KELOMPOK III
OLEH
I Komang Aryawan (19021015)
I Nyoman Aditya Putra Waisnawa (19021016)
I Nyoman Bayu Krisna (19021017)
I Putu Agus Adi Pranata (19021018)
I Putu Agus Wiguna (19021019)
I Putu Aris Septa Permana (19021020)
I Wayan Happy Candra Dinata (19021021)
I. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui definisi PUD
2. Mengetahui klasifikasi PUD
3. Mengetahui patofisiologi PUD
4. Mengetahui tatalaksana PUD (Farmakologi dan Non-Farmakologi)
5. Dapat menyelesaikan kasus terkait PUD secara mandiri dengan menggunakan
metode SOAP
Gambar 1. Lokasi gastric ulcer dan duodenal ulcer (Dipiro, J.T., et al. 200
2.2 ETIOLOGI
Perkiraan 95% tukak duodenum dan 70% tukak lambung disebabkan oleh
H.pylori. sekitar 14%-25% ulkus lambung dan duodenum ditemukan terkait
dengan penggunaan NSAID. Data interaksi dan uji coba secara acak dengan
NSAID dan H. Pylori terapi eradikasi mengungkapkan bahwa efek ulkus dari
kedua faktor risiko tersebut bersifat kumulatif. Namun, interaksi potensial mereka
dalam induksi penyakit maag tetap tidak teridentifikasi. Pemberantasan H. Pylori
tidak mengurangi tingkat kekambuhan ulkus pada pengguna NSAID jangka
panjang yang ada. PUD memiliki jalur penyakit multifactorial yang sebagian
besar diatur oleh ketidakseimbangan asam dan rendah pertahanan mukosa yang
mengarah ke peradangan. Ini diwakili oleh hiperseksi hidroklorik asam dan
pepsin. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan antara faktor luminal lambung
dan degradasi pada fungsi defesif dari penghalang mukosa lambung seperti
lendir, sekresi bikarbonat, mukosa aliran darah, dan pertahanan sel epitel. Pada
invasi asam dan pepsin melalui urea yang melemah penghalang mukosa
menyebabkan pelepasan histamine. Histamine merangsang sel parietal untuk
mengeluarkan lebih banyak asam. Dengan kelanjutan dari siklus ini menghasilkan
erosi untuk membentuk tukak lambung (Habeeb, H. et all., 2019).
2.3 PATOFISIOLOGI
Pelepasan asetilkolin, gastrin dan histamin dapat dipicu oleh stress dan
makanan, yang dimana asetilkolin, gastrin dan histamin akan berikatan dengan
reseptornya, sehingga dapat mengaktifkan pompa H+ /K+ ATPase dan akan
mensekresikan asam (H+) ke lumen lambung, kemudian H+ akan berikatan dengan
Cl- sehingga membentuk asam lambung (HCl). Sekresi asam dibawah pengaturan
basal, sekresi asam bervariasi sesuai dengan waktu dan keadaan psikologis
individu, usia, jenis kelamin, dan status kesehatan. Basal Acid Output (BAO)
mengikuti ritme sirkadian yaitu terjadi sekresi asam tertinggi terjadi pada malam
hari dan terendah di pagi hari., Maximal Acid Output (MAO) dan adanya
stimulasi dari makanan. Ketiga faktor tersebut berbeda tiap individu dalam
mempengaruhi sekresi asam tergantung status psikologis, umur, jenis kelamin
dan status kesehatan. Peningkatan rasio antara BAO:MAO hipersekresi basal
pada pasien ZES (Dipiro et al., 2008).
Mekanisme pertahanan dan perbaikan mukosa (sekresi lendir dan
bikarbonat, pertahanan sel epitel intrinsik, dan aliran darah mukosa) melindungi
mukosa gastroduodenal dari zat endogen dan eksogen berbahaya. Sifat kental dan
pH netral dari penghalang lendir bikarbonat melindungi perut dari kandungan
asam lumen lambung. Sebagian besar Gastric Ulcer terjadi karena asam lambung
dan pepsin, H.pylori (Helicobacter Pylori), NSAID, atau faktor lain yang
mengganggu pertahanan mukosa normal dan mengganggu proses penyembuhan.
Hipersekresi asam merupakan faktor independen yang memberikan kontribusi
terhadap gangguan integritas mukosa (Dipiro et al., 2008)..
Tukak terjadi pada usus halus. 95% kasus berhubungan dengan infeksi
bakteri H.pylori. Meningkatnya sekresi asam diamati pada pasien dengan DU
dan diduga akibat infeksi H.pylori (David. 2011).
Tujuan terapi untuk menangani PUD pada orang dewasa bergantung pada
ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan dengan NSAID. Tujuan
perawatan berbeda tergantung ulkus baru atau berulang/kambuhan dan ada atau
tidaknya komplikasi yang terjadi. Pengobatan ditujukan untuk menghilangkan
gejala ulkus, menyembuhkan ulkus, mencegah kambuh berulang, dan mengurangi
komplikasi ulkus. Tujuan terapi pada pasien dengan ulkus yang disebabkan oleh
NSAID adalah menyembuhkan ulkus secepat mungkin. Pasien yang berisiko
tinggi terkena ulkus NSAID harus menerima terapi profilaksis atau beralih ke
inhibitor COX-2 (jika ada) untuk mengurangi risiko maag dan komplikasi terkait.
Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus digunakan
(Dipiro, J.T., et al. 2008).
1. Terapi Farmakologi
Tujuan terapeutik untuk mengobati PUD pada orang dewasa
bergantung pada apakah ulkus berhubungan dengan H. pylori atau dikaitkan
dengan NSAID. Tujuan perawatan mungkin berbeda tergantung apakah ulkus
itu awal atau berulang dan apakah komplikasi telah terjadi. Seluruh terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri akibat ulkus, mengobati ulkus, mencegah
kekambuhan dan menurunkan resiko komplikasi akibat peptik ulkus. Tujuan
terapi pada pasien ulkus dengan infeksi H.pylori adalah untuk mengeradikasi
bakteri H.pylori dan menyembuhkan ulkus. Kesuksesan eradikasi sangat
menentukan proses penyembuhan ulkus selanjutnya dan dapat mengurangi
resiko kekambuhan sebesar ±10%. Tujuan terapi pada pasien peptik ulkus
akibat penggunaan NSAID adalah untuk menyembuhkan ulkus secepat
mungkin. Bila memungkinkan, rejimen obat dengan biaya paling efektif harus
digunakan (Alldredge et al., 2013).
Dalam penatalaksaan PUD, sebelumnya harus dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk penegakan diagnosa PUD pada pasien yang memperlihatkan
alarm sign. Tahapan awal penatalaksanaan PUD berdasarkan lokasi tukak
dapat dibagi menjadi penatalaksanaan terhadap Gastric Ulcer (GU) dan
Duodenal Ulcer (DU) dapat dilihat pada bagan berikut:
a. Antagonis Reseptor H2
Antagonis Reseptor H2 mengurangi sekresi asam lambung dengan cara
berkompetisi dengan histamin untuk berikatan dengan reseptor H2 pada sel
pariental lambung. Bila histamin berikatan dengan H2 maka akan
dihasilkan asam. Dengan diblokirnya tempat ikatan antara histamin dan
reseptor digantikan dengan obat-obat ini, maka asam tidak akan dihasilkan.
Efek samping obat golongan ini yaitu diare, sakit kepala, kantuk, lesu, sakit
pada otot dan konstipasi (Berardy and Lynda, 2005).
c. Sulkrafat
Pada kondisi adanya kerusakan yang disebabkan oleh asam, hidrolisis
protein mukosa yang diperantarai oleh pepsin turut berkontribusi terhadap
terjadinya erosi dan ulserasi mukosa. Protein ini dapat dihambat oleh
polisakarida bersulfat. Selain menghambat hidrolisis protein mukosa oleh
pepsin, sulkrafat juga memiliki efek sitoprotektif tambahan, yakni stimulasi
produksi lokal prostagladin dan faktor pertumbuhan epidermal
(Hoogerwefh dan Parischa, 2008). Dosis sulkrafat 1gram 4x sehari atau
2gram 2x sehari. Efek samping yang sering dilaporkan adalah konstipasi,
mual dan mulut kering (Berardy dan Lynda, 2005).
d. Koloid Bismuth
Mekanisme kerja melalui sitoprotektif membentuk lapisan bersama protein
pada dasar tukak dan melindungi terhadap rangsangan pepsin dan asam.
Dosis obat 2 x 2 tablet sehari. Efek samping, berwarna kehitaman sehingga
timbul keraguan dengan pendarahan (Tarigan, 2001).
e. Analog Prostaglandin (Misoprostol)
Mekanisme kerja mengurangi sekresi asam lambung menambah sekresi
mukus, sekresi bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa.
Biasanya digunakan sebagai penangkal terjadinya tukak gaster pada pasien
yang menggunakan NSAID. Dosis 4 x 200 mg atau 2 x 400 mg pagi dan
malam hari. Efek samping diare, mual, muntah, dan menimbulkan kontraksi
otot uterus sehingga tidak dianjurkan pada wanita yang bakal hamil
(Tarigan, 2001).
f. Antasida
Penggunaan antasida yakni untuk menghilangkan keluhan nyeri dan obat
dispepsia. Mekanisme kerjanya menetralkan asam lambung secara lokal.
Preparat yang mengandung magnesium akan menyebabkan diare sedangkan
aluminium menyebabkan konstipasi. Kombinasi keduanya saling
menghilangkan pengaruh sehingga tidak terjadi diare dan konstipasi. Dosis:
3 x 1 tablet, 4 x 30 cc (3 kali sehari malam dan sebelum tidur). Efek
samping diare, berinteraksi dengan obat digitalis, barbiturat, salisilat, dan
kinidin (Tarigan, 2001).
2. Terapi Non-Farmakologi
1. Modifikasi gaya hidup termasuk mengurangi stress, karena stres menyebabkan
sekresi asam dalam lambung meningkat.
2. Apabila pasien dengan PUD menggunakan NSAID harus dihentikan
penggunaanya (termasuk aspirin). Jika memungkinkan pasien dapat
menggunakan terapi alternatif seperti acetaminophen, a non-acetylated
salicylate (e.g.,salsalate), atau COX-2 selective inhibitor.
3. Mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok karena dapat mengganggu
penyembuhan luka atau ulkus.
4. Menghindari makanan pedas. Makan makanan secara teratur membantu
mengurangi konsentrasi asam dalam perut. Sebuah makanan kecil sebelum
tidur
dapat meredakan rasa sakit yang dialami oleh ulkus peptikum pasien. Pasien
juga disaran untuk tidak makan secara berlebihan atau menghindari makanan
berat karena isi lambung yang tinggi memicu sekresi asam.
5. Makan makanan dengan kalori rendah.
6. Dianjurkan mempertahankan diet yang tepat dan menghindari makanan atau
minuman yang mempengaruhi mukosa lambung seperti kopi, teh, cola, dan
alkohol.
Hasil Pemeriksaan
Parameter Keterangan
20/8 21/4
Tekanan Darah (mmHg) 110/70 120/80 Normal
Nilai Hasil
Parameter Nilai Normal Pemeriksaan (14/8) Keterangan
Leukosit 7,5 ± 3,5 (x 109/L) 11,66 (x 109/L) Tinggi
Eritrosit 4,5-5,5 (x 1012/L) 5,0 (x 1012/L) Normal
Hemoglobin 13,0-17,5 (g/dL) 14,4 (g/dL) Normal
Hematokrit 40 - 52 (%) 44,1 (%) Normal
Platelet 150-400 (x 109/L) 287 (x 109/L) Normal
LED <6 ; <10 (mm/Jam) 14-29 (mm/Jam) Tinggi
Natrium 135-145 (mg/dL) 139 (mg/dL) Normal
Kalium 3,6-5 (mg/dL) 3,63 (mg/dL) Normal
Kreatinin 0,6-1,1 (mg/dL) 0,87 (mg/dL) Normal
BUN 6-20 (mg/dL) 16,8 (mg/dL) Normal
Asam Urat 3,4-7 (mg/dL) 8,5 (mg/dL) Tinggi
Kolesterol Total < 200 (mg/dL) 283 (mg/dL) Tinggi
TG (trigliserida) < 195 (mg/dL) 212 (mg/dL) Tinggi
HDL > 40 (mg/dL) 62,5 (mg/dL) Baik
LDL < 77,3 (mg/dL) 155,4 (mg/dL) Borderline
Gula Puasa 59 – 150 (mg/dL) 81 (mg/dL) Normal
Gula 2 Jam PP < 125 (mg/dL) 118 (mg/dL) Normal
Dif : Eo Ba Stab
Seg Lym Mo 1–2% -
0–1% -
3–5% 4%
54 – 66 % 82 % Stab. Dbn Seg.
25 – 33 % 12 % Tinggi Lym.
3–7% 2% Rendah Mo.
dbn.
c. Assesment
1. PUD Duodenal Ulcer
Evidance Based Medicine
PUD adalah lesi pada mukosa lambung atau duodenum yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara faktor pertahanan mukosa dan
faktor yang merusak mukosa, dimana PUD diklasifikasikan menjadi 2
yaitu gastric ulcer dan duodenal ulcer. Gastric ulcer terjadi pada lambung
sedangkan duodenal ulcer di usus halus (Dipiro et al, 2011). Penyakit
Tukak peptic adalah terjadinya gangguan pada pencernaan antara lain
nyeri perut atau lambung, mual, muntah akibat erosi kecil diselaput
lendir, dan BAB yang berwarna hitam karena terjadinya lesi atau luka
sehingga menyebabkan perdarahan pada saluran cerna atas (Dipiro,
2008). Jadi jika dikaitkan dengan kasus yang diberikan pasien mengalami
PUD pada duodenal ulcer karena setelah melakukan pemeriksaan
endoskopi pasien mendapatkan hasil duodenal ulcer dan positif H.pylori
2. Dislipidemia
Evidance Based Medicine
Dislipidemia merupakan sebagai kelainan metabolisme lipid yang
ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam
plasma. Kelainan fraksi lipid yang utama adalah kenaikan kadar
kolesterol total, LDL, trigliserida (TG) (PERKENI, 2015). Dimana pada
kasus ini hasil dari pemeriksaan laboratorium Tn. Y kolesterol total 283
mg/dl (tinggi), TG 212 mg/dl (tinggi), dan LDL 155,4 mg/dl sehingga
pasien dapat dikatakan mengalami dislipidemia
3. Hiperurisemia
Evidance Based Medicine
Hiperurisemia merupakan keadaan yang menunjukkan terjadinya
peningkatan kadar asam urat darah diatas normal, dengan nilai normal
asam urat dalam darah diatas 7 mg/dL untuk pria dan 6 mg/dL untuk
wanita (Haidari et .al.,2009). Pada kasus ini dari hasil laboratorium kadar
asam urat Tn. Y adalah 8,5 mg/dl dimana ini dinyatakan melebihi batas
normal yang tergolong tinggi
4. Colitis
Evidance Based Medicine
Colitis adalah keadaan dengan gambaran inflamasi kronis pada
kolon, yaitu berupa kerusakan mukosa dan ulserasi rektum yang
menyebar secara proksimal. Gejala klinisnya ditandai dengan adanya
diare yang disertai darah dan lendir (Abraham C,2009). Dapat dikaitkan
dengan kasus yang diberikan, dimana Tn.Y mengalami diare selama
kurang lebih 2 minggu terakhir dengan frekuensi diare 3 – 4 kali perhari,
feses ada darahnya, dan setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi atas
dan bawah Tn.Y terdiagnosa mengalami colitis.
d. Plan
4.2 PEMBAHASAN
4.2.1 Tatalaksana Terapi
A. Terapi Farmakologi
I.1.1 Monitoring
A. Efektivitas
Penggunaan obat PUD dimonitoring selama pengobatan
kemudian dilakukan tes ulang H.pylori jika masih positif
terapi eradikasi H.pylori kembali.
Dilalukan cek berkala pada pasien karena pasien
mengalami diare agar pasien tidak sampai mengalami
dehidrasi.
Tetap monitoring frekuensi BAB pasien untuk memastika
pengoptimalan terapi pasien.
Cek berkala pemeriksaan dislipidemia untuk mengetahui
kadar trigliserida, LDL, dan kolesterol total pasien.
Cek berkala pemeriksaan hiperurisemia untuk mengetahui
kadar asam urat pasien.
B. Efek samping
1. Ziloric® : reaksi alergi/hipersensitivitas
2. Fenofibrat : sakit kepala, nyeri punggung, mual,
muntah
3. Lanzoprazole : diare, sakit perut, sembelit, sakit kepala
4. Amoxicillin : mual, muntah, sakit kepala, ruam pada
kulit, diare
5. Metronidazole : pusing, sakit kepala, mual, muntah,
sembelit
6. Loperamid : nyeri abdomen, perut kembung, mual dan
muntah serta konstipasi
C. Interaksi Obat
Amoxcillin + Allopurinol : Allopurinol dapat meningkatkan
potensi reaksi alergi atau hipersensitivitas terhadap amoksisilin
(dimonitoring penggunaannya) Medscape, 2021
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa:
1. PUD
2. Dislipidemia
3. Hiperurisemia
4. Colitis
5. Terapi non farmakologi
6. Monitoring efektivitas pengobatan yang dapat dilakukan yaitu monitoring
penggunaan obat PUD selama pengobatan kemudian dilakukan tes ulang
H.pylori jika masih positif terapi eradikasi H.pylori kembali, dilalukan cek
berkala pada pasien yang mengalami diare, monitoring frekuensi BAB
pasien, cek berkala pemeriksaan dislipidemia pasien dan cek berkala
pemeriksaan hiperurisemia pasien serta juga dilakukan monitoring efek
samping dari penggunaan obat Ziloric®, Fenofibrat, Lanzoprazole,
Amoxicillin, Metronidazole, Loperamid.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan oleh praktikan yaitu sebaiknya pada
praktikum selanjutnya agar lebih teliti dalam menganalisis SOAP berdasarkan
guidelines serta Evidence-Based Medicine agar dapat memberikan terapi yang
terbaik dan tepat kepada pasien.
Dapus
BNF. 2009. British National Formulary, edisi 57. England : British Medical
Association Royal Pharmacetical of Great Britain
American Pharmacist Association, 2008, Drug Information Handbook, 17th ed.,
Lexi-com Inc., Ohio
Wannmacher L. Review of the evidence for H. pylori treatment regimens. WHO
[Internet]. 2011 [cited 2015 Sep 01]. Available from:
http://www.who.int/selection_
medicines/committees/expert/18/applications/Review_171 .pdf
Jun M, Foote C, Lu J, Patel A, Nicholls SJ, Grobbee DE, Cass A, Chalmers J,
Perkovic V. Effects of fibrates on cardiovascular outcomes: a systematic
review and meta-analysis. Lancet 2010
Knopp R H. Drug treatment of lipid disorders. N Engl J Med 1999
Hamburger M, Baraf HS, Adamson TC, Basile J, Bass L, Cole B, et al. 2011
recommendations for the diagnosis and management of gout and
hyperuricemia. Postgrad Med. 2011;123(1):3–6. doi: 10.
3810/pgm.2011.11.2511
Khanna D, Fitzgerald JD, Khanna PP, Bae S, Singh M, Neogi T, et al. 2012
American college of rheumatology guidelines for management of gout part 1:
Systematic nonpharmacologic and pharmacologic therapeutic approaches to
hyperuricemia. Arthritis Care Res (Hoboken). 2012;64(10):1431–46. doi:
10.1002/acr.21772
Feig DI, Soletsky B, Johnson RJ. Effect of allopurinol on blood pressure of
adolescents with newly diagnosed essential hypertension: A randomized trial.
J Am Med Assoc. 2008;300(8):924– 32. doi: 10.1001/jama.300.8.924
Tarigan, P. 2001. Tukak Gaster. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Fakultas Kedokteran
Erwinanto, Anwar Santoso, Johannes NE Putranto, Pradana Tedjasukmana, Rurus
Suryawan, Sodiqur Rifqi, Sutomo Kasiman. 2013. Pedoman Tatalaksana
Dislipidemia PERKI 2013. Jurnal Kardiologi Indonesia
Medscape.2021. Drug Interaction Checker. Di kunjungi pada senin, 1 november 2021
: https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker