Anda di halaman 1dari 235

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan pada hakikatnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas

hidup penduduk suatu negara demi terciptanya kehidupan yang lebih sejahtera.

Proses peningkatan kualitas hidup difokuskan pada peningkatan kualitas sumber

daya manusia yang lebih produktif agar dapat memiliki pendapatan yang

mencukupi guna dapat memenuhi standar kebutuhannya atas sandang, pangan dan

papan. Akan tetapi tidak semua masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya

secara layak yang disebabkan masih ada masyarakat yang hidup dalam kondisi

kemiskinan.

Sebagai Negara berkembang, Negara Indonesia masih dihadapkan pada

permasalahan kemiskinan yang menjadi hambatan dalam mewujudkan kehidupan

yang sejahtera. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, pada

tahun 2020 jumlah penduduk miskin di perdesaan Indonesia sebesar 26,42 juta

jiwa. Angka ini naik 5,09 % dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2019

sebanyak 25,14 juta jiwa. Masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Indonesia

mendasari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk melakukan berbagai

upaya penanganan untuk pengentasan dan penanggulangan kemiskinan (Sumber:

(https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-penduduk-

miskin-maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html).

1
2

Pada dasarnya kemiskinan adalah kondisi yang mengganggu kesejahteraan

hidup setiap masyarakat yang muncul dari adanya implikasi kesenjangan sosial.

Munculnya masalah kemiskinan ditandai dengan permasalahan-permasalahan

sosial lainnya seperti anak terlantar, pengemis, gelandangan, keluarga yang

memiliki rumah tidak layak huni, tuna susila, pengangguran, kejahatan, tingkat

kesehatan yang rendah dan lain-lain (Nawi & Lestari, 2018). Hal ini disebabkan

karena pendapatan yang tidak tetap, rendahnya lapangan kerja sehingga angkatan

kerja tidak terserap sebagai tenaga kerja, tingginya angka pengangguran,

terbatasnya keterampilan yang dimiliki dan lainnya yang menyebabkan seseorang

hidup dalam keadaan berkekurangan atau miskin. Kemiskinan menjadi salah satu

penyebab masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar atau hak dasarnya

atas rumah (papan) yang layak.

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia yang memiliki fungsi sangat

strategis, baik secara ekonomi,sosial, budaya dan psikologis bagi individu dan

keluarga. Fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang layak harus memenuhi syarat

fisik rumah, yaitu aman sebagai tempat berlindung, memenuhi rasa kenyamanan.

Mempunyai rumah layak huni adalah pemenuhan dasar bagi rakyat Indonesia.

Sebagaimana yang tertera dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H hasil

amandemen ke IV, dijelaskan bahwa: “Rumah adalah salah satu hak dasar setiap

rakyat Indonesia, maka setiap warga dan lainnya berhak untuk bertempat tinggal

dan mendapat lingungan hidup yang baik dan sehat” Akan tetapi, sampai hari ini

ditemukan rumah-rumah yang tidak memenuhi standar rumah layak huni yang

tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia.


3

Pada kenyataannya untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan

tersebut bukanlah hal yang mudah. Untuk masyarakat yang tergolong keluarga

miskin, rumah hanyalah menjadi tempat singgah keluarga tanpa

memperhitungkan kelayakannya dilihat dari fisik. Ketidakberdayaan masyarakat

miskin untuk memenuhi kebutuhan rumah layak huni berbanding lurus dengan

pendapatan dan pengetahuan mengenai fungsi rumah itu sendiri. Oleh sebab itu

untuk menangani masalah tersebut Pemerintah Indonesia melalui Kementrian

Sosial Republik Indonesia membuat Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak

Layak Huni (RS-RTLH).

Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) yang

digagas oleh Pemerintah merupakan program bantuan sosial, dimana rumah

masyarakat miskin yang tidak memenuhi syarat hunian layak kemudian diperbaiki

sebagian atau seluruhnya dengan pendanaan yang berasal dari dana APBD

maupun dana swadaya dari masyarakat. Tujuan program RS-RTLH adalah untuk

mengembalikan fungsi rumah sebagai hunian yang layak untuk tempat berlindung

dan memberikan kenyamanan bagi seluruh anggota keluarga, serta untuk

mengatasi masalah kemiskinan dan pemukiman kumuh. Program ini tidak hanya

menyasar pada rumah warga yang tidak layak huni, namun sarana prasarana

lingkungan sekitar rumah warga yang keadaannya tidak layak.

Penanganan masalah perumahan dan permukiman, serta kemiskinan melalui

program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) tidak hanya

dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat saja melalui Kementrian Sosial, Pemerintah

Daerah pun ikut serta terlibat melalui Dinas Sosial pada tiap Kabupaten dan Kota
4

dalam upaya penanggulangan kemiskinan pada tiap daerah di Indonesia, tidak

terkecuali pada Provinsi Banten.

Data penduduk miskin menurut daerah di Provinsi Banten disajikan pada

tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah
di Provinsi Banten Tahun 2019-2020
Jumlah Penduduk Persentase Penduduk
Daerah / Tahun
Miskin (Ribu) Miskin
Perkotaan
September 2019 371,28 4,00
Maret 2020 472,84 5,03
Perdesaan
September 2019 270,13 7,31
Maret 2020 301,14 8,18
Perkotaan + Perdesaaan
September 2019 641,42 4,94
Maret 2020 775,99 5,92
Sumber : Diolah dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), 2020

Berdasarkan Tabel 1.1, diketahui angka kemiskinan di Provinsi Banten pada

tahun 2019 dengan jumlah sebesar 4,94 persen mengalami peningkatan di tahun

2020 menjadi sebesar 5,92 persen atau peningkatannya sebesar 0,98 persen.

Menurut Kepala BPS Provinsi Banten, Adhi Wiriana mengungkapkan, naiknya

angka kemiskinan di Provinsi Banten lantaran adanya pandemi Covid-19.

Sehingga membuat aktivitas perekonomian masyarakat terganggu, jadi masih

sedikit terdampak Covid-19. Di Banten pada bulan Maret 2020 terdapat

peningkatan penduduk Miskin sebesar 134,6 ribu orang (https://banten.bps.go.id/).

Pemerintah Kota Serang sebagai salah satu kota administratif di Provinsi

Banten dalam upaya penanggulangan kemiskinan diantaranya dilakukan dengan

pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)


5

yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011. Sampai saat ini, petunjuk pelaksana

dan petunjuk teknis dari program RS-RTLH mengacu pada Peraturan Walikota

Serang No. 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program Rehabilitasi Sosial

Rumah Tidak Layak Huni yang didalamnya memuat prosedur pelaksanaan

program RS-RTLH. Selain itu, alasan lain pemerintah Kota Serang melaksanakan

program RS-RTLH karena program tersebut menjadi salah satu dari program

prioritas utama pemerintah Kota Serang dalam melaksanakan pembangunan yang

berbasis pada pemberdayaan masyarakat guna menanggulangi masalah

kemiskinan dan masalah rumah tidak layak huni di Kota Serang.

Sasaran program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

adalah keluarga fakir miskin pada tiap kecamatan di Kota Serang yang rumahnya

tidak layak huni (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020

Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 3). Dinas Sosial

Kota Serang bersama TKSK/PSM/Karang Taruna/aparat kelurahan melakukan

pemetaan lokasi kumuh dan pendataan Kartu Keluarga dari calon penerima RS-

RTLH, hasil pendataan tersebut diusulkan untuk kegiatan RS-RTLH. Hasil usulan

tersebut untuk melampirkan data lokasi, data calon penerima, dan foto rumah 3

dimensi (muka,samping, lantai), dan di koordinasikan dengan Dinas Sosial Kota

Serang untuk diusulkan dan mendapatkan rekomendasi dari Provinsi. Berdasarkan

hasil dan pemetaan tersebut, Dinas Sosial Kota Serang mengajukan permohonan

bantuan RS-RTLH ke Kementerian Sosial. Nama penerima bantuan yang sudah

ditetapkan dalam surat keputusan tidak dapat diganti kecuali penerima bantuan

meninggal dunia atau pindah rumah dan dinyatakan mengundurkan diri.


6

Pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-

RTLH) di Kota Serang melibatkan berbagai pihak mulai dari SKPD di

Pemerintahan Kota Serang yaitu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang sekaligus menjadi

penanggung jawab dan pelaksana program RS-RTLH, Tenaga Kesejahteraan

Sosial Kecamatan (TKSK) selaku pendamping, aparatur Kecamatan, Kelurahan,

RT serta masyarakat mengacu kepada Peraturan Walikota Serang Nomor 463

Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 5).

Masyarakat yang ingin mengajukan permohonan pendaftaran bantuan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) harus mengikuti

prosedur yang berlaku. Alur permohonan tersebut disajikan pada gambar berikut:

Gambar 1.1
Alur Permohonan Pendaftaran Bantuan RS-RTLH

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2021


7

Berdasarkan Gambar 1.1, diketahui alur permohonan pendaftaran bantuan

RS-RTLH terdiri dari beberapa tahapan. Alur tahapannya meliputi: (1)

mengajukan permohonan usulan bantuan RS-RTLH dengan kelengkapan surat

permohonan atau proposal, (2) menerima dan menatausahakan permohonan atau

proposal, selanjutnya menyampaikan kepada sekretaris atau staf umum, (3)

menerima, mempelajari, dan menyampaikan kepada Kepala Dinas atau sekretaris,

(4) menerima, mempelajari, dan memberikan instruksi kepada Kepala Bidang atau

Kepala Dinas, (5) mempelajari, dan memberikan instruksi kepada Kepala Seksi

atau Kepala Bidang, (6) melakukan verifikasi administrasi dan lapangan terkait

data usulan RTLH oleh petugas verifikasi lapangan, (7) mempelajari laporan hasil

verifikasi lapangan, jika telah sesuai maka segera menetapkan SK penerima

bantuan RS-RTLH dan memerintahkan sekretaris untuk memproses SPM, jika

belum selesai maka meminta Kepala Bidang mengecek kembali hasil verifikasi

lapangan atau Kepala Dinas, (8) memproses SK bantuan RS-RTLH, dan (9)

menerima bantuan RS-RTLH oleh masyarakat.

Penyebarluasan informasi terkait program RS-RTLH yang dilakukan oleh

Dinas Sosial Kota Serang kepada masyarakat di Kota Serang dilakukan sebanyak

2 kali pada setiap tahunnya yang dilakukan secara langsung, yaitu sebelum

pelaksanaan pendataan RS-RTLH dan setelah pencairan dana bantuan program

RS-RTLH (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang

Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 6 ayat 3). Dinas Sosial

Kota Serang melakukan sosialisasi sebelum pelaksanaan pendataan RS-RTLH

umumnya menggunakan aula kantor Kecamatan dengan mengundang Lurah dari


8

kecamatan yang bersangkutan dan perwakilan masyarakat. Sedangkan sosialisasi

setelah pencairan dana RS-RTLH, Dinas Sosial Kota Serang turut mengundang

penerima bantuan untuk diberikan pengarahan sebelum pelaksanaan rehabilitasi

rumah dari penerima bantuan tersebut.

Pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-

RTLH) berfokus pada pemugaran atau rehabilitasi rumah yang sudah ada. Hal ini

mengingat bantuan yang diberikan bersifat stimulus dan terbatas, bantuan

program RS-RTLH ini hanya cukup untuk memperbaiki bukan untuk merombak

total bangunan rumah. Penerima program RS-RTLH pada tahun 2020 yang sesuai

dengan skala prioritas atap, lantai, dan dinding atau kriteria Aladin (atap, dinding

dan lantai) disajikan pada gambar berikut:

Gambar 1.2
Kondisi Rumah Penerima Program RS-RTLH di Kecamatan Kasemen, 2020

Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2021


9

Berdasarkan Gambar 1.2, diketahui bahwa penerima program RS-RTLH

yang sesuai dengan skala prioritas atap, lantai, dan dinding atau kriteria Aladin.

Hal ini mengacu kepada Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020

Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 4 ayat 6. Adapun

pemberian bantuan untuk melakukan rehab rumah yang tidak layak huni

sebagaimana diatura dalam Program RS-RTLH di Kota Serang diberikan dalam

satu bentuk, yaitu pencairan dana langsung tunai sebesar Rp.15.000.000 (Sumber:

Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis

Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13).

Jumlah rumah tidak layak pada tingkat Kota di Provinsi Banten tahun

2018-2021 disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.2
Jumlah Rumah Tidak Layak Huni Pada Tingkat Kota di Provinsi Banten
Tahun 2018-2021
Jumlah RTLH
No Kota
2018 2019 2020 2021
1 Kota Serang 5.132 4.992 4.877 5.238
2 Kota Cilegon 3.454 3.352 3.395 4.106
3 Kota Tangerang 4.885 4.800 4.931 5.024
4 Kota Tangerang 3.601 3.501 3.658 3.713
Selatan
Jumlah 17.072 16.645 16.861 18.081
Sumber : Dinas Sosial Kota Serang, 2021

Berdasarkan Tabel 1.2, diketahui jumlah rumah tidak layak huni pada

tingkat Kota di Provinsi Banten berada dalam kondisi fluktuatif dengan tren yang

mengalami peningkatan pada dua terakhir, yakni tahun 2020-2020. Peningkatan

rumah tidak layak huni tersebut disebabkan adanya pandemi Covid-19 melanda

Negara-negara di seluruh dunia pada awal tahun 2020 hingga penelitian ini

berlangsung di tahun 2021, termasuk Negara Indonesia yang menyebabkan


10

kelesuan ekonomi yang berdampak kepada peningkatan angka pengangguran dan

angka kemiskinan, dimana kemiskinan ditandai dari kepemilikan rumah yang

tidak layak huni. Tercatat Kota Serang menempati peringkat teratas ditinjau dari

banyaknya rumah yang tidak layak huni, sedangkan Kota Tangerang Selatan

menempati peringkat terendah ditinjau dari banyaknya rumah yang tidak layak

huni. Hal inilah yang melandasi untuk ditetapkannya Kota Serang sebagai lokasi

dalam penelitian ini.

Rincian jumlah rumah tidak layak huni menurut Kecamatan di Kota Serang

tahun 2018-2021 disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.3
Jumlah Rumah Tidak Layak Huni Menurut Kecamatan di Kota Serang
Tahun 2018-2021
Jumlah RTLH
No Kecamatan
2018 2019 2020 2021
1. Serang 1.115 1.088 1.073 1.138
2. Kasemen 1.250 1.197 1.147 1.203
3. Cipocok Jaya 883 863 846 906
4. Taktakan 527 515 501 556
5. Curug 632 617 617 696
6. Walantaka 725 712 693 739
Jumlah 5.132 4.992 4.877 5.238
Sumber : Dinas Sosial Kota Serang, 2021

Berdasarkan Tabel 1.3, diketahui jumlah rumah tidak layak huni menurut

Kecamatan di Kota Serang yang menjadi target program RS-RTLH terhitung dari

tahun 2018 hingga tahun 2020 mengalami penurunan, sedangkan pada tahun 2021

mengalami kenaikan. Tercatat pada tahun 2018 jumlah rumah tidak layak huni di

Kota Serang sebanyak 5.132 unit, tahun 2019 jumlah rumah tidak layak huni di

Kota Serang menurun menjadi sebanyak 4.992 unit, tahun 2020 jumlah rumah

tidak layak huni mengalami penurunan menjadi sebanyak 4.877 unit. Sedangkan
11

pada tahun 2021 mengalami kenaikan menjadi sebanyak 5.238 unit rumah tidak

layak huni. Selain itu, diketahui bahwa kecamatan Kasemen menempati peringkat

teratas penerima bantuan dan kecamatan Curug menempati peringkat terendah

penerima bantuan program RS-RTLH terbanyak di Kota Serang.

Data jumlah penerima program RS-RTLH di Kota Serang tahun 2018-2021

disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 1.4
Jumlah Penerima Program RS-RTLH di Kota Serang Tahun 2018-2021
Penerima Program RS-RTLH
No Kecamatan
2018 2019 2020 2021
1. Serang 42 27 15 20
2. Kasemen 18 53 50 35
3. Cipocok Jaya 35 20 17 20
4. Taktakan 10 12 14 20
5. Curug 4 15 0 -
6. Walantaka 21 13 19 25
Jumlah 130 140 115 120
Sumber : Dinas Sosial Kota Serang, 2021

Berdasarkan Tabel 1.4, diketahui jumlah penerima program Rehabilitasi

Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) Kota Serang tahun 2018-2021

dalam kondisi fluktuatif, dimana tahun 2020 mengalami penurunan jumlah

penerima bantuan program RS-RTLH menjadi sebanyak 115 penerima bantuan

dibandingkan tahun 2019 dengan jumlah sebanyak 140 penerima bantuan.

Tercatat kecamatan dengan penerima program RS-RTLH yang tertinggi di tempati

oleh kecamatan Kasemen, sedangkan kecamatan dengan penerima program RS-

RTLH yang terendah di tempati oleh kecamatan Curug. Adanya penurunan di

tahun 2020 diduga disebabkan adanya pandemi Covid-19 yang menyebabkan

alokasi anggaran menjadi lebih kecil karena sebagian dari anggaran instansi
12

pemerintah dialihkan untuk pendanaan dalam penanganan Covid-19 hingga

penelitian ini berlangsung di tahun 2021.

Pendanaan program RS-RTLH bersumber dari Pendapatan Belanja Daerah

Provinsi Banten (APBD I) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Kota Serang

(APBD II) yang disajikan lebih lanjut pada tabel sebagai berikut:

Tabel 1.5
Sumber Anggaran Program RS-RTLH Kota SerangPeriode 2018 – 2021
Tahun (Unit)
No Anggaran Total
2018 2019 2020 2021
1 APBD Kota 100 100 90 90 380
2 APBD Provinsi 30 40 25 30 125
Jumlah 130 140 115 120 505
Sumber: Data Olah Peneliti, 2021

Berdasarkan Tabel 1.5, diketahui sumber anggaran program RS-RTLH Kota

Serang tahun 2018-2021 didominasi oleh sumber dari APBD Kota Serang bila

dibandingkan APBD Provinsi. Akan tetapi, dalam pelaksanaan di tahun 2021

alokasi pendanaan program instansi pemerintah, diantaranya Dinas Sosial Kota

Serang terkait program RS-RTLH pendanaannya dialihkan untuk membiayai

penanganan pandemi Covid-19 dan menunda pelaksanaan program pembangunan

yang bersifat fisik.

Berdasarkan hasil observasi lapangan, peneliti menemukan permasalahan-

permasalahan yang diduga menjadi penghambat implementasi Program

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang.

Kondisi ini mencerminkan pelaksanaan program RS-RTLH masih belum sesuai

dengan aturan, prosedur dan harapan masyarakat sehingga masih banyak


13

masyarakat di Kota Serang yang membutuhkan dan belum menerima manfaat dari

program RS-RTLH di Kota Serang.

Pertama, tidak adanya petugas dari Dinas Sosial Kota Serang yang bertugas

sebagai petugas lapangan atau pihak yang dilibatkan dalam mendampingi petugas

lainnya sebagai upaya monitoring untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi di

lapangan. Tercatat sebanyak 2 pegawai Dinas Sosial Kota Serang yang bertugas

secara administratif di kantor untuk menseleksi proposal bantuan yang diterima

dari tiap kecamatan di Kota Serang, yakni Kepala Seksi Penanganan Lingkungan

Sosial dan Staf Bidang Penanganan Fakir Miskin dan tidak ada petugas dari Dinas

Sosial Kota Serang yang bertugas sebagai petugas lapangan atau pihak yang

dilibatkan dalam mendampingi petugas lainnya, yakni Tenaga Kesejahteraan

Sosial Kecamatan (TKSK) saat melakukan survei ke lokasi rumah penerima

bantuan (Sumber: wawancara dengan Bapak Drs. Toto Suharto selaku Kepala

Seksi Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang, Hari Kamis

Tanggal 14 Januari 2021). Hal ini pada akhirnya menyebabkan kegiatan

pendataan atau survei lebih banyak dilakukan TKSK saja, padahal seharusnya

kegiatan tersebut harus terdapat perwakilan dari Dinas Sosial Kota Serang untuk

meminimalisir adanya kecurangan dalam pemilihan peserta, penyaluran bantuan

dan pengerjaan rehab rumah yang berpotensi dilakukan oleh oknum dari pihak

pelaksana lainnya terkait pelaksanaan program RS-RTLH.

Kedua, kegiatan penyebarluasan informasi program RS-RTLH melalui

sosialisasi langsung yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang kepada masyarakat

di Kota Serang hanya berfokus di satu titik atau lokasi tertentu saja. Tercatat
14

Dinas Sosial Kota Serang melakukan sosialisasi secara langsung sebanyak 2 kali

pada setiap tahunnya, yaitu sebelum pelaksanaan pendataan RS-RTLH dan setelah

pencairan dana bantuan program RS-RTLH (sumber: Peraturan Walikota Serang

Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota

Serang Pasal 6 ayat 3). Namun dalam pelaksanaan sosialisasi secara langsung

tersebut memiliki kelemahan karena hanya berfokus di satu titik saja, yakni kantor

Kecamatan secara terus-menerus pada setiap tahunnya atau tidak melakukan rotasi

lokasi sosialisasi di tempat lainnnya, seperti di kantor kelurahan secara bergiliran

yang mendukung untuk pelaksanaan sosialisasi langsung tersebut dan memiliki

potensi lebih besar untuk menjaring masyarakat lebih luas sebagai peserta

sosialisasi, khususnya yang rumahnya tidak layak huni. Akibat pelaksanaan

sosialisasi yang berfokus di kantor kecamatan saja menyebabkan masyarakat tidak

mengetahui adanya pelaksanaan program RS-RTLH di lingkungan setempatnya,

khususnya masyarakat yang rumahnya tidak layak huni karena lokasi rumahnya

berjauhan dengan kantor kecamatan sebagai lokasi sosialisasi.

Ketiga, pelaksanaan sosialisasi secara langsung cenderung berfokus kepada

orang-orang yang masih memiliki hubungan kekeluargaan atau kedekatan

pertemanan saja dengan pihak kecamatan, pihak kelurahan, RT dan RW (Sumber:

wawancara dengan Bapak Jamal selaku Masyarakat yang tinggal di Kecamatan

Kasemen Kota Serang, Hari Jum’at, Tanggal 15 Januari 2021). Hal ini

menyebabkan masyarakat yang didaftarkan sebagai peserta yang mendapatkan

bantuan program RS-RTLH tersebut rumahnya masih layak huni, sedangkan

masyarakat yang benar-benar rumahnya tidak layak huni tidak didaftarkan sebagai
15

peserta dan atau tidak diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan program

RS-RTLH tersebut.

Keempat, belum adanya penggunaan media dalam penyebaran informasi

program RS-RTLH kepada publik secara luas, seperti media cetak berupa spanduk

pelaksanaan program RS-RTLH yang dipasang di pinggir jalan yang strategis dan

di lokasi lainnya yang banyak dilalui masyarakat menyebabkan masyarakat di

Kota Serang pada di tiap kecamatan tidak mengetahui adanya pelaksanaan

program RS-RTLH di lingkungan tempat tinggalnya (Sumber: wawancara dengan

Bapak Lutfi selaku Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Kasemen Kota Serang,

Hari Jum’at, Tanggal 15 Januari 2021). Hal ini menyebabkan masyarakat yang

rumahnya tidak layak huni yang benar-benar membutuhkan bantuan program RS-

RTLH tidak dapat mendaftarkan diri sebagai peserta penerima bantuan tersebut.

Kelima, belum sesuainya pelaksanaan program RS-RTTLH dengan

prosedur program RS-RTTLH yang berlaku. Ditinjau dari prosedur yang berlaku

dalam pemberian bantuan RS-RTLH, bahwa bantuan program RS-RTLH di Kota

Serang diberikan hanya dalam satu bentuk, yaitu pencairan dana langsung tunai

kepada penerima bantuan sebesar Rp.15.000.000 (Sumber: Peraturan Walikota

Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH

Kota Serang Pasal 13). Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, ternyata bantuan

tersebut tidak diberikan dalam bentuk uang tunai kepada penerima bantuan,

namun diberikan dalam bentuk bahan-bahan bangunan atau bahan material

(Sumber: wawancara dengan Bapak Syafii selaku Masyarakat yang tinggal di

Kecamatan Kasemen Kota Serang, Hari Jum’at, Tanggal 15 Januari 2021).


16

Kondisi tersebut sebenarnya berkaitan dengan adanya kesulitan yang

dirasakan oleh masyarakat terkait sikap pelaksana yang berasal dari pihak yang

berperan dalam mendaftarkan dan menseleksi penerima bantuan dari perwakilan

RT, Kelurahan dan Kecamatan, dimana aparatur pemerintah tersebut berjanji akan

membantu mereka untuk terdaftar sebagai peserta penerima bantuan program RS-

RTLH namun bantuannya dalam bentuk bahan-bahan material bukan dalam

bentuk uang tunai sebesar Rp. 15.000.000 sebagaimana yang diatur dalam

Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis

Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13. Pada akhirnya masyarakat yang benar-

benar membutuhkan bantuan untuk memperbaiki rumahnya yang tidak layak huni

pun menyetujui persyaratan tersebut meskipun tidak tertulis asalkan mereka

mendapatkan bantuan untuk memperbaiki rumahnya dengan bahan-bahan material

seadanya dari bantuan tersebut.

Penyalahgunaan prosedur dalam pemberian bentuk bantuan program

RS-RTLH sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Walikota Serang Nomor 463

Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13

tersebut dilakukan oleh pihak pelaksana yang bertugas dalam proses seleksi

penerima bantuan dari unsur pihak RT, Kelurahan dan Kecamatan menjadi

kesalahan vital yang dapat menyebabkan tujuan pelaksanaan program RS-RTLH

tidak dapat tercapai dengan optimal, yakni memberikan bantuan kepada

masyarakat untuk memiliki hunian yang layak untuk ditinggali karena bantuan

yang masyarakat terima tidak sebagaimana mestinya. Akan tetapi, mengingat

Dinas Sosial Kota Serang memiliki kekurangan dalam pelaksanaan di lapangan


17

yang akhirnya bertumpu kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK)

dalam pendataan, sedangkan pada proses seleksi yang bertumpu pada pihak RT,

Kelurahan dan Kecamatan. Hal ini menyebabkan hal-hal yang berkaitan dengan

teknis di lapangan kurang diperhatikan secara detail, khususnya proses seleksi

yang akhirnya menjadi celah terjadinya penyimpangan pelaksanaan program RS-

RTLH di lapangan (Sumber: wawancara dengan Bapak Khotibi selaku TKSK

Kecamatan Kasemen Kota Serang, Hari Jum’at, Tanggal 15 Januari 2021).

Keenam, masyarakat penerima bantuan program RS-RTLH masih ada yang

tidak menyelesaikan perbaikan atau rehab rumah mereka dalam waktu 30 hari

sejak bantuan diterima masyarakat seperti yang diatur dalam Peraturan Walikota

Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH

Kota Serang Pasal 9 ayat 4 point F), dimana batas waktu tersebut tidak dapat

dipenuhi oleh masyarakat karena berbagai kendala yang umumnya bisa selesai

dalam waktu kurang lebih 60 hari atau 2 bulan lamanya (Sumber: wawancara

dengan Bapak Syafii selaku Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Kasemen

Kota Serang, Hari Jum’at, Tanggal 15 Januari 2021). Hal ini disebabkan apabila

penerima bantuan menerima uang tunai sebesar Rp. 15.000.000 dan atau penerima

bantuan hanya menerima bahan-bahan material saja menilai waktu 30 hari

tersebut kurang cukup untuk merehab rumah. Hal ini mengingat kondisi cuaca dan

memungkinkan masyarakat tersebut kekurangan uang atau bahan material karena

dalam pengerjaan rehab rumah umumnya terdapat biaya yang tidak terduga

sehingga masyarakat sambil bekerja untuk mengumpulkan uang guna dapat

menyelesaikan rehab rumahnya.


18

Ketujuh, pihak pelaksana yang terlibat program RS-RTLH tidak semuanya

terlibat aktif dalam pelaksanaan program RS-RTLH. Pelaksanaan program RS-

RTLH adalah tugas bersama antara Dinas Sosial, Kecamatan yang diwakili oleh

Seksi Pemberdayaan Sosial dan TKSK, Kelurahan, serta adanya partisipasi tokoh

masyarakat (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang

Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 5). Namun dalam

pelaksanaan dilapangan, hanya ada satu pihak yang menjadi pelaksana yang

melaksanakan program RS-RTLH adalah TKSK, sedangkan dari pihak

Kecamatan dan Kelurahan kurang merespon untuk melaksanakan program

tersebut. Terkadang dalam pelaksanaan program RS-RTLH, dilimpahkan kepada

TKSK. Karena mereka menyangka bahwa TKSK adalah bagian dari Dinas Sosial

Kota Serang. Padahal TKSK bukan berasal dari Dinas Sosial, tetapi TKSK

ditunjuk oleh Dinas Sosial sebagai pendamping bagi para penerima bantuan

program RS-RTLH.

Masyarakat yang rumahnya tidak layak huni yang benar-benar

membutuhkan bantuan tersebut merasa kesulitan dalam mengajukan

permohonannya sebagai peserta dengan cara mengajukan proposal kepada

aparatur RT, Kelurahan dan Kecamatan. Bahkan masyarakat selaku pemohon

harus mencari seseorang yang memiliki kenalan atau koneksi dengan aparatur

pemerintah tersebut untuk membantu dalam meloloskannya sebagai peserta

penerima bantuan program RS-RTLH (Sumber: wawancara dengan Bapak Asep

selaku Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Curug Kota Serang, Hari Senin,

Tanggal 18 Januari 2021).


19

Dinas Sosial Kota Serang dalam proses seleksi peserta penerima bantuan

program RS-RTLH mempercayakan kepada pihak RT, Kelurahan dan Kecamatan

karena dinilai mengetahui secara pasti kondisi dari masyarakat yang mengajukan

permohonan sehingga penerima bantuan program RS-RTLH adalah masyarakat

yang rumahnya yang paling tidak layak huni. Namun dalam kenyataannya, proses

seleksi yang dilakukan oleh pihak RT, kelurahan dan kecamatan tersebut memiliki

kepentingan, dimanahanya ditunjuk sebagian rumah warga yang memiliki rumah

tidak layak huni untuk didaftarkan, sedangkan sebagian besar didaftarkan kepada

masyarakat yang memiliki hubungan kekeluargaan atau hubungan pertemanan

untuk didaftarkan sebagai peserta penerima bantuan program RS-RTLH (Sumber:

wawancara dengan Bapak Firman selaku Masyarakat yang tinggal di Kecamatan

Curug Kota Serang, Hari Senin, Tanggal 18 Januari 2021).

Kedelapan, masih adanya peserta yang menerima bantuan program

RS-RTLH karena memiliki kedekatan kekeluargaan atau pertemanan dengan

pihak RT, Kelurahan dan Kecamatan yang berwenang menseleksi permohonan

masyarakat menyebabkan pemberian bantuan tidak tepat sasaran atau tidak sesuai

dengan lapangan yang ada atau bukan berdasarkan kriteria rumah tidak layak

huni, yakni kriteria Aladin (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 463

Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 4

ayat 6). Hal ini ditunjukkan masih banyak ditemukan masyarakat yang rumahnya

masih lebih layak namun mendapatkan bantuan program RS-RTLH, sedangkan

masyarakat yang tidak memiliki kedekatan kekeluargaan atau pertemanan yang

kondisi rumahnya lebih memprihatinkan tidak mendapatkan bantuan Program RS-


20

RTLH (Sumber: wawancara dengan Bapak Zaenudin selaku Masyarakat yang

tinggal di Kecamatan Curug Kota Serang, Hari Senin, Tanggal 18 Januari 2021).

Adanya permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaan program RS-RTLH

yang telah dipaparkan sebelumnya dalam uraian latar belakang, maka peneliti

tertarik untuk melakukan kajian secara lebih mendalam dan menyusunnya dalam

bentuk penelitian skripsi dengan judul “Implementasi Program Rehabilitasi

Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti melakukan identifikasi

masalah dalam penelitian ini antara lain :

1. Tidak adanya petugas dari Dinas Sosial Kota Serang yang bertugas

sebagai petugas lapangan atau petugas yang dilibatkan dalam

mendampingi pihak lainnya saat bertugas di lapangan sebagai upaya

monitoring untuk meminimalisir kecurangan yang terjadi di lapangan.

2. Pelaksanaan sosialisasi secara langsung yang dilakukan oleh Dinas

Sosial Kota Serang kepada masyarakat di Kota Serang hanya berfokus

di satu titik atau lokasi tertentu saja, yakni kantor kecamatan sehingga

menyebabkan kurang terjangkaunya mayoritas masyarakat yang

rumahnya tidak layak huni karena lokasi rumahnya berjauhan dengan

kantor kecamatan sebagai lokasi sosialisasi.

3. Pelaksanaan sosialisasi secara langsung berfokus kepada orang-orang

yang masih memiliki hubungan kekeluargaan atau kedekatan

pertemanan saja dengan pihak kecamatan, pihak kelurahan, RT dan


21

RW hal ini menyebabkan masyarakat yang rumahnya layak huni yang

justru didaftarkan sebagai peserta penerima bantuan program RS-

RTLH, sedangkan masyarakat yang rumahnya tidak layak huni tidak

didaftarkan sebagai peserta penerima bantuan program RS-RTLH.

4. Belum adanya penggunaan media dalam penyebaran informasi

program RS-RTLH kepada publik secara luas, seperti media cetak

berupa spanduk pelaksanaan program RS-RTLH yang dipasang di

pinggir jalan yang strategis dan di lokasi lainnya yang banyak dilalui

masyarakat menyebabkan masyarakat di Kota Serang pada di tiap

kecamatan tidak mengetahui adanya pelaksanaan program RS-RTLH

di lingkungan tempat tinggalnya.

5. Belum sesuainya pelaksanaan program RS-RTTLH dengan prosedur

program RS-RTTLH yang berlaku, dimana bantuan diberikan dalam

satu bentuk, yaitu pencairan dana langsung tunai kepada penerima

bantuan sebesar Rp.15.000.000, namun dalam pelaksanaannya

ternyata adanya potongan uang bantuan dan pemberian bantuan dalam

bentuk bahan baku material.

6. Masih adanya masyarakat penerima bantuan program RS-RTLH yang

tidak menyelesaikan perbaikan atau rehab rumah mereka dalam waktu

30 hari sejak bantuan diterima masyarakat.

7. Belum terlibat aktifnya seluruh pihak dalam pelaksana program RS-

RTLH menyebabkan pelaksanaan program hanya dilakukan oleh

sebagian pihak saja yang membuka peluang kecurangan di lapangan.


22

8. Masih adanya peserta yang menerima bantuan program RS-RTLH

karena memiliki kedekatan kekeluargaan atau pertemanan dengan

pihak RT, Kelurahan dan Kecamatan yang berwenang menseleksi

permohonan masyarakat menyebabkan pemberian bantuan tidak tepat

sasaran atau tidak sesuai dengan kriteria rumah tidak layak huni, yakni

kriteria Aladin.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah bertujuan agar penelitian fokus terhadap permasalahan,

peneliti memfokuskan kepada “Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah

Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang”. Selain itu, lokasi penelitian ini

berfokus kepada Kecamatan Kasemen dan Kecamatan Curug dengan

pertimbangan karena kedua kecamatan tersebut tercatat sebagai penerima bantuan

tertinggi dan terendah bila dibandingkan kecamatan lainnya di tahun 2019,

dimana pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada awal tahun 2020. Selain itu,

sumber data penelitian dibatasi pada masyarakat yang sudah menerima bantuan

dan belum menerima bantuan dari program RS-RTLH.

1.4 Rumusan Masalah

Mengingat batasan masalah, peneliti menyusun rumusan masalah penelitian

ini antara lain:

1. Bagaimana implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak

Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang ?


23

2. Apa yang menjadi faktor penghambat dalam implementasi Program

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota

Serang ?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dari

pelaksanaan penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah

Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam implementasi Program

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota

Serang.

1.6 Manfaat Penelitian

1.1.1 Manfaat Teoritis

1. Diharapkan memberikan sumbangsih pemikiran bagi pengembangan

ilmu pengetahuan pada Program Studi Administrasi Publik Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

terkait penelitian implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah

Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang.

2. Diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang

memiliki kesamaan fokus penelitian.


24

1.1.2 Manfaat Praktis

1. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada jajaran

Pimpinan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program

RS-RTLH, yakni Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(BAPPEDA) Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang selaku pihak

yang bertanggungjawab dan pelaksana program RS-RTLH untuk

mengetahui permasalahan yang terjadi di lapangan dalam

implementasi Program Rehabilitasi RS-RTLH di Kota Serang agar

dapat menyempurnakan pelaksanaan program RS-RTLH di masa

mendatang.

2. Bagi pembaca, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

(RS-RTLH) di Kota Serang.


25

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR DAN
ASUMSI DASAR PENELITIAN

2.1 Deksripsi Teori

Penggunaan teori memiliki kedudukan yang sangat penting dalam suatu

penelitian. Teori berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi pedoman dalam

penelitian. Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti telah menguraikan masalah-

masalah yang diperoleh dari hasil observasi lapangan yang berkaitan dengan

penelitian. Pada bab ini, peneliti mengkaji beberapa teori yang relevan dengan

permasalahan penelitian sehingga akan diperoleh konsep penelitian yang jelas.

Penelitian mengenai implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah

Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang akan dikaji dengan menggunakan

teori-teori dalam ruang lingkup ilmu Administrasi Publik, yaitu teori kebijakan

publik, teori implementasi, jurnal penelitian dan sumber lain sebagainya guna

menguatkan dasar empiris pada penelitian ini.

2.2 Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan

Dunn (2018:51) menyatakan secara Etimologis, istilah policy (kebijakan)

berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta dan Latin. Akar kata policy dalam bahasa

yunani dan Sansekerta, yaitu polis (Negara-Kota) dan Pur (kota), yang kemudian

dikembangkan dalam bahasa latin menjadi politia (Negara) dan pada akhirnya
26

dalam bahasa inggris pertengahan policie, yang berarti menangani masalah-

masalah publik atau administrasi pemerintahan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) menyatakan kebijakan diartikan

sebagai berikut:

“Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak (pemerintah, organisasi, dan sebagainya); pernyataan cita-cita,
tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dalam
usaha mencapai sasaran”.

Friedrich (dalam Abidin, 2017:5) mengatakan kebijakan sebagai berikut :

“Serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang maupun


kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat
hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan
(kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar
berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.”

Maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, Friedrich

menambahkan ketentuannya bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan

penyelesaian beberapa maksud dan tujuan. Anderson mengartikan kebijakan

sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang aktor atau

sejumlah aktor berkenaan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi.

Sebuah kebijakan adalah hipotesis yang berisi kondisi awal dan perkiraan

konsekuensi. Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda.

Bahan serta retorika kebijakan menjadi instrument utama rasionalitas publik.

Seperti yang dikemukakan Lasswell yang mengemukakan kata “kebijakan”

(policy) pada umumnya dipakai untuk menunjukan pilihan terpenting yang


27

diambil baik dalam kehidupan organisasi maupun kebijakan politik yang diyakini

mengandung makna keberpihakan.

Hogwood dan Gunn (2013:18) menyebutkan terdapat 10 (sepuluh)

penggunaan label untuk sebuah bidang istilah kebijakan yang antara lain :

1. Sebagai label untuk bidang aktivitas (as a label for d field of activity)
2. Sebagai Ekspresi tujuan umum atau aktivitas Negara yang diharapkan
(as expression of general purpose or desired state of affairs)
3. Sebagai proposal Spesifik (as specific proposals)
4. Sebagai keputusan pemerintah (as decisions of government)
5. Sebagai otoritas formal (as formal authorization)
6. Sebagai sebuah program (as a programe)
7. Sebagai output (as output)
8. Sebagai hasil (as outcome)
9. Sebagai teori atau model (as theory or model)
10. Sebagai sebuah proses (as process)

Policy (kebijakan) adalah suatu tindakan berpola yang mengarah pada

tujuan dan bukan sekedar keputusan untuk melaksanakan sesuatu. Jones (2019:7)

menyatakan istilah kebijakan (policy term) digunakan dalam praktik sehari-hari

namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat

berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program,

keputusan (decision), standar, proposal dan grand design. Secara umum istilah

“kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor

(pejabat lembaga pemerintahan) atau aktor dalam bidang kegiatan tertentu.

Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti mencoba menarik kesimpulan

bahwa kebijakan adalah rangkaian pedoman atau konsep dan asas yang menjadi

acuan dalam pelaksanaannya suatu aktivitas dalam rangka pencapaian tujuan

tertentu yang dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang

membuatnya maupun yang mentaatinya.


28

2.1.2 Pengertian Publik

Secara Etimologis Public berasal dari sebuah kata dalam bahasa Yunani

yakni “pubes” yang berarti kedewasaan secara fisik, emosional maupun

intelektual. Dalam bahasa Yunani istilah Koinom atau dalam bahasa inggris

dikenal dengan kata common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh

karena itu, public seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi

aktifitas manusia yang dipandang perlu untuk di intervensi oleh pemerintah atau

aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.

Frederickson (dalam Abidin, 2017:9) menjelaskan lima model formal yang

berkaitan dengan kedudukan konsep publik yang umum digunakan dalam ilmu-

ilmu sosial untuk dikaji dalam rangka revitalisasi konsep tersebut, sehingga

diharapkan muncul suatu perspektif baru yang menjadi esensi administrasi publik

modern. Frederickson (dalam Abidin, 2017:9) mengemukakan kelima perspektif

untuk memahami konsep publik tersebut sebagai berikut :

1. Perspektif pluralis
Dalam perspektif ini publik dipandang sebagai konfigurasi dari
berbagai kelompok kepentingan. Pendukung perspektif ini
berpendapat bahwa setiap orang mempunyai kepentingan yang sama
akan bergabung satu sama lain dan membentuk suatu kelompok yang
pada nantinya kelompok-kelompok tersebut berinteraksi dan
berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan
individu yang mereka wakili, khususnya dalam konsteks
pemerintahan.

2. Perspektif pilihan publik


Perspektif ini berakar pada tradisi pemikiran utilitarian yang sangat
menekan pada soal kebahagiaan dan kepentingan individu. Pandangan
utilitarian memandang bahwa publik sebagai konsumen dan pasar.
Dengan kata lain perspektif ini mencoba mengaplikasikan prinsip-
29

prinsip ekonomi pasar kedalam sektor publik, sehingga asumsi


metodelogis utama dari pandangan ini adalah bahwa tindakan publik
harus dimengerti sebagai tindakan individual yang termotivasi oleh
kepentingan yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya.

3. Perspektif legislatif
Sifat pemerintahan yang demokrasi tidak selalu menggunakan sistem
perwakilan secara langsung pada kenyataannya, banyak pemerintahan
yang demokratis namun menggunakan sistem perwakilan tidak
langsung. Asumsi perspektif ini adalah bahwa setiap pejabat yang
diangkat untuk mewakili kepentingan publik, sehingga mereka
melegitimasi mewujudkan perspektif publik dalam administrasi
publik. Pejabat-pejabat yang diangkat dianggap sebagai manifestasi
tunggal dari perspektif publik. Jelasnya, perspektif ini tidak bisa untuk
mengakomodasikan kepentingan-kepentingan publik, baik dalam teori
maupun praktik administrasi publik di lapangan.

4. Perspektif penyedia lapangan


Apabila konsep pelayanan prima, maka individu adalah sebagai
pelanggan. Oleh karenanya perspektif ini memandang bahwa publik
sebagai pelanggan yang harus dilayani. Selain itu, aparatur pemerintah
yang berada paling dekat dengan publik dengan segala keahlian,
pendidikan dan pengetahuan diharapkan memberikan yang terbaik
untuk publik. Mempunyai tugas untuk melayani publik yang terdiri
atas individu-individu dan kelompok-kelompok.

5. Perspektif kewarganegaraan
Reformasi administrasi publik khususnya di Indonesia dan umumnya
di berbagai dunia, di tandai dua tuntutan penting. Pertama, tuntutan
adanya pelayanan publik yang lebih terdidik dan terseleksi dengan
dasar meritokrasi. Kedua, tuntutan agar setiap warga Negara diberi
informasi yang cukup agar dapat aktif dalam berbagai kegiatan publik
dan memahami konstitusi secara baik.

2.1.3 Pengertian Kebijakan Publik

Dye (dalam Subarsono, 2017:2) menyatakan kebijakan publik adalah

apapun pilihan Pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan (public policy

is whatever governments choose to do or not to do). Sedangkan Anderson (dalam

Subarsono, 2017:2) mendefinisikan kebijakan publik sebagai kebijakan yang


30

ditetapkan oleh badan-badan dan aparat pemerintah. Walaupun disadari bahwa

kebijakan publik dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal yang

dimiliki oleh pemerintah.

Laswell dan Kaplan (dalam Subarsono, 2017:25) menerangkan kebijakan

publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada

dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan publik tidak boleh bertentangan dengan

nilai dan praktik sosial dalam masyarakat.

Dunn (2008:24) mengemukakan kebijakan publik adalah :

“Suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh


lembaga atau pejabat pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut
tugas pemerintahan, seperti pertahanan keamanan, energy, kesehatan,
pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lainnya”.

Woll (2018:22) mendefinisikan kebijakan publik sebagai sejumlah aktivitas

pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung

maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Selain itu, Chandler dan Plano (dalam Subarsono, 2012:26) dalam mendefinisikan

kebijakan publik sebagai pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya yang

ada untuk memecahkan masalah publik.

Dalam kaitannya dengan definisi dari para pakar, peneliti dapat

menyimpulkan karakteristik kebijakan publik antara lain :

1. Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada


tindakan yang mempunyai maksud dan tujuan tertentu dari pada
perilaku yang berubah atau acak.
31

2. Kebijakan pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang


dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang terpisah-
pisah misalnya suatu kebijakan tidak saja meliputi putusan untuk
mengeluarkan keputusan tertentu tetapi juga keputusan berikutnya
yang berhubungan dengan penerapan dan pelaksanaannya.
3. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh
pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau
menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan
atau apa yang akan dikerjakan.
4. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara
positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas
dalam mengenai suatu permasalahan. Secara negatif, kebijakan publik
dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak
melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal
dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah sangat dibutuhkan.
5. Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum
dan merupakan tindakan yang memerintah. Kebijakan publik
kemungkinan besarnya mempunyai sifat memaksa secara sah.

Berdasarkan pendapat di atas, maka peneliti mencoba menarik kesimpulan

bahwa kebijakan publik merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah

yang berisikan tujuan, nilai-nilai dan praktika sosial yang ada di dalam

masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan tertentu yang dicirikan oleh perilaku

yang konsisten dan berulang, baik dari regulator maupun publik.

2.1.4 Manfaat Kebijakan Publik

Dye (dalam Subarsono, 2017:26) mengemukakan studi kebijakan publik

memiliki tiga manfaat yang antara lain :

1. Pengembangan ilmu pengetahuan.


Dalam konteks ini, ilmuan dapat menempatkan kebijakan publik
sebagai variabel terpengaruh (dependent varieble), sehingga berusaha
menentukan variabel pengaruhnya (independent variable). Studi ini
berusaha mencari variabel-variabel yang dapat mempengaruhi isi dari
sebuah kebijakan publik.
2. Membantu para praktisi dalam memecahkan masalah-masalah publik.
32

Dengan mempelajari kebijakan publik para praktisi akan memiliki


dasar teoretis tentang bagaimana membuat kebijakan publik yang baik
dan memperkecil kegagalan dari suatu kebijakan publik.
3. Berguna untuk tujuan politik.
Suatu kebijakan politik yang dibuat melalui proses yang benar dengan
dukungan teori yang kuat memiliki posisi yang kuat terhadap kritik
dari lawan-lawan politik.

2.3 Implementasi Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Hinggis (dalam Pasolong, 2017:57) mendefinisikan implementasi sebagai

rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia

menggunakan sumber daya lain untuk mencapai strategi. sedangkan Grindle

(dalam Pasolong, 2017:57) menyatakan implementasi sering dilihat sebagai suatu

proses yang penuh dengan muatan politik dimana mereka yang berkepntingan

berusa sedapat mungkin untuk mempengaruhinya.

Agustino (2017:138) menyatakan studi implementasi merupakan suatu

kajian mengenai studi kebijakan yang megarah pada proses pelaksana dari suatu

kebijakan. Dalam praktiknya implementasi kebijakan merupakan suatu proses

yang begitu kompleks bahkan tidak jarang bermuatan politis dengan adanya

intervensi berbagai kepentingan. Adapun Kamus Webster, implementasi

kebijakan adalah “to implement berarti to provide the mens for carrying out

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); to give practical effect to

(menimbulkan efek / dampak terhadap sesuatu). Pengertian tersebut menunjukan

tujuan implementasi suatu kebijakan adalah untuk mencapai. Menimbulkan

dampak dari suatu pelaksanaan kebijakan terhadap suatu sasaran yang dituju.
33

Presman (dalam Agustino, 2017:139) menyatakan implementasi kebijakan

sebagai upaya menjadikan orang apa-apa yang diperintahkan, dan mengontrol

urutan tahapan dalam sebuah sistem. Dalam implementasi adalah soal

pengembangan sebuah kontrol yang meminimalkan konflik dan kegiatan revisi

dari tujuan yang telah di tetapkan oleh hipotesis kebijakan.

Nugroho (2012:675) menyatakan implementasi kebijakan pada prinsipnya

adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya dengan tidak kurang

dan tidak lebih. Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua

pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk

program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan

publik tersebut. Secara umum dapat digambarka sebagai berikut :

Gambar 2.1.

Sekuensi Kebijakan Publik

Kebijakan Publik

Kebijakan Publik Penjelas Program

Proyek

Kegiatan

Pemanfaat (Beneficiaries)

Sumber : Nugroho (2012:675)


34

Berdasarkan gambar 2.1, diketahui bahwa proses implementasi kebijakan

publik dioperasionalkan dalam bentuk program. Kemudian program tersebut

diturunkan menjadi proyek yang diwujudkan dalam bentuk kegiatan (Nugroho,

2012:680). Kegiatan tersebut ditujukan kepada pemanfaat program

(Beneficiaries), yakni masyarakat. Pada akhirnya, kegiatan tersebut dapat

memberikan manfaat kepada masyarakat atau publik.

Implementasi kebijakan publik bukan sekedar menjabarkan keputusan

melalui saluran birokrasi tetapi lebih dari itu. Grindle (dalam Pasolong, 2018:57)

mengatakan bahwa implementasi kebijakan publik menyangkut masalah konflik,

keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu

tidaklah keliru jika dikatakan bahwa implementasi merupakan aspek yang sangat

penting dari keseluruhan proses kebijakan. Implementasi kebijakan menjadi tahap

yang penting dalam proses kebijakan publik. Sebagaimana baiknya suatu

kebijakan, jika tidak dipersiapkan dan direncanakan dengan baik dalam

implementasinya, maka tujuan kebijakan tersebut tidak akan terwujud.

Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana

dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada

kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier (2018:28) yang menyatakan

implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar biasanya dalam

bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau

keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan Dinas peradilan.


35

Umumnya keputusan yang ditetapkan telah mengidentifikasikan masalah

yang ingin diatasi menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang dicapai, dan

berbagai cara untuk menstrukturkan dan mengatur proses implementasinya.

Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu biasanya diawali

dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijakan dalam

bentuk pelaksanaan keputusan oleh Dinas (instansi) pelaksana kesediaan

dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran

dampak nyata - baik yang dikehendaki atau tidak dari output tersebut, dampak

keputusan sebagai dipersepsikan oleh Dinas-Dinas yang mengambil keputusan

dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan

perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku.

Berdasarkan definisi dari pakar, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

implementasi kebijakan membicarakan (minimal) 3 hal, yaitu :

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan yang akan dicapai dengan adanya
penerapan kebijakan tersebut diatas;
2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan yang diwujudkan dalam
proses implementasi;
3. Adanya hasil kegiatan, idealnya adalah tercapainya tujuan dari kebijakan
tersebut.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka peneliti menyimpulkan implementasi

kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksanaan kebijakan

melaksanakan aktivitas atau kegiatan, sehingga pada akhirnya akan mendapatkan

suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Selain itu

perlu diingat, bahwa implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat penting
36

dalam keseluruhan tahapan kebijakan, karena melalui tahap ini keseluruhan

prosedur kebijakan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan kebijakan tersebut.

2.1.2 Model-model Implementasi Kebijakan Publik

Literatur terkait ilmu kebijakan publik, terdapat beberapa model

implementasi kebijakan publik yang lazim dipergunakan. Diantara model

implementasi kebijakan disumbangkan dari pemikiran George C. Edward III

dengan Direct and Indirect Impact on Implementation, Donald Van Meter dan

Carl Van Horn dengan A Model of The Policy Implementation, Daniel Mazmanian

dan Paul Sabatier dengan A Framework for Policy Implementation Analysis, dan

Merille S. Grindle dengan Implementation as A Political and Administration

Process.

Menurut Edwards III (Tahir, 2014:61-62), dalam pendekatan studi

implementasi kebijakan pertanyaan abstraknya dimulai dari bagaimana pra

kondisi untuk suksesnya kebijakan publik dan kedua adalah apa hambatan utama

dari kesuksesan kebijakan publik. Edwards III menawarkan dan

mempertimbangkan empat faktor dalam mengimplementasikan kebijakan publik,

yakni: Resourches, Communication, Bureaucratic Structure and Dispotition or

Attitudes. Struktur penjabaranya adalah sebagai berikut:


37

Gambar 2.2

Model Implementasi Kebijakan Public Edward III

Komunikasi

Sumber daya

Implementasi

Disposisi (Sikap)

Struktur Birokrasi

Sumber: Tahir (2014:61-62)

Tahir (2014:61) menyatakan pada model Edward III, terdapat empat faktor

yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu

kebijakan, yaitu faktor sumber daya, komunikasi, struktur birokrasi, dan disposisi

yang diuraikan berikut ini :

1. Faktor Sumber Daya


Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi
kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-
ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang
bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang
mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara
efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.
Indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauh mana
sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik adalah:

a. Sumber daya manusia (staf)


Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf /
pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Kegagalan
yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya
38

disebabkan oleh staf yang tidak memadai atau tidak kompeten.


Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga
diperhitungkan dalam menentukan staf pelaksana kebijakan.

b. Sumber daya finansial


Dalam implementasi kebijakan, keberadaan pembiayaan atau
kecukupan pendanaan program dapat menentukan berhasil
tidaknya pelaksanaan suatu program. Apabila pembiayaannya
mencukupi maka program berpeluang besar untuk dapat
dilaksanakan dengan baik.

c. Fasilitas
Fasilitas merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang
mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya dan memiliki
wewenang, tetapi tanpa didukung sarana prasarana yang
memadai, maka implementasi kebijakan tidak akan berhasil.

2. Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa
yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau
pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap
sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan
yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya selalu berhubungan
dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.

Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat


kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan serta publik yang menjadi sasaran program dapat mengetahui
informasi terkait program tersebut, dan hal itu dapat diperoleh melalui
komunikasi yang baik.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur


keberhasilan komunikasi, yaitu:

a. Transmisi (saluran komunikasi)


Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Saluran dalam komunikasi
yang memegang peranan penting adalah sosialisasi program
kepada publik secara luas maupun komunikasi antar pelaksana
program yang terlibat.
39

b. Konsistensi
Perintah yang diberikan kepada implementor maupun yang
diterima oleh publik selaku sasaran dari sebuah kebijakan
haruslah konsisten. Karena apabila perintah sering berubah-ubah
akan membingungkan pelaksana kebijakan, sehingga tujuan dari
kebijakan tidak akan dapat tercapai.

3. Faktor Struktur Birokrasi


Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak
orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan
jalan melakukan koordinasi yang baik. Edward menyatakan terdapat
dua karakteristik yang mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah
yang lebih baik, yaitu :

a. Standar Operasional Prosedur (SOP)


adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai
atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

b. Fragmentasi (Pembagian Tugas)


adalah pembagian tugas dari implemantator atau hal-hal yang
terkait dengan penyebaran tugas dan tanggung jawab kegiatan-
kegiatan dan aktivitas pegawai pelaksana program tersebut.

4. Faktor Disposisi (sikap pelaksana program)


Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan. Apabila implentor memiliki
disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.
Sudah menjadi rahasia umum, bagaimana sebuah kebijakan yang
bagus kadangkala harus kandas ditengah jalan, ataupun salah sasaran
karena perilaku dari implementor kebijakan. Dalam implementasi
kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan
efisien, para implementor harus mempunyai komitmen yang kuat,
kejujuran, sikap profesionalisme dan sikap positif lainnya yang harus
dimiliki implementator untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
40

Model implementasi kebijakan publik menurut Donald Van Meter dan Carl

Van Horn dengan A Model of The Policy Implementation. Van Meter dan Van

Horn (dalam Agustino, 2006:142) menyatakan ada enam variabel yang

mempengaruhi kinerja implementasi antara lain :

1. Standar dan sasaran kebijakan


Setiap kebijakan public harus mempunyai standard an suatu sasaran
kebijakan jelas dan terukur.  Dengan ketentuan tersebut tujuannya
dapat terwujudkan.  Dalam standard an sasaran kebijakan tidak jelas,
sehingga tidak bias terjadi multi-interpretasi dan mudah menimbulkan
kesalah-pahaman dan konflik di antara para agen implementasi.
2. Sumberdaya
Dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya,
baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya
materi (matrial  resources) dan sumberdaya metoda (method
resources).  Dari ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting
adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek
implementasi kebijakan juga termasuk objek kebijakan publik.
3. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program implementasi kebijakan, sebagai realitas dari
program kebijakan perlu hubungan yang baik antar instansi yang
terkait, yaitu dukungan komunikasi dan koordinasi.  Untuk itu,
diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan
suatu program tersebut.  Komunikasi dan koordinasi merupakan salah
satu urat nadi dari sebuah organisasi agar program-programnya
tersebut dapat direalisasikan dengan tujuan serta sasarannya.
4. Karakteristik agen pelaksana
Dalam suatu implementasi kebijakan agar mencapai keberhasilan
maksimal harus diidentifikasikan dan diketahui karakteristik agen
pelaksana yang mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-
pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, semua itu akan
mempengaruhi implementasi suatu program kebijakan yang telah
ditentukan.
5. Disposisi implementor
Dalam implementasi kebijakan sikap atau disposisi implementor ini
dibedakan menjadi tiga hal, yaitu; (a) respons implementor terhadap
kebijakan, yang terkait dengan kemauan implementor untuk
melaksanakan kebijakan publik; (b) kondisi, yakni pemahaman
terhadap kebijakan yang telah ditetapkan; dan (c) intens disposisi
implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki tersebut.
6. Kondisi lingkungan sosial, politik dan ekonomi
41

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat


mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana
kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi
implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni
mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan dan apakah elite politik mendukung implementasi
kebijakan.

Model implementasi kebijakan publik menurut Daniel Mazmanian dan Paul

Sabatier dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Mazmanian

dan Sabatier (dalam Subarsono, 2010:94) menyatakan ada tiga kelompok variabel

yang mempengaruhi keberhasilan implementasi, yakni:

1. Karakteristik dari Masalah (tractability of the problems)


2. Karakteristik Kebijakan/Undang-undang (ability of statute to
structure implementation)
3. Variabel Lingkungan (non statutory variables affecting
implementations).

Model implementasi kebijakan publik menurut Merille S. Grindle dengan

Implementation as A Political and Administration Process. Grindle (dalam

Subarsono, 2010:93) menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan publik

dipengaruhi oleh dua variabel yang fundamental, yakni isi kebijakan (content of

policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation) yang diuraikan

sebagai berikut :

1 Variabel Isi Kebijakan


Variabel isi kebijakan mencakup hal sebagai berikut, yaitu; (1) sejauh
mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam
isi kebijakan publik; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group;
(3) sejauh mana perubahan yang diinginkan oleh kebijakan.  Dalam
suatu program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok
sasaran relatif lebih sulit diimplementasikan; (4) apakah letak sebuah
program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan
implementornya dengan rinci; dan (6) sumberdaya yang disebutkan
apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
42

2 Variabel Lingkungan Kebijakan


Variabel lingkungan kebijakan mencakup hal-hal sebagai berikut; (1)
seberapa besar kekuatan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2)
karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa; (3) tingkat
kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Pada penelitian ini, peneliti memilih untuk menggunakan pemikiran George

C. Edward III dengan teori Direct and Indirect Impact on Implementation yang

dianggap relevan dengan fokus penelitian, yakni menganalisis implementasi

Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota

Serang.

2.1.2 Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III

Tahir (2014:61) menyatakan pada model Edward III, terdapat empat faktor

yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu

kebijakan, yaitu faktor sumber daya, komunikasi, struktur birokrasi, dan disposisi

yang diuraikan berikut ini :

1. Faktor Sumber Daya


Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi
kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-
ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang
bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang
mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara
efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.
Indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauh mana
sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik adalah:

a. Sumber daya manusia (staf)


Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf /
pegawai, atau lebih tepatnya street-level bureaucrats. Kegagalan
yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya
disebabkan oleh staf yang tidak memadai atau tidak kompeten.
43

Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi perlu juga


diperhitungkan dalam menentukan staf pelaksana kebijakan.

b. Sumber daya finansial


Dalam implementasi kebijakan, keberadaan pembiayaan atau
kecukupan pendanaan program dapat menentukan berhasil
tidaknya pelaksanaan suatu program. Apabila pembiayaannya
mencukupi maka program berpeluang besar untuk dapat
dilaksanakan dengan baik.

c. Fasilitas
Fasilitas merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin memiliki staf yang
mencukupi, mengerti apa yang harus dilakukannya dan memiliki
wewenang, tetapi tanpa didukung sarana prasarana yang
memadai, maka implementasi kebijakan tidak akan berhasil.

2. Faktor Komunikasi
Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa
yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau
pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap
sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan
yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya selalu berhubungan
dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan”.

Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat


kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan serta publik yang menjadi sasaran program dapat mengetahui
informasi terkait program tersebut, dan hal itu dapat diperoleh melalui
komunikasi yang baik.

Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur


keberhasilan komunikasi, yaitu:

a. Transmisi (saluran komunikasi)


Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan
suatu implementasi yang baik pula. Saluran dalam komunikasi
yang memegang peranan penting adalah sosialisasi program
kepada publik secara luas maupun komunikasi antar pelaksana
program yang terlibat.
44

b. Konsistensi
Perintah yang diberikan kepada implementor maupun yang
diterima oleh publik selaku sasaran dari sebuah kebijakan
haruslah konsisten. Karena apabila perintah sering berubah-ubah
akan membingungkan pelaksana kebijakan, sehingga tujuan dari
kebijakan tidak akan dapat tercapai.

3. Faktor Struktur Birokrasi


Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak
orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat
mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan
jalan melakukan koordinasi yang baik.

Edward menyatakan terdapat dua karakteristik yang mendongkrak


kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu :

a. Standar Operasional Prosedur (SOP)


adalah suatu kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai
atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan kegiatan-
kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan.

b. Fragmentasi (Pembagian Tugas)


adalah pembagian tugas dari implemantator atau hal-hal yang
terkait dengan penyebaran tugas dan tanggung jawab kegiatan-
kegiatan dan aktivitas pegawai pelaksana program tersebut.

4. Faktor Disposisi (sikap pelaksana program)


Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan. Apabila implentor memiliki
disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan
dengan baik sebagaimana yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.
Sudah menjadi rahasia umum, bagaimana sebuah kebijakan yang
bagus kadangkala harus kandas ditengah jalan, ataupun salah sasaran
karena perilaku dari implementor kebijakan. Dalam implementasi
kebijakan menurut Edward III, jika ingin berhasil secara efektif dan
efisien, para implementor harus mempunyai komitmen yang kuat,
kejujuran, sikap profesionalisme dan sikap positif lainnya yang harus
dimiliki implementator untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
45

2.4 Rumah Tidak Layak Huni

2.1.1 Pengertian Rumah Tidak Layak Huni

Rumah tidak layak huni adalah suatu hunian atau tempat tinggal yang tidak

layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara

teknismaupun non teknis. Rumah tidak layak huni selalu berkaitan dengan aspek

kemiskinan karena keterjangkauandaya beli masyarakatnya terhadap rumah.

2.1.2 Kriteria Rumah Tidak Layak Huni

Kriteria khusus menilai suatu rumah dinyatakan tidak layak huni, yaitu:

1. Bahan bangunan tidak permanenatau rusak


2. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk seperti :
papan, ilalang, bambu yang dianyam.
3. Dinding atau atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu
keselamatan penghuninya.
4. Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas.
5. Tidak ada akses MCK.
6. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara.
7. Lantai dari papan bahan tidak permanen ataupun lantai dari tanah.
8. Saluran pembuangan air yang tidak memenuhi standar (Sumber:
Peraturan Dinas Sosial No.800 Tahun 2020).

2.1.3 Kriteria Rumah layak Huni

Depkes RI (2002) menyatakan rumah harus memenuhi empat kriteria agar

bisa dikatakan sehat yaitu:

1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis antara lain pencahayaan,


pengahawaan dan ruang gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan
yang menganggu.
2. Dapat memenuhi kebutuhan fsikologis antara lain privacy yang cukup,
komunikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penhuni rumah.
3. Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni
rumah dengan penyedian air bersih, pengelolaan tinja dan limbah
rumah tangga, bebas dari penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang
tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungya makanan
dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
penggawaan yang cukup.
46

4. Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang


timbul karena keadaan luar maupun keadaan dalam rumah, antara
lain;posisi garis sepadan jalan, kontruksi yang tidak mudah roboh,
tidak mudah terbakar dan tidak cenderung membuat penghuninya
jatuh tergelincir.

2.5 Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

2.1.1 Pengertian Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Program Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni adalah bantuan yang

ditujukan rumah yang sudah tidak layak lagi untuk ditempati karena sudah terlalu

banyak kerusakan pada rumah tersebut. Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak

Layak Huni (RS-RTLH) yang digagas oleh Pemerintah merupakan program

bantuan sosial, dimana rumah masyarakat miskin yang tidak memenuhi syarat

hunian layak kemudian diperbaiki sebagian atau seluruhnya dengan pendanaan

yang berasal dari dana APBD maupun dana swadaya dari masyarakat.

Sasaran program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

adalah keluarga fakir miskin dilaksanakan pada tiap kecamatan di Kota Serang

yang rumahnya tidak layak huni. Dinas Sosial Kota Serang bersama

TKSK/PSM/Karang Taruna/aparat kelurahan melakukan pemetaan lokasi kumuh

dan pendataan Kartu Keluarga dari calon penerima RS-RTLH, hasil pendataan

tersebut diusulkan untuk kegiatan RS-RTLH. Hasil usulan tersebut untuk

melampirkan data lokasi, data calon penerima, dan foto rumah 3 dimensi

(muka,samping, lantai), dan dikoordinasikan dengan Dinas Sosial Kota Serang

untuk diusulkan dan mendapatkan rekomendasi dari Provinsi. Berdasarkan hasil

dan pemetaan tersebut, Dinas Sosial Kota Serang mengajukan permohonan


47

bantuan RS-RTLH ke Kementerian Sosial. Nama penerima bantuan yang sudah

ditetapkan dalam surat keputusan tidak dapat diganti kecuali penerima bantuan

meninggal dunia atau pindah rumah dan dinyatakan mengundurkan diri.

Pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-

RTLH) di Kota Serang melibatkan berbagai pihak mulai dari SKPD di

Pemerintahan Kota Serang yaitu, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang sekaligus menjadi

penanggung jawab pelaksanaan program RS-RTLH, aparatur Kecamatan,

Kelurahan, serta masyarakat. Kepala Seksi Pemberdayaan SDM dan Lingkungan

Sosial berfungsi sebagai pelaksana di lapangan, sedangkan Kepala Bidang

Pemberdayaan Sosial berfungsi sebagai penanggung jawab pelaksana. Hal ini

sesuai dengan Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang

Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang.

2.1.2 Tujuan Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Tujuan dari program Rehabilitasi Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni

menurut Peraturan Dinas Sosial No.800 Tahun 2020 antara lain:

1. Teratasinya sebagian masalah kemiskinan di perkotaan


2. Tersedianya Rumah yang Layak Huni
3. Adanya kenyamanan bertempat tinggal
4. Meningkatkan kemampuan keluarga dalam melaksanakan peran dan
fungsi keluarga untuk perlindungan, bimbingan dan pendidikan
5. Meningkatnya harkat dan martabat keluarga miskin
48

2.1.3 Dasar Hukum Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Dasar hukum dari pelaksanaan program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak

Layak Huni (RS-RTLH) antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan


Sosial.
2. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Penanggulangan
Kemiskinan.
3. Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk
Teknis Program RS-RTLH Kota Serang.
4. Peraturan Dinas Sosial Nomor 800 Tahun 2020 Tentang Petunjuk
Teknis Program RS-RTLH Kota Serang.
5. Surat Keputusan Bupati Nomor 05 Tahun 2018 Tentang
Penyelenggaraan Perumahan.

2.1.4 Alur Pelayanan Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Masyarakat yang ingin mengajukan permohonan pendaftaran bantuan

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) harus mengikuti

prosedur yang berlaku. Alur tahapannya sebagai berikut :

1. Mengajukan permohonan usulan bantuan RS-RTLH dengan


kelengkapan surat permohonan atau proposal,
2. Menerima dan menatausahakan permohonan atau proposal,
selanjutnya menyampaikan kepada sekretaris atau staf umum,
3. Menerima, mempelajari, dan menyampaikan kepada Kepala Dinas
atau sekretaris,
4. Menerima, mempelajari, dan memberikan instruksi kepada Kepala
Bidang atau Kepala Dinas,
5. Mempelajari, dan memberikan instruksi kepada Kepala Seksi atau
Kepala Bidang,
6. Melakukan verifikasi administrasi dan lapangan terkait data usulan
RTLH oleh petugas verifikasi lapangan,
7. Mempelajari laporan hasil verifikasi lapangan, jika telah sesuai maka
segera menetapkan SK penerima bantuan RS-RTLH dan
memerintahkan sekretaris untuk memproses SPM, jika belum selesai
maka meminta Kepala Bidang mengecek kembali hasil verifikasi
lapangan atau Kepala Dinas,
8. Memproses SK bantuan RS-RTLH,
9. Menerima bantuan RS-RTLH oleh masyarakat.
49

2.1.5 Kriteria Penerima Bantuan Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak

Layak Huni

Menurut Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang

Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang, pasal 4 menyatakan kriteria

Kepala Keluarga Penerima Bantuan Sosial RS-RTLH:

1. Memiliki KTP atau identitas diri yang masih berlaku sesuai domisili
di wilayah kota Serang
2. Kepada keluarga anggota keluarga tidak mempunyai sumber mata
pencaharian atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak
dapat memenuhi kebutuhan pokok yang layak bagi kemanusiaan
(memperoleh upah dibawah Upah Minimum Regional Setempat).
3. Kehidupan sehari-hari masih memerlukan bantuan pangan untuk
penduduk miskin seperti Zakat dan BPNT.
4. Tidak memiliki Aset lain apabila dijual tidak cukup untuk membiayai
kebutuhan hidup anggota keluarga selama 3 (tiga) bulan kecuali tanah
dan rumah yang ditempati.
5. Memiliki rumah diatas tanah milik sendiri yang dibuktikan dengan
sertifikat atau girik atau ada surat keterangan kepemilikan dari
kelurahan/Desa atas status tanah.
6. Rumah yang dimiliki dan ditempati adalah rumah tidak layak huni
yang tidak memenuhi syarat kesehatan, keamanan dan sosial, dengan
kondisi sebagai berikut :
a. Tidak permanen dan / atau rusak
b. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk,
seperti: papan, ilalang, bambu yang dianyam/gedog dan
sebagainya.
c. Dinding dan sudah rusak sehingga membahayakan, menggangu
keselamatan penghuninya.
d. Lantai tanah /semen dalam kondisi rusak
e. Diutamakan rumah yang tidak memiliki kamar mandi.cuci, dan
kakus.
7. Tercatat dalam Basis Data Terpadu (BDT) Penerima Program Bantuan
Pangan Non Tunai (BPNT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu
Kelurga Sejahtera (KKS).
8. Apabila tidak mempunyai persyaratan pada poin 7 tersebut diatas dan
keadaan rumahnya benar-benar sangat tidak layak huni
dapatdiusulkan sebagai calon penerima bantuan Program Rehabilitasi
Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) dengan melampirkan
Surat Keterangan tTdak Mampu (SKTM) dari kelurahan diketahui
oleh Pemerintah Kecamatan setempat.
50

2.1.6 Tugas Penerima Bantuan Program Rehabilitas Sosial Rumah Tidak

Layak Huni

Menurut Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang

Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang, pasal 6 (D) menyatakan Kepala

Keluarga penerima bantuan dengan membentuk kelompok dengan anggota

berjumlah 5 sampai dengan 10 Kepala Keluarga yang ditetapkan oleh Kepala

Desa. Tugas kelompok adalah :

1. Membentuk pengurus kelompok terdiri dari ketua, sekretaris dan


bendahara, dan mengusulkan kepada kepala desa/Lurah untuk
ditetapkan serta membuat pernyataan bersedia melaksanakan kegiatan
bantuan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni.
2. Membuka rekening kelompok penerima di bank atau kantor pos
3. Melakukan penilaian bagian rumah yang akan direhabilitasi.
4. Menetapkan toko bangunan yang akan menjamin penyediaan barang.
5. Mengusulkan pelaksana yang ahli dalam bidang bangunan (tukang).
6. Mengajukan usulan kebutuhan perbaikan rumah beserta dana yang
7. Membantu tukang yang telah ditunjuk untuk mengerjakan perbaikan
rumah secara gotong royong dalam satu kelompok.
8. Ketua kelompok membuat laporan akhir kegiatan yang dilampiri foto-
foto masing-masing rumah yang telah direhab dan laporan akhir
pertanggungjawaban keuangan

2.6 Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan studi kepustakaan, peneliti selain mendapatkan teori-teori

berkaitan variabel penelitian yang bersumber dari buku referensi juga memperoleh

dari hasil penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan variabel penelitian.

Penelitian terdahulu dapat digunakan sebagai masukan serta bahan pengkajian

yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti.

Penelitian Valeria Ulu dan Nihayatus Sholichah (2020) dengan judul

“Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh Terhadap Peningkatan

Kualitas Hidup Warga Di Kelurahan Ngagelrejo, Kecamatan Wonokromo Kota


51

Surabaya”. Jenis penelitian yang digunakan menggunakan metode penelitian

kualitatif deskriptif. Fokus pada penelitian ini adalah evaluasi efektivitas dari

pelaksanaan program rehabilitasi sosial daerah kumuh. dan mengenai evaluasi

dampak-dampak dalam pelaksanaan program tersebut yang berkaitan dengan

peningkatan kehidupan warga di Kelurahan Ngagelrejo. Dalam penelitian ini

peneliti menggunakan teori evaluasi kebijakan menurut William Dunn

(2003). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut : Teknik Wawancara, Teknik Dokumentasi, Teknik Observasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas di sini yaitu terkait hasil yang

diiinginkan dari Pemerintah terhadap pelaksanaan program RSDK di Kelurahan

dengan musyawarah bersama dan melakukan pendataan sesuai dengan kriteria

yang di maksud. Efisiensi yang dimaksud berkaitan dengan sejauhmana usaha

yang dilakukan dalam melaksanakan program pembangunan perbaikan rumah

di kelurahan Ngagelrejo untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai dengan

target. Kecukupan yang dimaksud yaitu berkenaan dengan tingkat efektivitas

untuk memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan terhadap warga

Kelurahan Ngagelrejo penerima program RSDK.Kesamaan berkaitan dengan

biaya yang di distribusikan oleh Pemerintah secara merata kepada warga

penerima program di Kelurahan Ngagelrejo.

Dari hasil penelitian terdahulu di atas, maka dapat digambarkan perbedaan

dan persamaanya. Adapun perbedaan pada skripsi ini adalah terletak pada judul

penelitian yaitu “Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh Terhadap

Peningkatan Kualitas Hidup Warga Di Kelurahan Ngagelrejo, Kecamatan


52

Wonokromo Kota Surabaya” menggunakan teori evaluasi kebijakan menurut

William Dunn (2003) sedangkan penelitian penulis dengan judul “Implementasi

Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota

Serang” menggunakan teori Implementasi Kebijakan menurut George Edward

III.Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dengan penelitian yang dilakukan

persamaanya metode analisis data, teknik pengumpulan data dan selanjutnya

analisis data yang digunakan dalam penelitian sama-sama menggunakan deskriptif

kualitatif.

Penelitian Ahmad Nawi, Asih Widi Lestari (2018) dengan judul

“Implementasi Kebijakan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Di Desa Sumbergondo

Kecamatan Bumiaji Kota Batu”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif

kualitatif. Penelitian bertujuan menemukan hasil implementasi kebijakan

program rumah tidak layak huni terhadap peningkatan kesejahteraan

masyarakat di Desa Sumbergondo dengan berbagai indikator di dalamnya,

serta unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir masalah.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori implementasi kebijakan

menurut Nugroho (2012: 675). Teknik pengumpulan data adalah wawancara,

observasi dan dokumentasi tersebut kemudian dicek kebenarannya dengan

menggunakan triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Implementasi

(1) Kebijakan Program RS-RTLH Terhadap Peningkatan Kesejahteraan

Masyarakat menghasilkan sistem kebijakan, komunikasi yang baik, Sumber

Daya Manusia yang mampu mengakomudir segala aspek, Disposisi


53

masyarakat terhadap program tersebut ada yang menanggapi positif dan ada

juga yang menanggapi secara negatif, dan Struktur Birokrasi yang baik

menjamin terselenggaranya seluruh program Desa Sumbergondo; (2) Faktor

pendukung Program RS-RTLH Terhadap Peningkatan Kesejahteraan

Masyarakat; (3) faktor penghambat Program RS-RTLH Terhadap Peningkatan

Kesejahteraan Masyarakat adalah kurangnya dana yang diberikan dan ketidak

tepatan waktu dalam pelaksanaan.

Dari hasil penelitian terdahulu di atas, maka dapat digambarkan perbedaan

dan persamaanya. Adapun perbedaan pada skripsi ini adalah terletak pada lokasi

penelitian, yaitu di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batusedangkan

lokasi penelitian penulis yaitu di Kota Serangdan perbedaan selanjutnya teori

yang digunakan yaitu teori implementasi kebijakan menurut Nugroho (2012: 675)

sedangkan teori yang penulis menggunakan teori Implementasi Kebijakan

menurut George Edward III. Dalam penelitian ini terdapat kesamaan dengan

penelitian yang dilakukan persamaanya metode analisis data selanjutnya adalah

teknik pengumpulan data dan analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu

sama-sama menggunakan deskriptif kualitatif.

Mary Ismowati dan Ahmad Subhan (2018) dengan judul penelitian

“Implementasi Program Pemberdayaan Sosial Kegiatan Rehabilitasi Sosial

Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) Bagi Masyarakat Miskin Di Kabupaten

Pandeglang”. Jenis penelitian ini adalah dengan deskriptif kualitatif, fokus dalam

penelitian ini adalah bagaimana Implementasi Kebijakan Program Rumah Tidak

Layak Huni (RTLH) di desa Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang dengan


54

menggunakan Teori implementasi kebijakan menurut Charles O’ Jones

(1996:296) yang terdiri tiga dimensi, yaitu : organisasi, Interpretasi dan aplikasi.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian Perolehan data primer

dan data sekunder yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data dapat menyimpulkan bahwa

Implementasi Kebijakan Pedoman Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni

(RTLH) bagi masyarakat miskin di Dinas Sosial Kabupaten Pandeglang belum

berjalan dengan baik.Keberhasilan implementasi kebijakan rehabilitasi sosial

Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bagi masyarakat miskin di Dinas Sosial

Kabupaten Pandeglang belum sepenuhnya berhasil.

Dari hasil penelitian terdahulu di atas, maka dapat digambarkan perbedaan

dan persamaanya. Adapun perbedaan pada skripsi ini adalah terletak pada fokus

penelitian yaitu Di Kabupaten Pandeglangsedangkan lokasi penelitian penulis

yaitu di Kota Serang dan perbedaan selanjutnya teori yang digunakan menurut

Charles O’ Jones (1996:296) sedangkan teori yang penulis menggunakan teori

Implementasi Kebijakan menurut George Edward III.Dalam penelitian ini terdapat

kesamaan dengan penelitian yang dilakukan persamaanya metode analisis data

dalam penelitian yaitu sama-sama menggunakan deskriptif kualitatif.

2.7 Kerangka Berfikir

Permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh hampir setiap daerah di

Indonesia yang dinilai menghambat terciptanya kesejahteraan hidup bagi setiap

masyarakat Indonesia muncul dari adanya implikasi kesenjangan sosial.

Munculnya masalah kemiskinan ditandai dengan permasalahan-permasalahan


55

sosial lainnya seperti anak terlantar, pengemis, gelandangan, keluarga yang

memiliki rumah tidak layak huni, tuna susila, pengangguran, kejahatan, tingkat

kesehatan yang rendah dan lain sebagainya. Dengan kata lain, kemiskinan

menjadi salah satu penyebab masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar

atau hak dasarnya atas sandang, pangan dan papan (rumah) yang layak.

Keberadaan rumah menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang

memiliki fungsi sangat strategis, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan

psikologis bagi individu dan keluarga. Fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang

layak harus memenuhi syarat fisik rumah, yaitu aman sebagai tempat berlindung,

memenuhi rasa kenyamanan. Mempunyai rumah layak huni adalah pemenuhan

dasar bagi rakyat Indonesia. Pada kenyataannya untuk mewujudkan rumah yang

memenuhi persyaratan tersebut bukanlah hal yang mudah. Untuk masyarakat yang

tergolong keluarga miskin, rumah hanyalah menjadi tempat singgah keluarga

tanpa memperhitungkan kelayakannya dilihat dari fisik.

Kondisi tersebut melatarbelakangi Pemerintah Indonesia melalui

Kementrian Sosial Republik Indonesia melahirkan Program Rehabilitasi Sosial

Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH). Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak

Layak Huni (RS-RTLH) yang digagas oleh Pemerintah merupakan program

bantuan sosial, dimana rumah masyarakat miskin yang tidak memenuhi syarat

hunian layak kemudian diperbaiki sebagian atau seluruhnya dengan pendanaan

yang berasal dari dana APBD maupun dana swadaya dari masyarakat.

Pelaksanaan program RS-RTLH dilaksanakan hingga ke tingkat Kabupaten dan

Kota, tidak terkecuali di tingkat Kota Serang Provinsi Banten.


56

Pemerintah Kota Serang sebagai salah satu kota administratif di Provinsi

Banten dalam upaya penanggulangan kemiskinan diantaranya dilakukan dengan

pelaksanaan program RS-RTLH yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011.

Pelaksanaan program RS-RTLH berfokus pada pemugaran atau rehabilitasi rumah

yang sudah ada. Terdapat skala prioritas yang ditentukan oleh Dinas Sosial Kota

Serang yang mencakup kondisi atap, lantai, dan dinding atau yang disingkat

dengan sebutan Aladin (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun

2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 4 ayat 6).

Adapun pemberian bantuan Program RS-RTLH di Kota Serang diberikan dalam

satu bentuk, yaitu pencairan dana langsung tunai sebesar Rp.15.000.000 (Sumber:

Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis

Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13).

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, peneliti menemukan permasalahan

yang diduga menjadi penghambat implementasi RS-RTLH di Kota Serang.

Kondisi ini mencerminkan pelaksanaan program RS-RTLH masih belum sesuai

dengan aturan, prosedur dan harapan masyarakat sehingga masih banyak

masyarakat di Kota Serang yang membutuhkan dan belum menerima manfaat dari

program RS-RTLH di Kota Serang. Kondisi inilah yang melandasi pelaksanaan

penelitian peneliti saat ini. Untuk memudahkan dalam memahami penelitian ini,

peneliti membuat kerangka pemikiran yang disajikan lebih lanjut pada gambar

sebagai berikut:
57

Gambar 2.3
Kerangka Pemikiran

Implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di


Kota Serang

INPUT
Permasalahan dalam implementasi program RS-RTLH yaitu :
Tidak adanya petugas dari Dinas Sosial Kota Serang yang bertugas sebagai petugas lapangan atau
petugas yang dilibatkan mendampingi pihak lain saat bertugas di lapangan
Pelaksanaan sosialisasi secara langsung dari Dinas Sosial Kota Serang kepada masyarakat berfokus di
satu titik atau lokasi tertentu saja, yakni kantor kecamatan
Pelaksanaan sosialisasi secara langsung berfokus kepada orang-orang yang masih memiliki hubungan
kekeluargaan atau kedekatan pertemanan saja dengan pihak kecamatan, pihak kelurahan, RT dan RW.
Belum adanya penggunaan media dalam penyebaran informasi program RS-RTLH kepada publik secara
luas, seperti media cetak spanduk.
Belum sesuainya pemberian bantuan program RS-RTTLH dengan prosedur, dimana bantuan yang
harusnya berupa uang tunai sebesar Rp.15.000.000 namun terdapat potongan uang bantuan atau
bantuan diberikan dalam bentuk bahan baku bangunan.
Masih adanya masyarakat penerima bantuan program RS-RTLH yang tidak menyelesaikan rehab rumah
dalam waktu 30 hari sejak bantuan diterima
Belum terlibat aktifnya seluruh pihak dalam pelaksana program RS-RTLH membuka peluang kecurangan
di lapangan
Masih adanya peserta yang menerima bantuan program RS-RTLH meskipun tidak memenuhi kriteria
Aladin, yakni atap, dinding dan lantai
(Hasil Observasi Peneliti, 2021)

Impelementasi Kebijakan Publik


Teori Implementasi Kebijakan Publik menurut Edward III Tahir (2014:61), yaitu :
Faktor sumber daya
Faktor komunikasi
Struktur birokrasi
Disposisi (sikap)

OUTPUT
Implementasi dan faktor penghambat program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di
Kota Serang dapat berjalan sesuai dengan aturan

OUTCOME
Peningkatan kualitas implementasi program RS-RTLH dan tercapainya sasaran penerima bantuan rumah
tidak layak huni dengan lebih optimal

Sumber: Peneliti, 2021


58

2.8 Asumsi Dasar

Pada penelitian ini yang berfokus kepada implementasi program

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang. Teori

yang digunakan menggunakan model implementasi kebijakan publik menurut

Edward III yang meliputi faktor sumber daya, faktor komunikasi, struktur

birokrasi dan disposisi (sikap).

Peneliti memiliki asumsi dasar bahwa apabila implementasi program RS-

RTLH di Kota Serang melalui pemberian bantuan rehabilitas sosial sudah

dilaksanakan dengan baik maka akan membantu penerima bantuan untuk

memperoleh tempat tinggal yang layak dengan cara melakukan rehab rumahnya

agar menjadi layak huni sehingga memiliki peluang memperbaiki dan

meningkatkan kualitas hidupnya dan begitupula sebaliknya.


59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data

dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2016:3). Sedangkan pengertian

lainnya menjelaskan bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data penelitian. Dalam konteks penelitian sosial, masalah

dalam penelitian, tema dan judul penelitian memiliki perbedaan antara kualitatif

dan kuantitatif. Baik substansial maupun materil kedua penelitian itu berbeda

berdasarkan filosofis dan metodologis. Masalah kuantitatif lebih umum memiliki

wilayah yang luas, tingkat variasi yang kompleks namun berlokasi di permukaan.

Akan tetapi masalah-masalah kualitatif berwilayah pada ruang sempit dengan

tingkat variasi yang rendah namun memiliki kedalaman bahasan yang tak terbatas.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Sugiyono (2016:4) menyatakan metode penelitian

deskripstif dengan pendekatan kualitatif adalah proses penelitian dengan maksud

untuk memahami fenomena sosial tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian, dengan berusaha menggambarkan serta menjelaskan kondisi objek

penelitian. Pada pendekatan ini, peneliti membuat gambaran kompleks, meneliti

kata-kata, laporan terinci dari pandangan informan dan melakukan studi pada

situasi yang alami.


60

Bogdan dan Taylor (dalam Meleong, 2017:3) menyatakan metodologi

penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari

orang-orang dan perilaku yang diamati. Sedangkan Marshal dalam Sugiyono

(2016:13) mendefinisikan kualitatif sebagai proses mendapatkan pemahaman

lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia.

3.2 Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian kepada implementasi

program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota

Serang. Selanjutnya analisis mengacu kepada teori implementasi kebijakan publik

menurut Edward III (2014:61) yang meliputi faktor sumber daya, faktor

komunikasi, struktur birokrasi dan disposisi (sikap).

3.3 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kota Serang. Alasan peneliti memilih lokasi

Kota Serang karena terdapat permasalahan dalam implementasi program

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH).

3.4 Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah orang atau human instrument, yakni peneliti sendiri. Untuk dapat menjadi

instrumen, peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga
61

mampu bertanya, menganalisis, memotret, dan mengkonstruksi situasi sosial yang

diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna. Data yang dihasilkan berbentuk kata-

kata atau kalimat untuk mengeksplorasi bagaimana kenyataan sosial yang terjadi

dengan mendeskripsikan masalah penelitian, yakni implementasi program

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang.

Selain itu, hal-hal yang terdapat di dalam penelitian kualitatif merupakan

sesuatu yang belum jelas dan pasti masalahnya, sumber datanya, hasil yang

diharapkan semuanya belum jelas. Nasution (dalam Sugiyono, 2016:14)

menyatakan dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain dari pada menjadi

manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala

sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer

dan data sekunder. Sumber data primer yang diperlukan dalam penelitian ini

dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :

1. Observasi
Sugiyono (2016:17) menyatakan observasi adalah kegiatan
pengamatan atas sesuatu masalah dalam sebuah penelitian untuk
mendapatkan data dan fakta di lapangan. Di dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan observasi non partisipan.
Di dalam observasi non partisipan, peneliti tidak terlibat dengan
kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian.
2. Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data yang dilakukan
dengan bertanya dan mendengarkan jawaban langsung dari sumber
utama data. Peneliti adalah pewawancara dan sumber data adalah
orang yang diwawancarai.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
melalui wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur (structured
interview) adalah wawancara yang dilakukan peneliti dengan
menggunakan pedoman wawancara yang tersusun sistematis.
Pedoman wawancara berupa garis-garis besar terkait indikator.
62

Selain itu, dilakukan Focus Discusi Group (FDG) atau forum grup
diskusi. Forum diskusi grup digunakan untuk menyerap aspirasi
secara lebih terbuka antara pihak pelaksana RS-RTLH program dan
masyarakat selaku sasaran program RS-RTLH, khususnya untuk
mengetahui faktor-faktor penghambat dalam implementasi program
RS-RTLH di Kota Serang.
Pedoman wawancara dalam penelitian ini disajikan pada tabel di
bawah ini :
Tabel 3.1
Pedoman Wawancara
Konsep Alat Dimensi Kode
Aspek Yang Dinilai
Variabel Analisis Pengawasan Informan
Implementasi Model 1. Faktor Sumber 1. Kecukupan jumlah I1, I2, I3, I4
program implementasi Daya pegawai (sdm) I5, I6, I7, I8
Rehabilitasi kebijakan 2. Kecukupan I9, I10, I11
Sosial Rumah menurut pembiayaan program I12, I13, I14
Tidak Layak George C. 3. Fasilitas pelaksanaan I15
Huni (RS- Edward III program
RTLH) di Kota (2014:61)
Serang 2. Faktor 1. Saluran komunikasi I1, I2, I3, I4
Komunikasi yang digunakan I5, I6, I7, I8
2. Konsistensi isi I9, I10, I11
program dalam I12, I13, I14
kegiatan komunikasi I15
yang dilakukan

3. Faktor Struktur 1. Penggunaan standar I1, I2, I3, I4


Birokrasi operasional prosedur I5, I6, I7, I8
sebagai pedoman I9, I10, I11
pelaksanaan program I12, I13, I14
2. Kejelasan I15
fragmentasi
(pembagian tugas)
dari tiap pihak yang
terlibat

4. Faktor disposisi 1. Komitmen dari pihak I1, I2, I3, I4


(sikap) pelaksana untuk I5, I6, I7, I8
melaksanakan I9, I10, I11
program sesuai I12, I13, I14
dengan prosedur I15
yang berlaku
2. Sikap
profesionalisme dari
pihak pelaksana
dalam pelaksanaan
program
63

Faktor Faktor penghambat 1. Faktor penghambat I1, I2, I3, I4


Penghambat dari pihak dari pihak pelaksana I5, I6, I7, I8
pelaksana program RS-RTLH I9, I10, I11
2. Faktor penghambat I12, I13, I14
dari masyarakat I15
selaku sasaran
program RS-RTLH
Sumber : Peneliti, 2021

Data penelitian yang bersumber dari data sekunder diambil dari literatur

yang berkaitan dengan penelitian ini serta dokumentasi yang antara lain :

1. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan (library research) adalah pengumpulan data dari
literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.
Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku referensi,
laporan kerja instansi terkait dan jurnal penelitian sejenis.
2. Studi dokumentasi
Studi dokumentasi adalah pengumpulan data yang bersumber dari
dokumen resmi dan relevan dengan penelitian yang berupa tulisan,
gambar, foto, atau karya-karya monumental dari seseorang. Selain itu
dokumentasi juga catatan peristiwa yang sudah berlalu dengan
pengumpulan data penelitian yang diperoleh dari peraturan
perundang-undangan, laporan-laporan, catatan-catatan serta
menghimpun dokumen-dokumen dan menganalisisnya dengan
masalah yang diteliti.
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini,
khususnya dalam melakukan wawancara adalah:
a. Buku catatan, digunakan untuk mencatat pencatatan dengan
sumber data.
b. Kamera, digunakan untuk memotret kegiatan yang berkaitan
dengan penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
keabsahan penelitian.

3.5 Informan Penelitian

Pada penelitian sosial dengan metode kualitatif, informan menjadi hal yang

sangat penting karena informan merupakan sumber data kualitatif. Informan kunci

(key informan) yang peneliti tetapkan dalam penelitian ini adalah dari unsur

instansi pemerintah yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program


64

Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang,

meliputi Kepala Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA

Kota Serang selaku pengawas, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial

Kota Serang selaku penanggungjawab program, Kepala Seksi Penanganan

Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang selaku pihak pelaksana program,

Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) di Kecamatan Curug dan

Kecamatan Kasemen selaku pendamping, aparatur kecamatan, kelurahan dan RT.

Sedangkan informan sekunder (secondary informan) terdiri dari masyarakat yang

telah menerima dan masyarakat yang belum menerima bantuan program RS-

RTLH di Kota Serang.

Kategori informan dalam penelitian ini disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 3.2
Informan Penelitian

Jenis Kode Informan Jumlah Keterangan


Key I1 Kepala Sub Bidang 1 Orang Merupakan instansi
Informan Perencanaan Perumahan dan pemerintah yang
Pemukiman Badan menjadi subyek dalam
Perencanaan Pembangunan pelaksanaan
Daerah (BAPPEDA) Kota implementasi program
Serang RS-RTLH di Kota
I2 Kepala Bidang Pemberdayaan 1 Orang Serang
Sosial Dinas Sosial Kota
Serang
I3 Kepala Seksi Penanganan 1 Orang
Lingkungan Sosial Dinas
Sosial Kota Serang
I4 Tenaga Kesejahteraan Sosial 1 Orang Merupakan pihak yang
Kecamatan (TKSK) ditunjuk Dinas Sosial
Kasemen Kota Serang sebagai
I5 Tenaga Kesejahteraan Sosial 1 Orang pendamping masyarakat
dalam implementasi
Kecamatan (TKSK) Curug
program RS-RTLH di
Kota Serang
65

I6 Kepala Kecamatan Kasemen 1 Orang Merupakan instansi


I7 Kepala Kecamatan Curug 1 Orang pemerintah yang
I8 Aparatur Kelurahan 1 Orang menjadi subyek dalam
membantu pelaksanaan
Kasemen di Kecamatan
implementasi program
Kasemen RS-RTLH di Kota
I9 Aparatur Kelurahan 1 Orang Serang untuk tingkatan
Sukajaya di Kecamatan kecamatan
Curug
I10 Kepala RT 05/03 1 Orang
Kecamatan Kasemen
I11 Kepala RT 05/001 1 Orang
Kecamatan Curug
Secondary I12 Masyarakat Kecamatan 1 Orang Merupakan pihak yang
Informan Kasemen yang sudah menjadi sasaran dari
menerima bantuan program implementasi program
RS-RTLH program RS-RTLH di
I13 Masyarakat Kecamatan Curug 1 Orang Kota Serang
yang sudah menerima bantuan
program RS-RTLH
I14 Masyarakat Kecamatan 1 Orang
Kasemen yang belum
menerima bantuan program
RS-RTLH
I15 Masyarakat Kecamatan Curug 1 Orang
yang belum menerima bantuan
program RS-RTLH
Sumber : Peneliti, 2021

Pelaksanaan kegiatan wawancara terkait implementasi program RS-RTLH

kepada informan penelitian, khususnya untuk mengetahui faktor-faktor

penghambat lebih lanjut dilakukan dengan cara Focus Discusi Group (FDG) atau

forum grup diskusi. Forum diskusi grup digunakan untuk menyerap aspirasi

secara lebih terbuka antara pihak pelaksana RS-RTLH program dan masyarakat

selaku sasaran program RS-RTLH. Adapun pihak pelaksana yang dapat terlibat

aktif pada saat pelaksanaan FDG adalah dari pihak RT. Hal ini disebabkan

sulitnya mengatur pertemuan dengan aparatur pelaksana lainnya karena kondisi

sulitnya mengumpulkan masyarakat dalam kondisi pandemi Covid-19.


66

3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan

menggunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam dan dilakukan

secara terus-menerus sampai datanya jenuh. Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan

setelah selesai di lapangan.

Teknik analisis data menggunakan teknik analisis data kualitatif. Miles dan

Huberman (dalam Meleong, 2017:13) mengemukakan aktivitas analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus pada setiap

tahap sehingga tuntas dan datanya jenuh. Aktivitas analisis data menurut Miles

dan Huberman (Meleong, 2017:13) disajikan pada gambar sebagai berikut :

Gambar 3.1
Komponen Analisis Data (Interactive Model) dari Miles dan Huberman

Data Collection

Data Display

Data Data Reduction

Conclusions Drawing / Verifying

Sumber: Miles dan Huberman (Meleong, 2017:13)


67

Kegiatan analisis data penelitian diuraikan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data (Data Collection)

Pengumpulan data merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan data penelitian. Data penelitian diperoleh melalui

wawancara dengan informan penelitian.

2. Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan, perhatian

pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar”

yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Data yang

diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, kompleks dan

rumit. Untuk itu perlu dicatat secara rinci dan teliti. Kemudian segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data.

Reduksi data juga berarti merangkum, memilih hal-hal pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengumpulan data dan mencari kembali bila diperlukan.

Reduksi data dengan memberikan kode-kode pada aspek tertentu.

3. Penyajian data (Data Display)

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data.

Penyajian data yang paling sering dilakukan pada data kualitatif pada

masa yang lalu adalah bentuk teks naratif tetapi ada beberapa bentuk

penyajian data dengan menggunakan grafik, matriks, jaringan dan


68

bagan. Penelitian ini, peneliti menyajikan data dalam bentuk teks

naratif. Mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

4. Kesimpulan / Verifikasi (Conclusions Drawing / Verification)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

kesimpulan dan verifikasi, yaitu menyimpulkan dari temuan-temuan

penelitian untuk dijadikan suatu kesimpulan penelitian.

3.7 Uji Keabsahan Data

Sugiyono (2016:55) menyatakan validitas adalah derajat ketepatan antara

data yang terjadi dengan data yang di laporkan oleh peneliti. Dalam penelitian

kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan

antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek

yang diteliti. Tetapi perlu diketahui bahwa kebenaran realitas data menurut

penelitian kualitatif tidak bersifat tunggal, tetapi jamak dan tergantung pada

konstruksi manusia, dibentuk dalam diri seorang sebagai hasil proses mental tiap

individu dengan berbagai latar belakangnya.

Untuk menguji validitas data menggunakan teknik triangulasi. Teknik

triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu

yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Untuk itu teknik triangulasi data yang digunakan oleh peneliti

adalah dengan menggunakan teknik Triangulasi Sumber.


69

Meleong (2017:248) menyatakan teknik triangulasi sumber adalah teknik

yang digunakan untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek

data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Peneliti melakukan

wawancara dengan berbagai macam informan penelitian. Selain itu, untuk

mendukung kevalidan data digunakan membercheck, yaitu proses pengecekkan

data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data untuk mengetahui seberapa jauh

data yang diperoleh dan disajikan sesuai dengan yang diberikan oleh sumber data.

3.8 Jadwal Penelitian

Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus tahun

2020 sampai dengan bulan Oktober tahun 2021. Rincian kegiatan yang dilakukan

dalam penelitian ini lebih lanjut disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 3.3
Jadwal Penelitian
Tahun 2020 Tahun 2021
No Keterangan
Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt
1 Observasi
awal
2 Penyusunan
proposal
Awal
3 Bimbingan
Bab I – III
4 Seminar
proposal
5 Revisi
proposal
6 Penelitian
lapangan
7 Bimbingan
Bab IV – V
8 Sidang &
Revisi
skripsi

Sumber : Peneliti, 2021


70

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1 Profil Kota Serang

Kota Serang merupakan kota yang terletak di Provinsi Banten. Kota ini

terbentuk sebagai daerah otonom sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2007 tentang pembentukan Pembentukan Kota Serang pada

tangga 2 November 2007. Kota Serang memulai pelaksanaan pemerintahan secara

resmi pada tangga 5 Desember 2008, setelah melaksanakan pemilihan kepada

derah langsung dan kemudian dilantiklah Walikota dan Wakil Walikota secara

definitif.

Kota Serang adalah wilayah hasil pemekaran dari Kabupaten Serang dan

kota serang merupakan salah satu kota di Provinsi Banten yang mempunya

kedudukan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Banten. Sebagai ibukota provinsi,

kehadiran kota serang merupakan sebuah harapan masyarakat yang diharapkan

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kota Serang dipilih sebagai

provinsi Banten karena berdasrkan beberapa pertimbangan seperti letaknya yang

sangat strategis sehingga dapat terjangkau dari semua wilayah dan karena alasan

historis. Seperti misalnya pada abad 1525-1808 Kesultanan Banten mencapai

kejayaan.
71

Kota serang memiliki luas wilayah seluas 266,74 km2, Luas wilayah kota

serang tersebut hanya sekitar 3,08 % dari luas wilayah Provinsi Banten. Kota

Serang terdiri dari 6 kecamatan yaittu Kecamatan Serang, Kecamatan Kasemen,

Kecamatan Cipicok Jaya, Kecamatan Curug, Kecamatan Walantaka, dan

Kecamatan Taktakan. Berikut adalah daftar kecamatan beserta luas wilayahnya:

Tabel 4.1
Kecamatan Di Kota Serang
Luas wilayah
No Kecamatan
Jumlah Kelurahan Km2 Persentase (%)
1 Curug 10 49,60 8,29
2 Walantaka 14 48,48 14,82
3 Serang 12 31,54 32,68
4 Cipocok Jaya 8 25,88 14,29
5 Taktakan 12 47,88 14,49
6 Kasemen 10 63,36 15,43
Jumlah 66 266,74 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Serang Tahun 2021

4.1.2 Visi dan Misi Pemerintah Kota Serang

Visi Pemerintah Kota Serang “Terwujudnya Kota Peradaban yang Berdaya

dan Berbudya”. Untuk mencapai visi tersebut, pemerintah kota serang

menetapkan misi sebagai berikut:

1. Menguatkan Peradaban Berbasis Nilai-Nilai Kemanusiaan


2. Meningkatkan sarana prasarana daerah yang berwawasan lingkungan
3. Meningkatkan perekonomian daerah dan Pemberdayaan Masyarakat
yang Berdaya Saing
4. Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
72

4.1.3 Profil Dinas Sosial Kota Serang

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tantang

Pemerintahan Daerah, setiap daerah harus bisa merespon perangkat Undang-

Undang dengan menempatkan aparatur di daerah untuk lebih mampu menata

pemerintahannya. Sebagai upaya melayani dan memberikan pelayanan terhadap

pembangunan bidang kesejahteraan sosial.

Dinas Sosial Kota Serang berdiri berdasarkan Peraturan Derah Kota Serang

Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Serang

Nomor 9 Tahun 2008, Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi Daerah

Dinas Sosial Kota Serang dan Peraturan Derah Kota Serang Nomor 7 Tahun

2016, Tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Serang.

Dinas Sosial Kota Serang merupakan salah satu unsur pokok pelaksanaan

penyelenggaraan dalam bidang sosial. Dimana dalam bertugas menangani

permasalahan mengenai kesejahteraan sosial yang terjadi dalam masyarakat,

khususnya masyarakat yang berada di wilayah administrative pemerintah daerah

Kota Serang. Tugas pokok Dinas Sosial Kota Serang yaitu melaksanakan urusan

pemerintahan daerah bersdasarkan asa otonomi dan tugas pembantuan di bidang

sosial sesuai kewenangan dan kebijakan pemerintah daerah.

4.1.4 Visi dan Misi Dinas Sosial Kota Serang

Visi Dinas Sosial Kota Serang, yaitu “Terwujudnya Kemandirian Bagi

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial”. Untuk mencapai visi tersebut, Dinas

Sosial Kota Serang menetapkan misi sebagai berikut:


73

1. Meningkatakan kualitas sumber daya aparatur dan infrastruktur dalam


penataan kelembagaan.
2. Meningkatkan akses pelayanan sosial dalam aspek rehabilitasi sosial,
jaminan sosial, pemberdayaan sosial dan perlindungan sosial bagi
penyandang masalah kesejahteraan sosial
3. Memperkuat kelembagaan dan potensi sumber kesejahteraan sosial
untuk mendorong imisiatif dan partisipatif aktif masyarakat,
organisasi sosial, karang taruna, TKSM dan lembaga sosial
keagamaan agar terjalin hubungan kemitraan yang baik dalam
membangun kesejahteraan sosial
4. Meningkatkan sistem informasi pelaporan

4.1.5 Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang

Struktur organisasi Dinas Sosial Kota Serang disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4.1
Struktur Organisasi Dinas Sosial Kota Serang, 2021

Sumber: https://dinsos.serangkota.go.id. 2021


74

4.2 Informan Penelitian

Penelitian dengan fokus implementasi Program Rehabilitasi Sosial Rumah

Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang menggunakan beberapa informan

sebagai sumber data yang kemudian diklasifikasikan ke dalam informan kunci

(key informan) dan informan pembantu (secondary informan). Informan tersebut

memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti, karena informan dalam

kesehariannya senantiasa berhubungan dengan permasalahan yang sedang peneliti

teliti saat ini.

Pada Bab sebelumnya, peneliti menetapkan batasan masalah penelitian,

dimana lokasi penelitian berfokus kepada Kecamatan Kasemen dan Kecamatan

Curug dengan pertimbangan karena kedua kecamatan tersebut tercatat sebagai

penerima bantuan tertinggi dan terendah bila dibandingkan kecamatan lainnya di

Kota Serang, maka informan penelitian diantaranya berasal dari kecamatan

tersebut. Selain itu, sumber data penelitian dibatasi pada masyarakat yang sudah

menerima bantuan dan belum menerima bantuan dari program RS-RTLH.

Informan pada penelitian ini sebanyak 15 orang informan dengan rincian

sebagai berikut :

1. Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala Sub Bidang

Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang,

informan ini merupakan informan kunci.

2. Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku Kabid Pemberdayaan Sosial

Dinas Sosial Kota Serang, informan ini merupakan informan kunci.


75

3. Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi Penanganan Lingkungan Sosial

Dinas Sosial Kota Serang, informan ini merupakan informan kunci.

4. Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen, informan ini merupakan

informan kunci.

5. Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug, informan ini merupakan

informan kunci.

6. Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku Kepala Kecamatan Kasemen,

informan ini merupakan informan kunci.

7. Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan Kasemen, informan ini

merupakan informan kunci.

8. Bapak Trisna selaku Aparatur Kelurahan Kasemen Kecamatan

Kasemen, informan ini merupakan informan kunci.

9. Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur Kelurahan Sukajaya

Kecamatan Curug, informan ini merupakan informan kunci.

10. Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03 Kecamatan Kasemen, informan

ini merupakan informan kunci.

11. Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001 Kecamatan Curug, informan

ini merupakan informan kunci.

12. Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan RS-RTLH di Kecamatan

Kasemen, informan ini merupakan informan sekunder.

13. Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-RTLH di Kecamatan

Curug, informan ini merupakan informan sekunder.


76

14. Bapak Budiawan selaku masyarakat yang belum menerima bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen, informan ini merupakan informan

sekunder.

15. Bapak Septian selaku masyarakat yang belum menerima bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug, informan ini merupakan informan

sekunder.

4.3 Deskripsi dan Analisis Data

Dalam penelitian kualitatif, proses pengumpulan data dan aktifitas analisis

data dilakukan secara bersamaan. Seperti yang telah diuraikan dalam bab

sebelumnya, bahwa dalam proses analisis data menggunakan model interaktif

yang dikembangkan oleh Miles & Huberman. Validitas data menggunakan teknik

triangulasi sumber dan membercheck.

Matriks triangulasi sumber disajikan pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.2
Matriks Triangulasi Sumber

Item Data Wawancara Observasi Validasi Jumlah


Informan Kunci √ √ √ 11 Informan
Informan Sekunder √ √ √ 4 Informan
Sumber : Peneliti, 2021

Kegiatan wawancara dengan informan penelitian, peneliti menggunakan

lembar wawancara dengan fokus kepada implementasi program Rehabilitasi

Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang. Selanjutnya analisis

mengacu kepada teori implementasi kebijakan publik menurut Edward III


77

(2014:61) yang meliputi faktor sumber daya, faktor komunikasi, disposisi (sikap)

dan struktur birokrasi yang akan diuraikan berikut ini.

4.3.1 Faktor Sumber Daya

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi

kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau

aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab

mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk

melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak

akan bisa efektif. Faktor sumber daya pada penelitian ini meliputi: (1) kecukupan

petugas, (2) aspek pembiayaan, dan (3) fasilitas yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan program RS-RTLH di Kota Serang.

Informasi berkenaan dengan bagaimana kecukupan sumber daya manusia

atau pegawai yang bertugas sebagai pelaksana dalam implementasi program RS-

RTLH sudah memadai, menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi,

SKM, M.Si selaku Kepala Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman

BAPPEDA Kota Serang mengemukakan :

“…Untuk pegawai yang bekerja dalam pelaksanaan program RS-RTLH


sepertinya sudah memadai. Dari unsur Bappeda Kota Serang hanya saya
yang bertugas untuk mengawasi pelaksanaan program RS-RTLH tersebut.
Biasanya kita sering ikut turun pada saat sosialisasi kedua yang memberikan
bantuan uang kepada penerima bantuan program RS-RTLH bersama dengan
Dinas Sosial Kota Serang dan pihak aparatur kecamatan dan kelurahan.
Adapun dari unsur Dinas Sosial Kota Serang sepertinya sudah cukup ada
kabid dan kasie yang terlibat, selebihnya ada petugas dari TKSK tiap
kecamatan sebagai petugas lapangan untuk kepentingan survei calon
penerima bantuan program RS-RTLH…”
78

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Secara administratif, sebetulnya kita sudah cukup pegawainya untuk


mengurus pekerjaan terkait dokumen. Tapi yang sebenarnya kita butuhkan
petugas di lapangan dari unsur Dinas Sosial Kota Serang untuk terlibat aktif
dalam mendampingi kerja TKSK pada saat kerja survei di tiap kecamatan,
minimal ada 2 orang pegawai dari tenaga kerja sementara dinas. Hanya saja
anggaran dinas yang dimiliki masih terbatas, ditambah saat ini sedang
kondisi pandemi Covid 19. Bahkan untuk tahun 2020, kita tidak bisa
melaksanakan program bantuan karena anggaran di hampir semua dinas
dialihkan untuk sumber dana penanganan Covid-19 itu, untuk besarnya
jumlahnya maaf saya tidak bisa memberitahu karena rahasia internal…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Bisa dibilang membutuhkan tambahan pegawai untuk membantu


pekerjaan di lapangan. Hal ini bisa jadi upaya untuk mengawasi secara
langsung kerja dari TKSK pada saat survei ke lokasi calon penerima
bantuan program RS-RTLH dan tepat tidaknya penyaluran bantuan program
tersebut karena dalam proses seleksi calon peserta itu direkomendasikan
oleh RT, diteruskan ke kelurahan baru ke pihak kecamatan. Soalnya hal ini
bisa membuat peluang oknum aparatur kecamatan dan dibawahnya
melakukan kecurangan dengan menetapkan calon peserta penerima bantuan
yang tidak semestinya…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sumber daya manusia dalam pelaksanaan

program RS-RLTH dinilai masih kurang mencukupi. Penambahan sumber daya

manusia dinilai penting bagi Dinas Sosial Kota Serang dengan cara penambahan

pegawai dari instansi terkait untuk bertugas di lapangan untuk kegiatan survei

lokasi mendampingi TKSK pada tiap kecamatannya sebagai bagian dari verifikasi

kevalidan data penerima bantuan menurut proposal dengan kondisi faktual


79

rumahnya. Hal ini agar target pelaksana program RS-RLTH dapat tercapai, yakni

memberikan bantuan untuk merehabilitasi rumah dari peserta penerima bantuan

yang tidak layak huni menjadi layak huni dan memperkecil adanya penyimpangan

yang memungkinkan dilakukan oleh oknum aparatur kecamatan, kelurahan hingga

RT dalam pengajuan peserta penerima bantuan.

Jika memang tidak bisa dilakukan penambahan petugas dari Dinas Sosial

Kota Serang, maka Dinas Sosial Kota Serang sebenarnya dapat mengirimkan

perwakilannya, baik dari Kepala Bidang atau Kepala Seksi terkait untuk ikut serta

mendampingi TKSK pada saat pelaksanaan survei lapangan untuk verifikasi

kevalidan data dari peserta penerima bantuan yang diajukan oleh aparatur

kecamatan, kelurahan dan pihak RT.sebagai pihak yang menseleksi proposal

peserta yang mengajukan bantuan dari program RS-RTLH.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Harus ditambah untuk sumber daya manusia, kalau bisa dari pihak Dinas
Sosial Kota Serang ada yang terlibat dalam tugas lapangan. Karena selama
ini, dari pihak dinsos tidak ada yang terlibat dalam kegiatan lapangan,
kecuali waktu sosialisasi saja. Sebab pekerjaan yang berat itu ada di
pekerjaan lapangan, dimana selama ini hanya TKSK saja yang berkontribusi
penuh, dan jumlahnya hanya ada 2 orang pada tiap kecamatan, sedangkan
luas wilayah kerjanya cukup besar sehingga saat pelaksanaan survei kita
harus berbagi wilayah biar semuanya bisa terselesaikan tepat waktu, karena
pekerjaan TKSK bukan hanya di survei calon penerima bantuan sosial dari
program RS-RTLH saja, tapi ada program kerja lainnya juga…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Tidak harus ditambah juga bisa, asal semua pihak yang terlibat mau
mengirimkan minimalnya satu orang sebagai perwakilan di tiap pelaksanaan
tugasnya. Seperti saat pendataan awal, pelaksanaan survei kelayakan calon
80

penerima bantuan hingga pemberian bantuan. Dalam pengamatan saya,


program RS-RTLH lebih banyak bertumpu kepada TKSKnya dalam survei,
dan dalam proses seleksi penerima bantuan bertumpu pada pihak
kecamatan, kelurahan dan RT. Sehingga apabila ada kecurangan, khususnya
terkait calon penerima bantuan yang tidak tepat sasaran bisa dicegah,
maklumlah permainan dari orang kecamatan dan aparat dibawahnya untuk
soal bantuan pemerintah biasanya mengutamakan orang-orang yang masih
ada hubungan keluarga dan pertemanan. Sehingga pemberian bantuan bisa
lebih tepat sasaran kepada keluarga yang benar-benar membutuhkan
bantuan rehab rumah itu…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa harapan dari TKSK agar Dinas Sosial Kota Serang

dapat melibatkan pegawainya dalam survei lapangan sehingga kegiatan survei

tidak hanya bertumpu kepada TKSK saja. Hal ini untuk mencegah terjadinya

kecurangan, khususnya penerima bantuan yang tidak tepat sasaran, mengingat

adanya permainan dari orang kecamatan dan aparat dibawahnya untuk soal

bantuan pemerintah kan biasanya mengutamakan orang-orang yang masih ada

hubungan keluarga dan pertemanan agar pemberian bantuan bisa lebih tepat

sasaran kepada keluarga yang benar-benar membutuhkan bantuan rehab rumah.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Saya fikir sudah cukup jumlah petugas untuk melaksanakan program


RS-RTLH, dari pihak Dinas Sosial Kota Serang sudah terlibat aktif dalam
sosialisasi bersama dengan aparatur kecamatan, kelurahan dan juga dari
pihak RT, sedangkan untuk petugas lapangan terkait kegiatan survei sudah
dikerjakan oleh pihak TKSK kecamatan Kasemen, jadi sudah cukup…”
81

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Kalau bisa ditambah petugas yang terlibat untuk membantu TKSK dari
kecamatan curug karena hanya ada dua orang saja petugasnya, minimal tiga
sampai dengan 4 orang, karena survei yang mereka (TKSK) lakukan itu
sangat penting untuk membuktikan valid tidaknya data calon penerima
bantuan untuk diberikan bantuan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sumber

daya manusia dari pihak kecamatan tidak perlu ada penambahan karena sudah

mencukupi. Namun apabila ada penambahan lebih diarahkan kepada TKSK yang

bertugas melaksanakan survei lokasi rumah penerima bantuan. Sebab saat ini,

petugas survei yang diemban oleh TKSK masih sedikit jumlahnya, hanya 1-2

orang yang memungkinkan ditambah menjadi 3-4 orang sehingga pada saat survei

bisa lebih optimal karena faktor jarak yang jauh dari tiap lokasi sehingga petugas

survei tidak harus membagi lokasi survei seperti yang dilakukan saat ini karena

efek minimnya jumlah TKSK.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Masih mencukupi jumlah dari pegawai atau petugas yang melaksanakan


program RS-RTLH itu di kelurahan kasemen, jadi tidak perlu ada
penambahan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Karena tugas dari pihak kelurahan hanya meneruskan proposal yang


diajukan oleh pihak RT kepada pihak kecamatan, jadi saya rasa tidak ada
perlu ada penambahan petugas. Kalaupun dirasakan perlu, bisa ada
penambahan untuk petugas surveinya saja…”
82

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan tidak perlu ada

penambahan petugas dari unsur kelurahan karena fungsi utamanya hanya

menerima proposal pengajuan bantuan yang masuk dari warga melalui pihak RT.

Sehingga dengan jumlah petugas kelurahan yang ada saat ini masih dapat

menjalankan fungsinya dalam mengumpulkan proposal pengajuan bantuan

program RS-RTLH.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Jumlah petugas yang ada saat ini untuk kegiatan sosialisasi dan survei
saya fikir sudah cukup, tidak perlu ada penambahan lagi. Kalaupun ada
penambahan, lebih baik kepada kuota penerima bantuannya saja biar
penerima bantuan dari warga Kecamatan Kasemen bisa lebih banyak…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Bisa ditambahkan untuk hal-hal yang penting saja, seperti petugas


surveinya ditambah kalau bisa untuk menemani petugas saat melakukan
survei ke tiap rumah yang mengajukan proposal bantuan tersebut. Baiknya
ada keterlibatan aktif dari Dinas Sosial Kota Serang untuk pelaksanaan
survei tersebut untuk menemani TKSK di lapangan, karena dari pihak RT
terkadang ada pekerjaan lain untuk diselesaikan sehingga tidak bisa
menemani TKSK pada saat melakukan survei…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa bisa ditambah petugas

survei agar lebih memadai dalam melaksanakan kegitan survei tersebut. Hal ini

mengingat dari unsur RT tidak bisa selalu mendampingi TKSK pada saat

melakukan survei ke lokasi rumah calon penerima bantuan program RS-RTLH.

Selain itu, apabila memang memungkinkan adanya penambahan lebih utama


83

diarahkan kepada penambahan kuota penerima bantuannya saja agar masyarakat

yang tinggal di Kecamatan Kasemen yang membutuhkan bantuan rehab rumah

mereka yang tidak layak huni dapat didaftarkan juga sebagai penerima bantuan.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Sepertinya masih kurang soalnya sepenglihatan saya apabila ada


pelaksanaan survei lapangan itu yang ada cuma pihak TKSK saja. Kalau
dari Dinas Sosial Kota Serang cuma terlihat sebanyak dua orang saja waktu
pelaksanaan sosialisasi di kantor kecamatan kasemen dan penyerahan
bantuan secara simbolis kepada penerima bantuan. Jadi saya pikir masih
kurang jumlah pegawainya, khususnya untuk TKSK karena hanya sendirian
terkadang juga ditemani sama ketua RT atau perwakilan masyarakat waktu
survei lapangan…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Harus ditambah karena petugasnya sedikit sekali waktu survei ke rumah


orang yang mengajukan permohonan bantuan. Jadi lebih baik untuk petugas
lapangan yang bagusnya ditambah jadi 2 atau 3 orang pada saat mendata
pemohon secara langsung di masing-masing kecamatannya…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jumlah TKSK yang bertugas mensurvei

lokasi rumah masih sangat kurang yang ditunjukkan dari hanya ada 1 orang

TKSK yang datang mensurvei rumah warga terkait agar TKSK nya tidak

kelelahan saat bertugas. Sebab masyarakat biasanya suka bertanya tentang

informasi program RS-RTLH kepada TKSK. Sedangkan dari pihak Dinas Sosial

Kota Serang sepertinya sudah mencukupi, dimana pada saat ada kegiatan

sosialisasi terdapat 2 orang pegawai Dinas Sosial Kota Serang yang mengisi
84

kegiatan sosialisasi penyerahan uang bantuan program RS-RTLH secara simbolis

kepada warga yang menjadi penerima bantuan.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Bagusnya memang ditambah. Untuk yang ditambahkannya bisa


mengutamakan petugas TKSK nya karena mereka yang melakukan survei
keliling ke rumah yang tidak layak huni, salah satunya rumah saya yang
masih dalam proses pengajuan permohonan sampai sekarang ini. Sebab
jumlah TKSK nya paling 1 orang yang datang, itupun terkadang ditemani
sama pak RT kalau lagi ada di rumah, tapi kalau tidak ada ditemani sama
warga yang hapal alamat biar tidak repot mencari alamat rumah
pemohonnya begitu. Sampai-sampai kita menganggap kalau TKSK itu
perwakilan dari Dinas Sosial Kota Serang karena seringnya mereka muncul
di lapangan dan ternyata bukan, katanya sebagai pendamping masyarakat
yang mengajukan bantuan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Menurut saya tidak harus ditambah apabila masih bisa mengoptimalkan


kerja dari petugas lain yang sebenarnya terlibat tapi dalam kenyataannya
tidak terlibat. Padahal ada perwakilan dari aparatur kecamatan, dari
kelurahan dan RT yang sebenarnya bisa bersama-sama bertugas waktu
survei lapangan untuk memastikan apakah memang benar pemohon bantuan
tergolong layak untuk menerima bantuan berdasarkan data yang mereka
miliki. Tapi memang yang lebih sering terlihat waktu survei lapangan yang
petugas dari TKSK nya saja, untuk perwakilan Dinas Sosial Kota Serang
pun hanya terlibat saat sosialisasi saja di kantor kecamatan, setelah itu
mereka (Dinas Sosial Kota Serang) tidak kelihatan sampai sekarang ini…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jumlah petugas TKSK bisa ditambah

jumlahnya agar lebih optimal dalam pelaksanaan survei meskipun tidak

didampingi oleh ketua RT yang memungkinkan ada keperluan lain sehingga tidak
85

bisa menemani TKSK pada saat survei. Akan tetapi, terdapat opsi lainnya tanpa

harus menambah TKSK, dimana hal ini dapat dilakukan dengan cara

mengoptimalkan aparatur kecamatan, aparatur kelurahan dan juga termasuk pihak

RT untuk dapat mendampingi TKSK dalam tiap survei yang dilakukannya.

Pendampingan ini tidak harus didampingi oleh ketua kecamatan atau ketua

kelurahan bisa saja dari unsur sekretaris yang mendampingi TKSK agar

memudahkannya dalam mencari lokasi rumah yang akan di survei.

Temuan penelitian yang diperoleh pada faktor sumber daya pada aspek

kecukupan sumber daya manusia antara lain :

1. Perlunya penambahan sumber daya manusia dari unsur Dinas Sosial

Kota Serang dengan cara penambahan pegawai dari instansi terkait

untuk bertugas di lapangan untuk kegiatan survei lokasi

mendampingi TKSK pada tiap kecamatannya sebagai bagian dari

verifikasi kevalidan data penerima bantuan menurut proposal dengan

kondisi faktual rumahnya.

2. Perlunya penambahan TKSK sebagai petugas yang melaksanakan

survei lokasi rumah penerima bantuan dari yang semula hanya 1-2

orang memungkinkan untuk ditambah menjadi 3-4 orang sehingga

saat survei lebih optimal karena faktor jarak lokasi yang berjauhan.

3. Sumber daya manusia yang berasal dari pihak kecamatan, kelurahan

dan RT tidak perlu ada penambahan karena fungsi utamanya hanya

menerima proposal pengajuan bantuan yang masuk dari warga dan

melakukan seleksi proposal tersebut.


86

Informasi berkenaan dengan ketersedian pembiayaan program RS-RTLH

sudah memadai untuk dilaksanakan sesuai dengan target pada setiap tahunnya,

menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala

Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :

“…Untuk anggaran kita sudah mencukupi, yang mana dana itu berasal dari
APDB Kota dan APDB Provinsi untuk pendanaan program RS-RTLH…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Dana untuk pelaksanaan program RS-RTLH sudah mencukupi untuk


bisa dilaksanakan sesuai target tiap tahunnya, biasanya 1 tahun itu targetnya
kurang lebih 90-100 unit sesuai dengan yang dianggarkan dari APBD
Provinsi dan APBD Kota…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Kalau bisa ditambah lagi, sebab masih banyak rumah yang tidak layak
huni yang belum menerima bantuan itu. Soalnya kalau setiap tahunnya itu
bisa menyasar kisaran 100 unit rumah, itu total untuk seluruh kecamatan di
Kota Serang, sedangkan data yang rumahnya tidak layak huni masih besar,
biar lebih cepat kurun waktu penyelesaian seluruh targetnya apabila bisa
ditambah target jadi dua kali lipatnya. Sebenarnya Dinas Sosial Kota Serang
bisa saja menggandeng perusahaan di Kota Serang untuk berpartisipasi aktif
untuk turut membantu pelaksanaan program RS-RTLH, itu juga sebenarnya
bagian dari program corporate social responsibility (CSR) yang wajib
dilaksanakan perusahaan. Perusahaan itu bisa membantu dalam hal
pemberian uang tunai maupun bantuan bahan material juga bisa, sehingga
perusahaan memiliki kepedulian dan kontribusi aktif terhadap
lingkungan…”
87

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pendanaan program RS-RTLH yang

bersumber dari APBD Kota dan APBD Provinsi dinilai masih sangat mencukupi

untuk bisa melaksanakan rehab rumah dengan jumlah kurang lebih sebanyak 100

unit rumah pada tiap tahunnya. Meski demikian, adanya harapan untuk

penambahan anggaran biaya guna dapat memperbanyak target rumah yang

direhabilitasi pada setiap tahunnya sebanyak 150 rumah agar target keseluruhan

dari rumah yang tidak layak huni dapat lebih cepat terselesaikan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Sepertinya kalau memang bisa harus ditambah, sebab di kecamatan


kasemen masih banyak yang rumahnya tidak layak huni supaya bisa lebih
cepat penyelesaian rehab rumah yang tidak layak huni begitu sehingga bisa
selesai dalam waktu yang lebih cepat…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Untuk itu saya kira sudah mencukupi, soalnya di kecamatan saya


bertugas masih terus ada warga yang dapet bantuan rehab rumah tiap
tahunnya. Paling kalau bisa ada tambahan bonus untuk TKSK biar lebih
optimal lagi saat bekerja dan tidak mencari pendapatan sampingan dari
pelaksanaan program…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa sumber dana program RS-RTLH saat ini sudah

mencukupi, walaupun TKSK juga berharap agar ada penambahan anggaran untuk
88

tahun mendatang agar jumlah rumah yang bisa direhabilitasi pada setiap tahunnya

dapat bertambah sehingga target program RS-RTLH dapat cepat selesai.

TKSK juga berharap adanya pemberian bonus atau insentif atas kinerja

TKSK dalam mensurvei bantuan sehingga hal ini akan berdampak positif terhadap

peningkatan motivasi TKSK dalam melaksanakan tugasnya serta menutup

peluang terjadinya kecurangan yang memungkinkan dapat dilakukan oleh TKSK,

seperti meminta pungutan liar dari warga walaupun memang hal ini belum terjadi

sampai dengan saat ini. Sebab selama ini, TKSK hanya mengandalkan kepada

gajinya semata, bahkan mereka menggunakan motor pribadi untuk melakukan

tugas survei ke rumah warga penerima bantuan.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Ya sudah ada pendanaan untuk program RS-RTLH. Setahu saya dari
dana APBD Kota dan Provinsi untuk tiap tahunnya. Dari dana tersebut
dialokasikan untuk seluruh kecamatan di kota serang dan kecamatan
kasemen jadi paling banyak yang menerima bantuan tersebut karena masih
banyak warga kami yang rumahnya tidak layak huni dan perlu mendapatkan
bantuan untuk rehab rumahnya…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Kalau untuk dana program RS-RTLH itu dari informasi Dinas Sosial
Kota Serang bersumber dari APBD. Artinya kalau dari APBD berarti
program itu akan terus berjalan setiap tahunnya karena APBD setiap
tahunnya ada terus, walaupun kita tidak tahu pasti berapa besarnya jumlah
dana yang dialokasikan tersebut…”
89

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dana yang

digunakan untuk membiayai pelaksanaan program RS-RTLH berasal dari dana

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana APBD tersebut berasal

dari dana APBD Kota Serang dan dana APBD Provinsi Banten, dimana sumber

dana yang terbesar untuk membiayai program RS-RTLH didominasi dari dana

yang bersumber dari APBD Kota Serang.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Sepertinya tidak ada masalah terkait dengan dana program RS-RTLH


selama beberapa tahun belakangan ini, masih terus bisa jalan programnya ke
masyarakat…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Saya kurang tau pasti, namun menurut penilaian saya masih sangat
mencukupi dana untuk pelaksanaan program RS-RTLH itu…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sumber

dana untuk membiayai pelaksanaan program RS-RTLH di Kota Serang dinilai

masih sangat mencukupi karena program ini masih terus berjalan karena masih

banyaknya masyarakat yang rumahnya tidak layak huni yang belum mendapatkan

bantuan program RS-RTLH ini.


90

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Jika bisa itu ditambahkan anggarannya biar penerima bantuan bisa lebih
banyak di tiap kecamatan, soalnya kecamatan kasemen itu minimal tiap
tahunnya bisa mengajukan sebanyak 40-50 calon peserta penerima bantuan
rehab rumah dari program RS-RTLH supaya lebih banyak masyarakat yang
membutuhkan bisa menerima bantuan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Tidak ada masalah berhubungan dengan dana. Kami dari pihak RT


hanya menjadi fasilitator untuk mengumpulkan proposal bantuan dari warga
kami yang mengajukan saja, untuk detail hal dana tersebut saya tidak
mengetahui secara pasti…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa harapan dari pihak RT

yang apabila memang bisa dapat lebih ditingkatkan pendanaan program

RS-RTLH dengan tujuan agar masyarakat yang rumahnya tidak layak huni yang

belum mendapat bantuan tersebut dapat memperoleh bantuan tersebut.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Kalau dana untuk pelaksanaan program sepertinya cukup, soalnya


hampir setiap tahun pasti ada pemberian bantuan secara simbolis kepada
penerima bantuan di kantor kecamatan. Tapi kalau boleh jujur, kalau bisa
bantuannya langsung diberikan bersamaan sama Kepala dari Dinas Sosial
Kota Serang, biar perwakilan dari Dinas Sosial Kota Serangnya tidak bisa
mengurangi jumlah bantuan atau mengganti uang bantuan dengan bentuk
matrial. Soalnya saya menerimanya dalam bentuk bahan material yang
sebetulnya kalau dihitung dalam bentuk uang itu kurang dari 15 juta rupiah,
sedangkan kalau tidak salah itukan bantuan yang dicairkan harusnya 15 juta,
tapi apalah mau di kata yang penting kita dapat bantuan saja biar bisa
perbaiki rumah sedikit-dikit…”
91

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Kalau bisa jumlah uang bantuannya jangan 15 juta, tapi 20 juta dan
kalau bisa jangan dipotong untuk ini dan itu. Pengalaman saya kemarin,
saya waktu dapet uang itu tidak genap 15 juta, tapi dapatnya 14 juta dari
orang dinas sosialnya, katanya untuk dibagi-bagi ke pihak kecamatan dan
kelurahan. Itupun belum untuk pihak RT yang saya ngasih 500 ribu waktu
pengajuan proposal bantuan biar di utamakan untuk mendapat pencairan.
Jadi hitungannya saya pegang uang bantuan itu sebesar 13,5 juta untuk
dipakai perbaiki rumah ini. Dengan jumlah uang yang saya terima itu sangat
sedikit dan tidak cukup untuk memperbaiki rumah, seperti untuk perbaiki
atap dan dinding saja itu minimal lebih dari 15 juta. Jadi saat kita menerima
bantuan akhirnya bisa lebih dari waktu yang ditargetkan sama orang Dinas
Sosial Kota Serang karena kita harus sambil kerja dan ngumpulin uang
untuk nambah kekurangan biaya bahan bangunannya.…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa program RS-RTLH sebaiknya dalam

pemberian bantuan berupa uang tunai sebesar 15 juta rupiah dapat dilakukan

secara langsung oleh Kepala Dinas Sosial Kota Serang atau pejabat terkaitnya.

Hal ini disebabkan adanya oknum aparatur kecamatan, kelurahan dan RT yang

bermain yang mengganti bantuan yang seharusnya dalam bentuk uang tunai

namun diganti dalam bentuk bahan material. Jumlah bahan material tersebut pun

kalau dihitung nilainya tidak mencapai sebesar 15 juta rupiah. Hal ini sangat

disayangkan karena bantuan rehab tersebut pada akhirnya menjadi ladang usaha

atau ladang bisnis bagi oknum aparatur kecamatan dan jajaran di bawahnya

sehingga merugikan penerima bantuan yang tidak optimal dalam melakukan rehab

rumahnya karena kecurangan tersebut.


92

Selain itu, apabila uang bantuan apabila memang diterima secara tunai oleh

penerima bantuan namun tetap dilakukan potongan terhadap uang bantuan

tersebut dengan alasan untuk biaya operasional pihak yang mengurus proposal

tersebut hingga lulus seleksi dan diterima sebagai penerima bantuan program RS-

RTLH. Padahal uang bantuan tersebut sudah disalurkan secara transfer ke

rekening kelompok, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengambilan uang tetap

melalui jasa dari oknum kecamatan, dan kelurahan. Bahkan tidak jarang juga ada

oknum RT yang meminta uang terlebih dahulu sebagai biaya jasa agar proposal

yang diajukan warganya diutamakan untuk menjadi peserta penerima bantuan.

Hal ini jelas-jelas melanggar standar operasional prosedur, dimana bantuan

diberikan dalam bentuk uang secara tunai tanpa potongan apapun.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Uang bantuan yang 15 juta itu sebetulnya bisa dibilang masih sangat
kurang untuk perbaiki rumah, seperti atap, tembok rumah dan lantai.
Soalnya harga bahan baku bangunan sekarang sudah mahal, belum lagi
ongkos tukang utama, uang makan untuk warga yang membantu gotong-
royong. Minimal paling untuk bangunan bisa terpakai 10 juta, sisanya untuk
tukang dan uang makan warga yang ikut gotong royong. Tapi yang saya
tahu dari tetangga jauh yang pernah dapet, jumlah bantuan yang diterima itu
tidak murni 15 juta, karena belum dipotong sama orang dinsos kota serang,
pihak kecamatan, dan pihak kelurahan ditambah sama RT. Soalnya saya
waktu mengajukan proposal, pakai orang lain yang masih ada hubungan
keluarga sama RT itu memberikan uang untuk pelicin, saya memberikannya
tidak besar, cuma 300 ribu biar proposal pengajuan bantuan saya bisa
dimasukin ke kecamatan begitu. Maklum zaman sekarang tidak ada yang
betul-betul gratis…”
93

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Menurut saya baiknya ditambah uang bantuan itu, bisa lebih dari 15 juta
untuk tiap penerima bantuan biar cocok untuk beli bahan bangunan dan
ongkos tukang dan uang makan dari warga yang ikut kerja bakti perbaiki
rumah. Tapi berapapun uang yang bisa diterima, namanya juga bantuan kita
harus bersyukur juga, yang penting dengan uang seadanya kita bisa rehab
rumah kita semampunya…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pemberian uang bantuan tunai pada

program RS-RTLH sebesar 15 juta rupiah tersebut dinilai masyarakat yang belum

menerima bantuan dinilai masih sangat kurang untuk melakukan rehab rumah

mereka. Hal ini mengingat biaya bahan baku material kini sudah semakin mahal,

ongkos tukang utama dan keperluan biaya masak untuk tukang dan masyarakat

yang membantu bergotong royong yang dengan jumlah 15 juta rupiah dinilai

masih kurang.

Bahkan dengan jumlah sebesar 15 juta rupiah tersebut belum lagi dikurangi

dengan potongan dari oknum yang telah dijelaskan di atas hanya mencukupi

untuk memperbaiki satu item saja, yang lebih banyak kepada perapihan atap dan

sebagian lantai karena biaya tidak cukup. Sedangkan dinding terkadang tidak bisa

selesai sampai dengan plester acian atau masih batu bata saja. Walaupun

sebenarnya berapapun besarnya jumlah uang bantuan tersebut tetap akan diterima

dan sangat disyukuri oleh masyarakat karena bisa memperbaiki rumahnya sedikit

demi sedikit agar lebih layak huni.


94

Temuan penelitian pada faktor sumber daya pada aspek pembiayaan atau

pendanaan program RS-RTLH antara lain :

1. Adanya harapan untuk penambahan anggaran biaya guna dapat

memperbanyak target rumah yang direhabilitasi pada setiap tahunnya

sebanyak 150 rumah agar target keseluruhan dari rumah yang tidak

layak huni dapat lebih cepat terselesaikan,

2. TKSK berharap adanya pemberian bonus atau insentif atas kinerja

TKSK dalam mensurvei bantuan sehingga hal ini akan berdampak

positif terhadap peningkatan motivasi TKSK dalam melaksanakan

tugasnya serta menutup peluang terjadinya kecurangan yang

memungkinkan dapat dilakukan oleh TKSK, seperti meminta

pungutan liar dari warga walaupun memang hal ini belum terjadi

sampai dengan saat ini

3. Harapan agar pemberian bantuan berupa uang tunai sebesar 15 juta

rupiah dapat dilakukan secara langsung oleh Kepala Dinas Sosial Kota

Serang atau pejabat terkaitnya. Hal ini disebabkan adanya oknum

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT yang bermain yang mengganti

bantuan yang seharusnya dalam bentuk uang tunai namun diganti

dalam bentuk bahan material atau potongan uang bantuan tersebut.

4. Jumlah uang bantuan tunai sebesar 15 juta rupiah tersebut dinilai

masyarakat yang sudah menerima bantuan maupun yang belum

menerima bantuan dinilai masih sangat kurang untuk melakukan rehab

rumah mereka, bahkan dengan jumlah sebesar itu, belum dikurangi


95

dengan potongan dari oknum yang telah dijelaskan di atas hanya

mencukupi untuk memperbaiki satu item saja, yang lebih banyak

kepada perapihan atap dan lantai karena uang yang didapatkan oleh

penerima bantuan tidak cukup.

Informasi berkenaan dengan fasilitas yang diperlukan dalam pelaksanaan

program RS-RTLH sudah mencukupi, seperti seragam petugas, papan informasi

prosedur pelayanan, kendaraan operasional dan lain sebagainya sudah mencukupi,

menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala

Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :

“…Fasilitas yang dibutuhkan sudah lengkap, baik seragam petugas


pelaksana, kelengkapan id card dan sebagainya. Untuk informasi terkait
prosedur program RS-RTLH sepertinya ada dipasang di kantor Dinas Sosial
Kota Serang…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Pelaksanaan program RS-RTLH yang berkenaan dengan fasilitas masih


memadai untuk petugas yang bekerja di kantor. Alur pelayanan juga
terpasang di depan kantor Dinas Sosial Kota Serang. Seragam kerja pasti
pakailah namanya juga aparatur pemerintah pasti pakai…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Petugas menggunakan seragam kerja yang mengidentikkan dirinya


sebagai petugas di lapangan biar masyarakat yang di survei dapat tahu kalau
itu adalah petugas resmi untuk survei penerima bantuan program RS-RTLH.
Perangkat kerja di kantor juga sangat memadai, sedangkan papan informasi
pelayanan seperti alur pelayanan juga terpasang di depan kantor Dinas
96

Sosial Kota Serang. Memang yang belum ada papan informasi terkait
program RS-RTLH di lokasi masyarakat maupun di kantor kecamatan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan program RS-RTLH sudah mencukupi. Fasilitas yang terkait dengan

pegawai seperti seragam dinas, kelengkapan id card, fasilitas yang berhubungan

dengan pelayanan terdapat banner informasi prosedur program RS-RTLH yang

dipasang di kantor Dinas Sosial Kota Serang.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Untuk petugas lapangan, seperti TKSK sebaiknya diberikan kendaraan


operasional untuk bisa mensurvei lokasi calon penerima bantuan. sebab
kalau pakai kendaraan operasional bisa rembes untuk uang bensinnya sebab
kalau pakai motor pribadi bensinnya pakai dari uang kita sendiri…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Menurut saya, lebih kepada fasilitas yang bisa menunjang masyarakat


mengetahui isi informasi terkait program RS-RTLH. Seperti bisa dengan
spanduk program kerja, pihak kecamatan memasang alur pelayanan
program RS-RTLH di kantor kecamatan, pihak kelurahan juga sama, dan
kalau lebih bagus dari pihak RT bisa memberikan surat edaran kepada
warga masyarakat terkait adanya pelaksanaan program RS-RTLH sehingga
masyarakat yang rumahnya tidak layak huni dapat informasi guna bisa
mendaftar sebagai peserta penerima bantuan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa TKSK yang melaksanakan tugas survei berharap agar

diberikan kendaraan operasional, seperti motor dinas guna mengurangi


97

pengeluaran pribadi dari TKSK terkait sehingga dalam pengeluaran rutin untuk

mensurvei lokasi nantinya dapat diganti atau dirembes kepada Dinas Sosial Kota

Serang untuk biaya transportasi petugas survei.

Fasilitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan dan belum ada adalah spanduk

yang berisikan informasi-informasi terkait program RS-RTLH yang dipasang di

lokasi strategis, seperti di kantor kecamatan, kelurahan dan spanduk di jalan yang

banyak dilalui masyarakat sehingga masyarakat setempat dapat mengetahui

adanya pelaksanaan program RS-RTLH agar masyarakat yang membutuhkan,

dalam hal ini rumahnya tidak layak huni dapat mendaftarkan dirinya sebagai calon

penerima bantuan tersebut.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Menurut saya, fasilitas yang dibutuhkan untuk pelaksanaan program RS-


RTLH tidak ada yang penting untuk ditambahkan karena sama seperti
fasilitas untuk pegawai bekerja di hari-hari biasa…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Sebaiknya ada pemberian spanduk program kerja yang dikasih dari


Dinas Sosial Kota Serang kepada pihak kecamatan supaya kita bisa
memasangnya biar masyarakat dapat mengetahui informasi tersebut
langsung biar lebih hemat dan efisien…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa fasilitas

kerja untuk mendukung pelaksanaan program RS-RTLH tidak perlu ada

penambahan karena fasilitas yang dibutuhkannya sama seperti fasilitas pegawai

bekerja sehari-hari di kantor. Namun apabila bisa dapat diberikan spanduk atau
98

banner program RS-RTLH di kantor kecamatan yang berisikan seperti alur

pelayanan pengajuan proposal bantuan, persyaratan pengajuan dan informasi lain

sebagainya sehingga bisa memudahkan aparatur kecamatan dalam menjelaskan

kepada masyarakat jika ada yang bertanya mengenai program RS-RTLH.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Kalau dari pihak kelurahan tidak membutuhkan fasilitas khusus untuk


pelaksanaan program RS-RTLH karena tugas kita hanya mendisposisi
proposal pengajuan dari pihak RT kepada pihak kecamatan saja…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Lebih kepada petugas TKSK nya saja, bisa lebih diberikan seragam
khusus yang dipakai setiap survei. Misalkan dengan pakaian dinas lapangan
dengan simbol tertentu, sehingga masyarakat bisa tahu itu petugas survei
dari program RS-RTLH…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak

kelurahan tidak membutuhkan fasilitas tambahan untuk bisa melaksanakan

program RS-RTLH karena fungsinya yang hanya mendisposisi proposal bantuan

yang masuk dari pihak RT untuk kemudian diteruskan ke kantor kecamatan.

Fasilitas kerja bisa diberikan kepada TKSK berupa pakaian dinas lapangan

sebagai simbol bahwa TKSK sedang melaksanakan kegiatan survei lokasi rumah

warga karena selama ini TKSK sering menggunakan pakaian tidak resmi, seperti

kemeja batik atau kemeja lainnya walaupun tetap terlihat rapi dan sopan namun

tetap harus diberikan identitas dari pakaian dinas lapangan yang dikenakannya
99

sebagai simbol bahwa mereka adalah TKSK pada program RS-RTLH sehingga

memudahkan masyarakat dalam mengenali TKSK pada saat bertugas di lapangan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Ada baiknya dari Dinas Sosial Kota Serang memberikan spanduk


program RS-RTLH ke tiap RT yang penting, seperti alur pelayanan itu
sehingga kita bisa lebih mudah dalam menjelaskan kepada masyarakat
apabila ada yang bertanya tentang program itu…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Diutamakan saja yang TKSK nya untuk diberikan motor operasional


soalnya terkadang mereka sering mengeluh kalau lokasinya terlalu jauh.
Kita bisa maklumi juga karena mereka harus mengeluarkan uang pribadi
untuk beli bensin apabila ada tugas survei, tapi kalau pakai kendaraan dinas
biasanya ada uang bensin yang bisa diganti nantinya oleh Dinas Sosial Kota
Serang…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa adanya harapan dari pihak

RT yang menginginkan adanya pemberian spanduk atau banner program

RS-RTLH di tiap RT yang didalamnya berisikan tahapan pengajuan proposal,

persyaratan pengajuan dan informasi lain sebagainya agar masyarakat bisa

mengetahui informasi program RS-RTLH secara langsung dari dinas terkait

melalui spanduk atau banner tersebut dan juga memudahkan pihak RT dalam

menjelaskan warganya apabila menanyakan tentang program RS-RTLH.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Yang saya tahu itu untuk petugas TKSK yang suka survei pakai seragam
kerja kantor, untuk kendaraan sepertinya pakai motor pribadinya soalnya
100

plat motornya bukan warna merah. Fasilitas yang lainnya saya kurang tahu
karena belum pernah juga datang ke kantor Dinas Sosial Kota Serang…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Kalau bisa di kasih motor dari dinas untuk kendaraan operasional dari
petugas TKSK, soalnya kasihan juga mereka harus survei ke lokasi rumah
masyarakat yang mengajukan bantuan yang jaraknya jauh-jauh, jadi kita
kadang tidak enak suka memberikan uang bensin minimal 10 ribu buat ganti
bensin mereka. Coba kalau pakai motor dinas mereka bisa dapat uang
bensin dari dinas, karena pengeluaran yang paling besar itu ada di petugas
lapangannya. Kalau petugas administratif yang memeriksa dokumen
pengajuan bantuan di kantor tidak ngeluarin uang operasional untuk mereka
bekerja, jadi biar adil dan sepadan dengan pekerjaan yang dilakukan…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa fasilitas kerja yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan program RS-RTLH diantaranya untuk TKSK. Untuk menunjang

kinerja TKSK dalam melaksanakan tugas survei agar sebaiknya dapat diberikan

kendaraan operasional, seperti motor dinas untuk mengurangi pengeluaran pribadi

dari TKSK karena lokasi rumah yang harus di survei relatif berjauhan sehingga

dapat memperbesar biaya transportasi TKSK terkait.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Petugas survei waktu datang survei ke rumah saya itu pakai seragam
kerja, cuma memang tidak ada papan namanya dan logo Dinas Sosial Kota
Serang jadi kita tidak tahu itu darimana. Karena petugas itu menjelaskan
dari TKSK untuk pendamping bagi masyarakat yang mengajukan bantuan
rehab rumah dari Dinas Sosial Kota Serang baru kita tahu. Kalau bisa itu
petugas yang survei itu di kasih papan nama yang terdapat keterangan dari
dinas apa, namanya siapa jadi kita tidak salah orang, karena hal inikan bisa
101

dimanfaatin sama oknum tidak bertanggungjawab yang pura-pura jadi


petugas survei terus mintain uang sama kita jadi repot nantinya, maklum
sekarang inikan banyak modus penipuan begitu…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Seragam kerja mereka (TKSK) Curug pada pakai, hanya belum ada
papan namanya saja. Mungkin ada tapi tidak mereka pakai, atau memang
belum ada. Kalau papan informasi alur pelayanan terkait program RS-
RTLH di kantor kecamatan tidak ada, di kelurahan juga tidak ada, di RT
juga tidak ada. Kalaupun ada pemberitahuan terkait info program dinas
untuk masyarakat juga pihak RT jarang memberi tahu ke warga, kita
dengarnya dari tetangga aja yang pernah dapet bantuan rehab rumah itu,
baru kita berani mengajukan ke RT…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa harapan dari masyarakat agar fasilitas

kerja bagi petugas survei atau TKSK diberikan seragam kerja khusus saat bertugas

di lapangan yang disertai dengan papan nama petugasnya agar masyarakat bisa

lebih mudah mengenali petugas TKSK tersebut. Hal tersebut bertujuan agar

menutup peluang terjadinya penipuan dari oknum yang tidak bertanggungjawab

dengan modus berpura-pura menjadi petugas survei dan meminta uang kepada

warga yang mengajukan bantuan program RS-RTLH.

Temuan penelitian pada faktor sumber daya pada aspek fasilitas yang

digunakan atau dapat menunjang pelaksanaan program RS-RTLH antara lain :

1. Fasilitas kerja yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota Serang yang

terkait dengan pegawai sudah memadai, seperti seragam kerja

pegawai, id card, dan sebagainya. Sedangkan fasilitas yang

berhubungan dengan pelayanan juga sudah tersedia terdapat banner


102

informasi prosedur program RS-RTLH yang dipasang di kantor Dinas

Sosial Kota Serang.

2. TKSK yang melaksanakan tugas survei berharap agar diberikan

kendaraan operasional, seperti motor dinas untuk mengurangi

pengeluaran pribadi dari TKSK karena lokasi rumah yang harus di

survei relatif berjauhan sehingga dapat memperbesar biaya

transportasi TKSK terkait.

3. TKSK berharap agar diberikan pakai dinas lapangan dengan simbol

tertentu, karena dalam bekerja TKSK biasanya sering menggunakan

pakaian tidak resmi, seperti kemeja batik atau kemeja lainnya

meskipun tetap terlihat rapi dan sopan serta menutup peluang adanya

modus penipuan dari oknum yang tidak bertanggungjawab dengan

berpura-pura menjadi TKSK sambil meminta uang kepada warga yang

mengajukan bantuan.

4. Belum adanya fasilitas dalam menyebarluaskan program RS-RTLH

berupa spanduk yang berisikan informasi-informasi terkait program

RS-RTLH yang dipasang di lokasi strategis, seperti di kantor

kecamatan, kelurahan dan spanduk di jalan yang banyak dilalui

masyarakat sehingga masyarakat setempat dapat mengetahui adanya

pelaksanaan program RS-RTLH.


103

4.3.2 Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang

menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang

lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam

setiap kegiatan yang melibatkan manusia dan sumber daya selalu berhubungan

dengan komunikasi. Implementasi kebijakan yang efektif baru akan terjadi apabila

para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka

kerjakan yang dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Faktor Komunikasi

pada penelitian ini meliputi: (1) aspek koordinasi antara pihak pelaksana,

(2) aspek komunikasi langsung, dan (3) aspek komunikasi tidak langsung terkait

program RS-RTLH di Kota Serang.

Informasi berkenaan dengan bagaimana kegiatan koordinasi yang dilakukan

antar pihak pelaksana terkait pelaksanaan program RS-RTLH, menurut hasil

wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala Sub Bidang

Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :

“…Kegiatan koordinasi secara rutin biasanya dilakukan lewat pelaporan


kerja, seperti Dinas Sosial Kota Serang memberikan laporan pelaksanaan
program RS-RTLH pada setiap tahunnya ke Bappeda Kota Serang…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan:

“…Biasanya kita berkoordinasi pada saat pelaksanaan sosialisasi pertama,


di kegiatan tersebut ada perwakilan dari pihak kecamatan, kelurahan, pihak
RT dan masyarakat yang potensial menerima bantuan program RS-RTLH.
Selanjutnya koordinasi terkait pelaksanaan program tersebut diperoleh dari
TKSK yang melaporkan hasil survei ke lokasi rumah calon penerima
bantuan…”
104

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Pada saat Dinas Sosial Kota Serang melakukan sosialisasi di lapangan.


Selanjutnya koordinasi dengan telepon kepada pihak-pihak yang terlibat,
khususnya TKSK sebagai petugas survei. Sebab karena program kerjanya
lintas instansi, jadi untuk melaksanakan kegiatan rapat kerja karena memang
tidak diagendakan. Sehingga dari pihak yang terlibat biasanya memberikan
laporan tertulis yang berupa proposal bantuan dan calon penerima bantuan
yang telah lulus seleksi dari hasil survei…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa koordinasi dengan seluruh pihak pelaksana

program RS-RTLH dilakukan pada saat kegiatan sosialisasi program RS-RTLH

yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang. Hal ini menunjukkan tidak

dilakukannya koordinasi yang bersifat formal atau diagendakan secara khusus,

seperti tidak adanya rapat kerja dari pihak pelaksana program RS-RTLH untuk

membahas perkembangan program RS-RTLH karena memang tidak adanya

anggaran untuk kegiatan koordinasi secara formal tersebut.

Kegiatan koordinasi yang umum dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang

kepada BAPPEDA Kota Serang dilakukan melalui laporan pelaksanaan program

RS-RTLH pada setiap tahunnya, sedangkan koordinasi Dinas Sosial Kota Serang

dengan TKSK selaku petugas survei biasa dilakukan melalui telepon dan laporan

kerja hasil survei.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Selama ini kita koordinasi secara keseluruhan dari pihak yang terlibat
sebagai pelaksana program RS-RTLH pada saat sosialisasi. Namun dalam
105

kegiatan tersebut, koordinasinya tidak berfokus kepada rapat kerja, namun


hanya diskusi saja untuk menyerap kendala di lapangan. Bagi TKSK,
koordinasi dengan Dinas Sosial Kota Serang lebih kepada pelaporan hasil
survei, sedangkan koordinasi dengan aparatur kecamatan dan kelurahan
relatif jarang secara tatap muka, lebih sering dengan telepon kalau kita ada
jadwal survei di lokasi tertentu untuk pemberitahuan…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Bagusnya ada rapat kerja yang dikhususkan untuk membahas persiapan


dan hasil dari pelaksanaan program. Supaya bisa diketahui apa saja kendala
di lapangan, ada tidaknya praktek kecurangan dan mungkin terobosan yang
bisa dilakukan untuk kegiatan mendatang agar program RS-RTLH bisa
lebih optimal dilaksanakan. Tapi memang sepertinya cukup sulit, sebab
rapat kerja tersebut memang membutuhkan anggaran dan Dinas Sosial Kota
Serang yang mungkin lebih mengutamakan efisiensi anggaran…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa TKSK dalam berkoordinasi dengan dinas sosial kota

serang lebih mengandalkan kepada koordinasi melalui telepon dan pelaporan hasil

survei saja. Sedangkan koordinasi dengan pihak kecamatan, kelurahan dan RT

juga melalui telepon untuk pemberitahuan jadwal survei TKSK ke lokasi rumah

warga yang akan di survei.

Harapan TKSK memang sebaiknya ada koordinasi yang dilakukan melalui

rapat kerja dari seluruh pihak pelaksana yang terlibat. Hal ini agar TKSK selaku

petugas survei dan pihak lainnya bisa saling menyampaikan kendala di lapangan

agar bisa dicari solusinya, mengetahui ada tidaknya praktek kecurangan dan

mungkin terobosan yang bisa dilakukan untuk kegiatan mendatang agar program

RS-RTLH bisa lebih baik lagi. Akan tetapi, karena memang menurut keterangan

dari pihak Dinas Sosial Kota Serang memang tidak ada penganggaran untuk
106

kegiatan tersebut, padahal rapat kerja tersebut sebenarnya bermanfaat betul untuk

perbaikan kinerja dari semua pihak yang melaksanakan program RS-RTLH.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Sepengalaman saya untuk koordinasi yang rutin pada kegiatan


sosialisasi tersebut, terkadang bisa pakai kantor kecamatan, terkadang bisa
pakai kantor kelurahan jika memungkinkan. Tapi koordinasinya bukan
dalam bentuk rapat kerja, tapi lebih kepada mengobrol santai saja antara
orang dinas dengan aparatur kecamatan dan aparatur dibawahnya…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Lebih banyak koordinasinya lewat telepon, itupun lebih sering dengan


TKSK yang apabila ingin melakukan survei memberikan pemberitahuan
kepada saya. Maksudnya minta didampingi begitu, tapi karena kesibukan di
kantor jadi saya cukup kesulitan untuk mendampingi TKSK saat survei
lapangan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa koordinasi

yang dilakukan antara pihak aparatur kecamatan dengan pihak lainnya, seperti

dengan Dinas Sosial Kota Serang dilakukan pada saat kegiatan sosialisasi

program RS-RTLH. Hal tersebut juga lebih kepada diskusi non formal karena

hanya sekedar obrolan ringan saja, adapun untuk diskusi formal dalam bentuk

rapat kerja antar pihak pelaksana program RS-RTLH belum dilakukan.

Selain itu, koordinasi yang dilakukan oleh pihak kecamatan dengan TKSK

umumnya dilakukan melalui telepon dalam konteks memberi pemberitahuan

bahwa TKSK akan melakukan survei di wilayah kecamatan yang saya pimpin
107

untuk minta didampingi. Namun apabila saya ada memiliki kesibukan pekerjaan

lain saya tidak bisa mendampingi TKSK pada saat kegiatan survei tersebut.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Koordinasi yang saya lakukan saat ini hanya kepada pihak RT saja
secara langsung karena mereka memberikan laporan berupa proposal-
proposal calon penerima bantuan untuk diteruskan ke pihak kecamatan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Sering kita di telepon sama pihak RT yang mau datang ke kantor


kelurahan untuk menyerahkan laporan proposal. Selebihnya tidak ada
kegiatan koordinasi rutin lainnya…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa koordinasi

yang dilakukan oleh unsur kelurahan lebih kepada disposisi proposal dari pihak

RT ke pada pihak kecamatan apabila sudah terkumpul semua proposal bantuan

program RS-RTLH. Selebihnya kegiatan koordinasi kepada pihak RT yang sering

dilakukan untuk memberitahukan pihak RT akan menyerahkan dokumen proposal

yang sudah lengkap ataupun penambahan proposal bantuan yang baru masuk.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Saya biasanya koordinasinya langsung TKSK saja untuk kepentingan


pelaksanaan survei, sedangkan koordinasi dengan Dinas Sosial Kota Serang
saya tidak ada, hanya kepada pihak kelurahan saja untuk penyerahan berkas-
berkas proposal bantuan dari warga tempat saya…”
108

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Tidak ada koordinasi yang berarti, hanya lebih kepada pelaksanaan alur
tugas dari tiap pihak saja, contohnya pada saya tugasnya untuk
pengumpulan proposal warga saja dan terkadang menemani TKSK untuk
pelaksanaan survei lapangan itupun terbilang jarang karena kesibukan saya
juga…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak RT lebih banyak

berkoordinasi dengan TKSK untuk mendampinginya melakukan survei lokasi

rumah calon penerima bantuan. Kegiatan mendampingi TKSK dilakukan tidak

rutin karena pihak RT juga harus mengurus pekerjaan lainnya. Adapun koordinasi

yang dilakukan dari pihak RT kepada kelurahan untuk menyerahkan proposal

bantuan yang sudah diterima dan diseleksi oleh mereka ataupun ada proposal

bantuan yang baru diajukan oleh warga.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Kalau dilihat dari tugasnya, sepertinya TKSK itu yang memberikan


informasi ke Dinas Sosial Kota Serang terkait hasil survei ke rumah
masyarakat yang mengajukan bantuan, karena memang tidak pernah terlihat
rapat kerja antara TKSK dengan aparatur kecamatan, kelurahan apalagi
dengan pihak RT. Mungkin koordinasinya lewat handphone sepertinya biar
lebih mudah sepertinya …”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Yang saya tau mungkin saja waktu sosialisasi pendataan itu jadi sarana
untuk pihak pelaksana program RS-RTLH untuk berkoordinasi, selebihnya
saya kurang begitu tahu pasti…”
109

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat hanya mengetahui koordinasi

yang dilakukan oleh pihak pelaksana program RS-RTLH dilakukan pada saat

kegiatan sosialisasi karena semua unsur pelaksana ikut hadir di kegiatan

sosialisasi tersebut. Sedangkan TKSK yang terlihat sering turun ke lapangan

sepertinya membuat laporan kepada Dinas Sosial Kota Serang atas hasil survei

yang telah dilakukannya.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Pasti ada koordinasi, minimal lewat telepon atau pesan dari handphone.
Sedangkan untuk koordinasi langsung, seperti rapat yang melibatkan pihak
kecamatan, kelurahan, RT dengan warga masyarakat itu saya tidak pernah
dengar ada seperti itu…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Bingung mau menjawabnya, soalnya koordinasi antara masyarakat


dengan pihak RT saja suka susah dapat informasinya, padahal saya cuma
tanya perkembangan proposal yang saya ajuin sudah di proses sampai
sejauhmana pak RT nya jawabnya suka tidak jelas, jadi bingung kitanya…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat tidak mengetahui koordinasi

yang dilakukan secara pasti, namun menurut masyarakat sekurang-kurangnya

pasti dilakukan lewat telepon. Sebab untuk koordinasi antara masyarakat dengan
110

pihak RT saja sudah sulit karena masyarakat tidak mengetahui informasi program

RS-RTLH, minimal untuk menanyakan perkembangan proposal bantuan yang

mereka ajukan itu sudah sampai mana tapi tidak mendapat respon dari pihak RT.

Temuan penelitian pada faktor komunikasi pada aspek koordinasi yang

dilakukan antara pihak pelaksana program RS-RTLH antara lain :

1. Koordinasi dengan seluruh pihak pelaksana program RS-RTLH

umumnya dilakukan bersamaan dengan kegiatan sosialisasi program

RS-RTLH yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang walaupun

lebih bersifat obrolan santai dan bukan koordinasi yang khusus atau

terarah dalam membahas perkembangan program RS-RTLH.

2. Koordinasi yang umum dilakukan pihak pelaksana program RS-

RTLH lebih sering dilakukan melalui telepon dan laporan kerja sesuai

dengan tugasnya.

3. Harapan dari pihak pelaksana agar dilakukannya koordinasi yang

bersifat formal atau diagendakan secara khusus, seperti rapat kerja

dari pihak pelaksana program RS-RTLH yang khusus membahas

perkembangan program RS-RTLH.

Informasi berkenaan dengan dalam kegiatan komunikasi, apakah dilakukan

penyebaran informasi kepada masyarakat di Kota Serang secara langsung, seperti

pelaksanaan sosialisasi program RS-RTLH dan lain sebagainya, menurut hasil

wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala Sub Bidang

Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :
111

“…Ada pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang


kepada masyarakat di tiap kecamatannya. Sosialisasinya untuk memberikan
informasi awal terkait pelaksanaan program dan sosialisasi berikutnya
kepada penyerahan bantuan kepada masyarakat secara simbolis…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Betul sekali, dari Dinas Sosial Kota Serang melakukan sosialisasi itu
sebanyak 2 kali. Sosialisasi yang pertama untuk menyampaikan informasi
tentang program RS-RTLH kepada masyarakat calon penerima bantuan,
seperti syarat pengajuan dan alur pengajuan, adapun sosialisasi yang kedua
untuk memberikan bantuan tunai kepada masyarakat yang lulus seleksi
kriteria sebagai penerima bantuan program RS-RTLH…”

Pelaksanaan sosialisasi langsung dari Dinas Sosial Kota Serang mengacu

kepada Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk

Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 6 ayat 3, dimana Dinas Sosial Kota

Serang selaku sebagai pelaksana program RS-RTLH bertugas melaksanakan

sosialisasi sebanyak dua kali, dimana sosialisasi tahap pertama untuk memberikan

informasi terkait program RS-RTLH kepada masyarakat pada tiap kecamatan di

Kota Serang, dan sosialisasi tahap kedua untuk bimbingan teknis penerima

bantuan sekaligus penyerahan uang bantuan program RS-RTLH secara simbolis

yang disajikan pada gambar sebagai berikut :


112

Gambar 4.2
Sosialisasi Tahap Kedua Berupa Bimbingan Teknik Kepada Penerima
Bantuan Program RS-RTLH Sekaligus Penyerahan Bantuan Secara Simbolis

Sumber: Dokumentasi penelitian (https://dinsos.serangkota.go.id). 2021

Berdasarakan Gambar 4.2, diketahui bahwa pelaksanaan sosialisasi, pada

tahap kedua dilakukan oleh dinas sosial kota serang kepada masyarakat yang lulus

seleksi sebagai penerima bantuan program RS-RTLH. Kegiatan sosialisasi

tersebut umumnya dilaksanakan di kantor kecamatan setempat yang umumnya

menggunakan balai serba guna kecamatan. Isi kegiatan sosialisasi tahap kedua

tersebut berupa bimbingan teknis kepada masyarakat untuk mengerjakan rehab

rumahnya sesuai dengan rencana anggaran biaya dalam proposal, batas waktu

penyelesaian rumah dan cara menggalang warga untuk bergotong royong

memberikan bantuan. Selain itu, dilakukan pula penyerahan bantuan secara

simbolis kepada penerima bantuan, sedangkan selebihnya bantuan di transfer

melalui rekening penerima bantuan.


113

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Kita melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat di tiap


kecamatan sebanyak 2 kali. Keterbatasan kita untuk melakukan sosialisasi
hanya sebatas di wilayah kecamatan terdapat pada budgetting atau anggaran
kegiatan. Selebihnya terdapat pada publikasi pemberitaan dari website resmi
Dinas Sosial Kota Serang terkait dengan pelaksanaan dinsos yang bisa
diakses oleh masyarakat secara langsung…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa komunikasi kepada masyarakat terkait

program RS-RTLH dilakukan melalui sosialisasi sebagaimana diatur dalam

Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis

Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 6 ayat 3. Pada sosialisasi yang pertama kali

digunakan untuk menyampaikan informasi tentang program RS-RTLH kepada

masyarakat calon penerima bantuan, seperti syarat pengajuan, alur pengajuan,

bentuk bantuan, batas waktu pengerjaan rehab rumahnya, dan sebagainya.

Sedangkan sosialisasi yang kedua dilakukan dalam rangka memberikan bantuan

tunai sebesar 15 juta rupiah secara simbolis, sedangkan sebagiannya dilakukan

melalui transfer ke rekening bank yang dibuat penerima pada bank yang ditunjuk

kepada masyarakat yang lulus seleksi kriteria sebagai penerima bantuan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Ada sosialisasi program RS-RTLH di tiap kecamatan dari Dinas Sosial


Kota Serang bersama dengan aparatur kecamatan dan jajaran dibawahnya
hingga RT bersama dengan perwakilan masyarakat yang potensial
menerima bantuan. Hanya saja kegiatan sosialisasinya bertumpu pada satu
titik saja, yakni kantor kecamatan dinilai kurang optimal mengingat
114

masyarakat ada yang tidak tahu informasi pelaksanaan sosialisasi tersebut,


jarak yang jauh dari rumah warga dengan kantor kecamatan yang berbeda-
beda, adanya kesibukan warga. Lebih ideal menurut saya adalah sosialisasi
yang dilakukan oleh pihak RT dengan cara undangan rapat di musholla atau
masjid atau di tempat lain yang mengundang tiap kepala keluarga yang
rumahnya masuk dalam kategori tidak layak huni untuk diberikan
penjelasan informasi program RS-RTLH, seperti syarat pengajuannya,
proses pengajuan, bentuk bantuan yang diterima dan pelaksanaan teknis
rehab rumahnya seperti apa agar penyebarluasan informasinya lebih tepat
sasaran. Apabila sosialisasi semacam ini dilakukan, maka pihak RT akan
lebih produktif dalam pendataan masyarakat yang potensial secara
keseluruhan dan lebih transparan guna memperkecil peluang adanya
kecurangan pemberian bantuan kepada kerabat atau familinya saja,
masyarakat bisa ikut melakukan pengawasan kepada pihak RT atas jumlah
warga yang diajukan sebagai penerima bantuan…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Kalau selama ini yang dilakukan memang sebatas kepada sosialisasi di


kantor kecamatan terkait. Menurut saya masih kurang efektif karena jumlah
masyarakat yang hadir relatif masih sedikit…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan TKSK membenarkan adanya pelaksanaan sosialisasi program

RS-RTLH menjadi kegiatan komunikasi yang secara langsung dilakukan Dinas

Sosial Kota Serang kepada masyarakat di tiap kecamatannya. Dalam kegiatan

tersebut, dihadiri oleh TKSK, aparatur kecamatan, kelurahan hingga RT dan

masyarakat calon penerima bantuan. Hanya saja, dalam pelaksanaannya lebih

bertumpu kepada satu lokasi saja, yakni di kantor kecamatan karena umumnya di

kantor kecamatan terdapat ruang serba guna yang biasa dijadikan sebagai tempat

untuk sosialisasi program kerja pemerintah maupun untuk rapat kerja aparatur

kecamatan dan jajaran di bawahnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab
115

minimnya masyarakat yang hadir dalam acara tersebut karena kantor kecamatan

relatif jauh jaraknya dengan lokasi rumah warga penerima bantuan, padahal jika

dilakukan di lokasi seperti di kantor kelurahan memungkinkan banyak masyarakat

setempat yang bisa hadir.

Bahkan harapan TKSK agar sosialisasi bisa dilakukan oleh pihak RT

dengan teknis yang tidak harus secara formal, seperti dengan cara melakukan

rapat di musholla atau masjid atau di tempat lain dengan mengundang tiap kepala

keluarga yang rumahnya masuk dalam kategori tidak layak huni untuk diberikan

penjelasan terkait informasi program RS-RTLH, untuk waktunya bisa di malam

hari setelah magrib atau isya karena warga banyak yang berkumpul kalau di

malam hari. Sehingga sosialisasinya bisa menyeluruh, lebih transparan dan dapat

memperkecil adanya praktek kecurangan yang selama ini masih dilakukan karena

dalam pemilihan calon penerima bantuan yang hanya berfokus kepada masyarakat

yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan pihak RT.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Untuk sosialisasi memang sudah dilakukan untuk komunikasi langsung


kepada masyarakat terkait pelaksanaan program RS-RTLH. Walaupun
menurut saya, kegiatan sosialisasi tersebut hanya bersifat kegiatan
seremonial saja karena setelah kegiatan tersebut Dinas Sosial Kota Serang
tidak lagi terlihat di lapangan untuk pelaksanaan program RS-RTLH…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Ya ada kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota
Serang, kalau tidak salah di tiap tahunnya ada 2 kali pelaksanaan sosialisasi
yang terkadang menggunakan lokasi di kantor kecamatan…”
116

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

komunikasi secara langsung terkait program RS-RTLH yang dilakukan oleh

Dinas Sosial Kota Serang melalui pelaksanaan sosialisasi program RS-RTLH

yang dilakukan di kantor kecamatan. Kegiatan sosialisasi tersebut dilaksanakan 2

kali pada setiap tahunnya, dimana tahap 1 untuk memberikan informasi program

RS-RTLH kepada masyarakat calon penerima bantuan dan sosialisasi tahap 2

dilakukan untuk bimbingan teknis kepada penerima bantuan sekaligus pemberian

bantuan secara simbolis dari unsur dinas sosial kota serang kepada penerima

bantuan program RS-RTLH.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Kalau pelaksanaan program pemerintah memang yang jadi titik lemah


biasanya ada di kegiatan sosialisasinya. Biasanya sosialisasinya hanya
mengambil tempat yang umum saja, seperti kantor kecamatan, padahal jauh
lebih efektif jika sosialisasinya dilakukan secara bergiliran di kantor
kelurahan yang ada di Kecamatan Curug sehingga masyarakat di tiap
kelurahan bisa tahu dan terlibat langsung karena jaraknya yang lebih dekat
dibandingkan ke kantor kecamatan yang lebih jauh jaraknya…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Seingat saya ada pelaksanaan sosialisasi dari Dinas Sosial Kota Serang
berkenaan dengan program RS-RTLH. Tapi sepengamatan saya jarang yang
hadir juga masyarakatnya, hanya lebih banyak diisi oleh aparatur
kecamatan, kelurahan dan pihak RT yang bisa hadir itu juga…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kegiatan

komunikasi secara langsung terkait program RS-RTLH lebih sering dilakukan di


117

kantor kecamatan saja. Kegiatan sosialiasi yang bertumpu kepada satu titik saja,

yakni di kantor kecamatan dapat menghambat penyebaran informasi program

RS-RTLH kepada masyarakat, karena tidak semua masyarakat bisa datang ke

kantor kecamatan karena faktor jarak yang jauh.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Harusnya kegiatan sosialisasi yang selama ini dilakukan tidak hanya


terus menerus dilakukan di kantor kecamatan, bisa juga di kantor kelurahan
atau di masjid atau di tempat lain yang tetap bisa kondusif dalam
pelaksanaan sosialisasi tersebut. Dan tidak perlu juga bersifat formal juga
pelaksanaannya, seperti bisa dilakukan dengan cara urung rembug
masyarakat sehabis sholat magrib atau isya, karena di kecamatan kasemen
masih lumayan sering orang ke masjidnya jadi sosialisasi di tingkat bawah
bisa lebih optimal lagi…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Sosialisasi program RS-RTLH yang selama ini dilakukan oleh Dinas


Sosial Kota Serang sudah cukup bagus. Tinggal ditambah lagi dengan
kegiatan sosialisasi langsung ke lokasi masyarakat di tingkat RT atau bisa
digabung seluruh RT dalam satu kelurahan yang sama kepada calon
penerima bantuan sehingga masyarakat di bawah juga mengetahui kegiatan
sosialisasi tersebut, memang untuk waktunya kalau bisa di malam hari abis
magrib atau isya karena warga banyak yang sering berkumpul kalau di
malam hari…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa unsur RT berharap

kegiatan sosialisasinya program RS-RTLH tidak hanya dilakukan di kantor

kecamatan saja, namun dapat juga dilakukan di kantor kelurahan atau di tempat

lain yang dilakukan secara bergiliran sehingga masyarakat di tiap kelurahan bisa

tahu dan terlibat langsung karena jaraknya lebih dekat dibandingkan ke kantor
118

kecamatan yang lebih jauh jaraknya. Selanjutnya, kegiatan sosialisasi tersebut

tidak harus bersifat formal bisa juga secara non formal namun tetap mencapai

tujuan utamanya, yakni memberikan informasi selengkap-lengkapnya kepada

masyarakat terkait program RS-RTLH dengan cara urung rembug di pelataran

masjid, musholla dan tempat lainnya yang mampu menampung orang dalam

jumlah banyak. Pemilihan waktunya juga baiknya dilakukan di malam hari karena

masyarakat lebih banyak ada di rumah di waktu tersebut sehingga kegiatan

sosialisasinya dapat lebih banyak dihadiri oleh masyarakat.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Memang ada sosialisasi kepada masyarakat secara langsung yang


dilaksanakan di kantor Kecamatan Curug. Hanya saja informasi adanya
sosialisasi itu hanya diberitahukan kepada masyarakat yang mengajukan
bantuan saja, sedangkan masyarakat yang belum mengajukan bantuan tidak
diberitahu. Padahal kalau masyarakat yang belum mengajukan bantuan juga
diberitahu mereka yang membutuhkan bantuan tersebut karena rumahnya
tidak layak huni bisa juga mendapatkan bantuan tersebut…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Saya sebetulnya tidak di kasih tahu sama, baik dari pihak kecamatan,
pihak kelurahan dan pihak RT terkait adanya pelaksanaan sosialisasi awal
untuk pendataan masyarakat yang rumahnya tidak layak huni. Informasi
sosialisasi itu saya dapat dari tetangga yang tahu informasi itu dari aparatur
kecamatan terkait informasi pelaksanaan sosialisasi program RS-RTLH di
kecamatan Curug. Begitu tahu, saya langsung ikut dan langsung
mengajukan proposal ke pihak RT dan ngasih tahu tetangga lain yang
rumahnya perlu di perbaiki…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa memang ada pelaksanaan sosialisasi


119

kepada masyarakat di kantor Kecamatan Curug. Hanya saja informasi adanya

sosialisasi itu hanya diberitahukan kepada masyarakat yang mengajukan bantuan,

sedangkan masyarakat yang belum mengajukan bantuan tidak diberitahu oleh

pihak RT sebagai pimpinan terdekat di lingkungan tempat tinggal warga. Apabila

masyarakat yang belum mengajukan bantuan mengetahui tentunya akan

mengikuti kegiatan sosialisasi tersebut. Lebih lanjut, informasi mengenai

sosialisasi program RS-RTLH tersebut saya dapatkan dari tetangga saya yang

mengetahui adanya tahu informasi itu dari aparatur kecamatan terkait informasi

pelaksanaan sosialisasi program RS-RTLH di kantor kecamatan.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Informasi sosialisasi itu sepertinya cuma diketahui sama pihak aparatur


kecamatan, kelurahan dan atau RT saja terus di kasih tahunya juga ke
keluarganya sama orang yang sudah terlanjur tahu aja. Soalnya bisa dibilang
yang mengajukan dan menerima bantuan itu banyak dari keluarga atau
teman dari pejabat di tingkat kecamatan sampai RT begitu. Sebetulnya ini
juga pernah di kasih saran sama warga, kalau bisa RT itu ada inisiatif untuk
membuat surat edaran untuk memberi tahu ada program apa saja dari
pemerintah yang lagi dilaksanain di kecamatan mereka, jadi biar masyarakat
yang membutuhkan bisa mendapatkan bantuan dan masyarakat jadi bisa
berpartisipasi aktif dalam pelaksanaan kegiatan program pemerintah di
masyarakat.…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Tidak ada informasi terkait sosialisasi program RS-RTLH yang


masyarakat tahu, soalnya di kecamatan Curug itu pejabat kecamatan,
kelurahan dan RT bisa dibilang malas kerja untuk masyarakat, kalaupun ada
bantuan biasanya diberitahukannya kepada saudara-saudaranya saja,
padahal sebetulnya mereka tidak layak untuk menerima bantuan karena
120

hidup berkecukupan atau punya rumah yang masih layak huni dibandingkan
warganya yang lainnya…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa informasi mengenai sosialisasi

disampaikan oleh pihak aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT saja kepada

lingkungan keluarganya dan orang yang terlanjur tahu karena informasi dari orang

lain yang mengetahui adanya kegiatan sosialisasi tersebut. Hal ini menyebabkan

orang yang mengajukan dan menerima bantuan banyak yang berasal dari keluarga

atau teman dari pejabat kecamatan sampai RT begitu. Sosialisasi dengan berfokus

kepada segelintir orang tertentu saja semakin mempersempit peluang masyarakat

luas untuk mengetahui adanya program RS-RTLH dan memperbesar peluang

kecurangan dalam penyaluran bantuan yang tidap sasaran.

Masyarakat pernah mengajukan usul agar dari pihak RT dapat membuat

surat edaran yang berisikan infomasi program RS-RTLH dan program pemerintah

lainnya untuk memberi tahu masyarakat setempat program-program pemerintah

apa saja yang sedang dilaksanakan di lingkungan kecamatan mereka sehingga

masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam program pemerintah tersebut,

khususnya program yang membantu masyarakat miskin dan masyarakat golongan

ekonomi bawah yang membutuhkan bantuan seperti diantaranya program rehab

rumah tidak layak huni.


121

Temuan penelitian pada faktor komunikasi aspek komunikasi langsung

program RS-RTLH antara lain :

1. Komunikasi secara langsung dari program RS-RTLH kepada publik

dilakukan dengan cara pelaksanaan sosialisasi. Sosialisasi tersebut

dilakukan sebanyak 2 kali, dimana pertama untuk penyampaian

informasi awal data penelitian dan yang kedua untuk penyerahan

bantuan tunai secara simbolis yang dilakukan di kantor kecamatan.

2. Sosialisasi di kantor kecamatan saja menyebabkan minimnya

masyarakat yang hadir dalam acara tersebut karena kantor kecamatan

relatif jauh jaraknya dengan lokasi rumah warga penerima bantuan

3. Sosialisasi di kantor kecamatan saja menyebabkan memperbesar

peluang kecurangan dalam penyaluran bantuan yang tidap sasaran

karena adanya masyarakat yang memiliki hubungan keluarga dengan

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT yang didaftarkan sebagai calon

peserta penerima bantuan, sedangkan masyarakat yang rumahnya

tidak layak huni tidak terdaftar sebagai peserta penerima bantuan.

4. Harapan agar sosialisasi dapat dilakukan di kantor kelurahan yang

memungkinkan banyak masyarakat setempat yang bisa hadir dalam

kegiatan sosialisasi tersebut.

5. Harapan agar sosialisasi dapat dilakukan hingga tingkat RT dengan

teknis yang tidak harus secara formal, seperti rapat di musholla atau

masjid atau di tempat lain dengan mengundang tiap kepala keluarga

yang rumahnya masuk dalam kategori tidak layak huni untuk


122

diberikan penjelasan terkait informasi program RS-RTLH.

Informasi berkenaan dengan dalam kegiatan komunikasi, apakah dilakukan

penyebaran informasi kepada masyarakat di Kota Serang secara tidak langsung

melalui penggunaan media informasi cetak, seperti iklan di koran, spanduk atau

reklame program, brosur (leaflet) maupun penggunaan media elektronik, seperti

website instansi, media sosial facebook, instagram, iklan layanan masyarakat di

televisi menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si

selaku Kepala Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA

Kota Serang mengemukakan :

“…Setahu saya tidak ada penggunaan media cetak untuk promosi program
RS-RTLH. Untuk media elektronik memungkinkan bisa, contohnya
penggunaan website resmi Dinas Sosial Kota Serang pada situs
https://dinsos.serangkota.go.id …”

Tanggapan yang dikemukakan Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku Kabid

Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai berikut :

“…Penggunaan media informasi elektronik masih mengoptimalkan kepada


situs website instansi, yakni https://dinsos.serangkota.go.id, sedangkan
facebook ada tapi tidak terkelola dengan baik untuk publisitas program
Dinas Sosial Kota Serang, twitter dan instagram kita belum akses sampai ke
sana. Sedangkan iklan di televisi lokal maupun di radio kita juga tidak
lakukan karena adanya konsekuensi biaya. Adapun media cetak, seperti
koran kita tidak pakai, penggunaan spanduk juga ada pada saat pelaksanaan
sosialisasi di kantor kecamatan saja, untuk spanduk program RS-RTLH di
kantor dinas memang ada terpasang di depan kantor dinas…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Ada, tapi lebih kepada kegiatan publisitas pelaporan pelaksanaan


program RS-RTLH saja, seperti di website instansi, dan facebook
sedangkan selain itu tidak ada. Untuk media cetak, mungkin hanya sebatas
kepada spanduk saja, itupun untuk kepentingan sosialisasi di kantor
123

kecamatan, selebihnya tidak ada penggunaan spanduk lagi untuk di wilayah


masyarakat karena efisiensi biaya sepertinya…”

Situs resmi dinas sosial kota serang https://dinsos.serangkota.go.id dalam

upaya penyebarluasan infomasi kepada publik disajikan pada gambar sebagai

berikut:

Gambar 4.3
Website Dinas Sosial Kota Serang Dalam Penyebarluasan Informasi
Program RS-RTLH Kepada Publik

Sumber: Dokumentasi penelitian (https://dinsos.serangkota.go.id). 2021

Berdasarkan gambar 4.3, diketahui bahwa situs resmi dinas sosial kota

serang dengan alamat https://dinsos.serangkota.go.id digunakan untuk

menyebarluaskan infomasi program RS-RTLH kepada publik, salah satunya

bimbingan teknis sebagai bentuk sosialiasi tahap kedua kepada masyarakat yang

telah lulus seleksi sebagai penerima bantuan untuk diberikan petunjuk teknis lebih

lanjut untuk merehab rumahnya.

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan
124

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa komunikasi secara tidak langsung terkait

program RS-RTLH dilakukan melalui publikasi berita di situs resmi Dinas Sosial

Kota Serang, yaitu https://dinsos.serangkota.go.id. Sedangkan sosial media yang

digunakan adalah facebook walaupun tidak dikelola secara optimal.

Sedangkan yang belum digunakan sebagai sarana sosialisasi adalah iklan di

televisi lokal atau di radio karena adanya konsekuensi biaya. Adapun media cetak,

seperti koran tidak digunakan, sedangkan penggunaan spanduk program RS-

RTLH sebatas pada saat pelaksanaan sosialisasi di kantor kecamatan saja, untuk

spanduk program RS-RTLH di kantor dinas terpasang di depan kantor dinas.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Untuk media elektronik kalau instansi biasanya pakai alamat website


instansi pastinya di https://dinsos.serangkota.go.id, tapi saya tidak tahu
karena belum pernah akses juga. Untuk media cetak kayaknya tidak ada
sampai dengan sekarang ini karena minim biaya…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Saya kurang tahu soal itu, tapi sebetulnya banyak cara yang bisa
dilakukan, seperti Dinas Sosial Kota Serang membuat brosur program RS-
RTLH yang berisi syarat pengajuan, peraturan dalam program RS-RTLH,
tahapan pengajuan, mulai dari awal sampai dengan proses survei dan
pemberian bantuan. pembagian brosur tersebut bisa memerintahkan aparatur
kecamatan, kelurahan dan pihak RT bahkan termasuk TKSK juga bisa untuk
memberikan brosur tersebut kepada masyarakat yang rumahnya tidak layak
huni sehingga masyarakat dapat tahu isi program tersebut meskipun tidak
mengikuti sosialisasinya…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa TKSK berharap penyebaran informasi program RS-


125

RTLH juga dapat dilakukan dengan menggunakan spanduk yang bisa dipasang di

lokasi strategis, seperti di kantor kecamatan dan kantor kelurahan atau spanduk

yang dipasang di jalan-jalan strategis yang banyak dilalui oleh masyarakat.

Selain itu, harapan adanya brosur program RS-RTLH yang dirilis oleh

Dinas Sosial Kota Serang juga dapat digunakan sebagai sarana promosi program

RS-RTLH. Dalam teknisnya, brosur program RS-RTLH dapat diberikan kepada

aparatur kecamatan, kelurahan hingga pihak RT sehingga dapat membantu

aparatur tersebut dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Kalau memang bisa, tinggal buat saja spanduk program RS-RTLH yang
dipasang di kantor kecamatan, di pinggir jalan yang strategis juga bisa jadi
masyarakat bisa tahu adanya info program RS-RTLH sehingga kalau
mereka ingin bertanya tinggal datang ke kecamatan, kelurahan atau pihak
RT di masing-masing mereka tinggal. Hanya konsekuensi kepada biaya
pembuatan spanduk saja sebenarnya, tapi manfaat penyebarluasan
informasi…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Untuk lingkungan masyarakat yang masih awam cukup pasang spanduk


di lokasi kantor kecamatan, kelurahan dan masjid raya di tiap RT sudah
cukup, jadi minimal satu kelurahan ada 1 spanduk biar masyarakat bisa tahu
adanya pelaksanaan program tersebut…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa untuk

promosi program RS-RTLH dapat menggunakan media cetak yang umum

digunakan seperti spanduk program RS-RTLH. Spanduk program RS-RTLH itu


126

bisa dipasang di kantor kecamatan atau di pinggir jalan yang strategis jadi bisa

dilihat dan dibaca oleh masyarakat sehingga mereka mengetahui adanya

pelaksanaan program RS-RTLH beserta dengan informasinya sehingga

masyarakat tidak memastikannya ke pihak kecamatan, kelurahan atau pihak RT

tentang kebenaran dari informasi tersebut. Namun penggunaan spanduk program

RS-RTLH akan memiliki konsekuensi terkait dengan biaya spanduk. Akan tetapi

jika manfaatnya dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat maka pilihan

penggunaan spanduk program RS-RTLH menjadi hal yang rasional.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Selama ini saya hanya tahunya ada kegiatan sosialisasi saja, sedangkan
media apa saja yang dipakai untuk promosi program RS-RTLH itu saya
kurang tahu pasti…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Tidak adanya fasilitas informasi untuk warga, baik yang sifatnya


pemberian informasi seperti spanduk, pemberian brosur kegiatan yang
diberikan Dinas Sosial Kota Serang kepada aparatur kecamatan maupun
kelurahan. Padahal kalau ada itu jadi lebih cepat masyarakat tahu, tinggal
pasang saja di lokasi yang sering diakses oleh masyarakat nanti juga akan
meningkat orang-orang yang mau daftar program RS-RTLH…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa promosi

program RS-RTLH masih sebatas dengan sosialisasi di kantor kecamatan saja.

sedangkan untuk penggunaan media cetak untuk promosi program RS-RTLH

belum dijumpai, baik berupa spanduk atau brosur program RS-RTLH. Pada
127

akhirnya kegiatan sosialisasi lebih bertumpu kepada penyebaran informasi dari

mulut ke mulut saja yang tentunya hal ini bersifat lambat bila dibandingkan

dengan menggunakan media promosi program RS-RTLH.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Untuk itu saya kurang bisa menjelaskan, mungkin saja secara elektronik
bisa pakai website instansi (https://dinsos.serangkota.go.id), atau facebook
karena orang banyak yang pakai facebook. Untuk yang cetaknya sepertinya
tidak dipakai…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Memang kegiatan komunikasinya hanya mengandalkan kepada


sosialisasi langsung saja, itupun sebetulnya masih kurang optimal karena
penggunaan lokasi kecamatan atau tempat lainnya kurang menjangkau
seluruh lokasi masyarakat di kecamatan curug…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa media elektronik yang

mungkin digunakan oleh Dinas Sosial Kota Serang dalam menyebarluaskan

informasi program RS-RTLH kepada publik melalui website resmi di situs

https://dinsos.serangkota.go.id. Penggunaan media sosial seperti facebook juga

digunakan dalam promosi program RS-RTLH, mengingat banyak orang yang

memiliki dan menggunakan facebook untuk memenuhi kebutuhan informasinya.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Setahu saya belum ada informasi program RS-RTLH yang diberitahukan


kepada masyarakat lewat media cetak, seperti koran, apalagi info di media
elektronik, kayak iklan layanan masyarakat di tv lokal, seperti banten tv
juga tidak ada dari dulu…”
128

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Sepertinya tidak ada, yang paling mudah saja, seperti spanduk di kantor
kecamatan tentang program RS-RTLH saja tidak ada, apalagi spanduk di
pinggir jalan atau lokasi lainnya yang sebetulnya strategis, seperti di kantor
kelurahan, papan informasi masjid juga tidak ada…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa tidak ada penggunaan media cetak, seperti

koran, spanduk dan brosur maupun media elektronik, seperti iklan layanan

masyarakat di stasiun televisi lokal maupun stasiun televisi nasional terkait

program RS-RTLH.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Belum ada sampai sekarang, baiknya untuk tiap RT saja bisa buat brosur
program kerja pemerintah Kota Serang yang melibatkan partisipasi aktif
masyarakat, seperti program RS-RTLH itu banyak orang yang
membutuhkan, hanya sayangnya kita tidak tahu saja informasi mengenai
program itu…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Informasi langsung dari mulut aparatur kecamatan, kelurahan dan RT


juga tidak ada yang menyampaikan ke masyarakat. Kalaupun ada yang tahu,
itupun hanya dari lingkungan keluarga mereka saja…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan


129

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat lebih banyak mengetahui

informasi program RS-RTLH dari mulut ke mulut. Biasanya orang yang

mengetahui adanya kegiatan sosialisasi tersebut yang menyampaikannya kepada

warga yang lain di lingkungan tempat tinggalnya dan dari orang yang pernah

mendapatkan bantuan program RS-RTLH. Adapun informasi langsung dari pihak

kecamatan, kelurahan dan pihak RT tidak didapatkan oleh masyarakat luas,

khususnya yang rumahnya benar-benar tidak layak huni untuk mendapatkan

bantuan rehab rumah tersebut.

Temuan penelitian pada faktor komunikasi pada aspek komunikasi tidak

langsung terkait program RS-RTLH antara lain :

1. Komunikasi secara tidak langsung terkait program RS-RTLH

dilakukan dengan media elektronik dengan cara publikasi berita di

website Dinas Sosial Kota Serang, https://dinsos.serangkota.go.id.

Sedangkan sosial media yang digunakan adalah facebook walau tidak

dikelola secara optimal. Adapun media elektronik seperti iklan

layanan masyarakat di stasiun televisi lokal tidak digunakan karena

pertimbangan biaya iklannya.

2. Harapan dalam penyebaran informasi program RS-RTLH dapat

dilakukan dengan menggunakan spanduk yang dipasang di lokasi

strategis, seperti di kantor kecamatan dan kantor kelurahan atau

spanduk yang dipasang di jalan-jalan strategis yang banyak dilalui

oleh masyarakat.

3. Harapan dalam penyebaran informasi program RS-RTLH dapat


130

menggunakan brosur program RS-RTLH yang dirilis oleh Dinas

Sosial Kota Serang yang diberikan kepada aparatur kecamatan,

kelurahan hingga pihak RT sehingga dapat membantu aparatur

tersebut dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat.

Informasi berkenaan dengan adanya kejelasan isi program RS-RTLH,

seperti persyaratan permohonan sebagai peserta penerima bantuan, alur pengajuan

permohonan kepada instansi terkait dan sebagainya, menurut hasil wawancara

dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala Sub Bidang Perencanaan

Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang mengemukakan :

“…Informasi yang terkait dengan program memang sangat jelas dan mudah
dipahami, seperti syarat pengajuan sebagai peserta terbilang mudah karena
hanya mengajukan proposal bantuan, alur pengajuan dari masyarakat ke
pihak RT setempat setelah itu masyarakat tinggal menunggu hasil akhir
penerima bantuan untuk di wilayah kecamatan setempat…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Program RS-RTLH sangat mudah dipahami informasinya, baik terkait


persyaratannya hanya dengan mengajukan proposal permohonan bantuan
program RS-RTLH, yang didalamnya berisikan lampiran foto rumah
tampak depan, samping, belakang, fotocopy identitas diri berupa e-ktp,
kartu keluarga. Selanjutnya calon peserta menyerahkan proposal tersebut
kepada pihak RT, nanti oleh pihak RT dilaporkan ke pihak kelurahan dan
diteruskan ke pihak kecamatan. Data tiap kecamatan itu yang akan diseleksi
akhir untuk penerima bantuan dan diteruskan kepada pihak Dinas Sosial
Kota Serang. Dalam verifikasi data, pihak Dinas Sosial Kota Serang
menunjuk TKSK untuk melakukan survei untuk memastikan kevalidan data
proposal calon peserta penerima bantuan dengan kondisi riil di lapangan,
apabila cocok maka TKSK akan mensetujui untuk calon peserta tersebut
sebagai penerima bantuan yang dilaporkan kepada Dinas Sosial Kota
Serang. Selanjutnya, Dinas Sosial Kota Serang akan menetapkan surat
ketetapan hasil peserta penerima bantuan tiap kecamatan, yang dilanjutkan
dengan kegiatan penyerahan bantuan secara simbolis kepada peserta
131

penerima bantuan pada kegiatan sosialitasi tahap kedua. Setelah menerima


bantuan sebesar 15 juta rupiah, penerima bantuan diberikan waktu selama
30 hari kerja untuk menyelesaikan rehab rumahnya dengan dibantu oleh
warga sekitar dengan gotong royong merehab rumah penerima bantuan…”

Alur permohonan pendaftaran bantuan atau tahapan pengajuan proposal

bantuan program RS-RTLH yang harus ditempuh oleh masyarakat yang ingin

mengajukan bantuan rehab rumahnya yang tidak layak huni disajikan pada

gambar sebagai berikut :

Gambar 4.4
Alur Permohonan Pendaftaran Bantuan Program RS-RTLH

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2021

Berdasarkan gambar 4.4, diketahui bahwa alur permohonan pendaftaran

bantuan RS-RTLH terdiri dari beberapa tahapan yang antara lain :

1. Mengajukan permohonan usulan bantuan RS-RTLH dengan

kelengkapan surat permohonan atau proposal

2. Menerima dan menatausahakan permohonan atau proposal,


132

selanjutnya menyampaikan kepada sekretaris atau staf umum

3. Menerima, mempelajari, dan menyampaikan kepada Kepala Dinas

atau sekretaris

4. Menerima, mempelajari, dan memberikan instruksi kepada Kepala

Bidang atau Kepala Dinas

5. Mempelajari, dan memberikan instruksi kepada Kepala Seksi atau

Kepala Bidang

6. Melakukan verifikasi administrasi dan lapangan terkait data usulan

RTLH oleh petugas verifikasi lapangan

7. Mempelajari laporan hasil verifikasi lapangan, jika telah sesuai maka

segera menetapkan SK penerima bantuan RS-RTLH dan

memerintahkan sekretaris untuk memproses SPM, jika belum selesai

maka meminta Kepala Bidang mengecek kembali hasil verifikasi

lapangan atau Kepala Dinas

8. Memproses SK bantuan RS-RTLH

9. Menerima bantuan RS-RTLH oleh masyarakat terkait.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Informasi program RS-RTLH sudah sangat jelas dan mudah sekali


dipahami oleh masyarakat, seperti syarat pengajuan dan alur tahapan
pengajuan dari awal sampai dengan selesai. Informasi tersebut disampaikan
oleh Dinas Sosial Kota Serang pada saat pelaksanaan sosialisasi pertama
untuk menginformasikan pelaksanaan program RS-RTLH di kecamatan
setempat…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan
133

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa isi informasi terkait program RS-RTLH

sudah sangat jelas dan mudah dipahami oleh masyarakat, mencakup syarat

pengajuan dan alur tahapan pengajuan dari awal sampai dengan selesai. Informasi

tersebut disampaikan oleh Dinas Sosial Kota Serang pada saat pelaksanaan

sosialisasi pertama untuk menginformasikan pelaksanaan program RS-RTLH di

kecamatan setempat.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Isi program RS-RTLH sebetulnya tidak terlalu banyak, karena syarat


pengajuan hanya sebatas proposal saja dan itupun masyarakat masih bisa
menduplikasi proposal penerima bantuan di tahun sebelumnya dengan
merubah isi sesuai dengan rehab yang ingin dilakukan. Namun apabila lebih
baik, kalau dibuat brosur atau pamflet terkait informasi tersebut yang
dibagikan kepada masyarakat yang menjadi sasaran program RS-RTLH ini
agar mereka bisa lebih ingat dan bisa mengetahui ada tidaknya
penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut di lapangan…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Sepengetahuan saya sudah sangat jelas isi program RS-RTLH yang


disampaikan kepada masyarakat, khususnya pada saat sosialisasi di
lapangan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa isi program RS-RTLH sebetulnya tidak terlalu banyak

dan mudah dipahami, baik syarat pengajuan yang hanya sebatas proposal saja.

bahkan untuk proposal, masyarakat masih bisa menduplikasi proposal penerima

bantuan di tahun sebelumnya dengan merubah isi sesuai dengan rehab yang ingin

dilakukannya.
134

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Sangat jelas isi dari program RS-RTLH dan terbilang mudah juga
diingat untuk persyaratan dan tahapan pengajuannya…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Sudah baik, tidak ada sesuatu hal yang membingungkan dari isi program
RS-RTLH, baik tugas yang dilaksanakan oleh pihak pelaksana program
maupun prosedural yang harus dilalui oleh masyarakat yang ingin
mengajukan bantuan rehab rumah mereka yang tidak layak huni…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa isi

informasi yang terdapat dalam program RS-RTLH sudah jelas dan mudah

dipahami masyarakaat yang diantaranya tahapan prosedural yang harus dilalui

oleh masyarakat yang ingin mengajukan bantuan rehab rumah mereka yang tidak

layak huni.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Mudah dipahami isi dari program RS-RTLH yang disampaikan dari


Dinas Sosial Kota Serang. Selain itu, dari dulu sampai sekarang juga masih
sama isinya…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Ya sudah jelas sekali, mudah dipahami dan diingat oleh masyarakat juga
meskipun mereka yang tidak berpendidikan tinggi…”
135

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa informasi

program RS-RTLH mudah dipahami meskipun masyarakat yang membacanya

tidak berpendidikan tinggi. Selain itu, persyaratannya juga mudah diingat, seperti

mengajukan proposal bantuan rehab rumah tidak layak huni untuk diberikan ke

pihak RT untuk diseleksi.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Bisa dipahami dengan baik oleh petugas dan masyarakat. Terus juga
untuk aspek kriteria pemilihan rumah tidak layak huni dengan istilah
ALADIN, yaitu singkatan atap lantai dan dinding juga mudah diingat
sebagai alat ukur seseorang ditetapkan sebagai penerima bantuan atau
tidaknya…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Tahapan pengajuan mudah diingat, dokumen persyaratan yang diajukan


juga tidak rumit sehingga sangat memudahkan masyarakat yang mau
mengajukan bantuan rehab rumahnya…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa informasi program RS-

RTLH sangat mudah dipahami oleh kita sebagai pihak pelaksana program di

lapangan dalam pengumpulan proposal dan proses seleksi dan mudah dipahami

pula masyarakat. Salah satu contoh isi informasi tersebut adalah kriteria atap,

lantai dan dinding yang disingkat Aladin, memudahkan kita untuk proses seleksi

proposal untuk dipilih sebagai penerima bantuan yang pihak RT ajukan. Tahapan
136

pengajuan bantuan juga mudah, dimana masyarakat tinggal membuat proposal

bantuan rehab rumah program RS-RTLH yang nantinya diserahkan kepada pihak

RT untuk di seleksi lebih lanjut.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Berhubungan dengan persyaratan permohonan, seperti mengajukan


proposal, melampirkan identitas diri berupa ktp, kartu keluarga dan foto
tampak rumah dari depan, samping dan belakang masih berlaku sampai
sekarang atau bisa dibilang tidak ada perubahan…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Kalau alur pengajuan, masyarakat tidak tahu sampai ke situ. Masyarakat


yang mengajukan bantuan tahunya proposal pengajuan dan kelengkapan
identitas pemohon sama foto rumah diajuin ke pihak RT. Setelah itu, kita
sambil menunggu dan berdoa saja mudah-mudahan pengajuan dari kita
disetujui, walaupun memang ada komitmen dengan pihak RT nantinya
kalau disetujui dan sudah pencairan dana bantuan ada potongan begitu, buat
kita tidak masalah yang penting kita bisa rehab rumah secukupnya aja…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa informasi program RS-RTLH bisa

dikatakan mudah dipahami. Salah satu isi informasi tersebut mencakup

persyaratan pengajuan, berupa identitas diri e-ktp, kartu keluarga. Selanjutnya

untuk isi proposal bantuan rehab rumah harus melampirkan foto rumah tampak

depan, tampak belakang, kiri dan kanan. Sedangkan untuk tahapan pengajuan,

masyarakat hanya mengetahui sebatas penyerahan proposal kepada pihak RT saja

dan menunggu hasilnya dari laporan RT.


137

Persyaratan yang harus dilengkapi oleh masyarakat yang ingin mengajukan

proposal bantuan program RS-RTLH disajikan pada gambar sebagai berikut:

Gambar 4.5
Persyaratan KTP dan Kartu Keluarga Yang Dilampirkan
Dalam Proposal Permohonan Bantuan

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2021

Berdasarkan Gambar 4.5, diketahui persyaratan umum yang terdapat dalam

proposal bantuan yang diajukan oleh masyarakat adalah identitas diri yang

berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun

2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 4. Identitas

diri tersebut mencakup e-ktp dan kartu keluarga (KK). Sedangkan persyaratan

lainnya terdapat pada rencana anggara biaya dalam proposal permohonan bantuan

program RS-RTLH yang dijelaskan pada uraian selanjutnya.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :
138

“…Alur permohonan sepertinya tidak ada perubahan walaupun saya dan


masyarakat di kecamatan Kasemen yang juga mengajukan bantuan kurang
tahu pasti. Namun yang jelas, dokumen persyaratan masih sama seperti di
tahun sebelumnya, yaitu mengajukan proposal permohonan yang diserahin
ke pihak RT, untuk proposal bisa menyontek dengan proposal yang sudah
ada dari orang yang pernah dapet bantuan. Setelah itu, masyarakat tinggal
menunggu informasi saja dari pak RT dapet atau tidaknya permohonan yang
kita ajukan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Persyaratan yang harus dilengkapi oleh masyarakat yang mau


mengajukan bantuan program RS-RTLH masih sama seperti tahun
sebelumnya, jadi banyak juga masyarakat yang mengajukan dengan
mencontoh proposal sebelumnya dengan perubahan isi di tabel anggaran
biaya rehab rumahnya…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa isi informasi program RS-RTLH mudah

dipahami oleh masyarakat. Hal ini disebabkan tidak ada perubahan dalam isi

program tersebut, seperti alur pengajuan proposal juga masih sama seperti tahun-

tahun sebelumnya dimana masyarakat tinggal mengajukan proposal bantuan ke

pihak RT dan menunggu kabar lebih lanjut. Sedangkan untuk proposal bantuan

rehabnya, masyarakat banyak melakukan duplikasi isi proposal rehab dari

penerima bantuan sebelumnya dengan cara mengganti beberapa isi, diantaranya

menyesuaikan tabel rencana anggaran biaya (RAB) dari rehab rumah yang akan

dilakukannya.
139

Contoh rencana anggaran biaya yang diajukan oleh masyarakat dalam

proposal permohonan bantuan program RS-RTLH disajikan pada gambar sebagai

berikut:

Gambar 4.6
Rencana Anggaran Biaya (RAB) Dalam Proposal Permohonan Bantuan

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2021

Berdasarkan Gambar 4.6, diketahui bahwa masyarakat yang mengajukan

bantuan rehab rumahnya dalam program RS-RTLH harus membuat rencana

anggaran biaya (RAB). RAB tersebut digunakan untuk memperkirakan biaya

yang dibutuhkan untuk dapat melakukan rehab rumah, dimana biaya tersebut

adalah biaya untuk pembelian bahan baku material rehab rumah. Sebab, dalam

pengerjaannya masyarakat diarahkan untuk dilakukan secara bergotong royong

sebagaimana diatur dalam Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020

Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 8 poin h,

meskipun dalam pelaksanaan di lapangan penerima bantuan tetap menggunakan

jasa tukang karena minimnya warga yang mau terlibat dalam gotong royong.
140

Temuan penelitian pada faktor komunikasi pada aspek kejelasan isi

informasi program RS-RTLH antara lain :

1. Isi informasi terkait program RS-RTLH sudah sangat jelas dan mudah

dipahami oleh masyarakat, mencakup syarat pengajuan dan alur

tahapan pengajuan dari awal sampai dengan selesai, baik tugas pihak

pelaksana program maupun masyarakat selaku sasaran program.

2. Masyarakat dalam pengajuan bantuan lebih banyak menduplikasi

proposal bantuan dari penerima bantuan di tahun sebelumnya.

4.3.3 Faktor Struktur Birokrasi

Kebijakan publik dalam pelaksanaannya menuntut adanya kerjasama

banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat

mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan

melakukan koordinasi yang baik. Faktor struktur birokrasi pada penelitian ini

meliputi: (1) aspek standar operasional prosedur, dan (2) pembagian tugas dan

tanggung jawab (fragmentasi) dalam pelaksanaan program RS-RTLH di Kota

Serang.

Informasi berkenaan dengan apakah terdapat standar operasional prosedur

yang digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan program RS-RTLH, menurut

hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala Sub

Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :
141

“…Pasti ada, standar operasional prosedur itu berkenaan dengan persyaratan


pengajuan, teknis pengajuan dan teknis pelaksanaan rehab rumahnya
nanti…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan berikut :

“…Dalam standar operasional prosedur itu menyangkut hal yang sudah saya
jelaskan pada pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Cakupannya meliputi apa
saya persyaratan untuk pengajuan, kriteria rumah tidak layak huni dengan
istilah ALADIN, tahapan birokrasi pengajuan proposal bantuan, proses
seleksi, survei oleh TKSK, hingga bantuan diterima. Salah satunya juga
terkait bantuan berupa uang tunai dan waktu pengerjaan rehab rumah…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Acuan utama adalah rumah yang menjadi sasaran program RS-RTLH


harus memenuhi kriteria atap, dinding dan lantai yang kurang layak, seperti
penggunaan seng, asbes yang sudah bocor, dinding dari bilik kayu anyaman
atau triplek, dan lantainya masih beralaskan tanah. Jadi kriteria tersebut
yang menjadi acuan pokok diterima atau tidaknya proposal bantuan tersebut
oleh Dinas Sosial Kota Serang. Selanjutnya lebih kepada prosedural syarat
dan tahapan pengajuan dari calon penerima bantuan. Selain itu, Dinas Sosial
Kota Serang harus melaksanakan sosialisasi sebanyak 2 kali pada setiap
tahunnya, di awal sebelum pelaksanaan dan terakhir saat penyerahan
bantuan uang tunai secara simbolis kepada penerima bantuan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa standar operasional prosedur yang

digunakan dalam pelaksanaan program RS-RTLH mengacu kepada Peraturan

Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-

RTLH Kota Serang, dimana pasal 4 (6) menyatakan penerima bantuan adalah jika

memenuhi kriteria rumah tidak layak huni dengan istilah Aladin (atap, rumah dan

dinding), bentuk bantuan yang diberikan secara tunai, lama waktu rehab rumah
142

selama 30 hari kerja, tahapan birokrasi pengajuan proposal bantuan, proses

seleksi, survei oleh TKSK, hingga bantuan diterima oleh penerima bantuan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Kalau TKSK yang menjadi pegangan dalam survei menyangkut


verifikasi data proposal dengan kondisi faktual rumah calon peserta
penerima bantuan yang sebenarnya. Jujur saja, dari kondisi tersebut
sebetulnya banyak yang tidak sesuai, seperti foto tampak rumah di proposal
sudah rusak ternyata waktu di survei masih cukup layak dihuni, hanya
biasanya untuk mereka itu suka didampingi oleh pihak kecamatan, atau
kelurahan dan terkadang juga pihak RT, mereka bilang untuk yang ini
tolong diutamakan begitu. Jadi mau tidak mau kita kerjain saja walaupun
sebenarnya tidak bisa secara prosedural, soalnya waktu survei kita dari
TKSK cuma sendirian jadi susah untuk menolak, coba saja waktu survei
ditemani sama perwakilan dari Dinas Sosial Kota Serang mungkin hal itu
tidak akan terjadi. Terus dari informasi warga penerima bantuan, itu juga
setelah kita tanya-tanyain lebih mendalam saja ternyata ada juga penerima
bantuan yang tidak terima uang bantuan secara tunai sebesar 15 juta, tapi
mereka terima dalam bentuk bahan material sesuai dengan rancangan
anggaran biaya dalam proposal yang mereka ajukan ditambah kadang dari
bahan tersebut juga suka dikurangi jumlah item barangnya. Mungkin karena
warga yang penting dapat bantuan, jadi mau tidak mau warga tersebut
menerima komitmen dengan pihak RT, kelurahan atau kecamatan soal
penggantian bentuk bantuan tersebut…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Menurut pengamatan saya selama bertugas sebagai TKSK, pelanggaran


SOP itu lebih kepada uang bantuan yang berdasarkan laporan dari penerima
bantuan ternyata tidak genap sebesar 15 juta rupiah, tapi ada potongan
kurang lebih sebesar 1 juta untuk akomodasi pihak kecamatan, kelurahan
dan RT untuk jasa oknum tersebut dalam mengajukan proposal mereka
sebagai yang diutamakan. Bahkan katanya, karena masyarakat tidak tahu
adanya informasi tentang pelaksanaan program RS-RTLH di tempat tinggal
mereka, waktu mereka mengajukan proposal bantuan harus memberikan
uang sogokan sebesar 500 ribuan untuk pihak RT agar diterima proposalnya
dan diprioritaskan, karena apabila tidak seperti itu pihak RT tidak mau
menerima proposal dengan alasan kuota nya sudah penuh. Padahal setahu
saya tidak ada kuota untuk proposal pengajuan, kalaupun ada kuota adalah
jumlah penerima bantuan di tiap kecamatan…”
143

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa bagi TKSK dalam melaksanakan tugasnya mensurvei

penerima bantuan berkenaan dengan tugas verifikasi data proposal dengan kondisi

faktual rumah calon peserta penerima bantuan yang sebenarnya. Apabila

verifikasi tersebut dinilai valid, maka penerima bantuan dapat menerima bantuan.

apabila datanya tidak valid, penerima bantuan tidak jadi mendapatkan bantuan.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Untuk acuan pelaksanaan program RS-RTLH memang ada SOP-nya,


seperti dokumen yang dipersyaratkan untuk mengajukan sebagai peserta
penerima bantuan, alur penyerahan proposal dari tingkat RT hingga
diteruskan ke pihak kecamatan baru dilaporkan ke Dinas Sosial Kota Serang
sebagai data untuk diseleksi dan di survei lebih lanjut oleh TKSK…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Ada standar operasional prosedur untuk pelaksanaan program RS-


RTLH, diantaranya seperti adanya pelaksanaan sosialisasi secara rutin di
tiap tahun anggarannya, penyerahan bantuan secara simbolis kepada
penerima bantuan yang diserahkan langsung oleh Dinas Sosial Kota Serang,
selebihnya diurus oleh pihak kecamatan. Adanya pelaksanaan survei lokasi
rumah calon peserta penerima bantuan oleh TKSK, sampai adanya batas
waktu pengerjaan perbaikan rumah selama 30 hari kerja dengan cara
bergotong royong warga setempat…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa adanya

standar operasional prosedur (SOP) yang menjadi pedoman dan acuan bagi

aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT berkaitan pelaksanaan sosialisasi

rutin di kantor kecamatan setiap tahunnya, penyerahan bantuan secara simbolis


144

kepada penerima bantuan yang diserahkan langsung oleh Dinas Sosial Kota

Serang, selebihnya diurus oleh pihak kecamatan. Adanya pelaksanaan survei

lokasi rumah calon peserta penerima bantuan oleh TKSK, adanya proposal

bantuan yang sudah dilengkapi dengan rencana anggaran biaya dan melampirkan

persyaratan seperti ktp, kartu keluarga, lampiran foto rumah, kriteria seleksi calon

penerima bantuan berdasarkan kriteria atap, dinding dan lantai (Aladin), lama

waktu pengerjaan rehab rumah harus selesai selama 30 hari kerja sejak bantuan

diterima.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Pastinya ada, pelaksanaan program pemerintah seperti program RS-


RTLH pasti ada prosedurnya. Untuk yang saya ingat berhubungan dengan
kelengkapan proposalnya dari calon peserta penerima bantuan karena itu
yang kita kerjakan di kelurahan, mengumpulkan berkas proposal untuk
seluruh kelurahan di kecamatan Kasemen…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Untuk standar operasional prosedur memang ada, salah satunya kriteria


untuk seleksi rumah berdasarkan atap, dinding dan lantainya. Itu yang
diutamakan untuk warga bisa mendapatkan bantuan rehab rumahnya dari
program RS-RTLH…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa standar

operasional prosedur memang ada, salah satunya menyangkut kriteria seleksi

rumah berdasarkan atap, dinding dan lantainya. Kriteria tersebut yang diutamakan

untuk warga bisa mendapatkan bantuan rehab rumahnya. Selain itu, kelengkapan

proposalnya juga akan menjadi tinjauan untuk mengetahui kondisi rumah yang
145

terlampir dalam foto untuk verifikasi di lapangan pada saat dilakukan survei

lokasi rumah dari pemohon bantuan tersebut.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Ada syarat dokumen untuk warga bisa mengajukan bantuan dengan cara
membuat proposal, terus ada kriteria seleksi berdasarkan kondisi atap,
dinding dan lantai dari rumahnya, dan lama waktu pengerjaan rehabnya…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Bagi warga yang mau mendaftarkan diri sebagai calon penerima bantuan
mereka harus membuat proposalnya yang nanti kita seleksi apakah layak
menerima bantuan atau tidak, karena banyak warga yang mengajukan
bantuan tersebut…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat mengetahui

untuk dapat mengikuti program RS-RTLH mereka harus membuat proposal

bantuan rehab untuk diseleksi oleh pihak RT. Untuk tambahan informasi lebih

kepada jika proposalnya memenuhi kriteria seleksi atap, dinding dan lantai maka

pemohon nantinya akan disurvei rumahnya dan nantinya akan diberikan batas

waktu pengerjaan rehab selama 30 hari.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Salah satunya adanya persyaratan dokumen yang tertuang dalam


proposal pengajuan bantuan rehab rumah itu. Selain itu, tiap penerima
bantuan akan mendapatkan uang tunai sebesar 15 juta yang diberikan secara
langsung tanpa potongan apapun, walaupun dalam kenyataannya saya
menerima bantuan dalam bentuk bahan baku bangunan yang kalau dihitung
sebetulnya kurang dari 15 juta namun kita maklumi saja yang penting kita
tetep dapat bantuan itu daripada tidak dapat sama sekali …”
146

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Seperti alur proses pengajuan proposal, dokumen proposal yang


diajukan, waktu pencairan bantuan yang biasanya dibarengi dengan
sosialisasi akhir kepada penerima bantuan sebesar 15 juta namun saya harus
kena potongan dari pihak yang terlibat dalam proses pengurusan itu
sehingga hanya pegang bersih sekitar 13,5 juta saja yang sebetulnya kurang
untuk rehab rumah namun kita cukup-cukupin sambil mencari kekurangan
uangnya untuk biaya kekurangan rehab itu. Belum lagi waktu rehab rumah
yang diharuskan untuk bisa selesai 1 bulan dinilai kurang karena saya selaku
penerima bantuan harus sambil mencari uang untuk menambah kekurangan
dana untuk beli bahan baku bangunan dan ongkos tukang dan makan warga
yang ikut gotong royong…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa bentuk uang bantuan yang mengacu

Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis

Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13, dimana uang bantuan diberikan secara

tunai sebesar 15 juta rupiah melalui rekening penerima bantuan secara kelompok.

Padahal uang bantuan tersebut sudah disalurkan secara transfer ke rekening

kelompok, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengambilan uang tetap melalui jasa

dari oknum kecamatan, dan kelurahan.

Kondisi tersebut menyebabkan terjadinya praktek kecurangan di lapangan,

seperti mengganti uang tunai menjadi bahan material. Apabila diberikan dalam

bentuk bahan material, jika dihitung secara nominal rupiah pun tidak mencapai

nominal sebesar 15 juta rupiah. Pada akhirnya, penerima bantuan mau tidak mau

harus mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya tukang dan biaya konsumsi

untuk masyarakat yang datang membantu gotong-royong.


147

Selain itu, uang bantuan yang apabila memang diterima secara tunai oleh

penerima bantuan namun tetap dilakukan potongan terhadap uang bantuan

tersebut dengan alasan untuk biaya operasional dari oknum aparatur kecamatan,

kelurahan hingga pihak RT selaku pihak yang mengurus proposal tersebut hingga

lulus seleksi dan diterima sebagai penerima bantuan program RS-RTLH. Hal ini

jelas-jelas melanggar standar operasional prosedur, dimana bantuan diberikan

dalam bentuk uang secara tunai tanpa potongan apapun.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Ada banyak sepertinya, tapi yang saya tahu itu lebih kepada dokumen
persyaratan pengajuan proposal, jumlah uang bantuan yang diterima yang
katanya sebesar 15 juta tunai dan batas waktu rehab rumah diberikan selama
30 hari katanya…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Untuk alur pelayanan saya kurang tahu, yang saya kepada syarat untuk
bisa mengajukan bantuan dengan cara bikin proposal. Selebihnya bersifat
info saja, seperti jumlah uang bantuan tunai dan lama waktu pengerjaan
rehab sejak bantuan itu diberikan kepada penerimanya…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat mengetahui bahwa jumlah

uang bantuan yang akan diterima nantinya sebesar 15 juta rupiah untuk

melakukan rehab rumahnya dengan batas waktu pengerjaannya selama 30 hari

terhitung sejak uang bantuan diterima penerima bantuan. adapun alur pelayanan
148

yang diketahui oleh masyarakat hanya sebatas membuat proposal rehab rumah

yang nantinya akan diajukan ke pihak RT untuk dilakukan seleksi apakah

memenuhi kriteria atau tidak untuk bisa menjadi penerima bantuan pada program

RS-RTLH,

Temuan penelitian pada faktor birokrasi pada aspek standar operasional

prosedur pelaksanaan program RS-RTLH antara lain :

1. Standar operasional prosedur pelaksanaan program RS-RTLH

mengacu kepada Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020

Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang, mencakup

persyaratan proposal bantuan, kriteria rumah tidak layak huni dengan

istilah atap, rumah dan dinding (Aladin), bentuk bantuan yang

diberikan secara tunai, lama waktu rehab rumah selama 30 hari kerja,

tahapan birokrasi pengajuan proposal bantuan, proses seleksi, survei

oleh TKSK, hingga bantuan tersebut diterima oleh penerima bantuan.

2. Uang bantuan tersebut sudah disalurkan secara transfer ke rekening

kelompok, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengambilan uang tetap

melalui jasa dari oknum kecamatan, dan kelurahan sehingga

menyebabkan terjadinya kecurangan atau pelanggaran standar

operasional prosedur program RS-RTLH.

3. Mengganti uang tunai menjadi bahan material yang apabila diberikan

dalam bentuk bahan material, jika dihitung secara nominal rupiah pun

tidak mencapai nominal sebesar 15 juta rupiah. Pada akhirnya,

penerima bantuan mau tidak mau harus mengeluarkan biaya tambahan


149

untuk biaya tukang dan biaya konsumsi untuk masyarakat yang datang

membantu gotong-royong.

4. uang bantuan yang apabila memang diterima secara tunai oleh

penerima bantuan namun tetap dilakukan potongan terhadap uang

bantuan tersebut dengan alasan untuk biaya operasional dari oknum

aparatur kecamatan, kelurahan hingga pihak RT selaku pihak yang

mengurus proposal tersebut hingga lulus seleksi dan diterima sebagai

penerima bantuan program RS-RTLH.

Informasi berkenaan dengan pembagian tugas dan tanggung jawab

pekerjaan dari pihak pelaksana program RS-RTLH sudah dilaksanakan dengan

baik, menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku

Kepala Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota

Serang mengemukakan :

“…Sepertinya sudah berjalan dengan baik sampai dengan saat ini, adapaun
untuk tugas BAPPEDA Kota Serang hanya sebagai pengawas pelaksanaan
program, dimana proses pengawasannya berfokus kepada pemeriksaan hasil
laporan pelaksanaan program RS-RTLH pada setiap tahunnya yang
diberikan oleh Dinas Sosial Kota Serang…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Sebenarnya tugas dari pihak pelaksana relatif sederhana. Seperti Dinas


Sosial Kota Serang bertugas untuk melaksanakan program RS-RTLH
dengan kegiatan utama pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat,
melaksanakan tugas administrasi di kantor untuk memeriksa kelengkapan
proposal pengajuan bantuan, dan memberikan bantuan uang tunai tersebut
kepada penerima bantuan. Jadi tugasnya sudah terlaksana dengan baik
hingga saat ini…”
150

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Untuk pekerjaan saya sudah dilaksanakan dengan baik yang mengurus


pelaksanaan program RS-RTLH dari awal sampai dengan pemberian
bantuan kepada penerima bantuan. Hanya saja pembagian tugas untuk pihak
kecamatan, kelurahan dan pihak RT masih relatif kurang dan harus
ditambah, sebab mereka cuma mengurus proposal-proposal yang masuk dari
warganya saja. Contoh tugas yang bisa ditambahkan adalah membantu juga
sosialisasi program RS-RTLH kepada masyarakat yang belum mengetahui
adanya pelaksanaan program tersebut di lingkungan tempat tinggal mereka
dan sebisa mungkin mendampingi TKSK pada setiap kegiatan survei yang
mereka lakukan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa BAPPEDA Kota Serang sebagai pengawas

pelaksanaan program melalui pemeriksaan hasil laporan pelaksanaan program

RS-RTLH pada setiap tahunnya yang diberikan oleh Dinas Sosial Kota Serang.

Adapun tugas Dinas Sosial Kota Serang bertugas untuk melaksanakan program

RS-RTLH dengan kegiatan utama pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat,

melaksanakan tugas administrasi memeriksa kelengkapan proposal pengajuan

bantuan, dan memberikan bantuan uang tunai kepada penerima bantuan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Harapan dari TKSK kepada pihak Dinas Sosial Kota Serang untuk
optimalisasi kegiatan survei dan meminimalisir kecurangan di lapangan oleh
oknum yang tidak bertanggungjawab adalah agar ada pegawai Dinas Sosial
Kota Serang yang terlibat dalam survei lapangan mendampingi TKSK.
Sebab selama ini, TKSK tidak bisa bertindak untuk melaporkan kecurangan
yang dilakukan oknum kecamatan, kelurahan atau pihak RT, karena
lingkungan kerja dari TKSK di wilayah kecamatan tersebut pada setiap
harinya, dan juga mereka adalah bagian dari warga kecamatan tersebut
sehingga khawatir apabila mereka melaporkan nantinya akan menyulitkan
151

diri mereka sendiri pada saat ada keperluan administratif dengan pihak
kecamatan dan kelurahan.…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Tugas saya sebagai TKSK sebagai pihak yang mensurvei lokasi rumah
dari calon penerima bantuan yang juga nantinya sebagai pendamping warga
penerima bantuan dari program RS-RTLH sudah dilaksanakan dengan
sebaik mungkin. Bahkan sebagian dari masyarakat menganggap kalau
TKSK itu perwakilan pegawai dari Dinas Sosial Kota Serang, padahal
bukan karena seringnya kita terlihat oleh masyarakat. Artinya sebisa
mungkin dari pihak Dinas Sosial Kota Serang juga ada yang bisa dilibatkan
dalam pelaksanaan survei, sebab mereka juga memiliki data dari proposal
bantuan setiap kecamatan sehingga bisa verifikasi keabsahan proposal
dengan kondisi rumah warga secara langsung. Kalau bisa juga, untuk pihak
kecamatan, kelurahan dan pihak RT diwajibkan untuk bersama-sama
mendampingi TKSK pada saat survei, jangan hanya ada pada saat ada
kepentingan untuk titipan penerima bantuannya saja mereka mau
mendampingi, sedangkan kalau tidak ada titipan mereka tidak mau ikut
mendampingi…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa TKSK sebagai pihak yang bertugas mensurvei lokasi

rumah dari calon penerima bantuan yang juga nantinya sebagai pendamping

warga penerima bantuan dari program RS-RTLH pada saat pelaksanaan rehab

rumahnya sampai dengan selesai.

Selain itu, adanya harapan agar dalam pelaksanaan kegiatan survei dan

meminimalisir kecurangan di lapangan dalam verifikasi valid tidaknya data

penerima bantuan dengan adanya penambahan pegawai dari Dinas Sosial Kota

Serang yang terlibat dalam survei lapangan mendampingi TKSK sehingga oknum

aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT tidak berani melakukan kecurangan.

Hal ini bertujuan agar penyaluran bantuan menjadi tepat sasaran.


152

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Sudah dilakukan dengan baik tugas dari pihak Kecamatan Kasemen


dalam pelaksanaan program RS-RTLH selama ini. Kita berupaya keras
mengumpulkan seluruh proposal bantuan rehab rumah dari seluruh
kelurahan untuk diajukan ke Dinas Sosial Kota Serang agar dapat
ditindaklanjuti…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Pihak kecamatan Curug selalu melaksanakan tugasnya dalam program


RS-RTLH. Mulai dari partisipasi dalam kegiatan sosialisasi dan
pengumpulan proposal bantuan rehab rumah dari seluruh warga
se-kecamatan Curug. Bayankan saja kecamatan curug luas, tapi kita selalu
memberikan usaha yang sebaik mungkin agar warga kita yang rumahnya
tidak layak huni bisa mendapatkan bantuan rehab rumah tersebut…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur

kecamatan sudah memberikan hasil kerja dalam program RS-RTLH yang

seoptimal mungkin. Kerja tersebut ditunjukkan dari berpartisipasi dalam kegiatan

sosialisasi di kantor kecamatan dan pengumpulan proposal bantuan rehab rumah

dari seluruh warga se-kecamatan Curug untuk dilaporkan ke Dinas Sosial Kota

Serang untuk ditindaklanjuti dengan proses survei dari TKSK ke lokasi rumah

warga yang mengajukan bantuan tersebut.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Tugas dari pihak kelurahan hanya menginstruksikan bawahan, seperti


pihak RT untuk mengumpulkan proposal bantuan dari masyarakat yang
membutuhkan, nanti kalau sudah terkumpul semua dari pihak RT akan
meneruskannya ke pihak kelurahan…”
153

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Hanya mengumpulkan berkas-berkas proposal bantuan dari warga yang


mengajukan bantuan saja. Lagipula tidak ada juga kontribusi dalam bentuk
kompensasi apapun, seperti reward begitulah kepada pihak kelurahan atas
pelaksanaan program RS-RTLH selama ini…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur

kelurahan sudah melaksanakan tugas dalam program RS-RTLH. Aparatur

kelurahan bertugas untuk mendisposisi proposal yang masuk dari pihak RT untuk

diteruskan ke pihak kecamatan. Selain itu, harapan dari aparatur kelurahan atas

kinerjanya dalam mensukseskan program RS-RTLH dapat dilakukan dengan

pemberian reward. Pemberian reward dapat berupa materil maupun non materil

apabila aparatur pemerintahan di bawah dapat mencapai target jumlah sasaran

penerima bantuan agar lebih termotivasi bekerja lebih baik lagi ke depannya.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Tugas utama dari pihak RT sudah dilaksanakan dengan baik tanpa


kekurangan satu apapun. Kita memberitahu warga tentang program RS-
RTLH, bagi yang merasa membutuhkan dapat membuat proposal bantuan
rehab rumah dan diserahkan ke pihak RT untuk diproses lebih lanjut…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Pihak RT sudah berusaha agar warga kami yang rumahnya tidak layak
huni mendapatkan bantuan, dengan cara kita datangi mereka ke rumahnya
untuk diberikan penjelasan informasi dan persyaratannya, kemudian baru
proposal yang sudah warga kami buat nantinya akan dilaporkan ke pihak
RT. Terkadang juga saya suka menemani TKSK waktu survei lokasi
walaupun tidak sering…”
154

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak RT sudah

berpartisipasi aktif dalam pendampingan TKSK saat melaksanakan kegiatan

survei lokasi rumah, memberikan informasi kepada warga kami walaupun tidak

secara keseluruhan dan melakukan pengumpulan proposal bantuan.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Menurut saya yang relatif bekerja itu dari Dinas Sosial Kota Serang
dalam pelaksanaan sosialisasi dan pekerjaan administratif di kantor terkait
program RS-RTLH. Dari pihak kecamatan, pihak kelurahan dan pihak RT
tidak ada pekerjaannya sama sekali karena cuma menerima berkas dokumen
dan melanjutkan ke atas saja, tidak pernah terlihat turun ke lapangan pada
saat pelaksanaan survei lapangan. Yang patut diacungi jempol adalah
petugas TKSK kecamatan curug yang mau melaksanakan tugasnya
mensurvei dan memberikan informasi terkait program RS-RTLH yang tidak
diketahui oleh masyarakat selaku pemohon penerima bantuan…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Sepertinya lebih berat kepada tugas TKSK yang melakukan survei


secara langsung ke lokasi rumah masyarakat yang mengajukan permohonan
bantuan rehab rumah itu. Mereka yang sering terlihat bekerja dan tampil di
depan masyarakat, sedangkan untuk kecamatan, kelurahan tidak pernah
terlihat sama sekali. Adapun RT hanya sesekali saja terlibat menemani
petugas TKSK saat survei…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa TKSK yang dinilai paling sering ditemui

oleh masyarakat dalam keaktifan pelaksanaan program RS-RTLH dengan cara

melakukan survei secara langsung ke lokasi rumah masyarakat yang mengajukan

permohonan bantuan rehab rumah itu. Sedangkan Dinas Sosial Kota Serang hanya
155

terlihat pada pelaksanaan sosialisasi saja. adapun pihak kecamatan, pihak

kelurahan dan pihak RT terlihat pekerjaannya sekedar menerima berkas dokumen

dan melanjutkan ke atas saja dan jarang turun ke lapangan pada saat pelaksanaan

survei lapangan mendampingi TKSK.

Aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT jarang terlihat dalam

pelaksanaan survei di lapangan untuk mensurvei lokasi rumah dari masyarakat

yang mengajukan bantuan. Padahal jika mengacu kepada Peraturan Walikota

Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH

Kota Serang Pasal 6 poin C, dimana pendamping dalam hal ini aparatur

kecamatan dan kelurahan bertugas membantu Dinas Sosial Kota Serang untuk

memonitor pelaksanaan kegiatan program RS-RTLH. Adanya penggunaan kata

monitoring atau pengawasan menjadi celah bagi pihak kecamatan dan kelurahan

untuk tidak terlibat aktif dalam kegiatan survei. Padahal semestinya kegiatan

monitoring tersebut salah satu kegiatannya dilakukan dengan cara survei lokasi

rumah masyarakat yang mengajukan proposal bantuan sehingga aparatur

kecamatan dan kelurahan cenderung pasif dalam bekerja, yakni hanya menunggu

berkas proposal bantuan yang masuk dari jajaran di bawahnya tanpa berupaya

untuk menjemput proposal dan atau melakukan survei ke lokasi rumah warga.

Oknum pihak kecamatan, kelurahan atau pihak RT terkadang sesekali

terlihat menemani petugas TKSK saat survei lokasi rumah. Keterlibatan tersebut

dilakukan jika ditelusuri lebih lanjut sebenarnya upaya untuk mengamankan

masyarakat yang mengajukan bantuan yang akan di survei nantinya karena masih

memiliki hubungan keluarga dengannya, sedangkan jika masyarakat yang


156

mengajukan bantuan tidak memiliki hubungan kekerabatan maka tidak ada yang

mendampingi TKSK pada saat melakukan survei ke lokasi masyarakat yang

mengajukan bantuan rehab rumah.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Yang saya tahu kalo tugas RT lebih duduk santai sambil menerima
masyarakat yang memberikan dokumen proposal bantuan rehab rumah,
karena RT juga tidak pernah memberikan informasi sama masyarakat
tentang adanya pelaksanaan program RS-RTLH ke masyarakat, jadi
masyarakat tahunya dari informasi tetangga atau teman yang pernah
mendapatkan bantuan itu. Yang lebih konsisten dalam bekerja ada di TKSK
Kecamatan Kasemen yang sering melakukan survei ke rumah masyarakat
yang mengajukan permohonan bantuan tersebut di setiap kelurahan pada
kecamatan Kasemen…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Banyak kerjanya itu dari TKSK yang bertugas survei rumah warga yang
tidak layak huni yang mengajukan bantuan dan juga melihat rumah tidak
layak huni lainnya untuk di data untuk pengajuan di tahun mendatang. Pihak
Dinas Sosial Kota Serang tidak terlihat langsung di lapangan, mungkin
memang fokus kepada pelaksanaan sosialisasi saja. Adapun pihak
kecamatan dan pihak kelurahan tidak terlihat kerjanya sama sekali.
Sedangkan RT juga terkesan malas untuk memberikan info kepada
masyarakatnya dan juga tidak menemani petugas TKSK saat survei dengan
alasan sedang sibuk…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak RT cenderung pasif atau lebih

banyak duduk santai sambil menerima masyarakat yang memberikan dokumen

proposal bantuan rehab rumah. Pihak RT juga jarang memberikan informasi


157

kepada masyarakat tentang pelaksanaan program RS-RTLH sehingga masyarakat

banyak yang tidak mengetahui adanya pelaksanaan program RS-RTLH di

lingkungan tempat tinggal mereka. Adapun masyarakat yang tahu informasi

program RS-RTLH diperoleh tetangga atau teman yang pernah mendapatkan

bantuan rehab rumah.

Selain itu, petugas yang paling serius dalam melaksanakan program

RS-RTLH adalah TKSK karena paling sering ditemui oleh masyarakat pada saat

survei secara langsung ke lokasi rumah masyarakat yang mengajukan bantuan

rehab rumah. Sedangkan dari pihak Dinas Sosial Kota Serang lebih berfokus

kepada sosialisasi saja, dan tidak melakukan pendampingan kepada TKSK pada

survei di lapangan.

Temuan penelitian pada faktor struktur disposisi pada aspek pembagian

tugas dan tanggung jawab pekerjaan dari pihak pelaksana program RS-RTLh

antara lain :

1. Pihak Dinas Sosial Kota Serang sudah melaksanakan tugas utamanya

melalui pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat, melaksanakan

tugas administrasi memeriksa kelengkapan proposal pengajuan

bantuan, dan memberikan bantuan uang tunai kepada penerima

bantuan.

2. TKSK sebagai pihak yang bertugas mensurvei lokasi rumah dari calon

penerima bantuan yang juga nantinya sebagai pendamping warga

penerima bantuan dari program RS-RTLH pada saat pelaksanaan

rehab rumahnya sampai dengan selesai.


158

3. Harapan adanya penambahan pegawai dari Dinas Sosial Kota Serang

yang terlibat dalam survei lapangan mendampingi TKSK dalam

pelaksanaan kegiatan survei guna meminimalisir kecurangan di

lapangan dalam verifikasi valid tidaknya data penerima bantuan

sehingga oknum aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT tidak

berani melakukan kecurangan. Hal ini bertujuan agar penyaluran

bantuan menjadi tepat sasaran

4. Aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT sudah berpartisipasi

aktif dalam kegiatan sosialisasi program RS-RTLH dan proses seleksi

serta pengumpulan proposal bantuan rehab rumah dari seluruh warga

se-kecamatan.

5. Aparatur kecamatan, kelurahan dan RT dinilai pasif dalam bekerja dan

hanya menunggu berkas proposal bantuan yang masuk dari jajaran

dibawahnya tanpa berupaya untuk menjemput proposal dan atau

melakukan survei ke lokasi rumah warga dan atau untuk melakukan

sosialisasi secara langsung kepada masyarakat setempat.

6. Harapan dari aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT atas

kinerjanya dalam mensukseskan program RS-RTLH adalah dengan

pemberian reward apabila aparatur pemerintahan di bawah dapat

mencapai target jumlah sasaran penerima bantuan agar lebih

termotivasi bekerja lebih baik lagi ke depannya.


159

4.3.4 Disposisi (Sikap)

Disposisi diartikan sebagai sikap dari pihak-pihak yeng bertanggungjawab

terkait implementasi dari suatu kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, jika

ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus

mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk

mengimplementasikan kebijakan, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan

dan sikap melaksanakan kebijakan. Faktor disposisi (sikap) pada penelitian ini

meliputi: (1) aspek komitmen pihak pelaksana, dan (2) sikap profesionalisme

dalam pelaksanaan program RS-RTLH di Kota Serang.

Informasi berkenaan dengan bagaimana komitmen dari pihak pelaksana

dalam melaksanakan program RS-RTLH sesuai dengan prosedur yang berlaku,

menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala

Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :

“…Komitmen pihak pelaksana masih bagus, salah satunya belum ada


temuan sampai sekarang ini. Dinas Sosial Kota Serang juga terbilang
konsisten dalam pelaporan pelaksanaan program RS-RTLH pada setiap
tahun anggarannya, bahkan mereka meminta usulan kalau bisa ditambah
anggaran tersebut agar target jumlah rumah tidak layak yang direhab bisa
lebih banyak lagi pada setiap kecamatannya…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Dinas Sosial Kota Serang dalam pelaksanaan program RS-RTLH


menunjukkan komitmen yang kuat dan konsisten, terbukti mulai dari
pelaksanaan sosialisasi di lapangan, penyelesaian pekerjaan administratif
terkait proposal yang masuk hingga pemberian bantuan sudah dilaksanakan
dengan sebaik mungkin. Bahkan TKSK yang ditunjuk oleh Dinas Sosial
Kota Serang sebagai pelaksana lapangan untuk kegiatan survei juga
dilaksanakan dengan baik pula. Hanya saja untuk pihak kecamatan,
160

kelurahan dan RT masih harus ditingkatkan komitmennya agar dapat


melaksanakan program RS-RTLH sesuai prosedur, salah satunya proposal
yang diserahkan kepada kita (Dinas Sosial Kota Serang) harusnya adalah
proposal yang benar-benar rumahnya tidak layak huni dengan memenuhi
kriteria atap, dinding dan lantai yang kurang layak, karena oknum tersebut
memungkinkan ada yang melakukan kecurangan untuk pengajuan peserta
penerima bantuan dari kalangan keluarga atau kerabat mereka…”

Rumah yang memenuhi kriteria penilaian rumah yang tidak layak disajikan

pada gambar sebagai berikut:

Gambar 4.7
Rumah Tidak Layak Huni Yang Memenuhi Kriteria Atap, Dinding, Lantai

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2021

Berdasarkan Gambar 4.7, diketahui bahwa rumah tidak layak huni

merupakan rumah yang tidak memenuhi kriteria atap, dinding dan lantai yang

layak. Ketidaklayakan tersebut sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Peraturan

Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-

RTLH Kota Serang Pasal 4 ayat 6 dengan aspek sebagai berikut:

9. Bahan bangunan tidak permanenatau rusak


10. Dinding dan atap dibuat dari bahan yang mudah rusak/lapuk seperti :
papan, ilalang, bambu yang dianyam.
11. Dinding atau atap sudah rusak sehingga membahayakan, mengganggu
161

keselamatan penghuninya.
12. Sumber air tidak sehat, akses memperoleh air bersih terbatas.
13. Tidak ada akses MCK.
14. Tidak memiliki pencahayaan matahari dan ventilasi udara.
15. Lantai dari papan bahan tidak permanen ataupun lantai dari tanah.
16. Saluran pembuangan air yang tidak memenuhi standar.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Kita sudah melaksanakan tugas sebaik mungkin dengan tugas yang


sudah saya jelaskan sebelumnya. Komitmen kerja dari TKSK juga sudah
hebat karena optimal dalam pelaksanaan survei. Hanya saja dari pihak
kecamatan, kelurahan mereka cenderung pasif karena hanya menunggu
proposal masuk ke mereka dari aparatur pemerintah di bawahnya tanpa mau
menjemput bola dengan ikut turun ke lapangan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa komitmen dari Dinas Sosial Kota Serang

dalam pelaksanaan program RS-RTLH menunjukkan komitmen yang kuat dan

konsisten, terbukti mulai dari pelaksanaan sosialisasi di lapangan, penyelesaian

pekerjaan administratif terkait proposal yang masuk hingga pemberian bantuan

sudah dilaksanakan dengan sebaikmungkin. Selain itu, TKSK yang ditunjuk oleh

Dinas Sosial Kota Serang sebagai pelaksana lapangan untuk kegiatan survei juga

dilaksanakan dengan baik pula.

Adapun untuk pihak kecamatan, kelurahan dan RT masih harus ditingkatkan

komitmennya agar dapat melaksanakan program RS-RTLH sesuai prosedur, salah

satunya proposal yang diserahkan kepada kita (Dinas Sosial Kota Serang)

harusnya adalah proposal yang benar-benar rumahnya tidak layak huni dengan

memenuhi kriteria atap, dinding dan lantai (Aladin) yang kurang layak sesuai
162

dengan Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk

Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 4 ayat 6, karena oknum tersebut

memungkinkan ada yang melakukan kecurangan untuk pengajuan peserta

penerima bantuan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Berkaitan dengan komitmen melaksanakan tugas sesuai prosedur,


menurut saya hanya ada kelemahan pada Dinas Sosial Kota Serang. Karena
menyerahkan proses seleksi dilakukan oleh pihak RT karena dinilai mereka
yang mengetahui pasti kondisi rumah dari warga yang mengajukan bantuan,
padahal dengan hal ini menyebabkan pihak RT, kelurahan hingga
kecamatan berani melakukan pelanggaran terhadap prosedur yang berlaku,
seperti penerima bantuan tidak memenuhi kriteria Aladin karena mereka
masih ada hubungan kerabat, adanya penggantian bentuk bantuan dari yang
seharusnya berupa uang tunai sebesar 15 juta rupiah, ternyata bentuk
bantuan yang diterima penerima hanya berupa bahan material yang
kalaupun diuangkan tidak sampai nominal tersebut. Hal ini akhirnya
menyebabkan pelaksanan program RS-RTLH menjadi tidak tepat sasaran
karena orang yang membutuhkan karena rumahnya tidak layak huni justru
tidak menerima bantuan sebagaimana mestinya…”

Kondisi penerima bantuan program RS-RTLH yang dikonversi menjadi

bahan material disajikan pada gambar berikut :

Gambar 4.8
Penerima Bantuan Yang Menerima Bantuan Berupa Bahan Material

Sumber: Dokumentasi penelit, 2021


163

Berdasarkan Gambar 4.8, diketahui adanya pelanggaran prosedur yang

berlaku yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan dan atau pihak RT

yang tidak memberikan bantuan program RS-RTLH sebagaimana mestinya, yaitu

berupa uang tunai sebesar 15 juta rupiah sebagaimana diatur dalam Peraturan

Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-

RTLH Kota Serang Pasal 13. Akan tetapi, penerima bantuan justru menerima

bantuan berupa bahan-bahan material saja yang apabila dihitung secara nominal

juga tidak mencapai jumlah uang bantuan tersebut. Hal ini menunjukkan

rendahnya komitmen dari pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT sebagai

pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program RS-RTLH karena terbukti

melakukan pelanggaran terhadap prosedur yang berlaku yang diatur dalam

Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis

Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13.

Alasan adanya konversi bantuan ke bahan material umumnya disebabkan

adanya kesepakatan yang tidak tertulis yang diajukan oleh oknum pihak

kecamatan, kelurahan dan atau pihak RT selaku pihak yang dinilai membantu

meloloskan proposal bantuan dengan masyarakat yang mengajukan bantuan

tersebut bahwa bantuan yang diterima adalah dalam bentuk bahan material yang

terdapat dalam rencana anggaran biaya dalam proposal yang mereka ajukan.

Kesepakatan tersebut akhirnya disetujui oleh masyarakat karena masyarakat

menganggap yang terpenting adalah mendapatkan bantuan untuk bisa merehab

rumahnya karena kondisi perekonomian mereka yang sulit dan masyarakat yang

tidak mengeluarkan modal atau biaya yang besar dalam proses pengajuan
164

proposal bantuan sehingga walaupun dalam pemberian bantuan tersebut

sebenarnya tidak sesuai dengan prosedural pemberian bantuan yang seharusnya

tetap mereka terima dengan apa adanya.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Pihak TKSK dalam melaksanakan survei sudah seoptimal mungkin.


Bahkan tanpa kendaraan operasional dinas tetap dapat jalan bekerja survei
ke lokasi rumah calon penerima bantuan, bahkan terkadang kita sering
diberikan uang bensin secara sukarela tanpa diminta dari orang yang di
survei karena mereka melihat keseriusan kita dalam mensurvei dan karena
kita menggunakan motor pribadi. Memang masih banyak kendala di
lapangan, salah satunya laporan dari warga yang mana masyarakat tidak
mengetahui adanya pelaksanaan program RS-RTLH, karena pihak
kecamatan, kelurahan dan pihak RT tidak memberitahu adanya pelaksanaan
program tersebut, sulitnya mereka mengajukan proposal bantuan kepada
pihak RT dengan alasan sudah penuh kuotanya padahal pengajuan proposal
warga tidak ada kuotanya, tapi kalau mengajukan proposal tersebut
bersamaan dengan pemberian amplop berisi uang sogokan untuk
mempermulus pengajuan proposal tersebut justru langsung di terima oleh
pihak RT. Jumlah uang sogokan juga tidak besar, kurang lebih sekitar
300 ribu – 500 ribu supaya warga bisa diprioritaskan untuk mendapatkan
bantuan. Selain itu, TKSK juga jarang ditemani oleh perwakilan dari pihak
kecamatan, kelurahan atau RT sekalipun untuk pelaksanaan survei, kecuali
apabila ada titipan calon penerima bantuan yang masih ada hubungan
kerabat baru mereka mau mendampingi, setelah tidak ada lagi titipan
mereka langsung pamit pulang dengan berbagai alasan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa kelemahan dari pihak yang melakukan proses seleksi

yang dilakukan oleh pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT karena dinilai

mereka yang mengetahui pasti kondisi rumah dari warga yang mengajukan

bantuan menyebabkan oknum tersebut berani melakukan pelanggaran terhadap

prosedur yang berlaku. Pelanggaran tersebut seperti penerima bantuan tidak


165

memenuhi kriteria Aladin karena adanya hubungan kerabat, penggantian bantuan

dari yang seharusnya berupa uang tunai sebesar 15 juta rupiah, ternyata diganti

menjadi bahan material yang kalaupun diuangkan tidak sampai nominal tersebut

ataupun adanya potongan uang bantuan untuk oknum tersebut.

Sulitnya masyarakat dalam mengajukan proposal bantuan kepada pihak RT

dengan alasan sudah penuh kuotanya padahal pengajuan proposal warga tidak ada

kuotanya. Akan tetapi, apabila memberikan proposal tersebut bersamaan dengan

pemberian amplop berisi uang untuk mempermulus pengajuan proposal tersebut

justru proposal bantuan tersebut langsung diterima oleh pihak RT, dengan

besarnya berkisar 300 ribu sampai dengan 500 ribu supaya warga bisa

diprioritaskan untuk mendapatkan bantuan.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Saya selaku pihak yang mewakili kecamatan Kasemen sudah berusaha


keras turut membantu pelaksanaan program RS-RTLH di kecamatan saya
ini. Pada tugas administratif, kita sudah berhasil mengumpulkan proposal
pengajuan bantuan rehab rumah dari seluruh warga yang mewakili tiap
kelurahan yang ada sesuai dengan jalur birokrasinya…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Kita selama ini bersungguh-sungguh dalam melaksanakan program RS-


RTLH agar sesuai dengan prosedur yang berlaku. Buktinya kita
mendampingi TKSK saat survei lapangan, meskipun tidak sampai selesai,
maklum saya banyak urusan kerja di tempat lainnya juga…”
166

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur

kecamatan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mensukseskan

pelaksanaan program RS-RTLH. Pada tugas administratif, pihak kecamatan

mengakui sudah berhasil mengumpulkan proposal pengajuan bantuan rehab

rumah dari seluruh warga di kecamatannya, aparatur kecamatan mendampingi

TKSK pada saat survei lokasi meskipun tidak sering sebagai cerminan kontribusi

nyata dari pihak kecamatan.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Standar operasional prosedur yang ada dalam program RS-RTLH sudah


kita jadikan pedoman untuk kerja pegawai di tingkat kelurahan dalam
pengumpulan proposal bantuan dan proses seleksi penerima bantuan yang
ideal lebih lanjut…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Komitmen kerja dari Dinas Sosial Kota Serang harus dioptimalkan lagi
kalau bisa, sebab Dinas Sosial Kota Serang seperti lepas tangan untuk
aktivitas pelaksanaan program RS-RTLH di lapangan, seperti tidak terlibat
aktif survei atau tidak ada koordinasi dengan pihak kelurahan atau RT…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur

kelurahan sudah melaksanakan program RS-RTLH sesuai dengan standar

operasional prosedur yang berlaku dalam pengumpulan proposal bantuan dan

proses seleksi penerima bantuan. Bahkan menurut aparatur kelurahan yang harus

ditingkatkan adalah fungsi dari dinas sosial kota serang yang tidak terlibat aktif
167

dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, seperti mendampingi TKSK pada survei

yang seakan-akan menunjukkan dinas sosial kota serang lepas tangan karena telah

menyerahkan tugas di lapangan kepada TKSK dan aparatur kecamatan dan

kelurahan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Pelaksanaan program RS-RTLH di tempat tinggal kami sudah dilakukan


sesuai dengan prosedur yang berlaku. Memang yang jadi kendala adalah
pada lama waktu pengerjaan rehab rumah yang tidak bisa selesai dalam
waktu 30 hari sebagai target waktu rehab. Hal ini disebabkan karena dalam
kegiatan rehab rumah banyak biaya yang tidak terduga, dimana biaya
tersebut menyebabkan biaya rehab rumah menjadi lebih besar sehingga
sambil merehab rumahnya masyarakat sambil mencari uang atau meminjam
dengan tetangga agar bisa selesai merehab rumahnya. Umumnya bisa
sampai satu bulan lebih untuk rehab rumah, itupun kalau tidak hujan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Masalahnya terkadang penerima bantuan suka merehab rumahnya


melebihi anggaran biaya yang sudah mereka buat. Padahal kalau cukupnya
hanya untuk rehab atapnya, kenapa mereka tidak perbaiki atapnya saja.
Untuk dinding dan lantai bisa menyusul kalau ada uang lagi. Untuk tenaga
kerja, juga masyarakat sangat sedikit sekali untuk mau membantu bergotong
royong karena kesibukan kerja mereka sehari-hari, sehingga penerima
bantuan tetap menggunakan jasa tukang, minimal 1 tukang utama untuk
pengerjaan rehab rumah dibantu sama 1-2 warga sebagai kenek (tukang
pembantu) begitu…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program RS-

RTLH menurut pihak RT sudah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang

berlaku. Hanya saja terdapat kekurangan dari masyarakat yang melewati batas

waktu pengerjaan rehab rumah yang lebih dari 30 hari kerja. Hal ini disebabkan
168

masyarakat adanya biaya tidak terduga pada saat melakukan rehab maupun

penggunaan tukang utama dan pembantu yang membuat biaya rehab menjadi

lebih besar, ditambah dengan faktor cuaca yang tidak menentu yang dapat

menghambat penyelesaian rehab rumah.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Harus ditingkatkan komitmennya, khususnya aparatur pemerintah desa


kecamatan, kelurahan hingga RT. Karena sebenarnya keberhasilan program
terletak pada mereka yang seberapa besar komitmennya menyebarluaskan
informasi program tersebut kepada masyarakat. Karena dalam pelaksanaan
program RS-RTLH, adanya pengalihan bantuan dari uang tunai sebesar 15
juta rupiah menjadi bantuan berupa bahan bangunan yang jika dihitung juga
kurang dari nilai rupiah tersebut disebabkan oleh mereka yang ingin
mengambil keuntungan dari pelaksanaan program RS-RTLH. Itupun belum
ditambah dengan penerima bantuan program yang masih ada hubungan
keluarga dengan aparatur pemerintah tersebut yang sebenarnya rumahnya
masih layak huni atau masih bagus namun tetap diberikan bantuan,
sedangkan warga yang rumahnya hampir rubuh justru tidak didaftarkan …”

Penerima bantuan yang tidak tepat sasaran disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4.9
Ketidaktepatan Penyaluran Bantuan Kepada Masyarakat
Yang Rumahnya Masih Layak Huni

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2021


169

Berdasarkan Gambar 4.9, diketahui kurangnya komitmen pelaksana dari

unsur pihak Kecamatan, kelurahan dan atau pihak RT ditunjukkan dari masih

terdapatnya peserta penerima bantuan yang rumahnya masih layak huni karena

atapnya, dinding dan lantainya terbuat dari bahan yang aman dan nyaman untuk

dihuni yang justru mendapatkan bantuan karena ada hubungan kekeluargaan

dengan oknum aparatur kecamatan, kelurahan dan atau pihak RT. Hal ini jelas-

jelas bertentangan dengan kriteria Aladin yang diatur dalam Peraturan Walikota

Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH

Kota Serang Pasal 4 ayat 6, seperti atap masih berupa seng atau atap semi

permanen, lantai masih beralaskan tanah, dan dinding tidak berplester. Akan

tetapi, masyarakat yang rumahnya benar-benar tidak layak huni justru tidak

mendapatkan bantuan. Kondisi ini sebenarnya merupakan dampak dari tidak

dilakukannya sosialisasi secara langsung kepada masyarakat oleh pihak

kecamatan, kelurahan dan RT menyebabkan masyarakat yang menjadi penerima

bantuan program RS-RTLH menjadi tidak tepat sasaran.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Bisa dikatakan pihak kecamatan, kelurahan dan RT yang bersentuhan


langsung dengan masyarakat terkait pelaksanaan program kurang
komitmennya. Hal ini ditunjukkan dari sulitnya masyarakat untuk
mengajukan proposal bantuan, sehingga harus memberikan uang sogokan
sebagai pelicin kepada pihak RT sebagai aparatur pemerintah terendah di
lingkungannya untuk bisa mengajukan proposal bantuan dan mendapatkan
informasi program RS-RTLH lebih lanjut. Bayangkan saja dari uang 15 juta
tunai itu harus dipotong oleh orang-orang yang sebenarnya kekayaannya
sudah mencukupi hidupnya, akhirnya orang yang membutuhkan uang
bantuan tersebut jadi terkena dampaknya sehingga rumahnya tidak bisa di
rehab dengan lebih optimal. Untuk pihak lainnya, seperti Dinas Sosial Kota
Serang sebaiknya bisa mengirimkan perwakilan untuk pendampingan TKSK
170

di lapangan dan untuk mengetahui secara pasti keluhan dari masyarakat


terkait penyimpangan yang terjadi…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak kecamatan, kelurahan dan RT

kurang komitmennya dalam melaksanakan program RS-RTLH. Hal ini

ditunjukkan dari sulitnya masyarakat untuk mengajukan proposal bantuan,

sehingga harus memberikan uang sogokan sebagai pelicin kepada pihak RT

sebagai aparatur pemerintah terendah di lingkungannya untuk bisa mengajukan

proposal bantuan dengan alasan kuotanya tidak mencukupi. Tidak hanya itu,

masyarakat yang menerima bantuan harus rela mendapatkan potongan dari uang

bantuan rehabnya agar bisa diluluskan sebagai penerima bantuan rehab rumah.

Pemberian bantuan kepada penerima bantuan yang tidak sesuai prosedur

karena uang bantuan tunainya dipotong oleh oknum kecamatan, kelurahan dan

pihak RT disajikan pada gambar sebagai berikut :

Gambar 4.10
Penerima Bantuan Yang Uang Bantuan Tunainya di Potong Oleh Oknum

Sumber: Dokumentasi peneliti, 2021


171

Berdasarkan Gambar 4.10, diketahui adanya pelanggaran prosedur yang

berlaku yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan dan atau pihak RT

yang melakukan pemotongan atau pungutan liar dari bantuan program RS-RTLH,

yaitu uang tunai sebesar 15 juta rupiah dipotong dengan alasan biaya administrasi

untuk pihak yang membantu mengurus proposalnya hingga diterima. Hal ini jelas-

jelas bertentangan prosedur yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan

Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-

RTLH Kota Serang Pasal 13 yang menerangkan uang bantuan sebesar Rp. 15 juta

rupiah diberikan secara tunai kepada penerima bantuan. adapun Jumlah

potongannya relatif berkisar dari 1 juta rupiah sampai dengan 1,5 juta rupiah. Hal

ini menyebabkan penerima bantuan pada akhirnya tidak bisa secara menyeluruh

melakukan rehab rumahnya, seperti dinding tidak selesai hingga tahap acian dan

memungkinkan item lainnya, seperti atap dan lantai juga tidak bisa direhab secara

optimal karena uang bantuannya tidak mencukupi karena adanya potongan uang

bantuan oleh oknum tersebut.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Masih jauh dari harapan, aparatur pemerintah tingkat kecamatan,


kelurahan dan RT sangat susah untuk memberikan info program yang
dilaksanakan pemerintah Kota Serang kepada masyarakat dan hanya
mengutamakan orang yang masih ada hubungan kekeluargaan atau
pertemanan dengan mereka dan terkadang dijadikan ladang bisnis oleh
mereka, seperti membayar sejumlah uang untuk bisa mendapatkan prioritas
penerima bantuan dengan memalsukan foto rumah mereka yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya atau mengambil foto rumah orang lain
yang tidak layak huni untuk memperkuat proposalnya…”
172

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Hanya TKSK yang dalam penilaian saya yang punya komitmen dalam
melaksanakan program RS-RTLH karena sering terlihat survei di lokasi
rumah warga di beberapa kelurahan di Curug ini. Sedangkan aparatur
kecamatan, kelurahan dan termasuk RT juga sepertinya harus diberikan
pembinaan lebih lanjut agar dapat bekerja dengan lebih baik untuk
mengabdi kepada masyarakat…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur pemerintah desa tingkat

kecamatan, kelurahan hingga tingkat RT kurang berkomitmen dalam bekerja

sesuai prosedur yang berlaku, seperti tidak aktif menyebarluaskan informasi

program kepada masyarakat secara langsung dengan cara berkeliling wilayah,

adanya sejumlah uang sogokan yang harus dibayarkan oleh masyarakat yang ingin

mengajukan proposal untuk bisa mendapatkan prioritas penerima bantuan, adanya

tindakan memalsukan foto rumah mereka yang tidak sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya atau mengambil foto rumah orang lain yang tidak layak huni untuk

memperkuat proposal dari orang-orang yang memiliki hubungan kekeluargaan

dengan dirinya. Aparatur kecamatan, kelurahan dan termasuk RT harusnya

diberikan pembinaan lebih lanjut agar dapat bekerja dengan lebih baik untuk

mengabdi kepada masyarakat.

Temuan penelitian pada faktor disposisi (sikap) pada aspek komitmen pihak

pelaksana program RS-RTLH antara lain :

1. Komitmen dari Dinas Sosial Kota Serang dalam pelaksanaan program

RS-RTLH menunjukkan komitmen yang kuat dan konsisten, terbukti


173

mulai dari pelaksanaan sosialisasi di lapangan, penyelesaian pekerjaan

administratif terkait proposal yang masuk hingga pemberian bantuan

sudah dilaksanakan dengan sebaikmungkin.

2. Kelemahan Dinas Sosial Kota Serang terdapat pada ketidakterlibatan

secara aktif dalam survei lokasi atau tidak ada koordinasi dengan

pihak kelurahan atau RT secara langsungKomitmen TKSK yang

ditunjuk oleh Dinas Sosial Kota Serang sebagai pelaksana lapangan

untuk mendampingi kegiatan survei juga dilaksanakan dengan baik.

3. Kelemahan dari pihak yang melakukan proses seleksi yang dilakukan

pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT karena dinilai mereka yang

mengetahui pasti kondisi rumah dari warga yang mengajukan bantuan

menyebabkan pihak RT, kelurahan hingga kecamatan berani

melakukan pelanggaran terhadap prosedur yang berlaku, hal ini

disebabkan tidak adanya pendampingan oleh pegawai yang berasal

dari Dinas Sosial Kota Serang.

4. Kurang berkomitmen aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT

dalam bekerja sesuai prosedur yang berlaku, seperti tidak aktif

menyebarluaskan informasi program kepada masyarakat secara

langsung dengan cara berkeliling wilayah, sulitnya mengajukan

proposal bantuan, penggantian bantuan dari uang tunai sebesar 15 juta

rupiah menjadi bantuan berupa bahan bangunan atau adanya potongan

uang untuk oknum tersebut atas jasanya meluluskan proposal

penerima bantuan.
174

Informasi berkenaan dengan bagaimana sikap profesionalisme dari pihak

pelaksana dalam pelaksanaan program RS-RTLH yang ditunjukkan kepada

masyarakat di Kota Serang selaku sasaran potensial dari program RS-RTLH,

menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala

Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :

“…Untuk hal tersebut saya tidak bisa memberi informasi dengan pasti
karena tidak terlibat di lapangan. Hanya saja, keterlibatan aktif di lapangan
terdapat pada TKSK, dimana selama ini tidak keluhan dari warga terhadap
pelayanan TKSK pada saat survei itu…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Bagi pegawai dari Dinas Sosial Kota Serang sudah menunjukkan sikap
profesionalisme dengan sebaik mungkin pada saat bersentuhan langsung
dengan masyarakat, khususnya pada saat pelaksanaan sosialisasi yang mana
sebisa mungkin memberikan penjelasan yang lengkap, detail dan mudah
difahami oleh para audiens yang hadir di sana…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Pihak pelaksana yang sebetulnya bersentuhan langsung dengan


masyarakat itu adalah TKSK yang bertugas melakukan survei ke lokasi
calon penerima bantuan yang melakukan verifikasi data dan mengobrol
dengan mereka untuk menjelaskan informasi program RS-RTLH yang
belum mereka ketahui. Seharusnya di saat survei tersebut juga ada
perwakilan dari pihak kecamatan, pihak kelurahan dan pihak RT secara
lebih konsisten, karena menurut laporan TKSK hanya sesekali mendampingi
saat survei berlangsung…”
175

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pegawai dari Dinas Sosial Kota Serang

sudah menunjukkan sikap profesionalisme dengan sebaik mungkin pada saat

bersentuhan langsung dengan masyarakat, khususnya pada saat pelaksanaan

sosialisasi yang mana sebisa mungkin memberikan penjelasan yang lengkap,

detail dan mudah difahami oleh para audiens yang hadir pada saat kegiatan

sosialisasi tersebut berlangsung.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Saat survei itu saya selaku TKSK berusaha untuk memberikan


pelayanan sebaik mungkin kepada calon penerima bantuan dengan cara
menjelaskan informasi program RS-RTLH dan menjawab hal-hal yang
masyarakat masih kurang bisa memahami. Bersyukur masyarakat bisa
memahami apa-apa yang saya jelaskan. Bahkan tidak jarang mereka sendiri
yang bercerita tentang keluhan mereka terkait program RS-RTLH ini yang
berasal dari pihak RT nya. Menurut masyarakat, pihak RT cenderung
menutup informasi adanya pelaksanaan program ini dari masyarakat dan
hanya memberitahukannya kepada masyarakat yang masih ada hubungan
kerabat atau pertemanan saja, atau memang masyarakatnya mau membuat
komitmen tertentu, seperti mau dibantu meskipun tidak mendapat uang
tunai tapi dalam bentuk bahan material sebagai kompensansi proposalnya
diluluskan oleh pihak RT. Terus pihak RT juga tidak memberikan informasi
tentang hasil pelaksanaan program RS-RTLH kepada masyarakat…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Pihak kecamatan hingga ke tingkat RT relatif jarang mau terlibat aktif


dalam memberikan informasi kepada masyarakat, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Akhirnya, pada saat pelaksanaan survei itu kami
dari TKSK harus menjelaskan tentang informasi terkait program RS-RTLH.
Bahkan tidak jarang juga pada saat berkomunikasi dengan calon penerima
bantuan, masyarakat mengadukan keluh kesahnya kepada kami terkait
sulitnya mengajukan proposal bantuan kepada pihak RT dengan alasan
176

kuota pesertanya sudah penuh, tapi pihak RT juga menawarkan jasa apabila
mereka tetap mau mengajukan proposal bisa tapi dengan cara memberikan
uang kepada pihak RT yang katanya sebagai upaya dari pihak RT untuk bisa
negosiasi dengan pihak kelurahan dan kecamatan agar punya kita
diprioritaskan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa TKSK dalam melakukan kegiatan survei ke lokasi

rumah penerima bantuan berusaha untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin

kepada calon penerima bantuan dengan cara menjelaskan informasi program RS-

RTLH dan menjawab hal-hal yang masyarakat masih kurang bisa memahami.

Syukurnya masyarakat bisa memahami apa-apa yang saya jelaskan. Bahkan tidak

jarang juga pada saat berkomunikasi dengan calon penerima bantuan, masyarakat

mengadukan keluh kesahnya kepada kami terkait sulitnya mengajukan proposal

bantuan kepada pihak RT dan keluhan lainnya yang kami terima dan sampaikan

kepada pihak Dinas Sosial Kota Serang.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Dari pihak Dinas Sosial Kota Serang relatif jarang melakukan kegiatan
turun ke lapangan secara langsung. Mereka hanya terlibat dalam
pelaksanaan sosialisasi saja, selebihnya mereka cenderung pasif atau
menunggu data proposal pengajuan itu masuk ke pihak kecamatan saja.
Sedangkan dari TKSK terkadang pada saat akan melakukan survei suka
bentrok dengan jadwal kegiatan saya di tempat lainnya…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Sebetulnya pihak kecamatan hanya mengumpulkan dokumen proposal


yang diajukan masyarakat secara keseluruhan, setelah itu baru diteruskan ke
pihak Dinas Sosial Kota Serang …”
177

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur

kecamatan menilai bahwa Dinas Sosial Kota Serang relatif jarang melakukan

kegiatan turun ke lapangan secara langsung untuk mendampingi TKSK. Mereka

hanya terlibat dalam pelaksanaan sosialisasi saja, selebihnya mereka cenderung

menunggu proposal pengajuan masuk dari pihak kecamatan. Hal ini yang pihak

kecamatan sayangkan yang akhirnya membuat TKSK lebih bekerja keras untuk

melaksanakan survei di lapangan tersebut.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Pihak kelurahan sudah berupaya dengan pihak RT untuk melakukan


seleksi kepada masyarakat yang mengajukan proposal bantuan dengan
sebaik mungkin …”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Sebenarnya pihak kelurahan hanya bersifat sebagai fasilitator saja untuk


kelengkapan proposal, sedangkan tugas TKSK yang bersentuhan langsung
dengan masyarakat …”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa aparatur

kelurahan sudah melaksanakan tugasnya mengumpulkan proposal yang masuk

yang telah lulus seleksi dari pihak RT untuk diperiksa kembali oleh pihak

kelurahan dan diteruskan ke pihak kecamatan.


178

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Menurut saya dari pihak Dinas Sosial Kota Serang tidak ada yang mau
terlibat dalam proses turun survei mendampingi TKSK ke lokasi rumah.
Selain itu, pihak RT juga dimintai untuk menseleksi peserta penerima
bantuan, jadi saya sudah berupaya untuk melaksanakannya dengan sebaik
mungkin…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Tidak ada kekurangan dari pihak RT, hanya saja apabila ada pemberian
brosur dari Dinas Sosial Kota Serang sebagai alat bantu promosi program
RS-RTLH mungkin pemberian informasi kepada masyarakat bisa jadi lebih
optimal…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak RT sudah berusaha

untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, dengan mendampingi TKSK saat

survei walaupun tidak dilakukan secara terus menerus. Hal yang disayangkan itu

pihak dinas sosial kota serang yang justru tidak terlibat dalam tugas lapangan

yang seharusnya dapat mendampingi TKSK saat survei untuk memeriksa secara

langsung kondisi rumah penerima bantuan. Selain itu, pihak dinas sosial kota

serang juga tidak memberikan media promosi program RS-RTLH, minimal

dengan brosur program RS-RTLH yang sebenarnya bisa menjadi alat bantu dalam

penyebarluasan informasi program tersebut kepada masyarakat.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Petugas TKSK yang suka melakukan survei di lapangan sudah cukup


baik dalam melayani pemohon, seperti dapat menjelaskan informasi terkait
program RS-RTLH secara lebih detail kepada masyarakat yang mengajukan
179

dan belum mengajukan permohonan bantuan, untuk Dinas Sosial Kota


Serang masih lumayan ada bukti kerjanya di lapangan walaupun sebatas
sosialisasi saja dan memungkinkan kerja administratif di kantornya. Untuk
aparatur kecamatan, kelurahan dan RT seperti yang saya katakan tadi, harus
diperbaiki kekurangannya karena memanfaatkan program sosial untuk
kepentingan pribadi semata…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Dinas Sosial Kota Serang sudah melaksanakan tugasnya dengan baik


saat sosialisasi di kantor kecamatan, walaupun harusnya sosialisasinya bisa
lebih ke tingkat RT atau RW melalui perwakilannya dalam kegiatan rapat
kerja RT atau RW jadi masyarakat bisa mengetahui langsung program
tersebut, karena selama ini pihak kecamatan, kelurahan dan RT cenderung
menutup-nutupi program tersebut kepada masyarakat dan hanya
memberitahu kepada sebagian masyarakat yang masih keluarganya untuk
diutamakan mendapatkan bantuan tersebut. Petugas lainnya, khususnya
TKSK Kecamatan Curug sudah sangat bagus sekali dalam melaksanakan
tugas survei lapangan sampai saat ini…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak pelaksana program RS-RTLH yang

bersentuhan langsung dengan masyarakat secara konsisten atau berkelanjutan

adalah TKSK, yang saya nilai sudah sangat baik dalam melaksanakan tugasnya

mensurvei dan memberikan informasi lebih mendalam berkenaan dengan program

RS-RTLH sehingga masyarakat yang sedang mengajukan dan belum mengajukan

bantuan dapat lebih paham. Sedangkan dinas sosial kota serang lebih sebatas

kepada pelaksana kegiatan sosialisasi program RS-RTLH saja.

Selain itu, harapan agar harusnya sosialisasinya bisa dilaksanakan langsung

ke tingkat RT atau RW melalui perwakilannya dalam kegiatan rapat kerja RT atau

RW jadi masyarakat bisa mengetahui langsung program tersebut, karena selama


180

ini pihak kecamatan, kelurahan dan RT cenderung menutup-nutupi program

tersebut kepada masyarakat dan hanya memberitahu kepada sebagian masyarakat

yang masih keluarganya untuk diutamakan mendapatkan bantuan tersebut

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Pihak pelaksana program RS-RTLH yang memang bersentuhan


langsung dengan masyarakat secara konsisten adalah TKSK, yang saya nilai
sudah sangat baik dalam melaksanakan tugasnya mensurvei dan
memberikan informasi lebih mendalam berkenaan dengan program RS-
RTLH sehingga masyarakat yang sedang mengajukan dan belum
mengajukan bantuan dapat lebih paham…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Peran penting dari TKSK yang sangat baik dalam pelaksanaan survei itu
yang membuat pelaksanaan program RS-RTLH masih dapat berjalan
sampai sekarang, ditambah peran dari Dinas Sosial Kota Serang walaupun
tidak terlalu terlihat oleh masyarakat…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa TKSK dalam bekerja mensurvei lokasi

rumah warga penerima bantuan sudah sangat baik dan menjadi petugas yang

paling optimal kinerjanya dalam pelaksanaan program RS-RTLH. Sehingga hal

ini menutupi kekurangan dari pihak lainnya, khususnya dari pihak kecamatan,

kelurahan hingga pihak RT yang cenderung malas untuk melakukan sosialisasi

langsung ke warga sehingga membuat program RS-RTLH hanya diketahui oleh


181

sebagian orang saja dan bisa diakses oleh orang tertentu saja, bukan oleh

masyarakat yang rumahnya tidak layak huni.

Temuan penelitian pada faktor disposisi (sikap) pada aspek sikap

profesionalisme pelaksana program RS-RTLH antara lain :

1. Pegawai Dinas Sosial Kota Serang sudah menunjukkan sikap

profesionalisme sebaik mungkin pada saat bersentuhan langsung

dengan masyarakat, khususnya saat sosialisasi yang sebisa mungkin

memberikan penjelasan yang lengkap, detail dan mudah difahami oleh

audiens yang hadir.

2. TKSK dalam melakukan kegiatan survei ke lokasi rumah penerima

bantuan berusaha untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin

kepada calon penerima bantuan dengan cara menjelaskan informasi

program RS-RTLH dan menjawab hal-hal yang masyarakat masih

kurang bisa memahami

3. Harapan agar sosialisasinya bisa dilaksanakan langsung ke tingkat RT

atau RW melalui perwakilannya dalam kegiatan rapat kerja RT atau

RW jadi masyarakat bisa mengetahui langsung program tersebut,

karena selama ini pihak kecamatan, kelurahan dan RT cenderung

menutup-nutupi program tersebut kepada masyarakat dan hanya

memberitahu kepada sebagian masyarakat yang masih keluarganya

untuk diutamakan mendapatkan bantuan tersebut


182

4.3.5 Faktor Penghambat

Pelaksanaan program RS-RTLH juga tidak dapat tercapai dengan optimal

karena adanya faktor penghambat. Untuk mengetahui faktor penghambat

dilakukan dengan cara Focus Discusi Group (FDG) atau forum grup diskusi.

Forum diskusi grup digunakan untuk menyerap aspirasi secara lebih terbuka

antara pihak pelaksana RS-RTLH program dan masyarakat selaku sasaran

program RS-RTLH. Adapun pihak pelaksana yang dapat terlibat aktif pada saat

pelaksanaan FDG adalah dari pihak RT. Hal ini disebabkan sulitnya mengatur

pertemuan dengan aparatur pelaksana lainnya karena kondisi sulitnya

mengumpulkan masyarakat dalam kondisi pandemi Covid-19.

Pada penelitian ini, faktor penghambat pelaksanaan program RS-RTLH

meliputi: (1) faktor penghambat yang berasal dari pihak pelaksana, dan (2) faktor

penghambat yang berasal dari masyarakat selaku sasaran penerima program RS-

RTLH.

Informasi berkenaan dengan apa saja yang menjadi faktor penghambat dari

pihak pelaksana dalam pelaksanaan program RS-RTLH, menurut hasil wawancara

dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala Sub Bidang Perencanaan

Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang mengemukakan :

“…Sampai sejauh ini memang belum ada hambatan yang berarti, namun ada
baiknya memang ada kegiatan rapat kerja yang dilakukan oleh pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan program RS-RTLH tersebut, minimal ada 2 kali
pada setiap tahunnya untuk di awal atau persiapan sebelum pelaksanaan dan
di akhir untuk pembahasan hasil capaian program untuk mengetahui kendala
di lapangan dan atau penyimpangan yang dilakukan…”
183

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Sebetulnya lebih kepada tidak adanya petugas dari Dinas Sosial Kota
Serang yang bertugas langsung di lapangan karena minimnya pegawai
Dinas Sosial Kota Serang yang ada di kantor untuk mengurus pekerjaan
administratif. Akhirnya kita hanya bertumpu kepada verifikasi proposal
pengajuan bantuan dari pihak RT yang disampaikan kepada pihak kelurahan
dan diteruskan ke pihak kecamatan, dari sini sebetulnya ada peluang untuk
terjadinya penyimpangan, seperti penerima bantuan tidak memenuhi kriteria
peserta penerima bantuan atau tidak tepat sasaran, sehingga kita
verifikasinya berdasarkan dari laporan dari TKSK saja sebagai petugas yang
ditunjuk oleh Dinas Sosial Kota Serang untuk pelaksanaan survei di
lapangan untuk memeriksa keabsahan data proposal dengan kondisi riil di
lapangan. Sampai dengan sekarang ini sepertinya masih berjalan dengan
baik karena tidak ada keluhan yang dilaporkan oleh masyarakat walaupun
tetap kita usulkan untuk adanya petugas dari unsur Dinas Sosial Kota
Serang untuk mendampingi TKSK saat bekerja di lapangan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Kalau mau jujur, sebetulnya kurangnya keterlibatan aktif dari aparatur


kecamatan, kelurahan dan sebagian pihak RT yang tidak mau terlibat dalam
mendampingi TKSK pada saat survei lokasi calon penerima bantuan di
lapangan. Hal ini akhirnya menyebabkan TKSK jadi keletihan pada saat
bekerja di lapangan karena harus bertugas sendirian saat mensurvei
lokasi…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sebaiknya ada kegiatan rapat kerja yang

dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program RS-RTLH

tersebut, minimal ada 2 kali pada setiap tahunnya untuk di awal atau persiapan

sebelum pelaksanaan dan di akhir untuk pembahasan hasil capaian program untuk

mengetahui kendala di lapangan dan atau penyimpangan yang dilakukan.


184

Ketidaktepatan waktu penyelesaian rehab rumah dari para peserta penerima

bantuan. Seharusnya rehab rumah dapat selesai dalam 30 hari kerja sebagaimana

diatur dalam Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang

Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 9 ayat 4 (F). Namun

ternyata waktu penyelesaian rehab rumah lebih dari itu karena alasan kurang biaya

atau faktor cuaca yang tidak menentu. Pada alasan kekurangan biaya diduga

disebabkan masyarakat selaku penerima bantuan program RS-RTLH yang apabila

menerima bantuan dalam bentuk tunai terdapat potongan dari oknum kecamatan,

kelurahan dan RT yang dinilai berjasa dalam meloloskan proposal dari penerima

bantuan terkait. Selain itu, penerima bantuan yang jika menerima bantuannya

dalam bentuk bahan material yang jika dinominalkan kurang dari jumlah tersebut

dan atau tidak sesuai dengan kuantitas dari jumlah material yang terdapat dalam

rancangan anggaran biaya. Sehingga masyarakat mau tidak mau harus mencari

kekurangan untuk melakukan penambahannya dengan cara menabung dari hasil

pekerjaan mereka maupun meminjam uang dari kerabatnya atau tetangganya.

Kurangnya kerjasama dari warga setempat untuk mau membantu bergotong

royong merehab rumah warga yang mendapatkan bantuan juga menjadi penyebab

lainnya. Mengingat menurut laporan penerima bantuan, kontribusi aktif dari

warga setempat yang mau membantu bergotong-royong merehab rumah penerima

bantuan hanya berkisar 2-3 orang saja. jumlah tersebut pun tidak selalu konsisten

pada setiap harinya, sehingga penerima bantuan terpaksa untuk menggunakan jasa

tukang tertentu untuk menjadi pimpinan sekaligus pekerja utama dalam rehab

rumah tersebut. Hal ini juga jelas-jelas bertentangan dengan semangat program
185

RS-RTLH yakni kesetiakawanan dan partisipasi aktif masyarakat terhadap

penerima bantuan program RS-RTLH sebagaimana diatur dalam Peraturan

Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-

RTLH Kota Serang Pasal 8. Dampaknya dalam rehab rumahnya, penerima

bantuan harus menggunakan jasa tukang akan membuat warga harus

menggunakan sebagian uang bantuan maupun dari uang pribadinya untuk

membayar upah tukang tersebut, sedangkan dalam rencana anggaran biaya tidak

terdapat komponen biaya tukang. Pada akhirnya hal inilah yang semakin membuat

penerima bantuan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merehab rumahnya

menjadi lebih lama karena sedikitnya orang yang bekerja.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Hambatan dari pihak Dinas Sosial Kota Serang itu karena tidak ada
pegawai dinsos yang bisa terlibat aktif saat survei di lapangan, sehingga hal
ini membuat oknum pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT menjadikan
hal tersebut sebagai peluang untuk bermain dalam penentuan peserta yang
tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Misalkan masyarakat yang
masih ada hubungan kerabat yang mendapatkan bantuan padahal rumahnya
masih bagus, sedangkan masyarakat yang membutuhkan atau rumahnya
tidak layak huni justru tidak mendapatkan bantuan. Sehingga kadang pada
saat pelaksanaan survei, kita sering mendapati rumah yang masih bagus itu
yang justru dapet bantuan dengan cara memalsukan foto tampak rumah
dalam proposal pengajuan bantuan, hanya saja kita tidak bisa bertindak
apa-apa karena untuk rumah tersebut biasanya didampingi oleh oknum
kelurahan dan RT tersebut untuk mengamankan agar tetap lolos seleksi,
sedangkan pada saat survei ke lokasi lainnya yang tidak ada penerima
bantuan yang tidak ada hubungan keluarga dengan oknum tersebut tidak
mau mendampingi kita dengan berbagai alasan…”
186

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :

“…Petugas TKSK untuk tiap kecamatan sebaiknya ditambah jadi minimal


3-4 orang petugas untuk mensurvei lokasi, karena apabila berdua kita harus
berbagi tugas untuk lokasi survei dan pada saat turun kita terkadang
ditemani sama pihak kecamatan, atau kelurahan dan terkadang RT kalau ada
peserta bantuan yang titipan mereka, setelah selesai itu mereka langsung
pulang dengan macam-macam alasan kesibukan. Selain itu, kalau bisa Dinas
Sosial Kota Serang meminta kepada pihak kecamatan, kelurahan dan pihak
RT untuk membuat laporan terkait data nama-nama masyarakat yang
mengajukan proposal bantuan sehingga masyarakat lainnya bisa terlibat
dalam proses pengawasan untuk mengetahui tepat tidaknya sasaran menurut
masyarakat secara langsung sehingga apabila ada temuan lebih mudah untuk
menggali data dan bukti yang ada…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pegawai dari pihak Dinas Sosial Kota

Serang yang bisa terlibat aktif saat survei di lapangan karena lebih banyak

mengurus pekerjaan administratif di kantor. Hal ini membuat oknum pihak

kecamatan, kelurahan dan pihak RT menjadikan hal tersebut sebagai peluang

untuk bermain dalam penentuan peserta yang tidak sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya.

Harapan lainnya agar petugas TKSK untuk tiap kecamatan bisa ditambah

menjadi minimal 3-4 orang petugas untuk mensurvei lokasi, karena apabila

berdua kita harus berbagi tugas untuk lokasi survei sehingga harus sendirian

dalam bertugas survei di lapangan. Adapun pihak kecamatan, atau kelurahan dan

terkadang RT mau menemani melakukan survei apabila peserta penerima bantuan

yang titipan mereka karena masih ada hubungan keluarga, jika sudah selesai

umumnya mereka langsung pulang dengan macam-macam kesibukan.


187

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Tidak ada hambatan yang berarti dari pihak pelaksana, hanya lebih
kepada tidak ada kegiatan rapat koordinasi secara khusus dengan pihak yang
terlibat saja …”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Selama pihak kecamatan bisa mengumpulkan proposal bantuan


sebanyak mungkin jadi tidak ada masalah, karena itu tugas utama dari
kecamatan. Tapi memang ketika banyak proposal yang menumpuk,
terkadang kita suka kurang teliti sehingga tertukar proposal pengajuan yang
lama dengan proposal pengajuan yang baru dari calon peserta penerima
bantuan karena banyaknya masyarakat yang mengajukan proposal tersebut,
sedangkan tenaga kerja di kecamatan relatif sedikit dan juga sudah punya
tugasnya masing-masing di luar dari program RS-RTLH…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa

hambatannya lebih kepada tidak adanya kegiatan rapat koordinasi secara khusus

dengan seluruh pihak yang terlibat dalam program RS-RTLH saja, padahal hal ini

dapat bermanfaat untuk mengetahui progres pelaksanaan dan menyerap

permasalahan di lapangan terkait program RS-RTLH. Selain itu, karena pekerjaan

di kantor kecamatan relatif banyak di luar program RS-RTLH akhirnya

menyebabkan proposal ada yang menumpuk, dimana terkadang petugas

kecamatan kurang teliti sehingga tertukar proposal pengajuan yang lama dengan

proposal pengajuan yang baru dari calon peserta penerima bantuan karena

banyaknya masyarakat yang mengajukan proposal tersebut.


188

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Mungkin karena tidak ada anggaran lebih untuk petugas dari kelurahan
makanya dari unsur kelurahan tidak mau terlibat aktif dalam pelaksanaan
program RS-RTLH, hanya sebatas kepada tugas utamanya saja, yakni
mengumpulkan proposal-proposal pengajuan dari pihak RT untuk
diteruskan ke pihak kecamatan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Menurut saya dari Dinas Sosial Kota Serang hanya mau terlibat di
kegiatan sosialisasi saja yang sebenarnya tidak membutuhkan waktu dan
tenaga ekstra dalam pelaksanaan program RS-RTLH. Sebab yang butuh
waktu dan tenaga itu pada saat survei calon penerima bantuan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Dinas

Sosial Kota Serang hanya mau terlibat di kegiatan sosialisasi saja yang sebenarnya

tidak membutuhkan waktu dan tenaga ekstra dalam pelaksanaan program RS-

RTLH, sedangkan untuk tugas di lapangan yang sebenarnya memegang peran

penting dalam mengawasi langsung kelayakan dari penerima bantuan untuk

mendapatkan bantuan rehab rumah. Artinya kegiatan penyimpangan berupa

masyarakat yang rumahnya layak huni namun mendapatkan bantuan dapat

dicegah dalam rangka meningkatkan ketepatatan sasaran program ke masyarakat

yang rumahnya tidak layak huni. Selain itu, kurangnya kinerja dari pihak

kelurahan memungkinkan disebabkan oleh tidak adanya penghargaan (reward)

berupa kompensasi atau insentif sehingga menyebabkan pihak kelurahan tidak

mau terlibat aktif dalam pelaksanaan program RS-RTLH.


189

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Kurangnya kerjasama dari Dinas Sosial Kota Serang untuk mau terjun
langsung ke lapangan, karena mereka memberikan tugas seleksi kepada
pihak RT dan untuk tugas survei dibebankan kepada TKSK…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Tidak ada hambatan yang penting karena program RS-RTLH masih bisa
dilaksanakan oleh pihak RT dengan baik sampai dengan saat ini. Sebisa
mungkin ada pemberian penghargaan dalam berbagai bentuk yang sepadan
kepada pihak RT karena telah berkontribusi dalam pelaksanaan program
RS-RTLH tersebut…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kurangnya kerjasama dari

Dinas Sosial Kota Serang untuk mau terjun langsung ke lapangan karena

menganggap tugas seleksi sudah diserahkan kepada pihak RT dan untuk tugas

survei sudah dibebankan kepada TKSK yang pada akhirnya mendasari Dinas

Sosial Kota Serang untuk fokus kepada kegiatan sosialisasi dan pendataan

proposal bantuan rehab yang masuk dari tiap kecamatan di Kota Serang.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Menurut saya banyak pihak dari aparatur pemerintah kecamatan,


kelurahan yang tidak terlibat aktif dalam memberikan informasi program
kepada masyarakat di kecamatan kasemen dan juga tidak terlibat aktif di
lapangan pada saat pendataan maupun tidak mendampingi TKSK dalam
survei peserta pemohon bantuan…”
190

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Dari unsur Dinas Sosial Kota Serang kalau bisa turut terlibat dalam
seluruh proses melalui perwakilannya, khususnya saat pendataan pemohon
peserta bantuan yang mendampingi aparatur kecamatan, kelurahan dan RT
agar pendataan bisa lebih tepat sasaran atau tidak berpihak kepada golongan
tertentu saja, seperti peserta penerima bantuan masih ada hubungan keluarga
atau pertemanan dengan aparatur tersebut. Sebab hal ini yang akhirnya
membuka peluang terjadinya penyimpangan, seperti sulitnya masyarakat
dalam mengajukan proposal pengajuan bantuan, adanya potongan jumlah
uang bantuan sebesar kurang lebih 1juta sampai 1,5 juta dari total uang
bantuan sebesar 15 juta rupiah yang biasanya dilakukan oleh aparatur
kecamatan, kelurahan dan RT…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pihak dari aparatur pemerintah kecamatan,

kelurahan dan RT kurang terlibat aktif dalam memberikan informasi program

kepada masyarakat di kecamatan kasemen dan juga tidak terlibat aktif di lapangan

pada saat pendataan maupun tidak mendampingi TKSK dalam survei peserta

pemohon bantuan.

Selain itu, harapan agar terdapat unsur Dinas Sosial Kota Serang yang

terlibat dalam seluruh proses pelaksanaan program RS-RTLH melalui

perwakilannya, khususnya saat pendataan pemohon peserta bantuan yang

mendampingi TKSK, aparatur kecamatan, kelurahan dan RT agar pendataan bisa

lebih tepat sasaran atau tidak berpihak kepada golongan tertentu saja, seperti

peserta penerima bantuan masih ada hubungan keluarga atau pertemanan dengan

aparatur tersebut sehingga program RS-RTLH dapat mencapai sasarannya, yakni


191

membantu masyarakat yang rumahnya tidak layak huni menjadi rumah layak huni

untuk seluruh daerah di Kota Serang.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Lebih kepada proses pemberian informasi kepada masyarakat di


kecamatan kasemen yang masih kurang, seperti tidak ada spanduk promosi
program RS-RTLH di kantor kecamatan, di kantor kelurahan. Terus juga
tidak ada spanduk di jalan yang strategis atau lokasi strategis lainnya yang
sering dilalui oleh masyarakat. Apalagi di RT tidak ada sama sekali, padahal
bisa saja pihak RT mensiasati dengan membuat surat edaran kepada
masyarakat tentang adanya pelaksanaan program ini sehingga masyarakat
yang rumahnya tidak layak huni bisa mendaftar untuk menerima bantuan.
Kalau Dinas Sosial Kota Serang yang melakukan sosialisasi, kalau bisa juga
sampai ke lokasi di tingkat RT/RW dalam 1 kelurahan yang sama secara
bergiliran. Sebab sosialisasi yang selama ini dilakukan di kantor kecamatan
itu hanya sedikit sekali masyarakat yang tahu sehingga masyarakat tidak
bisa mengajukan sebagai peserta penerima bantuan tersebut…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Dari pihak pelaksana tidak ada pelaporan tentang siapa saja yang
mengajukan bantuan rehab rumah ini yang disampaikan oleh pihak RT,
kelurahan dan kecamatan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Sebab
dengan adanya pembuatan laporan data peserta yang mengajukan bantuan
program RS-RTLH ini masyarakat bisa menjadi pengawas di lapangan
untuk menilai apakah penyaluran bantuan tersebut sudah tepat sasaran atau
tidak, karena sepengetahuan masyarakat yang tinggal di Curug yang lebih
banyak dapat bantuan itu masih ada hubungan keluarga dengan aparat
kecamatan, kelurahan hingga RT itu yang rumahnya masih bagus dan layak
huni sekali dibandingkan masyarakat lain yang sebenarnya lebih tepat untuk
mendapat bantuan…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa minimnya penggunaan media promosi


192

program, seperti yang paling mudah dengan cara penggunaan spanduk program

RS-RTLH yang bisa di pasang di kantor kecamatan, di kantor kelurahan, di jalan

yang strategis atau lokasi strategis lainnya yang sering dilalui oleh masyarakat. Di

samping itu, pihak RT juga diharapkan dapat melakukan sosialisasi melalui media

cetak, seperti membuat dan mendistribusikan surat edaran kepada masyarakat

tentang adanya pelaksanaan program ini sehingga masyarakat yang rumahnya

tidak layak huni bisa mendaftar untuk menerima bantuan. Selain itu, pelaksanaan

sosialisasi sebaiknya dilakukan tidak hanya di kantor kecamatan saja, tapi

dilakukan secara bergiliran dengan lokasi di kantor kelurahan atau di lokasi

tertentu di tingkat RT agar penyebaran informasi bisa semakin meluas, dimana

semakin banyak masyarakat yang mengetahui program RS-RTLH.

Tidak adanya pelaporan daftar nama-nama masyarakat yang mengajukan

bantuan yang dibuat dan disampaikan oleh pihak RT, kelurahan dan kecamatan,

baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Sebab dengan adanya pembuatan

laporan data peserta yang mengajukan bantuan program RS-RTLH ini masyarakat

bisa menjadi pengawas di lapangan untuk menilai apakah penyaluran bantuan

tersebut sudah tepat sasaran atau tidak. Apabila seleksi penerima bantuan tidak

sesuai maka masyarakat tersebut yang nantinya akan melaporkan kepada dinas

sosial kota serang dengan bukti pelaporan daftar nama-nama masyarakat yang

mengajukan bantuan tersebut.


193

Temuan penelitian pada faktor penghambat dari pihak pelaksana program

RS-RTLH antara lain :

1. Harapan adanya pelaksanaan rapat kerja yang dilakukan oleh pihak

pelaksana program RS-RTLH, minimal ada 2 kali pada setiap

tahunnya di awal atau persiapan sebelum pelaksanaan dan di akhir

untuk pembahasan hasil capaian program untuk mengetahui kendala

di lapangan dan atau penyimpangan yang dilakukan.

2. Tidak adanya pegawai dari pihak Dinas Sosial Kota Serang yang bisa

terlibat aktif saat survei di lapangan karena lebih banyak mengurus

pekerjaan administratif di kantor. Hal ini membuat oknum pihak

kecamatan, kelurahan dan pihak RT menjadikan hal tersebut sebagai

peluang untuk bermain dalam penentuan peserta yang tidak sesuai

dengan kondisi yang sebenarnya.

3. Harapan lainnya agar petugas TKSK untuk tiap kecamatan bisa

ditambah menjadi minimal 3-4 orang petugas untuk mensurvei lokasi.

4. Pihak kecamatan, kelurahan dan RT dalam kurang teliti dalam bekerja

karena proposal pengajuan yang lama tertukar dengan proposal

pengajuan yang baru dari calon peserta penerima bantuan karena

banyaknya masyarakat yang mengajukan proposal.

5. Aparatur pemerintah kecamatan, kelurahan dan RT tidak aktif dalam

memberikan informasi program kepada masyarakat dan tidak terlibat

aktif di lapangan pada saat survei.

6. Tidak adanya pelaporan data daftar nama-nama masyarakat yang


194

mengajukan bantuan yang dibuat dan disampaikan oleh pihak RT,

kelurahan dan kecamatan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis

sehingga masyarakat tidak bisa menjadi pengawas di lapangan untuk

menilai apakah penyaluran bantuan sudah tepat sasaran atau tidak.

Informasi berkenaan dengan apa saja yang dinilai sebagai faktor

penghambat dari masyarakat selaku sasaran potensial program RS-RTLH,

menurut hasil wawancara dengan Bapak Dodi Cahyadi, SKM, M.Si selaku Kepala

Sub Bidang Perencanaan Perumahan dan Pemukiman BAPPEDA Kota Serang

mengemukakan :

“…Masyarakat mungkin kurang aktif dalam mencari tahu ada tidaknya


pelaksanaan program RS-RTLH tersebut sehingga mereka mengandalkan
aparatur kecamatan, kelurahan dan RT untuk memberikan informasi kepada
masyarakat…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Ibu Ida Nurfaida, S.Sos, M.Si selaku

Kabid Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Kota Serang menyatakan sebagai

berikut :

“…Selama ini lebih kepada ketidaktepatan waktu penyelesaian rehab rumah


dari para peserta penerima bantuan. Seharusnya harus selesai dalam 30 hari
kerja, ternyata lebih dari itu karena alasan kurang biaya atau cuaca. Padahal
dengan uang bantuan tersebut sebesar 15 juta rupiah, seharusnya masyarakat
bisa merehab bagian rumah yang penting-penting dahulu, seperti mengganti
atap dan memperbaiki tiang-tiang rumah dan dinding…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Drs. Toto Sunarto selaku Kasi

Penanganan Lingkungan Sosial Dinas Sosial Kota Serang yang menyatakan :

“…Kerjasama dari warga untuk mau membantu bergotong royong merehab


rumah warga yang mendapatkan bantuan, soalnya selama ini katanya hanya
berkisar 2-3 orang saja warga yang mau membantu, dan itupun warga
penerima bantuan tetap menggunakan tukang utama untuk rehab rumah
tersebut, padahal kegiatan rehab rumah itu mengandalkan kepada gotong
195

royong warga untuk ikut peduli terhadap tetangganya yang


membutuhkan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur

BAPPEDA Kota Serang dan Dinas Sosial Kota Serang yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa masyarakat kurang aktif dalam mencari

tahu ada tidaknya pelaksanaan program RS-RTLH tersebut, khususnya melalui

situs resmi instansi terkait dari internet sehingga mereka mengandalkan aparatur

kecamatan, kelurahan dan RT untuk memberikan informasi kepada masyarakat.

Ketidaktepatan waktu penyelesaian rehab rumah dari para peserta penerima

bantuan. Seharusnya rehab rumah dapat selesai dalam 30 hari kerja, namun

ternyata lebih dari itu karena alasan kurang biaya atau cuaca. Faktor kekurangan

biaya diduga disebabkan masyarakat selaku penerima bantuan program RS-RTLH

yang apabila menerima bantuan dalam bentuk tunai terdapat potongan dari oknum

kecamatan, kelurahan dan RT yang dinilai berjasa dalam meloloskan proposal dari

penerima bantuan terkait. Selain itu, penerima bantuan yang jika menerima

bantuannya dalam bentuk bahan material yang jika dinominalkan kurang dari

jumlah tersebut dan atau tidak sesuai dengan kuantitas dari jumlah material yang

terdapat dalam rancangan anggaran biaya. Sehingga masyarakat mau tidak mau

harus mencari kekurangan untuk melakukan penambahannya dengan cara

menabung dari hasil pekerjaan mereka maupun meminjam uang dari kerabatnya

atau tetangganya.

Kurangnya kerjasama dari warga setempat untuk mau membantu bergotong

royong merehab rumah warga yang mendapatkan bantuan juga menjadi penyebab
196

lainnya. Mengingat menurut laporan penerima bantuan, kontribusi aktif dari

warga setempat yang mau membantu bergotong-royong merehab rumah penerima

bantuan hanya berkisar 2-3 orang saja. jumlah tersebut pun tidak selalu konsisten

pada setiap harinya, sehingga penerima bantuan terpaksa untuk menggunakan jasa

tukang tertentu untuk menjadi pimpinan sekaligus pekerja utama dalam rehab

rumah tersebut. Padahal dengan penggunaan jasa tukang akan membuat warga

harus menggunakan sebagian uang bantuan maupun dari uang pribadinya untuk

membayar upah tukang tersebut, sedangkan dalam rencana anggaran biaya tidak

terdapat komponen biaya tukang. Pada akhirnya hal inilah yang semakin membuat

penerima bantuan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk merehab rumahnya

menjadi lebih lama karena sedikitnya orang yang bekerja.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Khotibi selaku TKSK Kasemen yang

menyatakan :

“…Sikap masyarakat yang menerima apa adanya bantuan yang diberikan


kepadanya, walaupun bantuan yang diterimanya tidak sesuai dengan
prosedur yang berlaku. Harusnya penerima bantuan mendapatkan uang tunai
sebesar 15 juta rupiah, namun oleh oknum kecamatan, kelurahan dan RT
menyebabkan penerima bantuan hanya menerima bantuan berupa bahan
material, karena penyerahan uang tidak dilakukan secara langsung oleh
Dinas Sosial Kota Serang namun hanya secara simbolis. Dimana orang yang
diberikan bantuan secara simbolis tersebut sebenarnya jika ditelusuri masih
ada hubungan keluarga dengan oknum tersebut, sedangkan sisa penerima
bantuan lainnya melalui oknum kecamatan dalam bentuk bahan material.
Itupun bahan materialnya jika diuangkan ternyata kurang dari nominal 15
juta rupiah karena sebagiannya diambil untuk kepentingannya sendiri…”

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Eman Riadi selaku TKSK Curug

menyatakan sebagai berikut :


197

“…Keberanian dari masyarakat untuk mengungkap adanya kecurangan


yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan dan atau pihak RT yang
mengajukan calon peserta yang rumahnya masih layak huni untuk menerima
bantuan karena adanya hubungan keluarga dengan oknum tersebut. Bahkan
katanya adanya potongan uang bantuan dari yang seharusnya diterima
peserta penerima bantuan sebesar 15 juta rupiah ternyata hanya diterima
sekitar kurang lebih 13 jutaan saja menurut pengakuan warga yang
mengajukan bantuan karena rumahnya memang benar-benar tidak layak
huni agar dia bisa mendapatkan bantuan tersebut untuk merehab sedapatnya
dari uang bantuan tersebut…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur Tenaga

Kerja Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) yang telah diuraikan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa kurangnya keberanian masyarakat untuk mengungkap

adanya kecurangan yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan dan atau

pihak RT yang mengajukan calon peserta yang rumahnya masih layak huni untuk

menerima bantuan karena adanya hubungan keluarga dengan oknum tersebut,

adanya pengalihan bentuk bantuan dari uang tunai menjadi bahan material dan

potongan uang atau pungutan liar dari uang bantuan tersebut dari yang seharusnya

diterima sebesar 15 juta rupiah, hanya diterima sekitar kurang lebih 13 jutaan saja.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak H. Mashudi, SE. M.Si selaku

Kepala Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Masyarakat tidak mau berusaha untuk sekedar datang ke kantor


kecamatan untuk menanyakan informasi terkait program RS-RTLH, dan
mereka lebih sekedar menunggu bola saja atau lebih banyak menunggu
informasi datang ke mereka secara langsung…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Supriadi selaku Kepala Kecamatan

Kasemen yang menyatakan :

“…Sebetulnya masyarakat tidak ada kekurangan, hanya keterbatasan


informasi saja, soalnya mereka juga jarang mengakses informasi terkait
198

program pemerintah karena kesibukannya bekerja sebagai pedagang,


bertani, atau sebagai nelayan…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari kepala

kecamatan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa menurut

aparatur kecamatan menilai masyarakat tidak mau berusaha lebih keras untuk

datang ke kantor kecamatan untuk menanyakan informasi program RS-RTLH

atau lebih banyak menunggu informasi datang ke mereka secara langsung. Selain

itu, masih ada masyarakat yang jarang mengakses informasi terkait program

pemerintah karena kesibukannya bekerja.

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Trisna selaku Aparatur

Kelurahan Kasemen Kecamatan Kasemen menyatakan sebagai berikut :

“…Tidak adanya perwakilan dari masyarakat yang maju untuk


menyampaikan kendala yang mereka temui di lapangan jadi tidak ada
informasi yang didapatkan oleh pihak kelurahan…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Ahmad Syobari selaku Aparatur

Kelurahan Sukajaya Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Adanya kesulitan warga dalam ekonomi sehingga membuatnya terbatas


dalam mengakses informasi terkait program RS-RTLH baik secara langsung
dengan cara menemui pihak kelurahan untuk menanyakan kejelasan
informasi maupun secara tidak langsung melalui berita di televisi atau dari
internet sekalipun…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur aparatur

kelurahan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kesulitan

warga dalam ekonomi sehingga membuatnya terbatas dalam mengakses informasi

terkait program RS-RTLH, baik secara langsung dengan cara menemui pihak

kecamatan atau kelurahan untuk menanyakan kejelasan informasi maupun secara

tidak langsung melalui internet. Selain itu, tidak adanya perwakilan dari
199

masyarakat yang menyampaikan kendala yang mereka alami sehingga pihak

kelurahan tidak mengetahui ada tidaknya penyimpangan di lapangan.

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Agus selaku Kepala RT 05/03

Kecamatan Kasemen yang menyatakan :

“…Masyarakat yang mengajukan proposal bantuan maunya tetap menerima


bantuan saja walaupun sudah dikasih tahu kalau ada persyaratan tertentu
untuk diterima sebagai peserta penerima bantuan program RS-RTLH…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Sukana selaku Kepala RT 05/001

Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Jarang masyarakat melaporkan kepada pihak RT kalau tadi ada survei


dari TKSK untuk mensurvei rumahnya, jadi terkadang kita merasa
disepelekan oleh masyarakat, padahal kita yang membantu mereka untuk
mengajukan proposal bantuannya agar diterima…”

Berdasarkan informasi dari informan kunci yang berasal dari unsur RT yang

telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa hambatan dari masyarakat

diantaranya masyarakat yang sudah mengajukan proposal bantuan maunya tetap

menerima bantuan walaupun sudah diberi tahu bahwa ada proses seleksi untuk

untuk bisa diterima sebagai penerima bantuan program RS-RTLH. Selain itu,

masyarakat juga jarang melaporkan kepada pihak RT apabila ada pelaksanaan

survei lokasi rumah oleh TKSK. Hal ini membuat pihak RT menjadi seperti

disepelekan oleh masyarakat, padahal pihak RT kita yang berkontribusi aktif

untuk mengajukan proposal bantuannya agar diterima namun tidak mendapatkan

penghargaan dari masyarakat.

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Kandeg selaku Penerima Bantuan

RS-RTLH di Kecamatan Kasemen yang menyatakan :


200

“…Bisa dibilang masyarakat menerima saja bantuan yang diberikan,


walaupun bantuan itu tidak sesuai dengan prosedur, seperti harusnya
bantuan berupa uang tunai tapi bantuan riilnya berupa bahan baku
bangunan. Yang penting kita dapat bantuan biar rumah bisa rehab
sedikit-dikit. Terus masyarakat memang bisa dibilang kurang berani untuk
melaporkan adanya pelanggaran seperti itu ke Dinas Sosial Kota Serang
karena tidak tahu informasi bagaimana untuk menyampaikan keluhan kita
dan kita juga tidak enak sama pihak RT nantinya kalau ada temuan karena
kita melaporkan malah justru merusak silaturahmi lagi…”

Pendapat lainnya diperoleh dari Bapak Aceng selaku Penerima Bantuan RS-

RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Untuk meminta warga lainnya untuk gotong-royong relatif susah, hanya


paling 1-2 orang yang mau membantu. Sehingga kadang kita harus pakai
tambahan kuli untuk membantu tukang utamanya. Karena hal ini akhirnya
kita terkadang sulit untuk bisa menyelesaikan rehab rumah seperti jadwal
yang diharuskan…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang sudah menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat yang menerima apapun

bantuan yang diberikan, walaupun bantuan itu tidak sesuai dengan prosedur,

seperti harusnya bantuan berupa uang tunai tapi bantuan riilnya berupa bahan

baku bangunan. Masyarakat menilai yang terpenting mendapat bantuan untuk bisa

merehab rumahnya.

Kurangnya keberanian dari masyarakat dalam melaporkan apabila adanya

pelanggaran prosedur dalam pelaksanaan program RS-RTLH yang mereka alami

ke Dinas Sosial Kota Serang. Hal ini disebabkan karena perasaan tidak enak

dengan pihak RT yang nantinya kalau ada temuan karena laporan dari masyarakat

akan merusak silaturahmi mereka dan ke depannya mereka akan dipersulit apabila

ingin mengakses program pemerintah lain di luar program RS-RTLH.


201

Tanggapan yang dikemukakan oleh Bapak Budiawan selaku masyarakat

yang belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Kasemen menyatakan

sebagai berikut :

“…Masyarakat agak kurang faham soal birokrasi terkait tahapan pengajuan


proposal bantuannya saja. Maklum namanya orang kecil jadi agak kurang
mengerti sama hal yang seperti itu, paling yang kita tahu kita memberikan
proposal bantuan ke RT, terus kita tinggal menunggu hasilnya apakah
diterima atau tidak proposal kita. Karena proses pendataannya katanya
diserahkan ke pihak RT. Nanti kalau misalkan diterima propsal bantuan kita
akan orang TKSK yang datang untuk survei rumah kita begitu…”

Tanggapan lainnya diperoleh dari Bapak Septian selaku masyarakat yang

belum menerima bantuan RS-RTLH di Kecamatan Curug yang menyatakan :

“…Bisa dibilang terkait masyarakat yang jarang mengakses informasi


program RS-RTLH secara langsung ke situs resmi Dinas Sosial Kota Serang
karena masyarakat agak kurang mengerti menggunakan teknologi karena hp
yang dimilikinya juga tidak bisa untuk internet. Selain itu, masyarakat
kurang berani apabila diajak untuk melaporkan pihak terkait yang
melakukan kecurangan terkait bantuan rehab rumah tersebut…”

Berdasarkan informasi dari informan sekunder yang berasal dari masyarakat

yang belum menerima bantuan program RS-RTLH yang telah diuraikan

sebelumnya, dapat disimpulkan masih adanya masyarakat kurang faham tahapan

pengajuan proposal. hal ini disebabkan pihak RT hanya memberikan informasi

sebatas menyerahkan proposal saja, menunggu proses seleksi, dan jika lulus

seleksi nanti ada petugas yang datang untuk survei rumah. Selain itu, masyarakat

juga jarang mengakses informasi program RS-RTLH secara langsung melalui

internet yang disebabkan masyarakat tidak bisa menggunakan teknologi atau

handphone yang dimilikinya tidak bisa untuk internet.

Temuan penelitian pada faktor penghambat dari masyarakat selaku sasaran

program RS-RTLH antara lain :


202

1. Masyarakat kurang aktif dalam mencari tahu ada tidaknya

pelaksanaan program RS-RTLH tersebut, khususnya melalui situs

resmi instansi terkait dari internet sehingga mereka mengandalkan

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT untuk memberikan informasi

kepada masyarakat.

2. Ketidaktepatan waktu penyelesaian rehab rumah dari para peserta

penerima bantuan. Seharusnya rehab rumah dapat selesai dalam 30

hari kerja, namun ternyata lebih dari itu karena alasan kurang biaya

atau cuaca.

3. Kurangnya kerjasama dari warga setempat untuk mau membantu

bergotong royong merehab rumah warga yang mendapatkan bantuan,

soalnya selama ini katanya hanya berkisar 2-3 orang saja warga yang

mau membantu membuat lama waktu rehab rumah menjadi lebih lama

karena sedikitnya orang yang bekerja.

4. Kurangnya keberanian masyarakat untuk mengungkap adanya

kecurangan yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan dan

atau pihak RT dalam pelaksanaan program RS-RTLH.

5. Kesulitan warga dalam ekonomi membuatnya terbatas dalam

mengakses informasi program RS-RTLH, baik secara langsung

dengan cara menemui pihak kecamatan atau kelurahan maupun tidak

langsung melalui internet.

6. Masyarakat kurang faham terkait tahapan pengajuan proposal

bantuannya karena hanya mengetahui sebatas menyerahkan proposal


203

saja, menunggu proses seleksi, dan jika lulus seleksi nanti ada petugas

yang datang untuk survei rumah.

4.4 Pembahasan

Pada dasarnya kemiskinan menjadi salah satu penyebab masyarakat tidak

mampu memenuhi kebutuhan dasar atau hak dasarnya atas sandang, pangan dan

papan (rumah) yang layak. Rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia

yang memiliki fungsi sangat strategis, baik secara ekonomi, sosial, budaya dan

psikologis bagi individu dan keluarga. Fungsi rumah sebagai tempat tinggal yang

layak harus memenuhi syarat fisik rumah, yaitu aman sebagai tempat berlindung,

memenuhi rasa kenyamanan. Mempunyai rumah layak huni adalah pemenuhan

dasar bagi rakyat Indonesia.

Pada kenyataannya untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan

tersebut bukanlah hal yang mudah. Untuk masyarakat yang tergolong keluarga

miskin, rumah hanyalah menjadi tempat singgah keluarga tanpa

memperhitungkan kelayakannya dilihat dari fisik. Kondisi tersebut

melatarbelakangi Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Sosial Republik

Indonesia melahirkan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-

RTLH).

Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH)

merupakan program bantuan sosial dari pemerintah, dimana rumah masyarakat

miskin yang tidak memenuhi syarat hunian yang layak kemudian diperbaiki

sebagian atau seluruhnya dengan pendanaan yang berasal dari dana APBD
204

maupun dana swadaya dari masyarakat. Pelaksanaan program RS-RTLH

dilaksanakan hingga ke tingkat Kabupaten dan Kota, tidak terkecuali di tingkat

Kota Serang Provinsi Banten dengan mengacu kepada Peraturan Walikota Serang

Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota

Serang terkait standar operasional pelaksanaan program RS-RTLH.

Pemerintah Kota Serang sebagai salah satu kota administratif di Provinsi

Banten dalam upaya penanggulangan kemiskinan diantaranya dilakukan dengan

pelaksanaan program RS-RTLH yang telah dilaksanakan sejak tahun 2011.

Pelaksanaan program RS-RTLH berfokus pada pemugaran atau rehabilitasi rumah

yang sudah ada. Terdapat skala prioritas yang ditentukan oleh Dinas Sosial Kota

Serang yang mencakup kondisi atap, lantai, dan dinding atau yang disingkat

dengan sebutan ALADIN yang mengacu kepada Peraturan Walikota Serang

Nomor 463 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota

Serang Pasal 4 ayat 6. Selain itu, pemberian bantuan Program RS-RTLH di Kota

Serang diberikan dalam satu bentuk, yaitu pencairan dana langsung tunai sebesar

Rp.15.000.000 (Sumber: Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020

Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang Pasal 13).

Berdasarkan observasi di lapangan, peneliti menemukan permasalahan yang

diduga menjadi penghambat implementasi RS-RTLH di Kota Serang. Kondisi ini

mencerminkan pelaksanaan program RS-RTLH masih belum sesuai dengan

aturan, prosedur dan harapan masyarakat sehingga masih banyak masyarakat di

Kota Serang yang membutuhkan dan belum menerima manfaat dari program

RS-RTLH di Kota Serang. Kondisi inilah yang kemudian melandasi pelaksanaan


205

penelitian ini.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi program Rehabilitasi

Sosial Rumah Tidak Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang masih terdapat

permasalahan di lapangan sehingga harus diperbaiki lagi pelaksanaannya.

Permasalahan tersebut dituangkan dalam temuan-temuan yang diuraikan menurut

teori implementasi kebijakan publik menurut Edward III (2014:61) yang meliputi

faktor sumber daya, faktor komunikasi, disposisi (sikap) dan struktur birokrasi

diuraikan sebagai berikut:

4.4.1 Faktor Sumber Daya

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi

kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau

aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab

mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk

melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak

akan bisa efektif. Faktor sumber daya pada penelitian ini meliputi: (1) kecukupan

petugas, (2) aspek pembiayaan, dan (3) fasilitas yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan program RS-RTLH di Kota Serang.

Temuan penelitian yang diperoleh pada faktor sumber daya pada aspek

kecukupan sumber daya manusia antara lain :

1. Perlunya penambahan sumber daya manusia dari unsur Dinas Sosial

Kota Serang dengan cara penambahan pegawai dari instansi terkait

untuk bertugas di lapangan untuk kegiatan survei lokasi mendampingi

TKSK pada tiap kecamatannya sebagai bagian dari verifikasi


206

kevalidan data penerima bantuan menurut proposal dengan kondisi

faktual rumahnya.

2. Perlunya penambahan TKSK sebagai petugas yang melaksanakan

survei lokasi rumah penerima bantuan dari yang semula hanya 1-2

orang memungkinkan untuk ditambah menjadi 3-4 orang sehingga

pada saat survei bisa lebih optimal karena faktor jarak lokasi yang

berjauhan.

3. Sumber daya manusia yang berasal dari pihak kecamatan, kelurahan

dan RT tidak perlu ada penambahan karena fungsi utamanya hanya

menerima proposal pengajuan bantuan yang masuk dari warga dan

melakukan seleksi proposal tersebut.

Temuan penelitian pada faktor sumber daya pada aspek pembiayaan atau

pendanaan program RS-RTLH antara lain :

1. Adanya harapan untuk penambahan anggaran biaya guna dapat

memperbanyak target rumah yang direhabilitasi pada setiap tahunnya

sebanyak 150 rumah agar target keseluruhan dari rumah yang tidak

layak huni dapat lebih cepat terselesaikan,

2. TKSK berharap adanya pemberian bonus atau insentif atas kinerja

TKSK dalam mensurvei bantuan sehingga hal ini akan berdampak

positif terhadap peningkatan motivasi TKSK dalam melaksanakan

tugasnya serta menutup peluang terjadinya kecurangan yang

memungkinkan dapat dilakukan oleh TKSK, seperti meminta

pungutan liar dari warga walaupun memang hal ini belum terjadi
207

sampai dengan saat ini

3. Harapan agar pemberian bantuan berupa uang tunai sebesar 15 juta

rupiah dapat dilakukan secara langsung oleh Kepala Dinas Sosial Kota

Serang atau pejabat terkaitnya. Hal ini disebabkan adanya oknum

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT yang bermain yang mengganti

bantuan yang seharusnya dalam bentuk uang tunai namun diganti

dalam bentuk bahan material atau potongan uang bantuan tersebut.

4. Jumlah uang bantuan tunai sebesar 15 juta rupiah tersebut dinilai

masyarakat yang sudah menerima bantuan maupun yang belum

menerima bantuan dinilai masih sangat kurang untuk melakukan rehab

rumah mereka, bahkan dengan jumlah sebesar itu, belum dikurangi

dengan potongan dari oknum yang telah dijelaskan di atas hanya

mencukupi untuk memperbaiki satu item saja, yang lebih banyak

kepada perapihan atap dan lantai karena uang yang didapatkan oleh

penerima bantuan tidak cukup.

Temuan penelitian pada faktor sumber daya pada aspek fasilitas yang

digunakan atau dapat menunjang pelaksanaan program RS-RTLH antara lain :

1. Fasilitas kerja yang dimiliki oleh Dinas Sosial Kota Serang yang

terkait dengan pegawai sudah memadai, seperti seragam kerja

pegawai, id card, dan sebagainya. Sedangkan fasilitas yang

berhubungan dengan pelayanan juga sudah tersedia terdapat banner

informasi prosedur program RS-RTLH yang dipasang di kantor Dinas

Sosial Kota Serang.


208

2. TKSK yang melaksanakan tugas survei berharap agar diberikan

kendaraan operasional, seperti motor dinas untuk mengurangi

pengeluaran pribadi dari TKSK karena lokasi rumah yang harus di

survei relatif berjauhan sehingga dapat memperbesar biaya

transportasi TKSK terkait.

3. TKSK berharap agar diberikan pakai dinas lapangan dengan simbol

tertentu, karena dalam bekerja TKSK biasanya sering menggunakan

pakaian tidak resmi, seperti kemeja batik atau kemeja lainnya

meskipun tetap terlihat rapi dan sopan.

4. Belum adanya fasilitas dalam menyebarluaskan program RS-RTLH

berupa spanduk yang berisikan informasi-informasi terkait program

RS-RTLH yang dipasang di lokasi strategis, seperti di kantor

kecamatan, kelurahan dan spanduk di jalan yang banyak dilalui

masyarakat sehingga masyarakat setempat dapat mengetahui adanya

pelaksanaan program RS-RTLH.

4.4.2 Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang

menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang

lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam

setiap kegiatan yang melibatkan manusia dan sumber daya selalu berhubungan

dengan komunikasi. Implementasi kebijakan yang efektif baru akan terjadi apabila

para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka
209

kerjakan yang dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik. Faktor komunikasi

pada penelitian ini meliputi: (1) aspek koordinasi antara pihak pelaksana,

(2) aspek komunikasi langsung, dan (3) aspek komunikasi tidak langsung terkait

program RS-RTLH di Kota Serang.

Temuan penelitian pada faktor komunikasi pada aspek koordinasi yang

dilakukan antara pihak pelaksana program RS-RTLH antara lain :

1. Koordinasi dengan seluruh pihak pelaksana program RS-RTLH

umumnya dilakukan bersamaan dengan kegiatan sosialisasi program

RS-RTLH yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Serang walaupun

lebih bersifat obrolan santai dan bukan koordinasi yang khusus atau

terarah dalam membahas perkembangan program RS-RTLH.

2. Koordinasi yang umum dilakukan pihak pelaksana program RS-

RTLH lebih sering dilakukan melalui telepon dan laporan kerja sesuai

dengan tugasnya.

3. Harapan dari pihak pelaksana agar dilakukannya koordinasi yang

bersifat formal atau diagendakan secara khusus, seperti rapat kerja

dari pihak pelaksana program RS-RTLH yang khusus membahas

perkembangan program RS-RTLH.

Temuan penelitian pada faktor komunikasi aspek komunikasi langsung

program RS-RTLH antara lain :

1. Komunikasi secara langsung dari program RS-RTLH kepada publik


210

dilakukan dengan cara pelaksanaan sosialisasi. Sosialisasi tersebut

dilakukan sebanyak 2 kali, dimana pertama untuk penyampaian

informasi awal data penelitian dan yang kedua untuk penyerahan

bantuan tunai secara simbolis yang dilakukan di kantor kecamatan.

2. Sosialisasi di kantor kecamatan saja menyebabkan minimnya

masyarakat yang hadir dalam acara tersebut karena kantor kecamatan

relatif jauh jaraknya dengan lokasi rumah warga penerima bantuan

3. Sosialisasi di kantor kecamatan saja menyebabkan memperbesar

peluang kecurangan dalam penyaluran bantuan yang tidap sasaran

karena adanya masyarakat yang memiliki hubungan keluarga dengan

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT yang didaftarkan sebagai calon

peserta penerima bantuan, sedangkan masyarakat yang rumahnya

tidak layak huni tidak terdaftar sebagai peserta penerima bantuan.

4. Harapan agar sosialisasi dapat dilakukan di kantor kelurahan yang

memungkinkan banyak masyarakat setempat yang bisa hadir dalam

kegiatan sosialisasi tersebut.

5. Harapan agar sosialisasi dapat dilakukan hingga tingkat RT dengan

teknis yang tidak harus secara formal, seperti rapat di musholla atau

masjid atau di tempat lain dengan mengundang tiap kepala keluarga

yang rumahnya masuk dalam kategori tidak layak huni untuk

diberikan penjelasan terkait informasi program RS-RTLH.

Temuan penelitian pada faktor komunikasi pada aspek komunikasi tidak

langsung terkait program RS-RTLH antara lain :


211

1. Komunikasi secara tidak langsung terkait program RS-RTLH

dilakukan melalui publikasi berita di situs resmi Dinas Sosial Kota

Serang, yaitu https://dinsos.serangkota.go.id. Sedangkan sosial media

yang digunakan adalah facebook walau tidak dikelola secara optimal.

2. Harapan dalam penyebaran informasi program RS-RTLH dapat

dilakukan dengan menggunakan spanduk yang dipasang di lokasi

strategis, seperti di kantor kecamatan dan kantor kelurahan atau

spanduk yang dipasang di jalan-jalan strategis yang banyak dilalui

oleh masyarakat.

3. Harapan dalam penyebaran informasi program RS-RTLH dapat

menggunakan brosur program RS-RTLH yang dirilis oleh Dinas

Sosial Kota Serang yang diberikan kepada aparatur kecamatan,

kelurahan hingga pihak RT sehingga dapat membantu aparatur

tersebut dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat setempat.

Temuan penelitian pada faktor komunikasi pada aspek kejelasan isi

informasi program RS-RTLH antara lain :

1. Isi informasi terkait program RS-RTLH sudah sangat jelas dan mudah

dipahami oleh masyarakat, mencakup syarat pengajuan dan alur

tahapan pengajuan dari awal sampai dengan selesai, baik untuk tugas

dari pihak pelaksana program maupun dari masyarakat selaku sasaran

program.

2. Masyarakat dalam pengajuan bantuan lebih banyak menduplikasi

proposal bantuan dari penerima bantuan di tahun sebelumnya karena


212

tidak dilakukannya pelatihan kepada masyarakat untuk pembuatan

proposal bantuan.

4.4.3 Faktor Struktur Birokrasi

Kebijakan publik dalam pelaksanaannya menuntut adanya kerjasama

banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat

mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan

melakukan koordinasi yang baik. Faktor struktur birokrasi pada penelitian ini

meliputi: (1) aspek standar operasional prosedur, dan (2) pembagian tugas dan

tanggung jawab (fragmentasi) dalam pelaksanaan program RS-RTLH di Kota

Serang.

Temuan penelitian pada faktor birokrasi pada aspek standar operasional

prosedur pelaksanaan program RS-RTLH antara lain :

1. Standar operasional prosedur pelaksanaan program RS-RTLH

mengacu kepada Peraturan Walikota Serang Nomor 463 Tahun 2020

Tentang Petunjuk Teknis Program RS-RTLH Kota Serang, mencakup

persyaratan proposal bantuan, kriteria rumah tidak layak huni dengan

istilah atap, rumah dan dinding (Aladin), bentuk bantuan yang

diberikan secara tunai, lama waktu rehab rumah selama 30 hari kerja,

tahapan birokrasi pengajuan proposal bantuan, proses seleksi, survei

oleh TKSK, hingga bantuan tersebut diterima oleh penerima bantuan.

2. Uang bantuan tersebut sudah disalurkan secara transfer ke rekening

kelompok, akan tetapi dalam pelaksanaannya pengambilan uang tetap


213

melalui jasa dari oknum kecamatan, dan kelurahan sehingga

menyebabkan terjadinya kecurangan atau pelanggaran standar

operasional prosedur program RS-RTLH.

3. Adanya penyalahgunaan prosedur pemberian bantuan berupa

mengganti uang tunai menjadi bahan material yang apabila diberikan

dalam bentuk bahan material, jika dihitung secara nominal rupiah pun

tidak mencapai nominal sebesar 15 juta rupiah. Pada akhirnya,

penerima bantuan mau tidak mau harus mengeluarkan biaya tambahan

untuk biaya tukang dan biaya konsumsi untuk masyarakat yang datang

membantu gotong-royong.

4. Uang bantuan yang apabila memang diterima secara tunai oleh

penerima bantuan namun tetap dilakukan potongan terhadap uang

bantuan tersebut dengan alasan untuk biaya operasional dari oknum

aparatur kecamatan, kelurahan hingga pihak RT selaku pihak yang

mengurus proposal tersebut hingga lulus seleksi dan diterima sebagai

penerima bantuan program RS-RTLH.

Temuan penelitian pada faktor struktur disposisi pada aspek pembagian

tugas dan tanggung jawab pekerjaan dari pihak pelaksana program RS-RTLh

antara lain :

1. Pihak Dinas Sosial Kota Serang sudah melaksanakan tugas utamanya

melalui pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat, melaksanakan

tugas administrasi memeriksa kelengkapan proposal pengajuan


214

bantuan, dan memberikan bantuan uang tunai kepada penerima

bantuan.

2. TKSK sebagai pihak yang bertugas mensurvei lokasi rumah dari calon

penerima bantuan yang juga nantinya sebagai pendamping warga

penerima bantuan dari program RS-RTLH pada saat pelaksanaan

rehab rumahnya sampai dengan selesai.

3. Harapan adanya penambahan pegawai dari Dinas Sosial Kota Serang

yang terlibat dalam survei lapangan mendampingi TKSK dalam

pelaksanaan kegiatan survei guna meminimalisir kecurangan di

lapangan dalam verifikasi valid tidaknya data penerima bantuan

sehingga oknum aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT tidak

berani melakukan kecurangan. Hal ini bertujuan agar penyaluran

bantuan menjadi tepat sasaran

4. Aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT sudah berpartisipasi

aktif dalam kegiatan sosialisasi program RS-RTLH dan proses seleksi

serta pengumpulan proposal bantuan rehab rumah dari seluruh warga

se-kecamatan.

5. Aparatur kecamatan, kelurahan dan RT dinilai pasif dalam bekerja dan

hanya menunggu berkas proposal bantuan yang masuk dari jajaran

dibawahnya tanpa berupaya untuk menjemput proposal dan atau

melakukan survei ke lokasi rumah warga dan atau untuk melakukan

sosialisasi secara langsung kepada masyarakat setempat.

6. Harapan dari aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT atas


215

kinerjanya dalam mensukseskan program RS-RTLH adalah dengan

pemberian reward apabila aparatur pemerintahan di bawah dapat

mencapai target jumlah sasaran penerima bantuan agar lebih

termotivasi bekerja lebih baik lagi ke depannya.

4.4.4 Faktor Disposisi (Sikap)

Disposisi diartikan sebagai sikap dari pihak-pihak yeng bertanggungjawab

terkait implementasi dari suatu kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, jika

ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus

mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk

mengimplementasikan kebijakan, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan

dan sikap melaksanakan kebijakan. Faktor disposisi (sikap) pada penelitian ini

meliputi: (1) aspek komitmen pihak pelaksana, dan (2) sikap profesionalisme

pelaksana dalam pelaksanaan program RS-RTLH di Kota Serang.

Temuan penelitian pada faktor disposisi (sikap) pada aspek komitmen pihak

pelaksana program RS-RTLH antara lain :

1. Komitmen dari Dinas Sosial Kota Serang dalam pelaksanaan program

RS-RTLH menunjukkan komitmen yang kuat dan konsisten, terbukti

mulai dari pelaksanaan sosialisasi di lapangan, penyelesaian pekerjaan

administratif terkait proposal yang masuk hingga pemberian bantuan

sudah dilaksanakan dengan sebaikmungkin.


216

2. Kelemahan Dinas Sosial Kota Serang terdapat pada ketidakterlibatan

secara aktif dalam survei lokasi atau tidak ada koordinasi dengan

pihak kelurahan atau RT secara langsungKomitmen TKSK yang

ditunjuk oleh Dinas Sosial Kota Serang sebagai pelaksana lapangan

untuk mendampingi kegiatan survei juga dilaksanakan dengan baik.

3. Kelemahan dari pihak yang melakukan proses seleksi yang dilakukan

pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT karena dinilai mereka yang

mengetahui pasti kondisi rumah dari warga yang mengajukan bantuan

menyebabkan pihak RT, kelurahan hingga kecamatan berani

melakukan pelanggaran terhadap prosedur yang berlaku, hal ini

disebabkan tidak adanya pendampingan oleh pegawai yang berasal

dari Dinas Sosial Kota Serang.

4. Kurang berkomitmennya aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak

RT, seperti tidak aktif menyebarluaskan informasi program kepada

masyarakat secara langsung dengan cara berkeliling wilayah, sulitnya

mengajukan proposal bantuan, penggantian bantuan dari uang tunai

sebesar 15 juta rupiah menjadi bantuan berupa bahan bangunan atau

adanya potongan uang untuk oknum tersebut atas jasanya meluluskan

proposal penerima bantuan.

Temuan penelitian pada faktor disposisi (sikap) pada aspek sikap

profesionalisme pelaksana program RS-RTLH antara lain :

1. Pegawai Dinas Sosial Kota Serang sudah menunjukkan sikap

profesionalisme sebaik mungkin pada saat bersentuhan langsung


217

dengan masyarakat, khususnya saat sosialisasi yang sebisa mungkin

memberikan penjelasan yang lengkap, detail dan mudah difahami oleh

audiens yang hadir.

2. TKSK dalam melakukan kegiatan survei ke lokasi rumah penerima

bantuan berusaha untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin

kepada calon penerima bantuan dengan cara menjelaskan informasi

program RS-RTLH dan menjawab hal-hal yang masyarakat masih

kurang bisa memahami

3. Harapan agar sosialisasinya bisa dilaksanakan langsung ke tingkat RT

atau RW melalui perwakilannya dalam kegiatan rapat kerja RT atau

RW jadi masyarakat bisa mengetahui langsung program tersebut,

karena selama ini pihak kecamatan, kelurahan dan RT cenderung

menutup-nutupi program tersebut kepada masyarakat dan hanya

memberitahu kepada sebagian masyarakat yang masih keluarganya

untuk diutamakan mendapatkan bantuan tersebut.

4.4.5 Faktor Penghambat

Pelaksanaan program RS-RTLH juga tidak dapat tercapai dengan optimal

karena adanya faktor penghambat. Pada penelitian ini, faktor penghambat

pelaksanaan program RS-RTLH meliputi: (1) faktor penghambat yang berasal

dari pihak pelaksana, dan (2) faktor penghambat yang berasal dari masyarakat

selaku sasaran penerima program RS-RTLH.


218

Temuan penelitian pada aspek faktor penghambat yang berasal dari pihak

pelaksana program RS-RTLH dengan temuan sebagai berikut:

1. Harapan adanya pelaksanaan rapat kerja yang dilakukan oleh pihak

pelaksana program RS-RTLH, minimal ada 2 kali pada setiap

tahunnya di awal atau persiapan sebelum pelaksanaan dan di akhir

untuk pembahasan hasil capaian program untuk mengetahui kendala

di lapangan dan atau penyimpangan yang dilakukan.

2. Tidak adanya pegawai dari pihak Dinas Sosial Kota Serang yang bisa

terlibat aktif saat survei di lapangan karena lebih banyak mengurus

pekerjaan administratif di kantor. Hal ini membuat oknum pihak

kecamatan, kelurahan dan pihak RT menjadikan hal tersebut sebagai

peluang untuk bermain dalam penentuan peserta yang tidak sesuai

dengan kondisi yang sebenarnya.

3. Harapan lainnya agar petugas TKSK untuk tiap kecamatan bisa

ditambah menjadi minimal 3-4 orang petugas untuk mensurvei lokasi.

4. Pihak kecamatan, kelurahan dan RT dalam kurang teliti dalam bekerja

karena proposal pengajuan yang lama tertukar dengan proposal

pengajuan yang baru dari calon peserta penerima bantuan karena

banyaknya masyarakat yang mengajukan proposal.

5. Aparatur pemerintah kecamatan, kelurahan dan RT tidak aktif dalam

memberikan informasi program kepada masyarakat dan tidak terlibat

aktif di lapangan pada saat survei.


219

6. Tidak adanya pelaporan data daftar nama-nama masyarakat yang

mengajukan bantuan yang dibuat dan disampaikan oleh pihak RT,

kelurahan dan kecamatan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis

sehingga masyarakat tidak bisa menjadi pengawas di lapangan untuk

menilai penyaluran bantuan tersebut sudah tepat sasaran atau tidak.

Temuan penelitian pada aspek faktor penghambat yang berasal dari

masyarakat selaku sasaran penerima program RS-RTLH sebagai berikut:

1. Masyarakat kurang aktif dalam mencari tahu ada tidaknya

pelaksanaan program RS-RTLH tersebut, khususnya melalui situs

resmi instansi terkait dari internet sehingga mereka mengandalkan

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT untuk memberikan informasi

kepada masyarakat.

2. Ketidaktepatan waktu penyelesaian rehab rumah dari para peserta

penerima bantuan. Seharusnya rehab rumah dapat selesai dalam 30

hari kerja, namun ternyata lebih dari itu karena alasan kurang biaya

atau cuaca.

3. Kurangnya kerjasama dari warga setempat untuk mau membantu

bergotong royong merehab rumah warga yang mendapatkan bantuan,

soalnya selama ini katanya hanya berkisar 2-3 orang saja warga yang

mau membantu membuat lama waktu rehab rumah menjadi lebih lama

karena sedikitnya orang yang bekerja.

4. Kurangnya keberanian masyarakat untuk mengungkap adanya

kecurangan yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan dan


220

atau pihak RT dalam pelaksanaan program RS-RTLH.

5. Kesulitan warga dalam ekonomi sehingga membuatnya terbatas dalam

mengakses informasi terkait program RS-RTLH, baik secara langsung

dengan cara menemui pihak kecamatan atau kelurahan untuk

menanyakan kejelasan informasi maupun secara tidak langsung

melalui internet.

6. Masyarakat kurang faham terkait tahapan pengajuan proposal

bantuannya karena hanya mengetahui sebatas menyerahkan proposal

saja, menunggu proses seleksi, dan jika lulus seleksi nanti ada petugas

yang datang untuk survei rumah.


221

BAB V

PENUTUP

2.1 Kesimpulan

Hasil penelitian implementasi program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak

Layak Huni (RS-RTLH) di Kota Serang masih harus ditingkatkan kembali karena

masih ditemukannya permasalahan. Permasalahan tersebut dituangkan dalam

temuan-temuan yang diuraikan menurut teori implementasi kebijakan publik

menurut Edward III (2014:61) yang meliputi faktor sumber daya, faktor

komunikasi, disposisi (sikap) dan struktur birokrasi diuraikan sebagai berikut:

1. Faktor sumber daya, mendapatkan temuan sebagai berikut:

a. Perlunya penambahan sumber daya manusia dari unsur Dinas

Sosial Kota Serang dengan cara penambahan pegawai dari

instansi terkait untuk bertugas di lapangan untuk kegiatan survei

lokasi mendampingi TKSK pada tiap kecamatannya sebagai

bagian dari verifikasi kevalidan data penerima bantuan menurut

proposal dengan kondisi faktual rumahnya untuk mencegah

terjadinya kecurangan dalam penetapan penerima bantuan yang

tidak tepat sasaran.

b. Perlunya penambahan TKSK sebagai petugas yang

melaksanakan survei lokasi rumah penerima bantuan untuk

ditambah menjadi 3-4 orang sehingga pada saat survei bisa lebih

optimal karena faktor jarak lokasi yang berjauhan.


222

c. Sumber daya manusia yang berasal dari pihak kecamatan,

kelurahan dan RT tidak perlu ada penambahan karena fungsi

utamanya hanya menerima proposal pengajuan bantuan yang

masuk dari warga dan melakukan seleksi proposal tersebut.

d. Harapan untuk penambahan anggaran biaya guna dapat

memperbanyak target rumah yang direhabilitasi pada setiap

tahunnya dari semula berkisar 100 unit rumah menjadi sebanyak

150 rumah agar target keseluruhan dari rumah yang tidak layak

huni dapat lebih cepat terselesaikan maupun penambahan

jumlah uang bantuan sebesar 15 juta rupiah bisa ditambahkan

agar memenuhi kecukupan rehab rumah yang mencakup atap,

dinding dan lantai.

e. TKSK berharap adanya pemberian bonus atau insentif atas

kinerja TKSK dalam mensurvei bantuan sehingga hal ini akan

berdampak positif terhadap peningkatan motivasi TKSK dalam

melaksanakan tugasnya serta menutup peluang terjadinya

kecurangan yang memungkinkan dapat dilakukan oleh TKSK,

seperti meminta pungutan liar dari warga.

f. Harapan agar pemberian bantuan berupa uang tunai sebesar 15

juta rupiah dapat dilakukan secara langsung oleh Kepala Dinas

Sosial Kota Serang atau pejabat terkaitnya.


223

g. TKSK yang melaksanakan tugas survei berharap agar diberikan

kendaraan operasional dan diberikan pakaian dinas lapangan

dengan simbol tertentu.

h. Belum adanya fasilitas dalam menyebarluaskan program RS-

RTLH berupa spanduk yang berisikan informasi-informasi

terkait program RS-RTLH.

2. Faktor komunikasi, mendapatkan temuan sebagai berikut:

a. Koordinasi dengan seluruh pihak pelaksana program RS-RTLH

umumnya dilakukan bersamaan dengan kegiatan sosialisasi

program RS-RTLH yang dilakukan Dinas Sosial Kota Serang.

b. Koordinasi yang umum dilakukan pihak pelaksana program RS-

RTLH lebih sering dilakukan melalui telepon dan laporan kerja

sesuai dengan tugasnya.

c. Harapan dari pihak pelaksana agar dilakukannya koordinasi

yang bersifat formal atau diagendakan secara khusus, seperti

rapat kerja dari pihak pelaksana program RS-RTLH yang

khusus membahas perkembangan program RS-RTLH.

d. Komunikasi secara langsung dari program RS-RTLH kepada

publik dilakukan dengan cara pelaksanaan sosialisasi.

Sosialisasi tersebut dilakukan sebanyak 2 kali, dimana pertama

untuk penyampaian informasi awal data penelitian dan yang

kedua untuk penyerahan bantuan tunai secara simbolis yang

dilakukan di kantor kecamatan.


224

e. Harapan agar sosialisasi dapat dilakukan di kantor kelurahan

atau tidak hanya bertumpu di satu lokasi saja, yakni kantor

kecamatan sehingga dapat memungkinkan banyak masyarakat

setempat yang bisa hadir dalam kegiatan sosialisasi tersebut.

f. Harapan agar sosialisasi dapat dilakukan hingga tingkat RT

dengan teknis yang tidak harus secara formal, seperti rapat di

musholla atau masjid atau di tempat lain dengan mengundang

tiap kepala keluarga yang rumahnya masuk dalam kategori tidak

layak huni untuk diberikan penjelasan terkait informasi program

RS-RTLH.

g. Komunikasi secara tidak langsung terkait program RS-RTLH

dilakukan melalui publikasi berita di situs resmi Dinas Sosial

Kota Serang, yaitu https://dinsos.serangkota.go.id. Sedangkan

sosial media yang digunakan adalah facebook walaupun tidak

dikelola secara optimal.

h. Harapan dalam penyebaran informasi program RS-RTLH dapat

dilakukan dengan menggunakan spanduk yang dipasang di

lokasi strategis, seperti di kantor kecamatan dan kantor

kelurahan atau spanduk yang dipasang di jalan-jalan strategis

yang banyak dilalui oleh masyarakat.

i. Harapan dalam penyebaran informasi program RS-RTLH dapat

menggunakan brosur program RS-RTLH yang dirilis oleh Dinas

Sosial Kota Serang yang diberikan kepada aparatur kecamatan,


225

kelurahan hingga pihak RT sehingga dapat membantu aparatur

tersebut dalam melakukan sosialisasi kepada masyarakat

setempat.

j. Isi informasi terkait program RS-RTLH sudah sangat jelas dan

mudah dipahami oleh masyarakat, mencakup syarat pengajuan

dan alur tahapan pengajuan dari awal sampai dengan selesai,

baik untuk tugas dari pihak pelaksana program maupun dari

masyarakat selaku sasaran program.

k. Masyarakat dalam pengajuan bantuan lebih banyak

menduplikasi proposal bantuan dari penerima bantuan di tahun

sebelumnya karena tidak adanya pelatihan untuk membuat

proposal bantuan dari dinas terkait.

3. Faktor struktur birokrasi, mendapatkan temuan sebagai berikut:

a. Uang bantuan tersebut sudah disalurkan secara transfer ke

rekening kelompok, akan tetapi dalam pelaksanaannya

pengambilan uang tetap melalui jasa dari oknum kecamatan, dan

kelurahan sehingga menyebabkan terjadinya kecurangan atau

pelanggaran standar operasional prosedur program RS-RTLH.

b. Adanya penyalahgunaan prosedur pemberian bantuan berupa

mengganti uang tunai menjadi bahan material yang apabila

diberikan dalam bentuk bahan material, jika dihitung secara

nominal rupiah pun tidak mencapai nominal sebesar 15 juta

rupiah.
226

c. Uang bantuan yang apabila memang diterima secara tunai oleh

penerima bantuan namun tetap dilakukan potongan terhadap

uang bantuan tersebut dengan alasan untuk biaya operasional

dari oknum aparatur kecamatan, kelurahan hingga pihak RT

selaku pihak yang mengurus proposal tersebut hingga lulus

seleksi dan diterima sebagai penerima bantuan program RS-

RTLH.

d. Aparatur kecamatan, kelurahan dan RT dinilai pasif dalam

bekerja dan hanya menunggu berkas proposal bantuan yang

masuk dari jajaran dibawahnya tanpa berupaya untuk

menjemput proposal dan atau melakukan survei ke lokasi rumah

warga dan atau untuk melakukan sosialisasi secara langsung

kepada masyarakat setempat.

e. Harapan dari aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT atas

kinerjanya dalam mensukseskan program RS-RTLH adalah

dengan pemberian reward apabila aparatur pemerintahan di

bawah dapat mencapai target jumlah sasaran penerima bantuan

agar lebih termotivasi bekerja lebih baik lagi ke depannya

4. Faktor disposisi (sikap), mendapatkan temuan sebagai berikut:

a. Kelemahan Dinas Sosial Kota Serang terdapat pada

ketidakterlibatan secara aktif dalam survei lokasi atau tidak ada

koordinasi dengan pihak kelurahan atau RT secara langsung.


227

b. Kelemahan dari pihak yang melakukan proses seleksi yang

dilakukan pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT karena

dinilai mereka yang mengetahui pasti kondisi rumah dari warga

yang mengajukan bantuan menyebabkan pihak RT, kelurahan

hingga kecamatan berani melakukan pelanggaran terhadap

prosedur yang berlaku.

c. Kurang berkomitmennya aparatur kecamatan, kelurahan dan

pihak RT, seperti tidak aktif menyebarluaskan informasi

program kepada masyarakat secara langsung dengan cara

berkeliling wilayah, sulitnya mengajukan proposal bantuan,

penggantian bantuan dari uang tunai sebesar 15 juta rupiah

menjadi bantuan berupa bahan bangunan atau adanya potongan

uang untuk oknum tersebut atas jasanya meluluskan proposal

penerima bantuan.

d. Harapan agar sosialisasinya bisa dilaksanakan langsung ke

tingkat RT atau RW melalui perwakilannya dalam kegiatan

rapat kerja RT atau RW jadi masyarakat bisa mengetahui

langsung program tersebut, karena selama ini pihak kecamatan,

kelurahan dan RT cenderung menutup-nutupi program tersebut

kepada masyarakat dan hanya memberitahu kepada sebagian

masyarakat yang masih keluarganya untuk diutamakan

mendapatkan bantuan tersebut.


228

5. Faktor penghambat yang berasal dari pihak pelaksana program RS-

RTLH antara lain

a. Harapan adanya pelaksanaan rapat kerja yang dilakukan oleh

pihak pelaksana program RS-RTLH, minimal ada 2 kali pada

setiap tahunnya di awal atau persiapan sebelum pelaksanaan dan

di akhir untuk pembahasan hasil capaian program untuk

mengetahui kendala atau penyimpangan di lapangan.

b. Tidak adanya pegawai dari pihak Dinas Sosial Kota Serang yang

bisa terlibat aktif saat survei di lapangan karena lebih banyak

mengurus pekerjaan administratif di kantor membuat oknum

pihak kecamatan, kelurahan dan pihak RT menjadikan hal

tersebut sebagai peluang untuk bermain dalam penentuan

peserta yang tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.

c. Pihak kecamatan, kelurahan dan RT dalam kurang teliti dalam

bekerja karena proposal pengajuan yang lama tertukar dengan

proposal pengajuan yang baru dari calon peserta penerima

bantuan karena banyaknya masyarakat yang mengajukan

proposal.

d. Tidak adanya pelaporan data daftar nama-nama masyarakat

yang mengajukan bantuan yang dibuat dan disampaikan oleh

pihak RT, kelurahan dan kecamatan, baik secara tertulis maupun

tidak tertulis sehingga masyarakat tidak bisa menjadi pengawas


229

di lapangan untuk menilai penyaluran bantuan tersebut sudah

tepat sasaran atau tidak.

6. Faktor penghambat yang berasal dari masyarakat selaku sasaran

program RS-RTLH antara lain

a. Masyarakat kurang aktif dalam mencari tahu ada tidaknya

pelaksanaan program RS-RTLH tersebut, khususnya melalui situs

resmi instansi terkait dari internet sehingga mereka mengandalkan

aparatur kecamatan, kelurahan dan RT untuk memberikan

informasi kepada masyarakat.

b. Ketidaktepatan waktu penyelesaian rehab rumah dari para peserta

penerima bantuan. Seharusnya rehab rumah dapat selesai dalam

30 hari kerja, namun ternyata lebih dari itu karena alasan kurang

biaya atau cuaca.

c. Kurangnya kerjasama dari warga setempat untuk mau membantu

bergotong royong merehab rumah warga yang mendapatkan

bantuan, soalnya selama ini katanya hanya berkisar 2-3 orang saja

warga yang mau membantu membuat lama waktu rehab rumah

menjadi lebih lama karena sedikitnya orang yang bekerja.

d. Kurangnya keberanian masyarakat untuk mengungkap adanya

kecurangan yang dilakukan oleh oknum kecamatan, kelurahan

dan atau pihak RT dalam pelaksanaan program RS-RTLH.


230

e. Kesulitan warga dalam ekonomi sehingga membuatnya terbatas

dalam mengakses informasi terkait program RS-RTLH, baik

secara langsung dengan cara menemui pihak kecamatan atau

kelurahan untuk menanyakan kejelasan informasi maupun secara

tidak langsung melalui internet.

f. Masyarakat kurang faham terkait tahapan pengajuan proposal

bantuannya karena hanya mengetahui sebatas menyerahkan

proposal saja, menunggu proses seleksi, dan jika lulus seleksi

nanti ada petugas yang datang untuk survei rumah.

2.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti mencoba memberikan saran yang

antara lain :

1. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat mengevaluasi kebutuhan

pegawai, khususnya pentingnya penambahan pegawai dari dinas

terkait untuk juga bertugas sebagai petugas survei untuk mendampingi

TKSK pada tiap kecamatan sebagai upaya pengawasan dalam

pemberian bantuan kepada penerima bantuan program RS-RTLH

dapat lebih tepat sasaran.

2. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat melakukan kegiatan

koordinasi kepada seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan

program RS-RTLH dengan cara menyelenggarakan rapat kerja khusus

guna menyerap informasi dan media evaluasi pelaksanaan program

RS-RTLH.
231

3. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat meningkatkan promosi

program RS-RTLH kepada masyarakat di Kota Serang secara lebih

luas dengan menggunakan media cetak, seperti dengan pemasangan

spanduk di lokasi strategis maupun di pinggir jalan yang sering dilalui

oleh masyarakat maupun penyebaran brosur program RS-RTLH agar

penyebarluasan informasi program RS-RTLH dapat lebih luas guna

meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam program RS-RTLH.

4. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat meningkatkan promosi

program RS-RTLH kepada masyarakat di Kota Serang secara lebih

luas dengan menggunakan media elektronik, seperti membuat konten

pelaksanaan program RS-RTLH yang diupload ke Youtube dari dinas

terkait, mengingat saat ini masyarakat sering mengakses situs Youtube

dalam pemenuhan kebutuhan informasi sehari-hari.

5. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat melakukan sosialisasi

secara langsung secara berkeliling dari kelurahan satu ke kelurahan

lainnya atau langsung ke tiap RT/RW sehingga informasi program

RS-RTLH dapat diketahui masyarakat secara langsung dan lebih

menyeluruh.

6. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang melakukan penambahan

petugas TKSK sebagai petugas survei ke lokasi rumah penerima

bantuan agar kegiatan survei dapat lebih cepat dilakukan.


232

7. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat terlibat dalam proses

seleksi peserta penerima bantuan sehingga proses seleksi akan lebih

akurat dan minim kecurangan apabila hanya melibatkan pihak RT,

kelurahan atau aparatur kecamatan saja.

8. Diharapkan Dinas Sosial Kota Serang dapat memberikan tambahan

penugasan kepada aparatur kecamatan, kelurahan dan pihak RT untuk

membuat laporan data peserta yang mengajukan bantuan bantuan

kepada masyarakat secara tertulis agar masyarakat dapat mengetahui

siapa saja yang mengajukan bantuan guna membantu proses

pengawasan kepada aparatur kecamatan dan jajaran di bawahnya.


233

DAFTAR PUSTAKA

Margono.(2004). Metodologi Penelitian Pendidikan.Jakarta :Rineka Cipta.

Mazmanian, Daniel H., dan Paul A. Sabatier. (1983). Implementation and Public

Policy, New York: HarperCollins.

Meter, Donald Van, dan Carl Van Horn. (1975), The Policy Implementation
Process: A Conceptual Framework. Administration and Society 6, 1975,
London: Sage.

Miles,M.B., Huberman,A.M.,& Saldana,J. (2014). Qualitative Data Analysis, A


Methods Sourcebook, Edition 3. USA: Sage Publications. Terjemahan
Tjetjep Rohindi Rohidi, UI-Press.

Moleong, Lexy J. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. cetakan ke-36, Bandung :


PT. Remaja Rosdakarya Offset.

Nugroho, R. (2014). Publik Policy Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,


Konvergensi, dan Kimia Kebijakan.Edisi 5.Jakarta : Elex Media
Komputindo.

Subarsono. (2011). Analisis Kebijakan Publik (konsep. teori dan


aplikasi). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alvabeta.

Tahir, A. (2014). Kebijakan Publik dan Transparansi Penyelenggaraan.


Pemerintahan Daerah. Bandung : Alvabeta.

Wibawa, S. (2014).Kebijakan Publik Proses dan Analisis. Jakarta.

Winarno, B. (2014). Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media


Presindo.

Dokumen

Peraturan Daerah No.23 Tahun 2009 tentang penanggulangan kemiskinan

Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 49 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua


Atas Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 70 tahun 2014 tentang Pedoman
Pengelolaan Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial

PERBUB Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Bantuan Rehabilitasi Rumah Tidak


Layak Huni
234

Surat Keputusan Bupati No.05 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Perumahan

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H hasil amandemen ke IV

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan pemukiman

Sumber Lain

a. Jurnal

Aneta, S. (2010).Implementasi Kebijakan Program Penanggulangan Kemiskinan


Perkotaan (P2kp) Di Kota Gorontalo.Jurnal Administrasi Publik, 1(1) 54-
65.

Dewi, K. K. N., Anggraeni, M., & Dwimawanti, H. I. (2018).Implementasi


Program Bantuan Sosial Pemugaran Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di
Desa Ngotet Kab.Rembang tahun 2017.Jurnal Manajemen Dan Kebijakan
Publik, 3(1), 26-35.

Djiko, R., Arimawa, S. P., & Tangkau, C. H.S. (2018).Implementasi Kebijakan


Jaminan Kesehatan Nasional Di Kabupaten Halmahera Utara.PUBLISIA:
Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 3(2), 101-111.

Hidayat, Z. (2016). Pelaksanaan Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak


Huni (Rs-Rtlh) Oleh Dinas Sosial Di Kabupaten Karimun Provinsi
Kepulauan Riau (Study Kasus Di Kecamatan Moro).JOM FISIP, 3(1), 1-7.

Nawi, A., & Lestari, W. A. (2018).Implementasi Kebijakan Program Rehabilitasi


Sosial Rumah Tidak Layak Huni Terhadap Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Di Desa Sumbergondo Kecamatan Bumiaji Kota Batu. JISIP:
Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 7(1), 11-16, ISSN. 2442-6962.

Purwanto, A. E., & Sulistyastuti, R. D. (2015).Implementasi Kebijakan Publik


(Konsep dan Aplikasinya di Indonesia). Cet.II, ISBN 978-602-8545-87 -7,
Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Roebyantho, H., &Unayah, N. (2014).Implementation of Poverty Alleviation


Policy Through Social Rehabilitation For Adequate Dwelling In Garut
Municipality, West Java Province. SOSIO KONSEPSIA, 4(1), 311-330.

Ulu, V., & Sholichah, N. (2020).Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Daerah


Kumuh Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Warga Di Kelurahan
Ngagelrejo, Kecamatan Wonokromo Kota Surabaya.Jurnal Asketik: Agama
dan Perubahan Sosial, 4(1), 85-109.
235

b. Website

Realisasi Bantuan Program RS-RTLH di Kota Serang, 2020

https://www.bps.go.id

https://nasional.tempo.co/

https://nasional.tempo.co/read/855315/2-264-rumah-di-serang-tak-layak-
huniini-kata-kepala-dinas-sosial.

Anda mungkin juga menyukai