Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BAHASA INDONESIA TENTANG


SEJARAH BAHASA INDONESIA

DISUSUN OLEH :

Nama : Elfin Lope

Nim : 17506002

Kelas :B

Prodi : Pendidikan Kimia


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan yang maha kuasa, karena atas segala rahmat dan petunjuk nya,
dalam proses pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir saya dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dalam belajar para mahasiswa
dan sebagai pedoman dalam berdiskusi. Untuk memenuhi maksud tersebut saya
mengumpulkan data dari beberapa sumber seperti buku pegangan mahasiswa, dan juga media
internet untuk dijadikan pembahasan pada materi makalah ini dengan materi tugas berjudul
SEJARAH BAHASA INDONESIA.

Dalam penyusunan makalah saya tak mengalami beberapa kendala seperti keterbatasan
materi maupun proses pengembangan materi itu sendiri. oleh karena itu makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari ibu/bapak dosen dan teman teman sangat saya
harapkan, Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya. Akhirnya saya harapkan semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan pendengar khususnya bagi teman – teman
mahasiswa/mahasiswi.

Tondano, 16 Februari 2018


Daftar Isi

JUDUL …………............................................................................................................... i

Kata Pengantar ................................................................................................................. ii

Daftar Isi............................................................................................................................. iii

Bab I Pendahuluan............................................................................................................. 1

Latar Belakang................................................................................................................... 1

Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1

Bab II Pembahasan............................................................................................................ 2

Sejarah bahasa Indonesisa……………………………..………………..……………….. 2

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia ….…………………………………………. 3

Kedudukan Bahasa Indonesia……………………………………………………………. 4

Bab III Penutup............................................................................................................................... 5

Kesimpulan........................................................................................................................

Saran..................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa adalah pendukung kebudayaan bangsa pemilik bahasa itu. Makin bertambah tinggi
kebudayaan itu, makin maju bahasanya. Dahulu bahasa melayu hanya digunakan sebagai bahasa
pendukung dalam pergaulan sehari-hari, dan kemudian digunakan juga sebagai bahasa sastra. Dalam
kehidupa kita sekarang, dalam masa ilmu teknologi berkembang dengan sangat pesat, bahasa yang
dahulu kita gunakan itu tidak lagi dapat mengemban tugasnya dengan baik sebagai bahasa
pengungkap buah pikiran yang tinggi karena kekurangan kata untuk menyatakan konsep baru,
pengertian baru, yang masuk kedalam kebudayaan bangsa itu.

Karena itu, kita dengan sengaja menciptakan kata dan istilah baru agar ilmu yang masuk dari
dunia barat dapat kita serap. Kita mencoba kemampuan bahasa kita sebagai alat komunikasi yang
canggih, menumbuhkan swadaya bangsa kita sedapat-dapatnya, menggunakan unsur bahasa secara
lebih kaya dan bervariasi sehingga sering muncul bentuk-bentuk baru yang dahulu tidak dikenal
dalam bahasa melayu.

1.2 Rumusan Masalah

 Sejarah Bahasa Indonesia


 Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
 Kedudukan Bahasa Indonesia

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Bahasa Indonesia


Kalau kita perhatikan dengan saksama, akan tampak kepada kita bahwa bahasa Indonesia
yang kita gunakan sekarang ini sudah agak berbeda dengan bahasa asalnya, bahasa Melayu. Struktur
kata dan struktur kalimat pada dasarnya masih berpegang pada aturan bahasa melayu, namun disana-
sini kita lihat adanya perubahan.

Bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya pada saat Sumpah Pemuda 1928, para
pemuda yang menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia pada waktu itu mengucapkan sumpah
bahwa mereka mengaku (1) bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, (2) berbangsa satu, bangsa
indonesia, serta (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa melayu, yang sudah dipakai sejak
abad VII itu menjadi bahasa Indonesia. Pada waktu itu bahasa Indonesia dalam masyarakat masih
disebut sebagai “bahasa melayu”. Bahkan pemerintah Hindia Belanda melarang pemakaina nama
“bahasa Indonesia” sampai mereka takluk pada bala tentara jepang (1942).

Pemilihan bahasa melayu menjadi bahasa persatuan drngan nama ‘bahasa Indonesia’,
dilatarbelakangi berbagai alasan. Bahasa melau sudah menjadi bahasa yang cosmopolitan dan
internasional sebelum tercetusnya Sumpah pemuda. Bahasa tersebut sudah dipakai sebagai bahasa
perantara (lingua franca) bukan saja dikepulauan Nusantara, melainkan juga hampir diseluruh Asia
Tenggara. Bahasa melayu digunakan tidak hanya untuk komunikasi antar suku bangsa tetapi dengan
bangsa lain seperti Arab, Cina, India, Belanda dan bangsa asing lainnya. Ini tidak hanya sekedar
sebagai alat komunikasi dibidang ekonomi (perdagangan), tetapi juga dibidang social (alat
komunikasi massa), politik (perjanjian antar kerajaan), sastra-budaya, termasuk dalam penyebaran
agama.

Berbagai batu tulis seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit (683) dan Prasasti Talang Tuo (684) di
Palembang, (2) Prasasti Kota Kapur (686) di Bangka Barat, (3) Prasasti karang Brahi (688), di
Merangi, Jambi menggunakan teks bahasa melayu Kuno. Selain ditemukan di Pulau Sumatra,
beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno tersebut juga ditemukan di beberapa tempat di Pulau Jawa
seperti di Gandasuli (832) Jawa Tengah, dan prasasti Borgil (942) di Jawa Barat serta ditemukan
benda-benda arkeologi berbahasa Melayu di Pulau Luson, Ligor, Thailand, dan Trengganu, Malaysia.

Alasan lainnya ialah Bahasa Melayu lebih egaliter dibandingkan bahasa-bahasa lain di
Nusantara seperti Jawa, Sunda, Bali yang jauh lebih rumit, baik dalam cara tulis maupun hirarkienya.
Bahasa-bahasa tersebut mengenal tingkatan bahasa halus, biasa dan kasar yang digunakan untuk
orang yang berbeda dari seginusia, drajat, ataupun pangkat. Oleh karenanya, bahasa tersebut tidak
dapat dipakai berkomnikasi dalam masyarakat demokratis yang menghendaki setiap orang berdiri
sama tinggi, dan duduk sama rendah. Bahasa Melayu pun mengenal kata-kata khusus untuk raja atau
Tuhan, naamun hanya sekedarnya saja, sama dengan bahasa-bahasa lain di dunia.

Pasa masa pemerintahan Hindia Belanda pemakaian bahasa Melayu makin meluas karena
sudah digunakan di sekolah-sekolah dan penerbitan termasuk buku-buku, majalah-majalah (pandji
poestaka dan Sri Poestaka), dan almanac yang diusahakan oleh pemerintah Belanda. Bahasa Melayu
yang digunakan pemerintah Hindia Beanda adalah bahasa melayu “resmi” yang dikenal Bahasa
Melayu Tinggi. Bahasa Melayu itu juga digunakan pers yang pro Hindia Belanda yang disebut “pers
putih”. Sementara itu, bahasa melayu Rendah, untuk membedakan dengan bahaa Melayu Tinggi,
digunaka dikalangan pergerakan kebangsaan dalam rapat-rapat dan kongres serta dalam berbagai
penerbitan. Para pemimpin pergerakan seperti H.O.S Tjokroaminoto, H Agoes Salim, Abdoel Moeis,
Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta, sjahrir, M. Natsir, dan lain-lain tidak hanya mempergunakan bahasa
melayu sebagai sarana pikira-pikiran tetapi memperkaya dengan kosakata wacana tentang
kolonialisme dan sosialisme, demokasi dalam pidato dan tulisan-tulisannya.

Bahasa Melayu rendah dikenal juga dengan bahasa Melayu pasar. Istilah Melayu pasar karena
dihubungkan dengan kenyataan bahwa bahasa tersebut digunakan dalam jual beli di pasar, yaitu
sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarbangsa (Pribunmi, Arab, Cina, India, Belanda, dan
lain-lain) dan antarsuku (Jawa, Melayu, Sunda, Bali, Manado, Banjar, dan lain-lain) selama berabad-
abad. “Bahasa Melayu Pasar” digunakan juga oleh masyarakat Cina (Peranakan) dalam komunikasi
maupun berkesusastraan yang dikenal “sastra Melayu Tionghoa” (menurut Nio Joe Land, 1946) atau
“Sastra Melayu Asimilasi” (menurut Pramodya Ananta Toer (dalam pengantar bukunya Tempo
Doloe) serta dalam koran-korannya yang dikenal “pers Kuning”.

Beberapa peristiwa itulah yang menyebabkan bahasa Melayu, bahasa yang berasal dari Riau
yang penutur dan hasil kesusastraan tidak sebanyak bahasa-bahasa lain di Nusantara menjadi bahasa
persatuan sebagai bekal untuk mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam berjuang melawan
pemerintah kolonial Belanda. Peresmian tersebut diterima dengan penuh kesadaran oleh masyarakat
Indonesia sampai sekarang. Orang yang paling bersemangat hendak memajukan bahasa daerah di
mana pun, tak pernah menggugat kedudukan bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa
persatuan dan Kesatuan.

2.2 Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

Beberapa peristiwa penting yang mengandung arti dalam sejarah perkembangan bahasa
Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut.

 Pemerintah Hindia Belanda pada 1901 menunjuk prof. Charles Van Ophuisjsen dibantu
Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim untuk
menyusun pembakuan bahasa melayu, yang melahirkan sistim ejaan penulisan bahasa Melayu
dengan huruf Latin, yang kemudian dikenal sebagai “Ejaan Van Ophuisjsen” dan dimuat
dalam Kitab Logat Melajoe dengan anak judul Woordenlisjst voor de spelling der Maleische
Taal met Latinjnsche Karakter Pembakuan tersebut disesuaikan dengan logika pemikiran
Belanda dan efisiensi pelenyelenggara administrasi colonial. Upaya ini dilakukan untuk
mengoptimalkan bahasa melayu untuk menjalankan kekuasaan dan ekploitasi kolonialisme
Belanda.
 Selain diajarkan disekolah-sekolah Pemerintah Belanda, yang dibangun untuk menyiapkan
tenaga pemerintahan kolonial, bahasa Melayu olahan pemerintah tersebut disebarkan secara
sistematis melalui bacaan-bacaan. Untuk menjalankan kegiatan tersebut didirikan Commisie
voor Inlandche Shool en Volslectuur (Taman Bacaan Rakyat, 1908) yang kemudian menjadi
Kantor voor de Volksectuur yang di beri nama “Balai Pustaka” (1917). Badan penerbitan ini
bukan saja berusaha mengontrol dan mengatur bahasa Melayu yang dipakai tetapi juga
menjauhkan pembaca dari bacaan-bacaan yang dapat merusak kekuasaan belanda dan
membangkitkan nasionalisme. Karena itu bacaan-bacaan yang diterbitkan harus sejalan
dengan kebijakan pemerintah colonial Belanda dibidang pendidikan.
 Pada juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberikan kebebasan kepada anggota-
anggota Dewan Rakyat (Volksrad) untuk mempergunakkan bahasa Melayu dalam
perundingan-perundingan. Ketetapan tersebut berkat desakan-desakan dan hasrat ingin
memperjuangkan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional oleh para tokoh-tokoh pergerakan
yang sebagian besar menggunakan bahasa Melayu dalama kongres, rapay-rapat, tulisan-
tulisan, dan lai-lain. Jahja Datoek, orang pertama kali berpidato menggunakan bahasa Melayu
di Volksard.
 Pada Mei 1933 Sutan Takdir Alisyahbana menerbitkan majalah Pujangga Baru sebgai reaksi
atas sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan, terutama terhadap
karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme. Tujuan pendiriannya untuk menumbuhkan
kesusastraan baru yang sesuai semangat zamannya dan mempersatukan para sastrawan dalam
satu wadah karena sebelumnya cerai berai dengan menulis di berbagai majalah. Penyebaran
majalah ini terbatas ke kalangan guru dan mereka yang dianggap memiliki perhatian masalah
kebudayaan dan kesusastraan. Diantara yang terbatas itu ada juga yang sampai ke Malaysia
hingga ikut berpengaruh terhadap perkembangan sastra Melayu.
Meskipun pembacanya tidak banyak, tapi pengaruh majalah ini besar sekali. Banyak ahli
yang menyumbangkan tulisan, diantaranya prof. Husein Djajadiningrat, Maru Ulfah santoso,
Amir Sjarifuddin, Mr. Sumanang, Poerwadarminta, dan beberapa intelektual Indonesia lainya.
Terobosan Pujangga Baru misalnya penggunaan bahasa yang ditawarkan STA yang
mengesampingkan bahasa Melayu yang kemudian digantikan dengan perpaduan bahasa
daerah masing-masing pengarang dan bahasa asing. Hal itulah yang dikritik oleh kaum
bangsawan Melayu dan para guru yang seita kepada pemerintah colonial Belanda termasuk
beberapa tokoh bangsa pun seperti H. Agus Salim, Sutan Moh. Zain dan S.M Latif. Mereka
beranggapan bahasa dalam majalah itu merusak bahasa Melayu. Selain mendirikan majalah
Pujangga Baru, STA pada 1936 menyusun Tatabahasa Bahasa Indonesia.
 Tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselengarakan
Kongres Bahasa Indonesia I di solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh bangsawan dan
budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein djajadiningrat, Prof. Dr.
Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa
keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia.
Keputusan tersebut, antara lain:
a) Mengganti Ejaan van Ophuysen,
b) Mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan
c) Menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam badan Perwakilan

Selanjutnya Kongres bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d 2 NOVEMBER


1954 di Medan, Sumatra Utara. Kongres ini terselenggara atas prakarsa mentri pendidikan,
pengajaran, dan kebudayaan, Mr. Mohammad Yamin. Setelah itu setap liam tahun sekali
diadakan kongres Bahasa Indonesia seperti tercantum dibawah ini.
a) Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta, 28 Oktober s.d 3 November 1978
b) Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta, 21 s.d 26 November 1983
c) Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 27 Oktober s.d 3 November 1988
d) Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober s.d 2 November 1993
e) Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta, 26 s.d 30 Oktober 1998
f) Kongres Bahasa Indonesia VIII di Jakarta, 14 s.d 17 Oktober 2003
g) Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta, 20 Oktober s.d 01 November 2008
h) Kongres Bahasa Indonesia X di Jakarta, 2013
 Tahun 1942-1945 (masa pendudukan jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa belanda
yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan penyelengaraan adminisator pemerintahan
dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan. Sebab bahasa Jepang belum banyak
dikuasai oleh bangsa Indonesia. Soekarno, Moh. Hatta, dan para pemimpin lain berkeliling
berpidato, membakar semangat rakyat, dan juga melalui siaran-siaran melalui radio selalu
mempergunakan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia kian dekat dengan rakyat. Hal
yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia mempunyai peran yang semakin penting
sehingga untuk pertama kalinya pada bangsa Indonesia memiliki Kamus Istilah.
 Tahun 1947 masa Negara Republik Indonesia berpusat di Yogyakarta, dibentuklah sebuah
panitia Ejaan Bahasa Indonesia yang diketuai oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan
Kebudayaan ketika itu yaitu Mr. Soewandi. Pada 19 maret 1947 Menteri Mr. Soewandi dalam
surat keputusannya SK No. 264/Bhg. A/47 menetapkan perubahan ejaan bahasa Indonesia.
Ejaan yang diperbaharui ini kemudian dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan
Soewandi.
 Tahun 1963 ada upaya dari pemerintah Republik dan pemerintah Diraja Malaysia untu
mengadakan satu ejaan dengan mengingat antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang
dipergunakan sebagai bahasa resmi pemerintah Diraja Malaysia masih satu rumpun atau
memiliki kesamaan. Usaha itu antara lain pemufakatan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia)
dengan membentuk panitia Indonesia dan Melayu, masing-masing diketuai oleh Prof. Dr.
Slamet Mulyana dari Indonesia dan Melayu, bin Ismail dari persekutuan Tanah Melayu.
Panitia ini menghasilkan konsep bersama yang dikenal dengan nama ejaan Melindo (Ejaan
Melayu-Indonesia). Namun, upaya ini akhirnya kandas karena situasi polotik antara Indonesia
dan Melayu yamg sempat memanas.
 Tahun 1948 terbentuk sebuah lembaga yang menangani pembinaan bahasa dengan nama
Balai Bahasa. Lembaga ini, pada tahum 1968, diubah namanya menjadi Lembaga Bahasa
Nasional da pada tahun 1972 diubah menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pusat Bahasa.
 Pada 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia, Soeharto meresmikan penggunaan Ejaan
yang Disempurnakan (kemudian biasa disingkat EYD) yang dikuatkan dengan keputusan
Presiden Nomor 57, tahun 1972 dan Tap.MPR No. 2/1972. Ejaan tersebut menggantikan
Ejaan Lama, Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan dan Pembentukan Istilah resmi diberlakukan 31 Agustus 1972.

2.3 Kedudukan Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang penting bagi bangsa Indonesia tercermin dalam
ikrar ketiga sumpah Pemuda, 28 oktober 1928, dan UUD 1945, Bab XV pasal 36. Ikrar ketiga sumpah
Pemuda yang berbunyi “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa
Indonesia”, tersebut menegaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional
dirumuskan fungsi bahasa Indonesia dalam “Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan
oleh pusat Bahasa di Jakarta, 25 – 28 Februari 2010. Hasil rumusan tersebut mengungkapkan bahwa
sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai

1. Lambang kebanggaan nasional


2. Lambang Identitas nasional
3. Alat pemersatu masyarakat yang berbeda latar budayanya
4. Alat penghubung antar Budaya dan antarDaerah
Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai social budaya
luhur Bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus
bangga dengannya; Kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi
kebanggaan kita harus memakai tanpa rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus
memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya. Kebanggaan tersebut bukan hanya karena
bahasa Indonesia mengandung nilai-nilai luhur tetapi karena sejak awal bahasa Indonesia telah
ditetapkan sebagai bahasa nasional. Sementara itu negara-negara tetangga kita seperti Filiphina, India,
bahkan persekutuan tanah Melayu (yang kemudian menjadi Malaysia dan Singaputa) tidak dapat
menetapkan satu bahasa saja sebagai bahasa nasionalnya. Di India ada enam blas macam bahasa
resmi, di PTM ada empat bahasa resmi (Melayu, Inggris, Cina, dan Tamil), dedangkan di Filiphina
bahasa Tagalog didampingi oleh beberapa bahasa lain termasuk bahasa Inggris.

Sebagai Lambang Identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia.
Ini berarti, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak
kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya
jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin didalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.

Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang
social budaya dan berbeda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita dan rasa
nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesiamerasa aman dan serasi hidupnya, sebab
mereka tdiak merasa bersaing dan tidak merasa lagi “dijajah” oleh masyarakat suku lain. Apalagi
dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-
nilai social budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan
fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak tergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah dapat
memperkaya khazanah bahasa Indonesia.

Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupa sehari-
hari. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi
pemerintah, segalah kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideology, politik, ekonomo,
social, budaya, pertahanan, dan keamanan mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, arus
informasi antar kita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila
pengetahuan kita meningkat berarti tujuan akan cepat tercapai.

Selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara. Hal
ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 yang berisi “Bahasa Negara
adalah bahasa Indonesia”. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai berikut.

1. Bahasa resmi kenegaraan


2. Bahasa pengantar resmi dilembaga-lembaga pendidikan
3. Bahasa resmi didalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
dan pelaksanaan serta pemerintah, dan
4. Bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan
serta teknologi moderen.

Keempat fungsi tersebut harus dilaksanakab, sebab fungsi tersebut sebagai penanda bahwa
suatu bahasa sebagai bahasa Negara. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, menuntut penggunaan bahasa
Indonesia dalam keputusan-keputusan, dokumen-dokumen dan surat-surat resmi yang dikeluarkan
oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya ditulis dalam bahasa Indonsia. Pidato-pidato atas nama
pemerintah atau dalam rangka menunakan tugas pemerintah diucapkan dan dituliskan dalam bahasa
Indonesia.

Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar dilembaga pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi diseluruh Indonesia dan pada sekolah-
sekolah Indonesia diluar negeri.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Bahasa adalah alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa dapat dipakai untuk
mengekspresikan perasaan dan pikiran.

Dalam hubungannya dengan kebudayaan, bahasa berfungsi sebagai sala satu unsur kebudayaan dan
sebagai sarana atau media kebudayaan.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu yang dalam perkembangan berikutnya mendapat
serapan dari bahasa-bahasa daerah dan bahasa asing.

3.2 Saran

Sebaiknya generasi sekarang harus mengetahui informasi tentang makalah ini, karena
penting untuk dipelajari. Kepada para pembaca kalau ingin lebih mengetahui tentang bahasan
ini bisa membaca buku atau majalah-majalah yang memuat tentang Sejarah bahasa indonesa
dan perkembangannya. Saran penulis, karena penulis hanya manusia biasa tidak luput dari
kesalahan dan kekurangan maka, jika ada kesalahan dalam penulisan untuk pembuatan
makalah ini, bagi pembaca baik Dosen maupun Mahasiswa mohon di maklumi.

DAFTAR PUSTAKA
 J.S Badudu. 1994. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar II. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
 Arifin, E. Zaenal dan S. Arman Tasai. 1996. Cermat Berbahasa
Indonesia. Jakarta: CV Akademika Pressindo.
 M. Hum. Fatimah, M.Pd dan Ahmad Bahtiar. Bahasa indonesia untuk
perguruan Tinggi

Anda mungkin juga menyukai