Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH AGAMA

KEIMANAN DAN KETAQWAAN KEPADA TUHAN YANG MAHA ESA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama
Dosen Pengampu: Dr. Muhammad Mochtarom, S. Ag., M.Si

Disusun Oleh:
Kelompok 1
1. Friztangga Ramadhani Putri P27220021070
2. Natasa Yohan Maharani P27220021081
3. Reza Alfiany P27220021088
4. Wanda Dwi Sin Giar P27220021096

1BD3
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Manusia dalam menjalani kehidupan selalu berinteraksi dengan manusia lain atau
melakukan interaksi sosial. Dalam melakukan interaksi sosial manusia harus memiliki akhlak
yang baik agar dalam proses interaksi tidak mengalami hambatan atau masalah dengan
manusia lain. Proses pembentukan akhlak sangat berperan dengan masalah keimanan dan
ketaqwaan seseorang. Keimanan dan ketaqwaan seseorang berbanding lurus dengan akhlak
seseorang atau dengan kata lain semakin baik keimanan dan ketaqwaan seseorang maka
semakin baik pula akhlak seseorang, hal ini karena keimanan dan ketaqwaan adalah modal
yang paling utama dimiliki manusia sejak ia lahir dan melekat pada dirinya.
Saat ini keimanan dan ketaqwaan telah dianggap anggap sebagai hal yang biasa, oleh
masyarakat umum, bahkan ada yang tidak mengetahui sama sekali arti dari keimanan dan
ketaqwaan itu, hal ini manusia selalu menganggap remeh tentang itu dan mengartikan
keimanan dan ketaqwaan hanya sebagai arti bahasa, tidak mencari makna sebenarnya dari arti
bahasa itu dan membiarkan hal tersebut berjalan begitu saja.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian keimanan?
2. Bagaimana proses terbentunya iman?
3. Bagaimna tanda-tanda orang beriman?
4. Apa saja yang merusak iman?
5. Pengertian Ketaqwaan?
6. kolerasi anatara keimanan dan ketaqwaan?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian
2. Memaparkan wujud iman
3. Menjelaskan terbentuknya iman
4. Menjelaskan pengertian taqwa
5. Menjelaskan kolerasi antara iman dan taqwa
6. Hal apa saja yang merusak iman
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. KEIMANAN
2.1.1. Pengertian Keimanan
Keimanan diambil dari kata iman yang secara bahasa diartikan percaya. Namun,
setelah mendapat imbuhan ke-an maka kata tersebut bisa diartikan menjadi suatu nilai religius
yang dimiliki oleh setiap muslim untuk cenderung melakukan segala hal sesuai dengan aturan
yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya serta mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga kehidupan yang dijalaninya teratur sedemikian rupa. Dari definisi di atas tentunya
kita bisa melihat syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap individu yang mengharapkan
keimanan tersebut. Syarat itu tiada lain adalah keadaa muslim. Setiap mu’min (orang yang
memiliki keimanan bagus) pasti seorang muslim juga, tetapi pernyataan tersebut tidak
sebaliknya. Hubungan antara dua keadaan (mu’min dan muslim) tersebut bisa disebut Nisbat
‘Umum Khusus Muthlaq.
Keimanan yang dimiliki oleh tiap-tiap individu manusia di alam dunia ini berbeda-
beda. Bahkan dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa meningkat
dan berkurang. Keimanan yang dimiliki oleh setiap individu manusia di alam dunia ini
berbeda-beda. Bahkan dalam suatu Hadits disebutkan bahwa keimanan seseorang itu bisa
meningkat dan berkurang. kita bisa menemukan bahwa keimanan adalah suatu hal yang
mutlak. Mutlak disini diartikan sebagai keadaan “ya” atau “tidak”. Dalam istilah dunia Elektro
biasa diartikan keadaan “1” atau “0”. Oleh karena itu, apabila seseorang muslim berkurang
keimanannya maka ia jatuh kafir (na’udzubillahimindzaalik) dan untuk menjaga keimanan
tersebut maka ia dianjurkan untuk tetap menjaga keimanannya pada batas tertentu.
“Tasdikun Bil Qolbi Wa Qaulu Bil Lisan Wa Amalu Bil Arkan”
Ø Tasdikun Bil Qolbi (menyakini dalam hati)
Ø Qaulu Bil Lisan ( diucapkan dengan lisan/perkataan)
Ø Amalu Bil Arkan (diwujudkan dengan perbuatan)
2.1.2. Wujud Iman
Akidah Islam dalam al-Qur’an disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya,
melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu yang dilakukan seorang muslim
yang disebut amal saleh. Seseorang dinyatakan iman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,
melainkan kepercayaan itu mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai
dengan keyakinan. Karena itu iman bukan hanya dipercayai atau diucapkan, melainkan
menyatu secara utuh dalam diri seseorang yang dibuktikan dalam perbuatannya.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam agama Islam. Ia merupakan
keyakinan yang menjadi dasar dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang
sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada akidahnya. Apabila ia berakidah Islam,
maka segala sesuatu yang dilakukannya akan bernilai sebagai amaliah seorang muslim atau
amal saleh. Apabila tidak beraqidah, maka segala amalnya tidak memiliki arti apa-apa,
kendatipun perbuatan yang dilakukan bernilai dalam pendengaran manusia.
Akidah Islam atau iman mengikat seorang muslim, sehingga ia terikat dengan
segala aturan hukum yang datang dari Islam. Oleh karena itu menjadi seorang muslim berarti
meyakini dan melaksanakan segala sesuatu yang diatur dalam ajaran Islam. Seluruh hidupnya
didasarkan pada ajaran Islam.
2.1.3. Proses Terbentuknya Iman
Imam mulai membentuk dan berproses sejak janin masih berada dalam rahim sang
ibu. Apa yang di makan ibu, sikap hidup dan psikologis serta aktivitas kedua orang tuanya
akan mempengaruhi perkembangan keimanan seorang anak. Benih iman yang dibawa sejak
dalam kandungan memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih yang unggul
apabila tidak disertai pemeliharaan yang intensif, besar kemungkinan menjadi punah.
Demikian pula halnya dengan benih iman.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik yang
disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang. Tingkah laku
orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak.
Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan diharapkan
anak berperilaku baik, apabila orang tuanya selalu melakukan perbuatan yang tercela. Dalam
hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa fitrah. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak mengenal
ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka ajaran
Allah harus diperkenalkan sejak dini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu dari tingkat
verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi mukmin, jika kepada
mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an. Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan
juga perlu diperhatikan, karena tanpa pembiasaan, seseorang bisa saja semula benci berubah
menjadi senang. Seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan
Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, secara metodologis ada beberapa prinsip
dalam penanaman iman yaitu:
1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus, dan tidak
berkesudahan. Belajar adalah suatu proses yang memungkinkan orang semakin lama
semakin mampu bersikap selektif. yang diperlukan motivasi sejak kecil dan berlangsung
seumur hidup. Oleh karena itu penting mengarahkan proses motivasi agar membuat tingkah
laku lebih terarah dan selektif menghadapi nilai-nilai hidup yang patut diterima atau yang
seharusnya ditolak.
2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk tingkah laku
tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya melalui suatu peristiwa
internalisasi (usaha menerima nilai sebagai bagian dari sikap mental) dan individuasi
(menempatkan nilai serasi dengan sifat kepribadiannya). Dalam hal ini perlu diperhatikan
adalah proses penanaman nilai tersebutbukan hasilnya semata,karena dengan pengalaman-
pengalaman yang panjang terjadi Kritalisasi nilai.
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah memperoleh
dimensi sosial. Keberhasilan suatu usaha baru dapat terukur jika sudah dapat diterimasecara
sosial bukan bukan tataran individual saja.
4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani secara
konsisten, yaitu secara tetap, serta secara koheren, yaitu tanpa mengandung pertentangan
antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.
5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang pada
problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh. Tingkah
laku yang dihubungkan dengan nilai iman tidak dapat terbentuk terpisah-pisah dan berdiri
sendiri, namun semakin integral pendekatan seseorang terhadap kehidupan, makin
fungsional pula hubungan setiap bentuk tingkah lakuyang berhubungan dengan iman yang
dipelajari.
2.1.4. Tanda-tanda Orang Beriman
Al-Qur’an menjelaskan tanda-tanda orang yang beriman sebagai berikut:
1. Jika disebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas
dari syaraf memorinya, serta jika dibacakan ayat al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk
segera melaksanakannya (al-Anfal: 2). Dia akan berusaha memahami ayat yang tidak dia
pahami sebelumnya.
2. Senantiasa tawakkal, yaitu bekerja keras berdasarkan kerangka ilmu Allah, diiringi dengan
doa, yaitu harapan untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul (Ali Imran
ayat 120, al-Maidah ayat 12,
3. Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya (al-Anfal ayat 3 dan
al-Mu’minun ayat 2-7). Bagaimanapun sibuknya, kalau sudah masuk waktu shalat, dia
segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (al-Anfal ayat 3 dan al-Mukminun ayat 4). Hal ini
dilakukan sebagai suatu kesadaran bahwa harta yang dinafkahkan di jalan Allah merupakan
upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan antara yang kaya dengan yang
miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat dan menjaga kehormatan (al-Mukminun
ayat 3-5). Perkataan yang bermanfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu Allah,
yaitu al-Qur’an menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menempati janji (al-Mukminun ayat 6). Seorang mu’min tidak
akan berkhianat dan dia akan selalu memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad di jalan Allah dan suka menolong (al-Anfal: 74). Berjihad di jalan Allah adalah
bersungguh-sungguh dalam menegakkan ajaran Allah, baik dengan harta benda yang
dimiliki maupun dengan nyawa.
8. Tidak meninggalkan pertemuan sebelum meminta izin (an-Nur: 62). Sikap seperti itu
merupakan salah satu sikap hidup seorang mukmin, orang yang berpandangan dengan
ajaran Allah dan Sunnah Rasul.
2.1.5. Hal-hal yang Merusak Iman
1. Syikik adalah Menyekutukan Allah, pelakunya disebut Musrik.
Syirik dibagi 2 :
 syirik khaffi (ria=pamer)
 syirik jally (syirik yang nyata)
2. Riddah adalah keluar dari ajaran islam, pelakunya disebut murtad
 Riddah Qollbiyyah (hati) Ex : Menyakini bahwa Allah adalah benda / roh
 Riddah Qaukiyyah(ucapan) Ex : mencaci maki sesama maanusia
 Riddah fi’liyyah(perbuatan) Ex : menginjak Al-Qur’an

2.2. KETAQWAAN
2.2.1. Pengertian Keimanan
Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi , wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara
dan melindungi.Sesuai dengan makna etimologis tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap
memelihara keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh
dan konsisten ( istiqomah ).
Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah
Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam kehidupan sehari-hari ini. Ciri-Ciri orang–
orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan kedalam lima kategori atau
indicator ketaqwaan yaitu :
 Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata lain, instrument
ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan memelihara fitrah iman.
 Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang – orang miskin,
orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang meminta – minta dana,
orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban
memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang kedua ini, dapat disingkat dengan
mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan
harta.
 Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara ibadah formal.
 Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan diri.
2.3. KOLERASI ANTARA KEIMANAN DAN KETAQWAAN
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang
bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup dengan
ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat, sebagai upaya
pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung tegaknya ajaran Allah.
Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya kebaikan yang
kuat untuk melakukan kebaikan kepada sesama sehingga sifat-sifat luhur dan akhlak mulia
itu pada akhirnya akan menghantarkan seseorang kepada derajat takwa. Orang yang bertakwa
adalah orang yang benar imannya dan orang yang benar-benar beriman adalah orang yang
memiliki sifat dan akhlak yang mulia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang
berakhlak mulia merupakan ciri-ciri orang yang bertaqwa. Keimanan pada ke esaan Allah
yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi dua yaitu tauhid teoritis dan tauhid praktis.
Tahuid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat, keesaan Sifat, dan keesaan
Perbuatan Tuhan. Pembahasan keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan Tuhan berkaitan dengan
kepercayaan, pengetahuan, persepsi, dan pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekuensi
logis tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah adalah satu-satunya Wujud
Mutlak, yang menjadi sumber semua wujud.
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa ilaaha
illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah.
Dengan kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah
Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan langkah.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Merasakan kebahagiaan hidup. Seseorang dikatakan beriman kepada Allah apabila
memenuhi tiga macam akidah dalam islam. Yaitu: isi hati, ucapan, dan tingkah laku.
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah (QS: Al-Anfal 2-4) yang artinya “bahwa
sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah bergetar
hati mereka dan apabila dibacakan ayat-ayatnya bertambah iman mereka (karena-Nya) dan
hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, yaitu orang-orang yang mendirikan shalat dan
yang menafkahkkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. Itulah orang-
orang yang beriman dengan sebenarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian
disisi Tuhan-NYA dan ampunan serta rizki (nikmat) yang mulia.”
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak dapatdipisahkan dari diri
manusia. Oleh karenanya orang yang bertakwa adalah orang yang berpandangan hidup dengan
ajaran-ajaran Allah menurut sunnah rasul.
Taqwa adalah takut dan menghindari apa yang diharamkan Allah, dan menunaikan apa-
apa yang diwajibkan oleh Allah. Taqwa juga bererti kewaspadaan, menjaga benar-benar
perintah dan menjauhi larangan. Seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila
sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu allaa ilaaha illa Alah, (Aku
bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan semua
perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya.

3.2. SARAN
Sebagai umat muslim dan hamba Allah SWT., ada baiknya kita bersungguh-sungguh
dalam melaksanakan perintah Allah SWT. dan meninggalkan segala perbuatan dosa dan
maksiat, baik yang kecil maupun yang besar. Menaati dan mematuhi perintah Allah adalah
kewajiban setiap muslim. Dan juga, seorang muslim yang bertaqwa itu sebaiknya
membersihkan dirinya dengan segala hal yang halal karena takut terperosok kepada hal yang
haram.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Akhlak, Terjemahan Bachtiar Affandi, (Jakarta jembatan: 1957).


Ahmadi, Abu dkk. 1991. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Barata, Mappasessu, Muhammad. 2009. Pendidikan Agama Islam. Makassar
Departemen Agama RI. AI-Qur’an dan terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama Republik
Indonesia.
Saepul Anwar. Keimanan dan Ketaqwaan manusia: Mizan Media Utama
Muchamad Syihabulhaq. Definisi Takwa kelas 3 SMP tiga serangkai

Anda mungkin juga menyukai