatakan 1 minggu sebelum masuk rumah sakit sudah
mengeluh badan terasa lemas dan kepala pusing. Di kaki klien ada luka tapi baru
sadar 3 hari terakhir sebelum masuk rumah sakit. Kemudian malam sebelum masuk
rumah sakit sekitar jam 22.00 klien tiba-tiba mendadak mengalami penurunan
kesadaran, dan keluarga langsung membawa klien ke IGD RSSS. Pada riwayat
penyakit dahulu keluarga klien mengatakan klien ada penyakit DM yang diketahui
sudah ± 5 tahun dan mengkonsumsi obat metformin namun tidak teratur. Pada
pengkajian fisik, terdapat 2 luka di telapak kaki kanan, luka tampak lembab dan
merah, terdapat jaringan nekrotik dan lemak. TTV : TD : 101/65 mmHg, RR: 23
x/menit, HR: 120x/menit, T:37,8oC, SPO2. Kesadaran : samnolen, GCS Eye : 2
Motorik : 5 Verbal : 1, skala aktivitas 4 (sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan)
Data penunjang
No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Gula Darah Sewaktu
1. GDS jam 00.30 HIGH <200
2. GDS jam 03.00 460 <200
3. GDS jam 05.00 203 <200
4. GDS jam 10.00 277 <200
5. GDS jam 12.00 189 <200
PROBLEM HYPOTESIS MECHANISM MORE INFO DON’T KNOW LEARNING
ISSUE
Data subjektif: Ketidakstabila Terlampir 1. Data 1. Mikro-
1. Apakah yang dimaksud dengan istilah resistensi
 Klien mengalami penurunan n kadar Penunjang, makropati
glukosa darah insulin dan mengapa bisa terjadi ?
kesadaran hasil lab vaskular dari
 Keluarga klien mengatakan b.d resistensi Jawab :
hemoglobin pembuluh
insulin
sebelum masuk rumah sakit ,leukosit, Resistensi insulin adalah kondisi yang menandakan darah pada
klien sering mengeluh eritrosit ? bahwa tubuh tidak lagi dapat merespons kerja DM
badannya terasa lemas, dan 2. Pengkajian insulin sebagaimana mestinya alias kebal dan 2. Kenapa bisa
pusing. luka, ukuran ? terhadap insulin. Umumnya, hal ini rentan terjadi sampai terjadi
 Keluarga klien juga kedalaman ? pada orang yang mengalami kelebihan berat badan KAD
mengatakan klien sudah ± 5 3. Riwayat atau obesitas. Kondisi ini merupakan salah satu (Ketoasidosis
tahun menderita DM dan penyakit faktor yang meningkatkan risiko Anda mengalami diabetikum)
mengkonsumsi obat keluarga diabetes melitus, khususnya tipe 2. Hormon insulin pada penderita
metformin namun tidak 4. Tanda-tanda diperlukan untuk membantu glukosa masuk ke sel- DM
teratur infeksi pada sel tubuh untuk dipecah menjadi energi. Saat tubuh 3. Bagaimana
luka ? tak lagi sensitif dengan keberadaan insulin, glukosa vaksinasi
\Data Objektif: tak bisa masuk ke sel tubuh untuk dipecah menjadi covid-19 pada
 Klien tampak lemah terbaring energi sehingga akhirnya tetap berada di dalam pendeirta DM
ditempat tidur aliran darah. Akibatnya, gula darah Anda pun
 Kesadaran : samnolen, GCS tinggi (hiperglikemia).
Eye : 2 Motorik : 5 Verbal : 1
 Skala Aktivitas 4 : Sangat
tergantung dan tidak dapat 2. Penyebab penderita DM udah lama, tiba-tiba ge
melakukan atau berpartisipasi drop hilang kesadaran, terus apakah ada
dalam perawatan pencegahannya ?
 Kadar GDS : Tgl 21-10-2021 Jawab :
Jam 00.30 WITA : HIGH
Jam 03.00 WITA : 460 Penyebab penurunan kesadaran yang dialami
Jam 05.00 WITA : 203 pasien berhubungan dengan kadar gula darahnya.
Jam 10.00 WITA : 277 Jika kadar gula darah tidak terkendali baik, kadar
Jam 12.00 WITA : 189
gula darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan
Data subjektif: Kerusakan
penurunan kesadaran, suatu kondisi yang dikenal
Keluarga klien mengatakan, klien integritas kulit
dengan ketoasidosis diabetik. Begitu pula dengan
ada 2 luka terbuka di telapak kaki
kadar gula darah yang rendah, juga dapat
dan selam dirumah tidak
menyebabkan penurunan kesadaran, biasanya
dilakukan
berkaitan dengan efek samping obat. Kondisi
penurunan kesadaran ini tidak selalu bisa dicegah
Data Objektif:
tetapi pastikan penderita mendapatkan penanganan
 Tampak ulkus pada kaki
segera jika gejala tersebut muncul.
kanan
 Luka tampak lembab dan
merah, terdapat jaringan
3. Jika sesorang sudah lama menderita Diabetes
nekrotik dan lemak
apakah benar bisa menyebabkan stroke?
Faktor risiko Risiko infeksi Jawab :
 Ada 2 luka di telapak kaki
Diabetes dapat menyebabkan stroke jika gula darah
kanan, klien dan keluarga
tidak terkontrol dengan baik. Kadar gula darah
baru sadar 3 hari yang lalu
yang terlalu tinggi dalam darah dapat
ada luka tersebut
menyebabkan terbentuknya sumbatan dan deposit
 luka tampak lembab dan
lemak di pembuluh darah. Ketika pembuluh darah
merah, terdapat jaringan
tersumbat, suplai oksigen dan darah ke otak akan
nekrotik dan lemak.
terganggu sehingga terjadilah penyakit stroke.
 T : 37,8oC
Risiko terjadinya penyakit stroke akan semakin
meningkat jika penderita sudah berusia di atas 50
tahun, memiliki kebiasaan merokok dan
mengonsumsi minuman beralkohol, jarang
berolahraga, mengalami obesitas, serta memiliki
riwayat penyakit jantung atau hipertensi.
4. Alasan seseorang penderita DM yang sudah
mengalami luka kaki kenapa sering luka yang
diderita tidak sembuh dan makin bertambah besar ?
Jawab :
a. Luka yang diderita tidak sembuh karena
kurangnya dan lambatnya pasokan aliran darah
ke jaringan perifer.
b. Merupakan salah satu komplikasi bagi orang
yang terkena diabetes mellitus yaitu berupa
macroangiopati.
c. Luka tambah besar karena glukosa meningkat
dan bakteri menyukai glukosa sebagai
makanannya.

5. Kenapa penderita DM tidak terkontrol tidak


diberikan vaksin sinovac. Karena beredar informasi
bahwa penderita DM tidak terkontrol tidak
diperbolehkan menerima vaksin covid-19 ?
Jawab :
Alasannya memang belum diterangkan secara
jelas, namun secara umum, ini kemungkinan besar
lebih sebagai pertimbangan keamanan pasien.
Karena orang dengan penyakit DM yang tidak
terkontrol, dalam kondisi normal kesehariannya
saja sudah rentan untuk sewaktu-waktu mengalami
komplikasi atas kondisinya, sehingga bila ingin
diberikan vaksin, perlu penelitian yang lebih
mendalam lagi untuk memastikan bahwa vaksin
tersebut aman juga bagi orang-orang dengan
kondisi tersebut.
Risiko infeksi
INTERVENSI
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Ketidakstabilan kadar Kontrol hiperglikemi Manajemen hiperglikemi
glukosa darah b.d resistensi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor tanda gejala hiperglikemi
insulin diharapkan kadar glukosa darah dapat dikontrol 2. Monitor kadar glukosa darah
Kriteria hasil: 3. Berikan asupan cairan oral
1. Melaporkan bahwa kadar glukosa darah dibawah <200 4. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan
2. Klien tidak mengeluh lemas dan sakit kepala olahraga
5. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
rutin
6. Kolaborasi pemberian injeksi insulin
2. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Pressure Management
kerusakan integritas kulit pasien teratasi. 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
Kriteria hasil : yang longgar
1. Tidak ada luka / lesi pada kulit 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
2. perfusi jaringan baik 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan
3. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan kering
mencegah terjadinya cedera berulang 4. Mobilisasi pasien tiap dua jam sekali
4. menunjukkan proses penyembuhan luka 5. Observasi luka, lokasi, dimensi, kedalaman
luka, jaringan nekrotik
6. Lakukan perawatan luka dengan steril
3. Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak Infection control
terjadi infeksi. 1. Monitor tanda-tanda vital
Kriteria hasil : 2. Kaji adanya tanda-tanda infeksi
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (rubor, dolor, 3. Bersihkan lingkungan sekitar
kalor, tomur dan fungsio laesa). tempat tidur pasien
2. Keluarga dan klien memahami cara perawatan luka kaki 4. Instruksikan pada keluarga untuk
diabetik mencuci tangan sebelum dan sesudah
perawatan pasien serta menjaga kebersihan luka
5. Tingkatkan intake nutrisi tinggi
protein
6. Kolaborasi dalam pemberian
antibiotik
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS KOMPLIKASI MAKROVASKULER DAN
MIKROVASKULER PADA PASIEN DIABETES MELLITUS

Yuhelma 1)Yesi Hasneli 12)Fathra Annis Nauli3)

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau1


Departemen Keperawatan Komunitas Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau2
Departemen Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau3
Email: Yuhelmaemma.emma@yahoo.com

Abstract

The purpose of this research was to identify and analyse macrovascular and microvascular complications among with
diabetes mellitus patients in Arifin Achmad Hospital Pekanbaru. The samples was 72 patients with diabetes mellitus
sampling used purposive sampling method. The research instrument used the observation sheet. The analysis used
univariate and OR. Some respondent on late adulthood experienced macrovascular complications (44.6%) and
microvascular (80%) with the OR 3.467, which means late adulthood are at risk for complications 3.467 times larger
than early adulthood. OR for long suffered from DM category obtained that some respondents who long suffered from
diabetes <5 years had macrovascular complications (64.3%) and microvascular (45%) and the respondents with long
suffered from DM>5 years had macrovascular complications (35.7%) and microvascular (55%) with the odds ratio
2.200, which means long suffering from DM <5 years are at risk for macrovascular and microvascular complications
2,200 times more than the respondents with long suffered from DM>5 years. The results of this reserach can provide
information for patients in improving the quality of life and prevent complications caused by diabetes.

Keywords: complications, diabetes mellitus, makrovaskuler,


microvascular. Bibliography: 49 (2003-2013)

PENDAHULUAN Provinsi Riau terdapat 260 pasien rawat inap dan

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu


sindrom gangguan metabolisme dan ditandai
dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh
defisiensi absolut atau relatif dari sekresi insulin
atau gangguan kerja insulin (Rizal, 2008).
Berdasarkan estimasi dataInternational Diabetes
Federation(IDF), kasus DM di Indonesia pada
tahun 2008 menempati urutan ke empat tertinggi
di dunia setelah Cina, India dan Amerika, yaitu
8,4 juta jiwa dan diperkirakan jumlahnya
melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025
mendatang. Profil Kesehatan Indonesia pada
tahun 2012 menunjukkan bahwa DM berada
pada urutan ke 6 dari 10 penyakit utama pada
pasien rawat jalan di rumah sakit di
Indonesia(Kemenkes RI, 2013).
Data yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Provinsi Riau (2012) menunjukkan
bahwa angka kejadian penderita DM di
Pekanbaru berubah dan cenderung meningkat.
Pada tahun 2010 terdapat 1.957 pasien DM dan
2011 terdapat 2.724 pasien DM di wilayah Kota
Pekanbaru sedangkan jumlah penderita DM pada
tahun 2012 khusus RSUD Arifin Ahmad
534 pasien rawat jalan, sedangkan pada Pekanbaru ditemukan 267 pasien dengan ulkus
tahun 2013 jumlah penderita DM untuk diabetikum,
rawat inap mencapai 576orang (Medikal 48 pasien dengan amputasi, 57 pasien dengan
Record RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, retinopati, 124 pasen mengalami gagal ginjal, 12
2013). pasien dengan stroke, 14 pasien dengan CHF
Pada penyandang DM dapat terjadi (Medikal Record RSUD Arifin Achmad
komplikasi pada semua tingkat sel dan Pekanbaru, 2014).
semua tingkat anatomik. Manifestasi Sebenarnya kematian pada DM terjadi
komplikasi kronik dapat terjadi pada tidak secara langsung akibat hiperglikemianya,
pembuluh darah besar (makrovaskuler) dan tetapi berhubungan dengan komplikasi yang
pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) terjadi. Komplikasi DM timbul karena kadar
(Sudoyo, 2009). Berdasarkan data glukosa tidak terkendali dan tidak tertangani
komplikasi pada tahun 2012 sampai dengan baik sehingga menyebabkan timbulnya
dengan bulan Mei tahun 2014, dari 522 komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.
pasien rawat inap di RSUD Arifin Achmad Komplikasi makrovaskuler adalah terjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah besar seperti di sistem gastrointestinal meliputi antara laindisfagia,
jantung dan diotak yang sering mengakibatkan nausea, vomitus, diare, dan konstipasi, sedangkan
kematian serta penyumbatan pembuluh darah besar pada sistem genitourinaria komplikasi meliputi antara
diekstremitas bawah yang mengakibatkan laingangguan ereksi, retrograde ejaculation,
ganggren dikaki sehingga banyak penerita DM berkurangnya lubrikasi vagina. Komplikasi
yang harus kehilangan kaki karena harus mikrovaskuler lainnya pada kulit diantaranya adalah
diamputasi, sedangkan komplikasi mikrovaskuler kulit menjadi kering, kulit menjadi “pecah-pecah”
adalah terjadinya penyumbatan pada pembuluh (cracks) dan terbentuk celah- celah yang
darah kecilseperti di ginjal yang dapat mempermudahmasuknya mikroorganisme
menyebabkan penderita mengalami gangguan sehingga menyebabkan ulkus dan gangrene (Soliman,
ginjaldan di mata dapat mengakibatkan penderita 2008).
mengalami gangguan penglihatanbahkan kebutaan. Komplikasi makrovaskuler dan
Berdasarkan penelitian Zhaolan et al mikrovaskuler ini juga pernah dilakukan
(2010), prevalensi komplikasi DM didaerah
China yang berupa gangguan kardiovaskuler
mencapai 30,1%, serebrovaskuler 6,8%,
neuropathy 17,8%, nefropathy 10,7%, lesi okuler
14,8% dan masalah kaki 0,8%. Sedangkan
berdasarkan penelitian Soewondo, dkk (2010),
terdapat 1785 penderita DM di Indonesia yang
mengalami komplikasi yakni 16% komplikasi
makrovaskuler, 27,6%komplikasi mikrovaskuler,
63,5%neuropati, 42% retinopati diabetes dan
7,3% nefropati.
Komplikasi makrovaskuler yang umum
berkembang pada penderita DM adalah
trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian
otak), penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung kongestif dan stroke, sedangkan untuk
komplikasi mikrovaskuler adalah
hiperglikemiayangpersistendan pembentukan
protein terglikasi yang menyebabkan dinding
pembuluh darah semakin lemah danterjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah kecil,
sepertinefropatidiabetik, retinopati (kebutaan)
dan neuropati (Smeltzer and Bare, 2010).
Komplikasi makrovaskuler lainnya pada
penelitian oleh Purwanti (2013) dalam dirawat diRSUD Arifin Achmad Pekanbaru,
penelitiannya yang berjudul analisis faktor- telah ditemukan 21 pasien diamputasi, 59 pasien
faktor risiko terjadi ulkus kaki pada pasien dengan ganggren diabetic foot dan neuropati, 8
diabetes mellitus di RSUD Dr. Moewardi pasien denganpenyakit jantung, 5 pasien dengan
Surakarta, diketahui bahwa dari 68 Stroke, 15 pasien dengan retinopatidiabetika,
responden DM terdapat dan 152 pasien lainnya dengan
34 pasien yang mengalami ulkus nefropatidiabetika.Dimana pasien menderita DM
diabetikum yang diakibatkan oleh faktor tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan
perawatan kaki, neuropati motorik, yang baik maka penderita tersebut dapat
peripheral arterial disease, kurangnya mengalami komplikasi baik komplikasi
pengendalian gula darah dan gangguan makrovaskuler maupun komplikasi
penglihatan yang berhubungan dengan mikrovaskuler. Pasien yang mengalami
kejadian ulkus. komplikasi DM tersebut mengakui mengalami
Berdasarkan data yang telah gangguan dan kesulitan dalam menjalani
dikeluarkan oleh rekam medis RSUD aktivitas sehari-harinya akibat berbagai masalah
Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun yang ditimbulkan oleh komplikasi tersebut
2013, dari 576 pasien rawat inap di RSUD (Medikal Record RSUD Arifin Achmad
Arifin Achmad Pekanbaru ditemukan 143 Pekanbaru, 2014)
pasien dengan ganggren diabetic foot, 42 Berdasarkan fenomena diatas peneiliti
pasien dengan amputasi, 54 pasien dengan tertarik untuk melakukan penelitian yang
stroke, 47pasien dengan penyakit jantung, berjudul “Identifikasi dan analisis komplikasi
132 pasien dengan retinopatidiabetika, makrovaskuler dan mikrovaskuler pada pasien
158 pasien dengan nefropatidiabetika, diabetes mellitus”.
sedangkan berdasarkan data yang .
dikumpulkan dari 260 orang pasien DM TUJUAN
pada bulan Januari 2014 sampai dengan
bulan Oktober 2014penderita DM yang Mengetahui identifikasi dan analisis
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler
pada pasien diabetes mellitusdiruang rawat inap Analisa Data: b. Sekolah
RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Univariatdengan Menengah
menggunakan Odds Ratio. Pertama
(SMP)
METODE Analisa data Univariat
c. Sekolah
digunakan untuk Menengah
Desain; penelitianadalah deskriptif memberikan gambaran Atas
dengan rancangan cross sectional distribusi frekuensi terhadap
4. Pekerjaan (SMA)
Sampel: Metode pengambilan sampel a. Ibu Rumah
karakteristik Tangga
responden,38 52,8
(IRT)
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sedangkan Odds Ratio
b. Wiraswasta 14 19,4
purpossivesamplingdengan jumlah sampel digunakaan
c. Swasta untuk
19 26,4
sebanyak 72 orang. mengetahui
d. PNS berapa besar 1 1,4
Instrument: Alat pengumpul data yang kemungkinan resiko
digunakan berupa lembar observasi.Bagian 5. Diit Pasien
komplikasi yang disebabkan
a. MB 37 51,4
pertama berisi data demografi (nama inisial, oleh DM (Diabetes
b. MB Diet DM 9 12,5
umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, Mellitus).
c. ML Diet DM 24 33,3
alamat saat ini, lama menderita DM dan tipe d. MC 2 2,8
DM). Bagian kedua berisi komplikasi 6. HASIL
Tipe DM PENELITIAN
makrovaskuler(penyakit arteri koroner (infark a. DM Tipe 1 0 0
b. DM Tipe 2 72 100
miokardhipertensi), penyakit serebrovaskuler
7. Lama menderita DM
(stroke), penyakit vaskuler perifer (Ganggren a. < 1 tahun 1 1,4
diabetic foot)) dan mikrovaskuler (Retinopati b. 1-5 tahun 42 58,3
diabetika, neuropati diabetika, neprofati c. 6-10 tahun 27 37,5
diabetika) yang sedang dialami oleh pasien DM d. >10 tahun 2 2,8
pada saat ini. 8. Kontrol kepelayanan
kesehatan
a. Tidak Pernah 21 29,2
b. 1 x dalam sebulan 28 38,9
c. 2 x dalam sebulan 11 15,3
d. 3 x dalam sebulan 1 1,4
e. 4 x dalam sebulan 2 2,8
41,7 22,2
dokter

Berdasarkan penelitian didapatkan hasil sebagai


Tabel 2
berikut:
Distribusi frekuensi jeniskomplikasi yang
diderita pasien DM.
Tabel 1 JenisKomplikasi Jumlah Persentase
Distribusi frekuensi karakteristik responden
(n=72) n %
Karakteristik responden Jumlah Persentase a. Makrovaskuler 28 38,9
N % b. Mikrovaskuler 20 27,8
1. Usia c. Makrovaskuler dan 24 33,3
a. Dewasa Awal (21-44 7 9,7 Mikrovaskuler
tahun) Total 72 100
b. Dewasa Menengah 47 65,3
(45-60 tahun)
c. Lansia (>60 tahun) 18 25 Tabel 3
2. Jenis Kelamin Odds ratio rentang usia denganjenis komplikasi
a. Laki-Laki 28 38,9 makrovaskuler dan mikrovaskuler
b. Perempuan 44 61,1 Rentang Makrovas Mikrovas
Total OR
3. Pendidikan Usia kuler kuler
a. Sekolah Dasar (SD) 26 36,1
n % n % n
tahun mengakibatkan perubahan anatomis,
%
a. Dewasa 13 fisiologis dan biokimia. Perubahan dimulai dari
46,4 4 20 17 35,4
Awal tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan
(21-45
3,467
akhirnya pada tingkat organ yang dapat
tahun)
0,923
mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen
b. Dewasa 15
Akhir 44,6 16 80 31 63,6 - tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah
(>45 13,025 sel beta pankreas yang menghasilkan hormon
tahun) insulin, sel-sel jaringan target yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon
Total 28 100 20 100 48 100
lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
Tabel 3 Hasil penelitian ini sesuai dengan
Odds ratio rentang usia denganjenis komplikasi penelitian Hasneli (2009) yang meneliti tentang
makrovaskuler dan mikrovaskuler
the effect a Health Belief Model based Education
Program to prevent Diabetes Complications on
Makrovask Mikrovas
Total Dietary Behaviors of Indonesia Adults with type
Lama DM uler kuler OR
% n % n %
2 Diabetes Mellitus, dimana didapatkan hasil
a. <5 18 64,3 9 45 27 56,3
bahwa, dari 40 orang responden ditemukan usia
2,20
Tahun 0,68
responden >35-55 tahun sebanyak 18 orang
b. ≥5 10 35,7 11 55 21
(45%).
43,7 –
Tahun Total
28 100 20 100 48 100 7,10 Jenis Kelamin

Tabel 4 Hasil penelitian menunjukan bahwa


Odds ratio jenis kelamin dengan komplikasi responden dengan jenis kelamin perempuan
makrovaskuler dan mikrovaskuler yaitu44 orang (61,1%). Penyakit DM ini
sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan
Jenis Makrovask Mikrovask Total dibandingkan laki-laki. Hal ini disebabkan
kelamin n uler % n uler % n % karena pada perempuan memiliki LDL atau
OR
Perempuan 18 64,3 9 45 27 56,25 2,200
kolesterol jahat tingkat trigliserida yang lebih
Laki-laki 0,685 tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga
10 35,7 11 55 21 43,75 – terdapat perbedaan dalam melakukan semua
Total 28 100 20 100 48 100 7,103
a tivitas dan gaya hidup sehari- kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut
k hari yang sangat mempengaruhi merupakan salah satu faktor risiko
PEMBAHASAN terjadinya penyakit DM.
Jumlah lemak pada laki-laki dewasa rata-
1. Karakteristik rata berkisar antara 15-20 % dari berat badan
total, dan pada perempuan sekitar 20-25 %, Jadi
Umur peningkatan kadar lipid (lemak darah) pada
Berdasarkan hasil penelitian yang telah perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-
dilakukan didapatkan data bahwa sebagian besar laki, sehingga faktor risiko terjadinya DM pada
responden berada pada usia dewasa menengah perempuan 3-7 kali lebih tinggi dibandingkan
yaitu 47 responden (65,3%). Sekitar 6% individu pada laki-laki yaitu 2-3 kali, (Jelantik & Haryati,
berusia 45-64 tahun dan 11% individu diatas usia 2013).
65 tahun menderita DM tipe II (Ignativicius & Hasil penelitian ini sesuai dengan
Workman, 2006). penelitian yang telah dilakukan oleh Awad,
Sudoyo (2009) menyatakan bahwa usia Langi dan Pandelaki (2011) dalam penelitiannya
sangat erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan yang berjudul Gambaran faktor resiko pasien
kadar glukosa darah, sehingga semakin diabetes DM tipe II di poliklinik endokrin
meningkat usia maka prevalensi diabetes dan bagian/SMF FK-UNSRAT RSU Prof.Dr. R.D
gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. Kandou Manado periode Mei 2011 - Oktober
Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 2011. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan
sebanyak 138 pasien DM tipe-2 di Poliklinik Handayani (2012) yang menyatakan bahwa tingkat
Endokrin RSU Prof.Dr.R.D. Kandou Manado, pendidikan merupakan salah satu faktor predisposisi
dimana dari 138 kasus tersebut, 78 pasien (57%) yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
adalah wanita dan 60 pasien (43%) adalah pria. oleh individu.Status pendidikan berpengaruh terhadap
Menurut peneliti wanita lebih tinggi pemanfaatan pelayanan kesehatan karena status
resiko terkena DM dibandingkan pria karena pendidikan akan mempengaruhi kesadaran dan
wanita mempunyai beban pekerjaan yang lebih pengetahuan tentang kesehatan.
tinggi dari pria, sehingga wanita cendrung Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
mengalami stres. Pada keadaan yang stres terus yang telah dilakukan oleh Setyorogo dan Trisnawati
menerus dalam jangka waktu lama dapat (2013)tentang faktor risiko kejadian DM tipe II di
menyebabkan terjadinya peningkatan hormon Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
kortisol yang konstan, terus menerus, dan Tahun 2012yang menunjukkan bahwa pendidikan
menyebabkan ketidakseimbangan tubuh. Hal ini sebagian besar responden adalah berpendidikan rendah
dapat menyebabkan terjadinya obesitas, (SD dan SMP).
resistensi insulin dan peningkatan profil lipid
dalam darah. Jika berlangsung terus maka akan Pekerjaan
berlanjut menjadi DM tipe 2.
Hasil penelitian menunjukan
Pendidikan bahwasebagian besar pekerjaan adalah Ibu

Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-


rata pendidikan responden sebagian besar
berpendidikan SMP yaitu 30 orang (41,7%).
Tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap
kejadian penyakit DM Tipe 2. Orang yang
tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan
memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan.
Dengan adanya pengetahuan tersebut orang akan
memiliki kesadaran dalam menjaga
kesehatannya (Irawan, 2010).
Hal ini sesuai dengan pernyataan
Rumah Tangga (IRT) sebanyak 38 orang berjenis kelamin perempuan.
(52,8%).Kurangnya aktifitas merupakan
salah satu faktor yang ikut berperan dalam Diit Pasien
menyebabkan resistensi insulin pada DM
tipe II (Soegondo, 2007). Mekanisme Berdasarkan hasil penelitian yang telah
aktifitas fisik dapat mencegah atau dilakukan didapatkan data bahwa sebagian besar
menghambat perkembangan DM tipe II diit responden selama di rumah adalah makanan
yaitu penurunan resistensi insulin, biasa (MB) yakni sebanyak 37 responden
peningkatan toleransi glukosa, penurunan (51,4%). Penurunan kalori berupa karbohidrat
lemak adipose, pengurangan lemak sentral, dan gula yang diproses secara berlebihan,
perubahan jaringan otot. Semakin jarang merupakan faktor eksternal yang dapat merubah
seseorang melakukan aktivitas fisik maka integritas dan fungsi sel beta individu yang
gula yang dikonsumsi juga akan semakin rentan (Prince & Wilson, 2007). Individu yang
lama terpakai, akibatnya prevalensi obesitas harus melakukan diet Menurut peneliti
peningkatan kadar gula dalam darah juga pengaturan diit sangat menentukan kejadian dan
akan semakin tinggi (Kriska, 2007). penatalaksaan pada DM, karena diit yang baik
Hasil penelitian ini sesuai dengan merupakan kunci keberhasilan terapi DM. DM
penelitian yang telah dilakukan oleh tidak bisa disembuhkan tetapi kadar glikosa
Setyorogo dan Trisnawati (2013). dapat dikontrol dalam batas normal dengan cara
Penelitian ini menyatakan bahwa jenis salah satunya menjaga diit.
pekerjaan erat kaitannya dengan kejadian
DM. Pekerjaan seseorang mempengaruhi Lama menderita DM
tingkat aktivitas fisiknya. Hasil analisis
univariat, sebagian besar responden Berdasarkan hasil penelitian yang telah
penderita DM adalah kelompok tidak dilakukan didapatkan data bahwa sebagian besar
bekerja. Hal ini dikarenakan kebanyakan responden telah menderita DM selama 1-5 tahun
responden dalam penelitian ini adalah yakni sebanyak 42 orang (58,3%). Hasil
kelompok yang tidak bekerja dan juga
penelitian ini tidak sama dengan pernyataan dengan edukasi yang akan diterima oleh penderita DM
Smaltzer dan Bare (2010) yang menyatakan tentang penanganan DM selama dirumah. Menurut
bahwakomplikasi biasanya terjadi dalam kurun PERKENI (2011) salah satu pilar dalam penanganan
waktu lima sampai dengan sepuluh tahun setelah DM adalah pendidikan kesehatan. Perawat
diagnosis ditegakkan (Smeltzer & Bare, 2008). merupakaneducator dan counselor bagi pasien,
Menurut peneliti banyaknya penderita DM yang perawat dapat memberikan bantuan kepada pasien
sebelumnya tidak mengetahui dan tidak dalam bentuk supportive-educative dengan
menyadari kalau dirinya menderita DM karena memberikan pendidikan dengan tujuan agar pasien
tanda dan gejala tidak dirasakan, akibat mampu melakukan perawatan secara mandiri. Peran
tingginya glukosa darah dalam waktu lama perawat sebagai educator dan counselor adalah
mempercepat terjadinya komplikasi sehingga memberikan pengetahuan tentang penyakitnya,
banyak penderita DM mengalami komplikasi ketrampilan dalam perawatan diri sehingga mereka
kurang dari 5 tahun. siap dalam menjalani program perawatan DM selama
dirumah secara mandiri.
Kontrol Pelayanan Kesehatan
Penatalaksanaan DM
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan terhadap 72 responde didapatkan data Berdasarkan hasil penelitian yang telah
bahwa sebagian besar responden melakukan dilakukan didapatkan data bahwa penatalaksanaan DM
kontrol kepelayanan kesehatan sebanyak 1x selama pasien dirawat adalah obat-obatan dari dokter
dalam sebulan sebanyak 28 orang (38,9%), dan sebagian besar responden yakni sebanyak 42
yang tidak pernah melakukan kontrol responden (56,9
kepelayanan kesehatan 21 orang (29,2%). %). Penatalaksanaan DM jangka pendek dan jangka
Kontrol pelayanan kesehatan erat kaitannya panjang sangat diperlukan oleh penderita DM.
Penatalaksanaan jangka pendek bertujuan untuk tercapainya target pengendalian glukosa darah
menghilangkan keluhan, tanda dan gejala DM, sedangkan penatalaksanaan DM jangka panjang
mempertahankan rasa nyaman dan bertujuan untuk mencegah dan menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati,dan
neuropati.

Komplikasi DM

Komplikasi makrovaskuler adalah


terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah
besar seperti di jantung dan diotak yang sering
mengakibatkan kematian serta penyumbatan
pembuluh darah besar diekstremitas bawah yang
mengakibatkan ganggren dikaki sehingga
banyak penerita DM yang kehilangan kaki
karena harus diamputasi, sedangkan komplikasi
mikrovaskuler adalah terjadinya penyumbatan
pada pembuluh darah kecil seperti di ginjal yang
dapat menyebabkan penderita mengalami
gangguan ginjaldan di mata dapat
mengakibatkan penderita mengalami gangguan
penglihatanbahkan kebutaan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari
72 responden, sebagian responden menderita
penyakit arteri koroner saja yaitu (16,7%),
penyakit arteri koroner disertai dengan retinopati
diabetik sebanyak 12 orang (16,7%), penyakit
vaskuler perifer saja 9 orang (12,5%), paskuler
perifer disertai retinopati 6 orang (8,3%) dan
vaskuler perifer disertai neuropati 1 orang
(1,4%).sebagian responden mengalami
komplikasi makrovaskuler saja yakni sebanyak
28 orang (38,9%), dimana sebagian responden
mengalami komplikasi makrovaskuler tersebut
selama <3 bulan sebanyak 9 orang (32%) dan
lama menderita komplikasi mikrovaskuler <1
tahun sebanyak 13 orang (65%).
Komplikasi makrovaskuler dan
mikrovaskuler yang dialami oleh pasien DM ini
pernah diteliti oleh Amalia (2010), dengan judul
penelitiannya yakni gambaran distribusi
komplikasi kronik gangguan vaskuler pada
penderita Diabetes Mellitus di Instalasi Rawat
inap RSUD Dr.Soetomo Surabaya diketahui
bahwa pada saat ini 96,93% pasien dengan DM
di RSUD Dr. Soetomo Surabaya memiliki
komplikasi vaskular. Komplikasi mikrovaskuler
paling terjadi pada pasien tersebut adalah
nefropati (58,4%). Komplikasi yang paling
makrovaskuler adalah gangren (37,1%). Lainnya
komplikasi yang sering muncul berturut-turut
adalah retinopati (32,1%), hipertensi (24,4%), Berdasarkan hasil analisis didapatkan
penyakit jantung koroner (12,7%), neuropati data bahwa dari 48 responden, sebagian
(10,9%), stroke (10,4%), dan yang terakhir responden yang lama menderita DM nya <5
adalah infark myokard (3,2%). tahun mengalami komplikasi makrovaskuler
seperti penyakit arteri koroner (infark miokard,
hipertensi), penyakit serebrovaskuler (stroke)
dan penyakit vaskuler perifer
2. Analisa Odd Ratio (GanggrenDiabetik Foot)(64,3%) dan yang lama
DM nya ≥ 5 tahun mengalami komplikasi
Odds Ratio rentang usia dengan jenis mikrovaskuler seperti retinopati diabetika
komplikasi yang diderita pasien DM (gangguan penglihatan), Neuropati diabetika
(gangguan sensoris pada organ tubuh), Nefropati
Berdasarkan hasil analisis didapatkan diabetika (kerusakan ginjal)(55%). Odds Ratio
data bahwa dari 48 responden, sebagian antara lama DM <5 tahun dengan lama DM ≥5
responden dewasa akhir (>45 tahun) mengalami tahun dengan komplikasi makrovaskuler dan
komplikasi makrovaskuler seperti penyakit arteri mikrovaskuler yang dideritapasien adalah 2, 200
koroner (infark miokard, hipertensi), penyakit yang artinya lama DM <5 tahun memiliki risiko
serebrovaskuler (stroke) dan penyakit vaskuler untuk mengalami komplikasi 2,200 kali lebih
perifer (GanggrenDiabetik Foot)(44,6%) besar dibandingkan responden yang lama DM
sedangkan untuk pasien lainnya mengalami nya ≥5 tahun.
komplikasi mikrovaskuler seperti Retinopati Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
Diabetika (gangguan penglihatan), Neuropati pada umumnya 50% penderita DMyang terdata
Diabetika (gangguan sensoris pada organ tubuh), sudah disertai komplikasi pada saat didiagnosa
Nefropati Diabetika (kerusakan ginjal) (80%). DM untuk pertama kalinya. Hal ini dikarenakan
Odds ratio antara rentang usia dengan individu tidak menyadari adanya gejala penyakit
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler DM pada awal perjalanan penyakit namun mulai
yang dideritapasien adalah 3,467 yang artinya merasakan gejala DM pada saat sudah terjadi
dewasa akhir memiliki risiko untuk mengalami komplikasi (Rudi, 2007). Sedangkan menurut
komplikasi 3,467 kali lebih besar dibandingkan Smeltzer & Bare(2008), komplikasi biasanya
responden dewasa awal (25-45 tahun). terjadi dalam kurun waktu lima sampai dengan
Hal ini sesuai dengan pernyataan sepuluh tahun setelah diagnosis ditegakkan. Hal
D’Adamo (2008) bahwa faktor resiko dan ini terjadi keterlambatan dalam menegakkan
komplikasi DM muncul setelah seseorang diagnosa DM karena gejala dan tanda DM tidak
memasuki usia rawan yaitu setelah usia 40 tahun. dirasakan oleh penderita sebelum terjadinya
Hal ini terjadi karena orang pada usia ini kurang komplikasi.Komplikasi DM timbul karena kadar
aktif, berat badan akan bertambah dan masa otot glukosa tidak terkendali dan tidak tertangani
akan berkurang serta akibat proses menua yang dengan baik sehingga menyebabkan timbulnya
mengakibatkan penyusutan sel-sel beta yang komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler.
progresif. Hasil yang sama juga diperoleh pada
penelitian yang dilakukan oleh Zahtamal (2007) Odds Ratio jenis kelamin dengan komplikasi
terhadap 152 responden yang menunjukkan makrovaskuler dan mikrovaskuler yang
bahwa hubungan antara usia dengan kejadian diderita pasien DM.
DM Tipe 2 pada pasien yang dirawat di RSUD
Arifin Achmad Provinsi Riau bermakna secara Sebagian responden yang berjenis
statistik, dimana orang yang berusia ≥40 tahun kelamin perempuan mengalami komplikasi
21memiliki risiko 6 kali lebih besar terkena makrovaskuler seperti penyakit arteri koroner
penyakit DM Tipe 2. (infark miokard, hipertensi), penyakit
serebrovaskuler (stroke) dan penyakit vaskuler
Odds Ratio lama menderita DM dengan perifer (GanggrenDiabetik Foot) (64,3%) dan
komplikasi makrovaskuler dan responden yang berjenis kelamin laki - laki
mikrovaskuler yang diderita pasien DM. mengalami komplikasi mikrovaskuler seperti
retinopati diabetika (gangguan penglihatan), dibandingkan responden usia dewasa awal.
Neuropati diabetika (gangguan sensoris pada Sedangkan berdasarkan hasil Odd Ratio untuk
organ tubuh), Nefropati diabetika (kerusakan kategori lama menderita DM didapatkan data
ginjal) (55%). Odds ratio antara jenis kelamin bahwa sebagian responden yang lama menderita
dengan komplikasi makrovaskuler dan DM nya <5 tahun mengalami komplikasi
mikrovaskuler yang diderita pasien adalah 2,200 makrovaskuler (64,3%) dan mikrovaskuler
yang artinya jenis kelamin perempuan memiliki (45%) dan yang lama DM nya ≥5 tahun
risiko untuk mengalami komplikasi mengalami komplikasi makrovaskuler (35,7%)
makrovaskuler dan mikrovaskuler 2,200 kali dan mikrovaskuler (55%) dengan odd ratio 2,200
lebih besar dibandingkan responden responden yang artinya lama DM <5 tahun memiliki risiko
berjenis kelamin laki-laki. untuk mengalami komplikasi makrovaskuler dan
Distribusi penderita diabetes mellitus mikrovaskuler 2,200 kali lebih besar
menurut jenis kelaminsangat bervariasi. Di dibandingkan responden yang lama DM nya ≥5
Amerika Serikat penderita diabetesmellitus lebih tahun.
banyak terjadi pada perempuan daripada laki-
laki. Namun, mekanisme yang menghubungkan SARAN
jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus
belum jelas. Penelitian ini mengkaitkan antara Hasil penelitian ini dapat dijadikan
kejadian obesitas pada wanita dan pria sebagai bahan masukan untuk rumah sakit dalam
dihubungkan dengan kejadian DM, dimana rangka meningkatkan mutu rumah sakit dan
diketahui bahwa Lebih dari 8 diantara 10 dapat menentukan kebijakan terkait identifikasi
penderita diabetes tipe 2 adalah mereka yang dan analisis komplikasi makrovaskuler dan
mengalami kegemukan. Makin banyak jaringan mikrovaskuler yang terjadi pada pasien diabetes
lemak, jaringan tubuh danotot akan makin mellitus dirumah sakit saat ini. Perawat
resisten terhadap kerja insulin, terutama bila disarankan aktif dalam memberikan program
lemak tubuh atau kelebihan berat badan pendidikankesehatan(penyuluhan kesehatan)
terkumpul didaerah sentral atau perut. Lemak ini terkait pencegahan komplikasi
akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa makrovaskulerdan mikrovaskuler pada pasien
tidak dapat diangkut ke dalam sel dan diabetes mellitus.
menumpuk dalam peredaran darah (Lestari,
2012).
Tugas perawat dalam hal ini adalah DAFTAR PUSTAKA
membantu penderitamenyesuaikan pola diet
sebagaimana yang disarankan ahli gizi, ADA. (2012). American Diabetes Association:
mencegah danmengendalikan komplikasi yang Standart of medical care in diabetes 2012,
mungkin timbul, mencegah danmengendalikan diabetes care. January 2012.
efek samping obat, memberikan rekomendasi
penyesuaianrejimen dan dosis obat yang harus Ambarwati, W.N. (2013). Konseling
dikonsumsi penderita bersama-samadengan pencegahan dan
dokter yang merawat penderita, yang penatalaksanaanPenderita diabetes
kemungkinan dapat berubah dariwaktu ke waktu mellitus. Diperoleh pada tanggal 01 Januari
sesuai dengan kondisi penderita. 2015 dari ambarwati76@gmail.com.

KESIMPULAN Arisman. (2010). Obesitas, diabetes mellitus &


dislipidemia. Jakarta: EGC.
Berdasarkan hasil Odds Ratiosebagian Armstrong, D & Lawrence, A. (2007). Diabetic
responden usia dewasa akhir mengalami Foot Ulcer Prevention Diagnosis and
komplikasi makrovaskuler (44,6%) dan Classification. Jakarta: EGC.
mikrovaskuler (80%) dengan odd ratio 3,467
yang artinya dewasa akhir memiliki risiko untuk Awad, N, Langi, Y, dan Pandelaki, K.
mengalami komplikasi makrovaskuler dan (2011).Gambaran faktor resiko pasien
mikrovaskuler 3,467 kali lebih besar diabetes melitus tipe II di poliklinik
endokrin bagian/SMF FK-UNSRAT RSU
Prof.Dr. R.D Kandou Manado periode Mei Hidayat, A. A. (2008). Riset Keperawatan dan
2011 - Oktober 2011. Diperoleh pada Tehnik Penulisan Ilmiah, Salemba
tanggal 01 Januari 2015 dari
Medika. Jakarta.
download.portalgaruda.org/article.php?ar
ticle=15116&val=1008. International Diabetes Federation.(2008). IDF
clinical guidelines task force. brussels:
Burn, N., & Grove, S.K. (2005). The practice of global guideline for type 2 diabetes.
nursing research: conduct, crique, and
utilization. (5 th ed). Missouri: Elsevier Inzucchi, S. (2005). The diabetes mellitus
Sounders. manual. Singapura: The MC Graw Hill
Companies.
Cavallerano, J. (2009). Optometri Clinical
Practice Guideline: Care of the Patien Irawan, I. (2010). Makovaskuler dan
with Diabetes Mellitus. Edisi 3. St.louis: Mikrovaskuler Reduction Type Diabetes
Lindbergh blvd., 34. Melllitus. Diperoleh pada tanggal 01
Januari 2015 dari
D’adamo, P. J.(2008). Diet Sehat Diabetes http://penelitian.unair.ac.id/artikel_dosen_
sesuai Golongan Darah. Yogyakarta: MACROVASVULAR%20&%20MICRO
Delapratasa. VASCULAR%20EVENT%20%20REDU
CTION%20IN%20TYPE%202%20DIAB
Dinas Kesehatan Provinsi Riau (2012). Profil ETES%20MELLITUS_3415_2066.
kesehatan provinsi Riau Tahun 2011.
Pekanbaru: Dinas Kesehatan Provinsi Jeffcoate, W.J., Harding, K.G. (2003). Diabetic
Riau. Foot Ulcers. Departement od Diabetes
and Endrocrinology, City Hospital,
Embi, A. M (2008). Cabaran dunia pekerjaan. Nottingham : The Lancet. Online
KualaLumpur: PRIN-AD SDN.BHD. Published February, 2003.February 10,
2010.
Hasneli, Y. N. (2009). The effects of a health
belief model based education program to Jelantik, G.I & Haryati, E. (2013). Hubungan
prevent diabetes complications on dietary faktor risiko umur, jenis kelamin,
behaviors of Indonesian Adults with type kegemukan dan hipertensi dengan
diabetes mellitus. Prince of Songkla kejadian Diabetes Mellitus tipe II di
University. wilayah kerjaPuskesmas Mataram. Media
Bina Ilmiah39: ISSN No. 1978-
Hastuti, R.T. (2008). Faktor-Faktor RisikoUlkus 3787.Diperoleh pada tanggal 01 Januari
Diabetika Pada Pemderita 2015
DiabetesMellitus(Studi Kasus
diRSUD Dr.Moewardi dari
Surakarta).Surakarta.Diperoleh pada lib.ui.ac.id/file?
tanggal 01 Januari 2015 dari file=pdf/abstrak- 20314761.pdf.
eprints.undip.ac.id/18866/1/Rini_Tri_Hast
uti.pdf. Kelana, K.D. (2011). Metodologi penelitian
keperawatan (pedoman melaksanakan
Handayani, D.E. (2012). Pemanfaatan pos dan menerapkan hasil penelitian). Jakarta:
pembinaan terpadu terhadap lanjut usia di Trans Info Medika Jakarata.
Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Kementrian Kesehatan RI. (2013). Jumlah
Diperoleh pada tanggal 20 Mei 2014 dari penderita diabetes indonesia rangking ke-
www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20300 4 di dunia. Jakarta: Kemenkes RI.
600-S42008-Dewi%20Eka%.
Lestari, T. C. A. (2012). Efektiitas jus jambu biji
dalam menurunkan glukosa darah. 2015 dari
Diperoleh pada tanggal 01 Januari
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
32451/4/Chapter%20II.pdf. Purwanti (2013). Analisis faktor-faktor risiko ulkus
kaki pada pasien diabetes mellitus di RSUD Dr.
Manaf, A. (2013). Insulin: Mekanisme Sekresi Moewardi. Diperoleh pada tanggal 21 April
dan Aspek Metabolisme. Dalam: Buku 2014 dari http://www.google.co.id/url?
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. sa=t&rct=j&q
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas =&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&u
Indonesia.

Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat


(2011).Diabetes mellitus dan
penatalaksanaannya. Diperoleh pada
tanggal 01 Januari 2014 dari
http://www.academia.edu/6877856/free_pd
f_-
Manajemen_Modern_dan_Kesehatan_Mas
yarakat_1.

Maulana, M. (2009). Mengenal Diabetes


Mellitus: Panduan Praktis Menangani
Penyakit Kencing Manis. Jogjakarta:
Penerbit Kata Hati.

Medikal Record RSUD Arifin Achmad


Pekanbaru. (2014). Data Komplikasi
Diabetes Mellitus tahun 2012 sampai
dengan 2014. Pekanbaru: RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru.

Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan


metodologi

penelitian
keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi


Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
PERKENI. (2011). Konsesus pengelolaan dan
pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di
indonesia 2011. Jakarta: PERKENI.

Prihastuti, D.S (2010). Penduduk Indonesia.


Warta demografi. Th/ 31.no 1.

Price, A. S., Wilson M. L. (2007). Patofisiologi


Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit .
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Penerbit.
Jakarta: EGC.
act=8&ved=0CBwQFjAA&url=http%3A Philadelphia: Linppincott.
%2F%2Flib.ui.ac.id%2Ffile%3Ffile
%3Ddi gital%2F20334094-T32540- Soewondo, P., Soegondo, S., Suastika, K.,
Okti%2520Sri%2520Purwanti. Pranoto, A., Soeatmaji, D.W.,
pdf&ei=- Tjokroprawiro, A. (2010). The diabcare
jv_U9r5JcadugSk2oDwCw&usg=AF asia 2008 study –outcomes on control and
QjCN FApwg4pgnEsRAdhG complications of type 2 diabetic patients in
YPuG3XkIXJ5A.

Reis, D. (2008). Five Domain of


Interpersonal Competence in Peer
Relationships. Journal of Personality
and Social Psychology. 55 (6), 991-
1008.

Rizal, N. B. (2008). Faktor-faktor yang


berhubungan dengan kejadianpjk
pada penderita DM tipe 2 di RSUP
DR. M. Djamil Padang. Skripsi.
Padang: Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Andalas
Padang.

Rudi. (2007). Seri kesehatan Diabetes.


Jakarta: PT Dian.

Sastroasmoro & Ismael. (2008). Dasar-


dasar metodologi penelitian klinis.
Edisi ke 3. Jakarta: Sagung Seto.

Satari, M.H., & Wirakusumah, F.F. (2011).


Konsistensi penelitian dalam bidang
kesehatan. Bandung: PT Refika
Aditama.

Setiadi. (2007). Konsep & penulisan riset


keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Setyorogo, S.K dan Trisnawati, K. (2013).


Faktor Risiko Kejadian Diabetes
Melitus Tipe II Di Puskesmas
Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat
Tahun 2012 Diperoleh pada tanggal
01 Januari 2015 dari Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 5(1); Jan
2013.lp3m.thamrin.ac.id/.../artikel
%202.% 20vol%205%20no
%201_shara.pdf.

Smeltzer & Bare. (2010). Textbook of


medical surgical nursing vol.2.
indonesia, Med J Indonesia
,19,. 4,
November 2010.

Soegondo, S. (2007).
Diagnosis,
Klasifikasi, dan
Patofisiologi
Diabetes Mellitus.
Kumpulan Makalah
Update
Comprehensive
Management of
Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Panitia
Seminar Ilmiah
Nasional Continuing
Medical Education
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam
Indonesia.

Soliman. (2008). Diabetic


neuropathy.
Diperoleh pada
tanggal 21 April
2014 dari
http://www.emedicine
.com/neuro/topic88.
htm.

Sudoyo, A. W. (2009)
Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid
III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.

Stevens, et al. (2005).


Pengantar Riset:
Pendekatan Ilmiah
Untuk Profesi
Kesehatan. Jakarta:
EGC.

Tandra. (2007). Segala


sesuatu yang harus
anda ketahui tentang
Diabetes. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka
Utama.
Tarigan, I. (2010). Turun
lima kilogram
enyahkan diabetes.
Diperoleh
padatanggal
17 April 2014 dari
http://www.media
indonesia.com/media hidup
sehat/indexphp/read.2
010/01/28/2070/4/Tu
run‐Lima‐Kilogram‐
Enyahkan‐Diabetes.

Tarwoto. (2012).
Keperawatan medikal
bedah gangguan
sistem endokrin.
Jakarta: CV Trans
Info Media.

Zahtamal, R. (2007).
Hubungan antara
umur dengan kejadian
DM Tipe 2 pada
pasien yang dirawat
di RSUD Arifin
Achmad Provinsi
Riau. Tidak
dipublikasikan.

Zhaolan et al. (2010).


Prevalence of cronic
complication of type
2 diabetes mellitus
outpatients: a cross
sectional hospital
based survey in
urban china. health
and quality of life
outcomes, 8(1), 62-
67.
Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada Penderita Diabetes
Mellitus

Ian Huang1
1
Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan, Tangerang, Indonesia

ABSTRACT
Loss of consciousness (LOC) is a clinical presentation of patients with diabetes mellitus (DM) in
emergency department which is caused by complications of the disease. Diabetic ketoacidosis,
hyperosmolar hyperglycemic state, lactic acidosis, uremic encephalopathy, and hypoglycemia are the
several main causes of LOC in patients with DM. The comprehension of pathophysiology of LOC in
patients with DM will be helpful in making accurate diagnosis. History taking, physical examination,
and laboratory tests are essential in diagnosing that particular condition.
Key Words: loss of consciousness, diabetes mellitus, hyperglycemic crisis, hypoglycemia

ABSTRAK
Penurunan kesadaran adalah presentasi klinis penderita diabetes mellitus (DM) yang dapat ditemukan di
unit gawat darurat karena komplikasi dari penyakit tersebut. Terdapat beberapa penyebab penurunan
kesadaran dari kondisi tersebut, antara lain ketoasidosis diabetikum (KAD), status hiperosmolar
hiperglikemi (SHH), asidosis laktat, uremik ensefalopati, dan hipoglikemia. Pemahaman akan
patofisiologi terjadinya penurunan kesadaran pada penderita DM akan menolong penegakkan diagnosis
yang akurat. Anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang mutlak dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis yang akurat dalam keadaan penurunan kesadaran pada penderita diabetes
mellitus.
Kata kunci: penurunan kesadaran, diabetes mellitus, krisis hiperglikemia, hipoglikemia

pISSN: 1978-3094 ● Medicinus.2016;5(2):48-57

PENDAHULUAN disease (PAD), dan cerebrovascular disease


(stroke), dan komplikasi mikrovaskular yaitu
Prevalensi diabetes mellitus (DM) di dunia diabetik nefropati, neuropati, dan retinopati.
dalam 2 dekade belakangan ini meningkat secara Penurunan kesadaran adalah presentasi klinis
dramatis dari 30 juta kasus di 1985 menjadi 285
juta di 2010,1 dan Indonesia merupakan penderita DM yang dapat ditemukan di unit
termasuk dalam peringkat 10 besar negara gawat darurat karena komplikasi dari DM,
dengan penderita DM terbanyak.2 Diabetes terutama komplikasi akut. Krisis hiperglikemik
Mellitus adalah suatu penyakit kronik yang yaitu KAD, SHH, dan asidosis laktat maupun
membutuhkan pelayanan kesehatan hipoglikemik merupakan kondisi gawat darurat
berkelanjutan, dukungan, dan edukasi pasien
mengenai penyakit maupun pengobatan yang yang mengancam jiwa. Hipoglikemi lebih umum
harus dilaksanakan untuk mencegah komplikasi- terjadi dan hipoglikemi berat merupakan 3%
komplikasi akut, antara lain ketoasidosis penyebab kematian pada pasien insulin-
diabetikum (KAD), status hiperosmolar dependent DM.8,9
hiperglikemik (SHH), asidosis laktat dan
hipoglikemi, dan menurunkan resiko terjadinya Di Amerika Serikat, KAD merupakan penyebab
komplikasi jangka panjang, yaitu komplikasi lebih dari 110.000 pasien rawat inap per tahun
makrovaskular yaitu coronary artery disease dengan tingkat mortalitas dari 2%- 10% 9 dan
(CAD), peripheral vascular dua-pertiga pasien dengan KAD memiliki DM
tipe 1 dan 34% tipe 2.10 SHH lebih jarang
-----------------------------------------------------------------------------
Corresponsing Author:
terjadi (angka kejadian SHH
Ian Huang ( ) <1%)10, namun tingkat mortalitasnya lebih tinggi
Faculty of Medicine Universitas Pelita Harapan yaitu 5-20%.9 Angka mortalitas KAD di RS Dr.
Jl. Boulevard Jend.Sudirman, Lippo Karawaci, Tangerang, Cipto Mangunkusumo dari tahun ke tahun
Indonesia. Tel: +62-21-54210130; Fax: +62-21-54210133; tampaknya belum ada perbaikan, yaitu
Email: ianhuang2108@gmail.com
bervariasi dari 15%-51%.11 Di samping KAD

48 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


MEDICINUS Vol. 5 No. 2 Februari 2016 – Mei 2016

dan SHH, asidosis laktat yang terasosiasi dengan 4. Jika keluhan klasik hiperglikemia
penggunaan metformin (Metformin- associated / (poliuria, polydipsia, polifagia, dan
MALA) memiliki tingkat mortalitas yang tidak penurunan berat badan yang tidak dapat
kalah tinggi, yaitu 30%.12 Selain komplikasi dijelaskan sebabnya) atau gejala krisis
akut, komplikasi jangka panjang yang berujung hiperglikemik ditemukan, maka
pada uremic encephalopathy karena diabetik pemeriksaan glukosa sewaktu >200 mg/dL
nefropati merupakan diagnosis banding dari sudah cukup untuk menegakkan diagnosis
penurunan kesadaran pada penderita DM. DM.
Pengetahuan akan patofisiologi mendukung Penurunan kesadaran adalah suatu keadaan
penegakkan diagnosis yang akurat, dan berujung dimana terjadi penurunan kepekaan atau tidak
pada tatalaksana yang spesifik dalam kondisi memiliki kepekaan terhadap diri sendiri,
kegawatdaruratan ini. Terdorong oleh latar lingkungan, kebutuhannya, dan tingkat respon
belakang tersebut, artikel ini akan berusaha terhadap stimulasi eksternal dan internal.13,14
menjelaskan mengenai patofisiologi dan Penyebab gangguan kesadaran secara garis besar
diagnosis pada keadaan ketoasidosis diabetikum dibagi menjadi dua, yaitu oleh karena kelainan
(KAD), status hiperosmolar hiperglikemi otak atau struktural (intrakranial) dan non-
(SHH), asidosis laktat, hipoglikemi, dan uremik struktural atau sistemik (ekstrakranial). 15
ensefalopati. Kelainan sistemik terdiri dari gangguan
metabolisme, toksik, radang, gangguan elektrolit
DEFINISI atau asam basa, dan gangguan regulasi suhu. 13
Menurut American Diabetes Association (ADA), Penurunan kesadaran yang terjadi pada penderita
DM merupakan suatu kelompok penyakit DM terjadi karena gangguan metabolisme yang
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia menyebabkan hipoglikemia, KAD, SHH,
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, asidosis laktat, dan uremik ensefalopati.
kerja insulin, atau kedua- duanya. Adapun Penilaian tingkat kesadaran dapat
klasifikasi DM menurut ADA, antara lain DM dikelompokkan menjadi dua, antara lain
tipe 1 (destruksi sel beta, biasanya sampai penilaian secara kualitatif dan kuantitatif. 14
kepada defisiensi insulin yang absolut), DM tipe Penilaian tingkat kesadaran secara kualitatif
2 (biasanya berawal dari resistensi insulin yang dibagi menjadi compos mentis, apatis,
predominan dengan defisiensi insulin relatif somnolen, sopor, dan koma, sedangkan Glasgow
menuju ke defek sekresi insulin yang Coma Scale (GCS) merupakan penilaian tingkat
predominan dengan resistensi insulin), DM kesadaran secara kuantitatif.
gestasional (DM yang terdiagnosis pada
kehamilan trimester kedua atau ketiga tanpa PATOFISIOLOGI
riwayat DM sebelumnya), dan DM tipe spesifik Pengetahuan mengenai homeostasis glukosa
lainnya akibat penyebab lain, seperti sindrom darah, patofisiologi terjadinya DM dan
diabetes monogenik (diabetes pada neonatus, komplikasi-komplikasi akut yang
maturity-onset diabetes of the young atau presentasinya berupa penurunan kesadaran
MODY), penyakit eksokrin pankreas (seperti (KAD, SHH, asidosis laktat, hipoglikemi, dan
cystic fibrosis), diabetes akibat pengaruh obat uremik ensefalopati) mutlak harus dimengerti
(seperti pada penggunaan glukokortikoid). agar dapat mendiagnosis dan memberikan
Diagnosis DM menurut Standards of Medical penanganan yang efektif.
Care in Diabetes – 2016 yang dikeluarkan oleh
ADA, antara lain:3 Homeostasis glukosa darah
Homeostasis glukosa di dalam darah diatur
1. HbA1C ≥6,5% (harus dilakukan dengan secara utama oleh kuantitas relatif kedua hormon
sarana laboratorium yang telah yang dikeluarkan oleh endokrin pankreas, yaitu
terstandarisasi dengan baik). insulin dan glukagon. Kelainan pada regulasi
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 kedua hormon ini menyebabkan hiperglikemi
mg/dL. pada DM. Pada kondisi normal, ketika kadar
3. Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO glukosa plasma meninggi, kerja insulin
≥200 mg/dL. Tes ini harus dilakukan mendominasi, termasuk supresi sekresi glukagon
sesuai standar WHO, menggunakan beban oleh insulin. Kerja insulin meliputi glikogenesis
glukosa yang setara dengan 75 g glukosa (liver dan otot), glucose uptake (otot), sintesis
anhidrus yang dilarutkan ke dalam air. protein (otot), dan fat storage pada jaringan
adiposa. Di sisi lain, ketika kadar glukosa
plasma menurun, kadar plasma insulin akan
tersupresi dan efek dari glukagon mendominasi
(meningkatkan glukoneogenesis
di liver dan pembentukan badan keton). Dalam
keadaan insulin yang tersupresi, pengambilan Hal yang menjadi dasar utama patogenesis dari
glukosa di otot akan menurun, protein otot akan KAD dan SHH adalah defisit insulin efektif
dikatabolisme, dan terjadi lipolisis pada jaringan dalam darah yang diikuti dengan peningkatan
adiposa. Oleh karena itu, pada keadaan hormon kontra insulin, seperti glukagon,
insulinopeni kadar glukosa di dalam darah tidak katekolamin, kortisol, dan growth hormone
dapat diturunkan dan kerja glukagon (Gambar 1).10 Hiperglikemia terjadi karena
mendominasi sehingga kadar glukosa tereus- peningkatan gluconeogenesis, glikogenolisis,
menerus akan semakin tinggi.16 dan hambatan glucose uptake pada jaringan
perifer (Lihat gambar 4).18,19 Pada KAD,
Diabetes Mellitus kombinasi dari defisiensi insulin dan
Pada penderita DM terjadi kondisi hiperglikemia peningkatan dari hormon kontra insulin
yang disebabkan oleh defisit absolut atau relatif menyebabkan pelepasan asam lemak bebas dari
dari insulin dan dapat terasosiasi dengan defek jaringan adiposa (lipolisis) ke aliran darah dan
kerja insulin (insulin resistance).17 Menurut oksidasi asam lemak di liver menjadi badan
klasifikasinya, DM terbagi menjadi tipe 1, tipe keton (β-hydroxybutyrate dan acetoacetate),18
2, dan tipe spesifik lain. Pada DM tipe 1 defisit sehingga mengakibatkan ketonemia dan asidosis
insulin absolut terjadi akibat dari destruksi sel metabolik.10 Patogenesis SHH masih belum
beta pankreas yang umumnya dikarenakan terlalu jelas bila dibandingkan dengan KAD,
proses autoimun, sedangkan pada DM tipe 2 namun tingkat dehidrasi yang lebih tinggi
terjadi defisit insulin relatif sampai absolut (karena diuresis osmotik) dan perbedaan
akibat dari disfungsi sel beta pankreas yang ketersediaan insulin membedakan kondisi SHH
umumnya berhubungan dengan resistensi dengan KAD.20 Walaupun defisiensi insulin
insulin. Etiologi disfungsi sel beta dan resistensi relatif ditemukan pada SHH, jumlah sekresi
insulin pada penderita DM tipe 2 masih insulin relatif lebih banyak bila dibandingkan
kontroversial, namun teori penyebab resistensi dengan KAD, dimana kadar insulin tidak
insulin diduga berhubungan dengan genetik, bermakna.10 Kadar insulin pada SHH tidak
physical inactivity, dan obesitas. adekuat untuk memfasilitasi glucose uptake pada
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) dan Status jaringan yang sensitif terhadap insulin, tetapi
Hiperosmolar Hiperglikemi (SHH) adekuat untuk mencegah terjadinya lipolisis dan
ketogenesis.18

Gambar 1. Patogenesis KAD dan SHH


(Sumber: Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN. Hyperglycemic crises in adult patients
with diabetes. Diabetes Care 2009;32:1335–1343)

Asidosis laktat berasal dari eritrosit, otot skeletal, kulit, dan


Asidosis laktat merupakan keadaan dimana otak.21 Konversi asam laktat menjadi glukosa
terjadi akumulasi dari asam laktat di dalam dan oksidasinya secara utama terjadi di liver,
darah yang menyebabkan keadaan asidosis. tetapi ekskresinya juga dilakukan oleh ginjal.
Secara fisiologis, sumber utama asam laktat Produksi berlebih dari asam laktat (hipoksia

50 UNIVERSITAS PELITA HARAPAN


jaringan), gangguan eksreksi (gagal liver atau mempengaruhi sekresi insulin sehingga tidak
ginjal) atau keduanya (kegagalan sirkulasi) dapat menyebabkan keadaan hipoglikemi.9,17
menyebabkan akumulasi dari asam laktat. 22
Asidosis laktat tidak jarang terjadi pada pasien Uremik ensefalopati
gagal jantung, gagal nafas atau liver, septicemia, Diabetic nefropati merupakan penyebab utama
atau infark usus atau ekstremitas. 22 Pasien DM dari gagal ginjal kronik (Chronic Kidney
dalam pengobatan biguanide (metformin dan Disease / CKD) di Amerika Serikat.7 Diabetik
phenformin) dapat terjadi asidosis laktat. nefropati terjadi akibat interaksi dari faktor
Biguanides diketahui menyebabkan penurunan hemodinamik dan metabolik.26 Faktor
pH intrasel.23 Penurunan ini menyebabkan hemodinamik yang berkontribusi, antara lain
penurunan utilisasi asam laktat dengan peningkatan tekanan sistemik dan
mengurangi masukan laktat ke liver, dan intraglomerular, juga aktivasi jalur hormon
menghambat gluconeogenesis dari alanine, vasoaktif termasuk diantaranya sistem renin
piruvat, dan laktat dengan cara mengurangi angiotensin dan endothelin.26 Selain jalur
aktivitas piruvat karboksilase liver.23,24 hemodinamik, stres oksifatif, formasi polyol
Peningkatan metabolisme ginjal, dan akumulasi dari advanced glycation
anaerobik hepatosit juga meningkatkan produksi end products (AGEs) merupakan jalur metabolik
asam laktat dan nantinya menyebabkan masukan yang juga berperan dalam patogenesis diabetik
laktat ke liver berkurang. Biguanide juga nefropati. Kedua jalur ini akan menuju pada
memiliki efek inotropik negatif pada otot peningkatan permeabilitas albumin di ginjal dan
jantung yang menyebabkan curah jantung akumulasi extracellular matrix sehingga terjadi
berkurang sehingga pembersihan laktat di liver proteinuria, glomerulosklerosis, dan akhirnya
juga semakin terhambat.23 fibrosis tubulointerstisial.26 Uremik Ensefalopati
Tingkat insiden asidosis laktat karena metformin terjadi pada pasien dengan gagal ginjal akut
yaitu 1-5 kasus per 100000 pasien tahun.23 maupun kronik, terutama bila creatinine
Sembilan puluh persen metformin yang clearance (CrCl) berada di bawah 15 ml/menit.27
terabsorbsi tubuh akan diekskresikan oleh ginjal
dalam keadaan utuh, oleh karena itu fungsi Penurunan kesadaran dan diabetes mellitus
ginjal yang menentukan clearance metformin Penyebab dari penurunan kesadaran pada
dari tubuh.22 Penggunaan metformin penderita DM, antara lain hipoglikemi, asidosis
dikontraindikasikan pada pasien dengan serum (KAD dan asidosis laktat), hiperosmolaritas
kreatinine ≥1,5 mg/dL (pria) dan ≥1,4 mg/dL (SHH), dan uremik ensefalopati (uremia karena
(wanita), gagal jantung, gagal liver, atau berusia gagal ginjal yang disebabkan oleh diabetik
lebih dari 80 tahun.23 nefropati). Hipoglikemia menyebabkan edema
selular, sedangkan hiperosmolaritas
Hipoglikemia menyebabkan sel mengkerut. Kedua kondisi sel
Reaksi hipoglikemik merupakan komplikasi ini menyebabkan penurunan eksitabilitas sel- sel
yang paling sering terjadi pada penderita DM saraf yang menyebabkan penurunan kesadaran.
dengan pengobatan insulin atau obat antidiabetes Selain dua kondisi tersebut, asidosis juga
oral.9,17,25 Hipoglikemia dapat terjadi karena mempengaruhi eksitabilitas sel yang dapat
keterlambatan makan, kegiatan jasmani berlanjut pada penurunan kesadaran.28
berlebihan tanpa suplemen kalori, atau Patogenesis uremik ensefalopati menyebabkan
peningkatan dosis insulin.17 Selain itu, kondisi penurunan kesadaran masih belum jelas, namun
ini dapat terjadi pada pasien yang diduga berhubungan dengan akumulasi zat-zat
mengkonsumsi obat hipoglikemik oral yang neurotoksik di dalam darah.
menstimulasi sel beta pankreas (sulfonylurea,
meglitinide, d-phenilalanine analog), terutama MANIFESTASI KLINIS dan DIAGNOSIS
bila pasien geriatrik, memiliki penyakit ginjal Ketoasidosis Diabetikum
atau liver, atau dalam pengobatan lain yang Ketoasidosis diabetikum dapat menjadi
mengganggu metabolisme sulfonylurea manifestasi pertama dari DM tipe 1 yang belum
(fenilbutazone, sulfonamide atau warfarin)17 terdiagnosis atau dapat terjadi akibat
Kondisi lebih sering terjadi dengan penggunaan peningkatan kebutuhan insulin pada penderita
sulfonilurea kerja lama.9 Penggunaan obat DM karena adanya faktor pencetus. 17 Gejala dan
antidiabetes oral seperti biguanide dan tanda fisik KAD biasanya terjadi secara
penghambat alpha-glukosidase tidak progresif dalam 24 jam.1 Mual dan muntah pada
KAD umum ditemukan dan biasanya
Status
Hiperosmolar
Hiperglikemi

Ketoasidosis
Diabetikum
Hipoglikemia
Hiperosmolaritas

Asidosis Laktat

Asidosis Sel mengkerut Edema selular

Uremik Encefalopati
Penurunan
eksitabilitas

Penurunan
Kesadaran

Gambar 2. Patofisiologi penurunan kesadaran pada penderita DM

prominen. Keberadaan gejala tersebut menuntut KAD dikarakterisasikan dengan adanya


pemeriksaan laboratorium untuk KAD. Nyeri hiperglikemi, ketosis, dan asidosis metabolik
difus abdomen yang berat dapat terjadi dan (peningkatan anion gap) bersamaan dengan
menyerupai pankreatitis akut atau ruptur viskus. gangguan metabolik sekunder lainnya.
Penyebab nyeri belum diketahui secara jelas, Walaupun hiperglikemia merupakan kunci
namun dehidrasi pada jaringan otot, utama diagnosis KAD, sekitar 10% KAD
keterlambatan pengosongan gaster dan ileus merupakan “euglycemic DKA” – kadar glukosa
yang disebabkan oleh gangguan eletrolit dan ≤250 mg/dl.10 Hal tersebut dapat terjadi akibat
asidosis metabolik diduga merupakan penyebab kombinasi dari beberapa faktor, antara lain
nyeri abdomen tersebut. Perhatian perlu injeksi insulin sebelum datang ke rumah sakit,
diberikan kepada pasien yang mengeluh nyeri restriksi makan sebelumnya, dan inhibisi dari
abdomen waktu kedatangannya karena gejala gluconeogenesis.10 Serum bikarbonat sering
tersebut dapat merupakan akibat dari KAD atau berada < 10 mmol/L dan jarak pH antara 6,8 dan
faktor pencetus KAD, terutama pada pasien 7,3 tergantung tingkat keparahan asidosis.
muda atau pada keadaan absen dari asidosis Penilaian ketonemia biasanya dilakukan dengan
metabolik.10 reaksi nitroprusside yang menyediakan estimasi
Evaluasi lebih lanjut perlu dilakukan bila semikuantitatif dari tingkat asetoasetat dan
keluhan nyeri abdomen tidak membaik setelah aseton. Walaupun tes ini (baik di urine maupun
dehidrasi dan asidosis metabolik dikoreksi. di serum) sangat sensitif, pemeriksaan ini dapat
Adanya hiperglikemia menyebabkan glukosuria, salah memperkirakan tingkat keparahan asidosis
defisit cairan, dan takikardia. Hipotensi dapat karena tidak dapat mendeteksi keberadaan β-
terjadi akibat defisit cairan dan vasodilatasi hidroksibutirat, produk metabolisme utama dari
pembuluh darah perifer. Penurunan kesadaran ketoasidosis.18,20 Akumulasi dari ketoacids
dapat terjadi secara progresif sampai keadaan menyebabkan increased anion gap metabolic
koma pada KAD berat. Pada pemeriksaan fisik, acidosis. Penghitungan anion gap dilakukan
penurunan kesadaran dengan tanda-tanda dengan rumus: [Na – (Cl + HCO 3)]. Anion gap
dehidrasi disertai pernafasan cepat-dalam
normal bernilai antara 7 dan 9 meq/L dan anion
(Kussmaul) dan bau pernafasan aseton
gap > 10-12 meq/L mengindikasikan increased
mengarahkan diagnosis pada KAD.29
anion gap metabolic acidosis.20 Serum
potassium dapat meningkat karena keluarnya penurunan berat badan, dan oral intake yang
potassium ke ekstraselular karena defisiensi kurang dalam beberapa minggu dan berujung
insulin, hipertonisitas, dan asidemia. 19 Pasien pada penurunan kesadaran.1 Riwayat kurangnya
dengan konsentrasi serum potassium yang asupan cairan, baik karena kurangnya rasa haus
normal-rendah atau rendah saat admisi memiliki ataupun kurangnya akses terhadap cairan karena
kekurangan total potassium tubuh yang berat terbaring di tempat tidur, merupakan fitur
dan membutuhkan perhatian lebih pada fungsi riwayat yang tidak jarang ditemukan pada pasien
jantung dan terapi penggantian potassium karena SHH.29 Pada pemeriksaan fisik ditemukan
penatalaksanaan KAD akan menyebabkan dehidrasi berat (lebih berat daripada KAD),
penurunan potassium yang berlanjut pada hipotensi, takikardi, dan penurunan kesadaran
disritmia jantung.10 tanpa adanya pernafasan Kussmaul.1,29 Selain itu,
Total simpanan natrium, klorida, fosfor, dan tanda adanya gangguan neurologis fokal
magnesium tubuh berkurang pada KAD namun (hemianopia dan hemiparesis) dan kejang
tidak secara akurat terdeteksi di serum karena (generalized atau focal) dapat ditemukan pada
dehidrasi dan hiperglikemi. Peningkatan blood SHH.20 Gejala-gejala karakteristik KAD seperti
urea nitrogen (BUN) dan serum kreatinin mual, muntah, nyeri abdomen, dan pernafasan
merefleksikan defisit volume cairan Kussmaul tidak ditemukan pada pasien SHH. 1
intravaskular. Keberadaan asetoasetat dapat Mirip dengan KAD, SHH juga sering dicetuskan
menyebabkan peningkatan palsu dari oleh faktor pencetus seperti infark miokard,
penghitungan serum kreatinin. Leukositosis, stroke, sepsis, pneumonia, dan pencetus lainnya.
hipertrigliseridemia, dan hiperlipoproteinemia Hiperglikemia dan dehidrasi berat disertai
umum ditemukan. Leukositosis dengan jumlah penurunan kesadaran dengan tidak adanya
10.000-15.000/mm3 umum ditemukan pada asidosis yang bermakna merupakan karakteristik
KAD dan tidak mengindikasikan adanya proses dari SHH, yang presentasi klinisnya dengan
infeksi.10 Namun, leukositosis > 25.000 /mm3 ketosis yang lebih rendah dan hiperglikemia
dapat mengindikasikan infeksi dan memerlukan yang lebih berat dari KAD. Hiperglikemia
evaluasi lebih lanjut.19 Pada keadaan berjarak diantara 800 mg/dL dan 2400 mg/dL,
ketoasidosis, leukositosis terjadi karena stres dan hiperosmolalitas >350 mOsm/L, dan azotemia
kemungkinan memiliki korelasi dengan prerenal merupakan fitur karakteristik SHH. 1,29
peningkatan kortisol dan norepinefrin.10 Kontras dengan pasien KAD, hampir seluruh
Tingkat keparahan DKA diklasifikasikan pasien dengan SHH memiliki pH darah saat
menjadi ringan, sedang, atau berat berdasarkan presentasi awal > 7,30 dan kadar bikarbonat >
tingkat asidosis metabolik (pH darah, 18 mEq/L, dan ketonemia ringan. 20 Ketonuria
bikarbonat, dan keton) dan penurunan kesadaran sedang bila ditemukan disebabkan oleh
(Lihat Tabel 1). kelaparan (starvation).

Status Hiperosmolar Hiperglikemi Prototipikal


pasien dengan SHH adalah pasien geriatrik DM
tipe 2 dengan riwayat poliuria,

Tabel 1. Kriteria Diagnosis untuk Ketoasidosis Diabetikum dan Status Hiperosmolar Hiperglikemi

(Dikutip dari: Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN: Hyperglycemic crises in adult
patients with diabetes. Diabetes Care 2009;32:1335–1343)
Patofisiologi dan Diagnosis

Faktor Pencetus Ketoasidosis Diabetikum seharusnya.31 Kondisi tersebut didefinisikan


dan Status Hiperosmolar Hiperglikemi sebagai hypoglycemic unawareness, yaitu
Faktor yang paling umum mencetuskan terjadinya kegagalan saraf simpastis dalam meresponi
KAD dan SHH adalah infeksi.20,30 Faktor pencetus hipoglikemi.17 Gejala hipoglikemi dibagi menjadi
lainnya, antara lain diskontinuasi atau pengobatan dua kategori, antara lain gejala neurogenik
insulin yang inadekuat, pankreatitis, infark (autonomik) dan gejala neuroglikopenik.31 Gejala
miokard, stroke, dan obat.19 Selain itu, DM tipe 1 neurogenik (autonomik) terjadi karena penurunan
yang baru muncul atau diskontinuasi pengobatan kadar glukosa darah dan menyebabkan pasien
insulin pada pengobatan DM tipe 1 umumnya sadar bahwa ia sedang mengalami episode
menuju pada KAD. Pada pasien-pasien muda hipoglikemik.
dengan DM tipe 1, permasalahan psikologis yang Gejala ini diaktivasi oleh autonomic nervous
diperumit dengan gangguan makan berperan system (ANS) dan dimediasi oleh katekolamin
sebesar 20% pada timbulnya ketoasidosis (epinefrin dan norepinefrin) dari adrenal medulla
rekuren. Faktor yang dapat mendorong dan asetilkolin dari post-synaptic nerve
penghentian pengobatan insulin pada pasien endings.32,33 Gejala dan tanda neurogenik yang
muda, antara lain ketakutan akan peningkatan berhubungan dengan peningkatan epinefrin yaitu
berat badan, ketakutan akan hipoglikemi, gemetar, ansietas, tegang, palpitasi, diaphoresis,
pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat xerosis, pucat, dan dilasi pupil.31 Gejala yang
penyakit kronis. Pada hampir seluruh pasien dimediasi oleh asetilkolin, antara lain diaphoresis,
dengan SHH dicetuskan karena dehidrasi dan lapar, dan paraestesia.31 Gejala neuroglikopenik
pengeluaran hormon kontra insulin akibat dari terjadi karena otak kekurangan glukosa. 32 Gejala
intake cairan yang kurang pada pasien terbaring dan tanda neuroglikopenik biasanya disadari oleh
di tempat tidur dan gangguan respon haus pada keluarga atau teman pasien. Gejala yang termasuk
pasien geriatrik. antara lain gangguan mental dan penurunan
Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme kesadaran, iritabilitas, sulit berbicara, ataksia,
karbohidrat, seperti kortikosteroid, tiazid, agen paraestesia, sakit kepala, dan bila tidak ditangani,
simpatomimetik, dan pentamidin juga dapat kejang, koma, dan bahkan meninggal. 31 Gejala
mencetuskan KAD atau SHH.20 Sejumlah laporan neuroglikopenik juga termasuk defisit neurologic
kasus mengindikasikan obat antipsikotik fokal sementara (diplopia, hemiparesis).
konvensional ataupun atipikal dapat Diagnosis definit dari hipoglikemia
menyebabkan hiperglikemi, bahkan KAD atau membutuhkan pemenuhan dari trias Whipple:
SHH. gejala konsisten karena hipoglikemia, kadar gula
darah rendah, dan resolusi dari gejala bila gula
Asidosis Laktat darah dinormalkan.25
Presentasi klinis dari MALA tidak spesifik.
Pernafasan Kussmaul, mual, muntah, diare, nyeri Uremik Ensefalopati
abdomen, anoreksia, letargi, haus, dan penurunan Pasien dengan uremik ensefalopati datang dengan
kesadaran merupakan manifestasi klinis dari gejala bervariasi dari cephalgia, gangguan
keadaan asidosis laktat.22 Tanda dan gejala penglihatan, tremor, asterixis, myoclonus, chorea,
bahaya dari MALA yaitu hipotensi, gagal nafas, kejang sampai penurunan kesadaran. 34 Penurunan
aritmia, dan hipotermia.22,23 Pemeriksaan kesadaran merupakan gejala yang paling umum
penunjang untuk menegakkan diagnosis asidosis terjadi; berfluktuasi dari apatis sampai delirium
laktat yaitu serum laktat >4mg/dl, serum pH dan koma.35 Tingkat kesadaran merefleksikan
<7.35, dan peningkatan anion gap.23 tingkat keparahan dari ensefalopati, koma
merupakan tingkat terparah. Penurunan kesadaran
Hipoglikemi biasanya terasosiasi dengan kelemahan dan
Definisi hipoglikemi terbaru adalah kadar plasma gangguan motorik, seperti tremor, fasikulasi,
glukosa <70mg/dL.3 Gejala-gejala mioklonus, chorea, asterixis, atau kejang.35 Gejala
hipoglikemi biasanya muncul ketika kadar umum lainnya yaitu uremik polyneuropathy,
glukosa plasma <60 mg/dL.31 Episode pruritus yang seringkali menyebabkan lesi kulit,
hipoglikemia yang sering terjadi (sekali dalam dan restless leg syndrome. Manifestasi klinis ini
sehari) menyebabkan adaptasi otak terhadap berfluktuasi dari hari ke hari dan kadang dari jam
kadar glukosa dan gejala hipoglemia akan muncul ke jam.35
pada kadar yang lebih rendah dari
Peningkatan dari (BUN) dan serum
blood urea nitrogen kreatinin ditemukan
Patofisiologi dan Diagnosis
pada uremik
ensefalopati. penderita DM, 5.Livingood WC, Razaila L, Reuter E,
Ensefalopati uremik meliputi KAD, Filipowicz R, Butterfield RC, Lukens-Bull K,
adalah diagnosis SHH, asidosislaktat, et al. Using multiple sources of data to assess
eksklusi setelah dan uremik the prevalence of diabetes at the subcounty
etiologi struktural, ensefalopati. level, Duval County, Florida, 2007. Prev
vaskular, infeksi, Pemahaman akan Chronic Dis 2010;7(5):A108
toksik, dan patofisiologi
metabolik sudah di terjadinya 6.American Diabetes Association: Diagnosis
investigasi.36 komplikasi tersebut and classification of diabetes mellitus.
akan menolong Diabetes Care 2007; 30 (Suppl. 1):S42–S47
Ringkasan penegakkan
Prevalensi DM di diagnosis yang 7. Fowler MJ. Mikrovascular and Macrovascular
dunia kian akurat dan berujung Complications of Diabetes. Clin Diab 2008;
meningkat dan pada tatalaksana 26:2
Indonesia termasuk yang efektif.
dalam kategori 10 8.Brackenridge A, Wallbank H, Lawrenson RA,
besar negara dengan Acknowledgement Russell-Jones D. Emergency Management of
penderita DM - diabetes and hypoglycemia. Emerg Med J
terbanyak. 2006; 23:183-185.
Penurunan kesadaran Conflict of interest
adalah presentasi None 9.McNaughton CD, Wesley H, and Slovis C.
klinis yang dapat Diabetes in the Emergency Department: Acute
ditemukan akibat Care of Diabetes Patients. Clin Diab
komplikasi akut 2011;29:2
maupun kronis dari
penderita DM. 10. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM,
Beberapa penyebab Fisher JN: Hyperglycemic crises in adult
utama penurunan patients with diabetes. Diabetes Care 2009;
kesadaran pada 32:1335–1343.

11. Soewondo P. Ketoasidosis Diabetik. In:


DAFTAR PUSTAKA Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
1.Powers AC. Chapter 344. Diabetes Mellitus. Penyakit Dalam. Edisi kelima.
Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, InternaPublishing. 2009. Hal. 1906-1911
Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds.
Harrison's Principles of Internal Medicine.
18th ed. New York: McGraw- Hill; 2012.
Diakses dari:
http://www.accessmedicine.com/content.aspx
?aID=9141196.

2.Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King


H. Global Prevalence of Diabetes: Estimates
for the year 2000 and projections for 2030.
Diabetes care 2004; 27:1047-1053

3.American Diabetes Association. Standards of


Medical Care in Diabetes – 2016. Diabetes
Care 2016; 39(Suppl. 1):S13-S22

4.Cutis A, Lee W: Spatial patterns of diabetes


related health problems forvulnerable
populations in Los Angeles. Int J Health
Geogr 2010; 9:43
12. Peters N, Jay N, Barraud D, Cravoisy A, Nace L, Bollaert P, Gibbot S. Metformin-associated lactic
acidosis in an intensive care unit. Critical Care 2008; 12:R149

13. Lomen-Hoerth C, Messing RO. Nervous System Disorders. In: Mcphee SJ, Hammer GD.
Pathophysiology of Disease: An Introduction to Clinical Medicine. 6 th ed. 2010. McGraw-Hill.

14. Lumbantobing S.M. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental. Edisi XI. Jakarta:FKUI.
2008. Hal: 7-10

15. Simon RP, Greenberg DA, dan Aminoff MJ. 2009. Clinical Neurology, 7th Edition. USA: The
McGraw- Hill Companies, Inc.

16. Funk JL. Disorders of the Endocrine pancreas. In: Mcphee SJ, Hammer GD. Pathophysiology of
Disease: An Introduction to Clinical Medicine. 6th ed. 2010. McGraw-Hill.

17. German MS. Chapter 17. Pancreatic Hormones and Diabetes Mellitus. Dalam: Gardner DG,
Shoback D, eds.Greenspan’s Basic & Clinical Endocrinology. 9th ed. New York: McGraw-Hill;
2011. Diaksesdari: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=8407307.

18. Kitabchi AE, Fisher JN, Murphy MB, Rumbak MJ. Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic
hyperosmolar nonketotic state. In Joslin’s Diabetes Mellitus. 13th ed. Kahn CR, Weir GC, Eds.
Philadelphia, Lea & Febiger, 1994, p. 738-770

19. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Kreisberg RA. Hyperglycemic crises in adult patients
with diabetes. Diabetes Care 2006; 29:2739–2748

20. Kitabchi AE, Umpierrez GE, MurphyMB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malone JI, Wall BM.
Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Diabetes Care 2001; 24:131–153

21. van der Beek A, de Meijer PH, and Meinders AE. Lactic acidosis: pathophysiology, diagnosis and
treatment. Neth J Med 2001; 58:128-136

22. English P, Williams G. Hyperglycaemic crises and lactic acidosis in diabetes mellitus. Postgrad
Med J 2004; 80:253-261

23. Prikis M, Mesler EL, Hood VL, Weise WJ: When a friend can become an enemy! Recognition and
management of metformin-associated lactic acidosis. Kidney Int 2007, 72:1157-1160

24. Silvestre J, Carvalho S, Mendes V, Coelho L, Tapandihas C, Ferreira P, Povoa P, Ceia F.


Metformin- induced lactic acidosis: a case series. Journal of Medical Case Reports 2007; 1:126

25. Cryer PE, Davis SN. Chapter 345. Hypoglycemia. Dalam: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL,
Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, eds. Harrison's Principles of Internal Medicine. 18th ed. New
York: McGraw-Hill; 2012. Diakses dari: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?
aID=9141631.

26.Arya A, Aggarwal S, Yadav HN. Pathogenesis of Diabetic


Nephropathy. Int J Pharm Pharm Sci, Vol 2, Suppl 4, 24•9
27. Brouns R, De Deyn PP. Neurological complications in renal failure: a review. Clin Neurol Neurosurg
2004; 107(1):1-16.

28. Silbenagl S, Lang F. Consciousness. In: Silbenagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology.
Thieme. Stuttgart, Germany. 2000: p. 342-343
29. Masharani U. Chapter 27. Diabetes Mellitus & Hypoglycemia. Dalam: McPhee SJ, Papadakis MA,
Rabow MW, eds. CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 2012. New York: McGraw-Hill; 2012.
Diakses dari: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=15524.

30. National Center for Health Statistics. National hospital discharge and ambu-latory surgery data
[article online]. Diakses dari: http://www.cdc.gov/nchs/about/major/hdasd/nhds.htm.

31. Briscoe VJ, Davis SN. Hypoglycemia in Type 1 and Type 2 Diabetes: Physiology,
Pathophysiology, and Management. Clin Diab 2006; 24:3

32. Cryer PE, Davis SN, Shamoon H: Hypoglycemia in diabetes. Diabetes Care 2006:1902–1912, 2003

33. Zammitt NN, Frier BM: Hypoglycemia in type 2 diabetes. Diabetes Care 2005;28:2948–2961

34. Brouns R, De Deyn PP. Neurological complications in renal failure: a review. Clin
Neurol Neurosurg 2004;107:1-16.

35. Annemie Van Dijck, Wendy Van Daele and Peter Paul De Deyn. Chapter 2. Uremic
Encephalopathy. In: Tanasescu R. Miscellanea on Encephalopathies - A Second Look. InTech,
2012.p.24-37. Available from: http://www.intechopen.com/books/miscellanea-on-encephalopathies-
a-second- look/uremicencephalopathy

36. Jalili M. Chapter 219. Type 2 Diabetes Mellitus. In: Tintinalli JE, Stapczynski JS, Cline DM, Ma
OJ, Cydulka RK, Meckler GD, eds. Tintinalli's Emergency Medicine: A Comprehensive Study Guide.
7th ed. New York: McGraw-Hill; 2011.
Diakses dari: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=6379881.
Pentingnya Vaksinasi COVID-19 bagi Pengidap Diabetes

Penting bagi orang dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2 untuk menerima  vaksinasi COVID-19. Hal
ini karena mereka berisiko lebih tinggi terkena penyakit parah dan kematian akibat virus corona
baru, seperti yang dicatat oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 

Robert Gabbay, MD., Ph.D., kepala ilmu pengetahuan dan petugas medis untuk American Diabetes
Association (ADA) di Arlington, Virginia, mengungkapkan bahwa yang paling penting adalah
orang dengan diabetes mendapatkan vaksinasi segera setelah tersedia untuk mereka. 

Hal ini menimbang adanya risiko gejala berat dan komplikasi serius ketika pengidap diabetes
terinfeksi COVID-19. Di awal pandemi, sebuah studi dari CDC, yang diterbitkan di Morbidity and
Mortality Weekly Report, menemukan bahwa sekitar setengah dari orang yang meninggal karena
COVID-19 di bawah usia 65 tahun mengidap diabetes. 

Efek perlindungan dari vaksinasi COVID-19 penting bagi pengidap diabetes yang berisiko tinggi
terkena infeksi parah dan mematikan dari COVID-19, kata Gregory Justin Gregory, MD., asisten
profesor pediatri di Rumah Sakit Anak Vanderbilt di Nashville, Tennessee. 

Studi yang diterbitkan pada Desember 2020 di jurnal Diabetes Care  menunjukkan bahwa orang
dengan diabetes tipe 1 atau tipe 2, memiliki risiko 3 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit atau
mengalami penyakit COVID-19 yang parah dibandingkan dengan orang tanpa diabetes. 

Jarang Ada Efek Samping Serius setelah Divaksin

Vaksinasi COVID-19 adalah salah satu cara terbaik untuk melindungi pengidap diabetes dari
infeksi virus corona. CDC menyatakan bahwa vaksin COVID-19 direkomendasikan dan aman bagi
kebanyakan pengidap diabetes, atau yang memiliki penyakit kronis lainnya.

Berbagai jenis vaksin yang kini digunakan pun semuanya aman, karena telah melalui uji klinis dan
penelitian untuk memastikan keamanannya. Dibanding risiko gejala berat dan komplikasi bila
terinfeksi COVID-19, efek samping ringan yang muncul setelah vaksinasi tentu bukan hal besar. 

Efek samping paling umum yang sering dialami pengidap diabetes setelah vaksinasi COVID-19 tak
jauh berbeda dengan kebanyakan orang, seperti:

 Nyeri, bengkak, dan kemerahan di area kulit yang disuntik.


 Kelelahan.
 Sakit kepala.
 Kedinginan/meriang.
Referensi:
WHO. Diakses pada 2021. Diabetes & COVID-19.
CDC. Diakses pada 2021. Possible Side Effects After Getting a COVID-19 Vaccine.
CDC – Morbidity and Mortality Weekly Report. Diakses pada 2021. Characteristics of Persons
Who Died with COVID-19 — United States, February 12–May 18, 2020.
Diabetes Care. Diakses pada 2021. COVID-19 Severity Is Tripled in the Diabetes Community: A
Prospective Analysis of the Pandemic’s Impact in Type 1 and Type 2 Diabetes.
Everyday Health. Diakses pada 2021. 8 Things People With Diabetes Must Know About the
COVID-19 Vaccines.

Banjarmasin, November 2021


Preseptor Akademik

(Zaqqyyah Huzaifah, Ns., M.Kep)

Anda mungkin juga menyukai