Anda di halaman 1dari 12

BAB I.

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang
COVID-19 merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh sindrom
pernapasan akut coronavirus 2 (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2
atau SARS-CoV-2). Virus ini merupakan keluarga besar Coronavirus yang dapat
menyerang hewan. Ketika menyerang manusia, Coronavirus biasanya
menyebabkan penyakit infeksi saluran pernafasan, seperti flu, MERS (Middle
East Respiratory Syndrome), dan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome).
Covid-19 sendiri merupakan coronavirus jenis baru yang ditemukan di Wuhan,
Hubei, China pada tahun 2019 (Rifqi, 2020). Wabah Covid-19 yang sedang
menjadi pandemi ini memiliki dampak serius terhadap berbagai aspek kehidupan
dan sampai saat Ini belum dI temukan obat dan antivirus, Untuk Menyembuhkan
secara total Penyakit ini. COVID-19 bukan hanya sekedar penyakit tetapi sudah
menjadi ncaman, pasalnya pandemi ini mengakibatkan perekonomian melemah,
terlebih lagi untuk para pedagang ikan segar yang memang menggantungkan
hidupnya dalam memasarkan sumberdaya perikanan.

Ikan merupakan bahan makanan yang kandungan proteinnya cukup


tinggi (20%). Tubuh ikan tersusun oleh asam-asam amino yang berpola mendekati
pola kebutuhan asam amino dalam tubuh manusia. Daging ikan mengandung
asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol sangat rendah. Selain itu,
daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma,
Zn, F, Ar, Cu, dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan manusia (Adawyah, 2008). Sebagai makanan berprotein,
ikan sangat mudah sekali mengalami pembusukan. Proses pembusukan pada ikan
disebabkan oleh aktivitas enzim, mikroorganisme, dan oksidasi dalam tubuh ikan
itu sendiri dengan perubahan seperti timbul bau busuk, daging menjadi kaku,
sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh bagian luar.
1.2. Rumusan Masalah

Ketersediaan ikan Pangan yang sehat


Dampak pandemi
dengan pengawet dengan pengawet
covid 19
bahan kimia bahan alam

Gambar 1. Kerangka Pikir


Pandemi covid memberikan dampak kesemua sektor tidak terkecuali
sektor perikanan. Pasca panen merupakan hal yang ........

1.3. Tujuan
Pengolahan bahan alam pala ....sebagai bahan alam untuk menghambat
pertumbuhan bakteri ... di ikan...

1.4. Manfaat
1. Akademisi
........................
2. Pemerintah
...............................
3. Masyarakat
.........................

BAB II. KAJIAN PUSTAKA

2.1. Komposisi buah pala dan manfaatnya

2.2. Pengawet alami

2.3. Senyawa bioaktif

2.4. Bakteri di ikan

2.5. Antibakteri

2.6. Uji aktivitas mikroba

2.7. Ikan kajian

1.1. Pengertian Ikan


Ikan merupakan hewan vertebrata aquatik berdarah dingin dan bernafas
dengan insang. Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata)
yang hidup di air dan secara sistematik ditempatkan pada Filum Chordata dengan
karakteristik memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut
dari air dan sirip digunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hampir
di semua tipe perairan di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda. Ciri-ciri
umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan
bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal atau berpasangan dan mempunyai
operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh
yang jelas antara kepala, badan, dan ekor. Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang
kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang
berbentuk tidak teratur (Syah dkk, 2016).
Berdasarkan UU No. 45 Tahun 2009, pengertian Ikan adalah segala jenis
organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam
lingkungan perairan. Secara umum perairan tempat kehidupan ikan terdiri dari
laut, tawar dan payau.
Ikan Merupakan penghuni utama pada ekosistem aquatik (Perairan) yang
tersebar pada Perairan tawar seperti danau, sungai dan rawa serta Perairan payau
dan perairan laut .Ikan memiliki peranan penting bagi ekosistem dan
lingkungan,dimana dapat dijadikan sebgai bioindikator perairan (Fauziah, dkk
2017).

2. 2. Kesegaran Ikan

Ikan termasuk komoditas yang sangat mudah rusak dan membutuhkan


penanganan segera setelah diambil (dipanen) dari laut. Hal ini dapat dilihat pada
ikanikan yang baru ditangkap dalam beberapa jam saja kalau tidak diberi
perlakuan atau penanganan khusus yang tepat, maka mutu ikan tersebut akan
menurun. Penanganan ikan basah harus dimulai segera setelah ikan diangkat dari
laut (saat pemanenan) dengan perlakuan suhu rendah serta memperhatikan faktor
kebersihan (sanitasi) dan kesehatan (higienis). Salah satu faktor yang menentukan
nilai jual ikan dan hasil perikanan lainnya adalah tingkat kesegarannya Ikan segar
adalah ikan yang masih mempunyai sifat yang sama seperti ikan hidup, baik rupa,
bau, rasa, maupun teksturnya.

Menurut Adawyah (2007), salah satu parameter untuk menentukan


kesegaran ikan adalah penilaian organoleptik. Dalam rangka memberikan jaminan
mutu dan keamanan pangan komoditas ikan segar yang akan dipasarkan di dalam
dan luar negeri, maka ikan yang dipasarkan harus memenuhi semua ketentuan
yang terdapat dalam Standar Nasional Indonesia Nomor 012729.1 Tahun 2006
tentang Spesifikasi Ikan Segar. Dalam SNI 01-2729.1-2006 tentang Spesifikasi
Ikan Segar ini dijelaskan bagian tubuh yang mendapat perhatian untuk menilai
tingkat kesegaran ikan meliputi 1) kenampakan mata, 2) insang, 3) lendir
permukaan tubuh, 4) daging (warna dan kenampakan), 5) bau, dan 6) tekstur
daging.
Penilaian berdasarkan SNI ini dinamakan dengan penilaian
organoleptik.Setiap indikator penilaian ini masih memiliki spesifikasi lagi yang
masing-masing diberi bobot nilai yang berbeda tergantung kondisi yang diamati.
Ikan segar adalah ikan dengan nilai minimal 7 untuk setiap spesifikasi dari
keenam indikator penilaian yang ada, sehingga secara keseluruhan, ikan segar
adalah ikan dengan peroleh total nilai 42 sampai dengan 54. Artinya, ikan yang
perolehan total nilainya kurang dari 42 termasuk kategori ikan tidak segar.

2.3. Pembusukan Ikan

Tubuh ikan yang mengandung kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh
mendekati netral, memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk. Daging ikan
mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah
mengalami proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik
(Adawyah, 2008).

Organisme pembusuk pada ikan di antaranya bakteri Pseudomonas


aeruginosa, Bacillus cereus, Klebsiella pneumonia, dan Escherichia coli (Purwani
et al., 2008). Menurut Jay (2005), bakteri pembusuk yang terdapat pada ikan di
antaranya adalah Pseudomonas (32-60%) dan Bacilllus (<18%). Salah satunya
adalah bakteri Pseudomonas aeruginosa.Selain merupakan bakteri pembusuk pada
ikan, bakteri Pseudomonas aeruginosa juga patogen terhadap manusia karena
menimbulkan infeksi apabila fungsi pertahanan inang abnormal.Bakteri ini juga
dapat menyebabkan keracunan makanan karena enterotoksin yang mengganggu
saluran pencernaan manusia. Melihat permasalahan tersebut, maka perlu dicari
suatu zat antibakteri yang dapat menghambat proses pembusukkan ikan segar dan
bersifat aman untuk kesehatan manusia serta ramah lingkungan.

Mikroorganisme dapat menimbulkan bermacam perubahan baik secara


biokimiawimaupun fisikawi yang dapat menyebabkan timbulnya sifat-sifat yang
tidak dikehendaki atau yang tidak disukai dan akhirnya menjurus pada kerusakan
secara keseluruhan yaitu menjadi bahan pangan menjadi busuk, namun
demikianmasih sulit untuk mengetahui perubahan mana yang terjadi lebih dahulu,
sehinggadapat ditentukan secara pasti tahap permulaan terjadinya perubahan yang
disebabkan oleh mikorganisme walapun berbagai cara pengujian kimiawi dan
mikrobiologis serta pegujian fisikawi dapat dikerjakan untuk mengetahui
kerusakan ikan dan hasil perikanan lainnya. Sebagai contoh dari keadaan fisiknya
dapat diketahui dengan timbulnya lendir, warna permukaan badan yang suram,
dan mata keruh namun semua hanya merupakan dampak dari kerusakan yang
sesungguhnya sudah sampai pada tahap lanjut. Selanjutnya secara kimiawi,
kerusakan ikan dapat diketahui dengan adanya perubahan pH pada daging ikan,
timbulnya asam, timbulnya zat bau yang tidak sedap, sedangkan cara
mikrobiologis pada umumnya kurang praktis digunakan untuk mengetahui
kerusakan ikan karena lamanya waktu yang diperlukan untuk analis di
laboratorium.
BAB III. MATERI DAN METODE

Kajian pustaka dengan mengadopsi metode dari referensi ......., ......, .....

4.1. Buah Pala (Myristica fragrans Houtt)

Tabel 1. Taksonomi Buah Pala (Myristica Fragrans Houtt)

Kerajaan Plantae
Divisi Magnoliophyta
Kelas Magnoliopsida
Ordo Magnoliales
Family Myristica
Genus Myristica
Spesies m.fragrns

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman buah berupa pohon


tinggi asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku.
Tanaman pala menyebar ke Pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke
Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295
pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai Sumatera (Ristek, 2013).
Tanaman pala memiliki beberapa jenis, diantaranya adalah Myristica
fragrans Houtt, Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt, Myristica
specioga Ware, Myristica Sucedona BL, Myristica malabarica Lam. Jenis pala
yang banyak diusahakan adalah terutama Myristica fragrans, sebab jenis pala ini
mempunyai nilai ekonomi lebih tinggi daripada jenis lainnya. Myristica specioga,
Myristica sucedona, dan Myristica malabarica adalah jenis dari buah pala lainnya
yang produksinya lebih rendah sehingga nilai ekonomisnya juga rendah (Ristek,
2013).
Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil
minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan
kosmetik (Nurdjannah, 2007)

4.2. Manfaat buah pala

Dari seluruh bagian tanaman pala yang mempunyai nilai ekonomis adalah
buahnya yang terdiri dari empat bagian yaitu daging buah, fuli, tempurung dan
biji. Daging buah pala cukup tebal dan beratnya lebih dari 70% dari berat buah,
berwarna putih kekuning-kuningan, berisi cairan bergetah yang encer, rasanya
sepat dan mempunyai sifat astringensia. Apabila buah masih mentah, daging buah
pala tidak bisa dikonsumsi langsung tetapi dapat diolah menjadi berbagai macam
produk pangan seperti manisan pala, sirup pala, selai pala, dan lainlain
(Nurdjannah, 2007).
Hasil pengolahan biji pala menghasilkan minyak atsiri dan oleoresin.
Minyaknya diambil dengan cara penyulingan, sedangkan oleoresin didapat dengan
cara ekstraksi. Minyak atsiri dan oleoresin ini dibutuhkan oleh industri makanan
maupun industri obat-obatan sebagai bahan pencampur. Pala, selain bijinya yang
dimanfaatkan untuk diambil minyak dan oleoresinnya, daging buahnya juga dapat
dikonsumsi langsung sebagai rempah- rempah (penyedap) dan produk makanan
olahan, seperti manisan pala, asinan pala, dodol pala, selai pala dan sirup pala.
(Wijaya, 2007)
Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah dan bumbu
asli Indonesia ternyata banyak mengandung zat aktif antimikroba yang berpotensi
untuk dijadikan sebagai pengawet alami salah satunya yaitu tanaman pala.
Tanaman pala (Myristica fragrans houtt) adalah tanaman asli Indonesia yang
berasal dari pulau Banda (Rismunandar 1990). Menurut Stahl (1985) menyatakan
bahwa senyawa-senyawa yang terkandung dalam buah pala diantaranya yaitu
senyawa hidrokarbon monoterpen dan senyawa aromatik eter. Komponen-
komponen yang terkandung dalam daging buah pala yang merupakan zat
antimikroba diantaranya adalah α-pinen (8,7%), ß-pinen (6,92%), αterpineol
(11,23%), myrisitin(23,37%),dan safrole (2,95%). Beberapa diantaranya yang
merupakan zat antibakteri adalah camphene, eugenol, terpineol, α-pinen, ß-pinen,
safrole, trimiristin dan asam miristat, dan zat yang bersifat antifungi adalah
camphene (Nurdjannah, 2007).
Komponen dalam biji dan fuli buah pala terdiri dari minyak atsiri, minyak
lemak, protein, selulosa, pentosan, pati, resin dan mineral-mineral lainnya.
Menurut Leung dalam Rismunandar (1990) biji pala mengandung minyak atsiri
sekitar 2-16% dengan rata-rata pada 10% kandungan minyak atsirinya dan fixed
oil (minyak lemak) sekitar 25-40%, karbohidrat selitar 30% dan protein sekitar
6%. Setiap 100 g daging buah pala mengandung air sekitar 10 g, protein 7 g,
lemak 33 g, minyak yang menguap (minyak atsiri) dengan komponen utama
monoterpen hidrokarbon (61-88% seperti alfa pinene, beta pinene, sabinene),
asam monoterpenes (5-15%), dan aromatik eter (2-18% sepert myristicin,
elemicin, safrole).

4.3. Potensi buah pala sebagai pengahambat pembusukan daging ikan

Penelitian yang dilakukan oleh Supriadi, dkk., (1999) menyatakan bahwa


minyak atsiri memiliki daya hambat yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak
kasarnya, hal ini kemungkinan karena senyawa aktif dalam minyak atsiri lebih
banyak dibandingkan dalam ekstrak kasar. Minyak atsiri merupakan salah satu
produk metabolisme sekunder yang dihasilkan dari berbagai jaringan tanaman.
Salah satu tanaman yang tergolong rempah-rempah dan penghasil minyak atsiri
adalah tanaman pala (Myristica fragrans houtt).
Menurut Praptosuwirya (2001) biji pala memiliki aktivitas bakterisida
karena adanya kandungan senyawa miristisin, senyawa hidrokarbon terpena, dan
turunan fenilpropana. Hal ini juga diungkapkan oleh Agusta (2000) yang
menyatakan bahwa komponen minyak atsiri biji pala antara lain senyawa
miristisin dan safrol. Stahl (1985) menyatakan bahwa minyak atsiri biji pala
terutama terdiri dari miristisin, safrol, eugenol, isoeugenol, hidrokarbon terpena,
dan turunan fenilpropana. Minyak atsiri dari kayu manis, pala, thyme, dan
cengkeh mempunyai efek bakteristatik dan bakterisidal terhadap E. coli, S. aureus,
L. monocytogenes, Salmonella enteridis, dan C. jejuni lebih baik pada suhu 4oC
dibanding suhu 35oC (Palmer et al. 1998). Aktivitas penghambatan yang
ditunjukkan oleh minyak atsiri biji M. fragrans, minyak atsiri biji M. fattua,
ekstrak kasar biji M. fragrans dan ekstrak kasar biji M. fattua dapat disebabkan
oleh adanya aktivitas kerja gabungan dari senyawa miristisin, bergamol, safrol,
alfa-terpineol asetat, eugenol, dan metal eugenol yang terdapat didalamnya,
sehingga menunjukkan aktivitas penghambatan yang efektif (Kusumaningrum
dkk., 2003).
Mengacu pada Jawetzs et al., (1982) bahwa aktivitas kerja gabungan dari
beberapa senyawa antibakteri dapat lebih efektif dibandingkan dengan daya kerja
masing-masing senyawa. Namun dimungkinkan juga senyawa-senyawa
antibakteri yang memiliki prosentase terbesar dapat mempengaruhi keefektifan
daya kerjanya. Di sisi lain aktivitas kerja gabungan dari beberapa senyawa
antibakteri dapat juga kurang efektif dibandingkan dengan daya kerja masing-
masing senyawa. Aktivitas antimikroba ekstrak air dan etanol biji pala yang telah
diuji terhadap E.coli dan S. aureus ada empat konsentrasi yang digunakan yaitu
100%, 75%, 50% dan 25%. Konsentrasi 100%, ekstrak air dan etanol biji pala
efektif terhadap E.coli dengan zona penghambatan masing-masing 16 mm dan 19
mm. S. aureus menunjukkan resisten terhadap 25%, 50%, dan 75% konsentrasi
ekstrak air dan etanol biji pala, sedangkan konsentrasi 100% masing-masing
menunjukkan zona penghambatan 12mm dan 13mm (Ameen 2010).
Hasil dari efek antibakteri ekstrak pala terhadap 20 strain E.coli
mengungkapkan bahwa sebagian besar dari mereka lebih sensitif terhadap ekstrak
pada 100% dan konsentrasi 75%. Ekstrak pala memiliki aktivitas antibakteri
terhadap Salmonella, Aeromonas hydrophyla dan Listeria monocytogenes. ketika
diuji terhadap strain salmonella yaitu S.worthington dan S.weltevreden ditemukan
adanya zona sensitif. Zona hambatan yang diperoleh untuk kedua organisme
adalah 20 mm dan 21 mm masing-masing pada konsentrasi 100%, 15 mm dan 17
mm pada konsentrasi 75% (Indu et al, 2006).

BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Uji

No Judul Metode Hasil Referensi


1. Jurnal yg serupa ....... ...... .......
dengen topik kita
2. Jurnal yg serupa
dengen topik kita
3. Jurnal yg serupa
dengen topik kita
4. Jurnal yg serupa
dengen topik kita
5. Jurnal yg serupa
dengen topik kita
6. Jurnal yg serupa
dengen topik kita
7.
8.
9.
10.

4.2 Diskusi

BAB V. KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan
5.2. Saran

DAFTAR PUSTKA

Anda mungkin juga menyukai