TINJAUAN PUSTAKA
Perawatan saluran akar adalah salah satu perawatan endodontik yang dilakukan
dengan cara mengambil seluruh jaringan saluran akar terinfeksi dan dilanjutkan
membentuk akses saluran akar, pembersihan saluran akar dan pengisian bahan saluran
akar sehingga gigi akan menjadi unit fungsional dalam lengkung rahang (Harty, 2004).
Menurut Samaranayake dkk. (2002), tujuan dari perawatan saluran akar adalah untuk
Perawatan saluran akar memiliki 3 tahap utama, yaitu preparasi biomekanis, irigasi
dan obturasi saluran akar. Preparasi biomekanis merupakan tahap untuk menghilangkan
seluruh jaringan terinfeksi meliputi pulpa dan dentin serta membentuk akses saluran akar
untuk memudahkan obturasi bahan saluran akar. (Jacobsen, 2008). Irigasi saluran akar
adalah tahap yang berperan sebagai lubrikan selama preparasi saluran akar, dan untuk
menghilangkan smear layer dan debris, melarutkan jaringan pulpa nekrosis, dan
menghilangkan bakteri serta produknya (Hulsmann dkk, 2005). Tahap terakhir adalah
obturasi yang dilakukan dengan cara memasukan material pengisi kedalam saluran akar
secara hermetis untuk mencegah terjadinya infeksi berulang paska perawatan saluran akar
Menurut Tarigan (2006), terdapat 4 hal yang mempersulit perawatan saluran akar,
yaitu (1) anatomi saluran akar yang kompleks, (2) bakteri yang masuk jauh ke tubulus
dentinalis, (3) instrumen yang digunakan belum cukup efisien, (4) pelebaran saluran akar
dibutuh ketekunan dan kesabaran. Dari keempat hal tersebut, keberadaan bakteri yang
Irigasi saluran akar berfungsi untuk sebagai lubrikan selama preparasi saluran akar,
melarutkan jaringan pulpa, lapisan smear layer dan debris, dan untuk melarutkan
komponen organik dan bakteri (Walton dan Torabinejad, 2008 ; Grossman dkk, 1995).
Irigasi saluran akar merupakan tahap yang menentukan keberhasilan perawatan saluran
akar. Hal ini dikarenakan secara umum beberapa bakteri mampu bertahan hidup selama
perawatan saluran akar dengan cara masuk ke dalam tubulus dentinalis, membentuk
smear layer dan mampu berikatan dengan dentinal plug dibagian apikal. Sehingga proses
preparasi saluran akar harus di sertai dengan irigasi untuk mendapatkan saluran akar yang
bersih dari bakteri (Solovyeva dan Dummer , 2000 ; Radcliffe dkk, 2003).
organik, dan berfungsi sebagai lubrikan selama tahap preparasi saluran akar (Sluis,
2007). Keberhasilan penggunaan sodium hipoklorit sebagai bahan irigasi saluran akar
tergantung volume, konsentrasi, waktu dan suhu yang digunakan. Konsentrasi sodium
hipoklorit yang biasa digunakan adalah dari 0,5% sampai dengan 5,25% (Abou-Rass dan
jaringan pulpa. Tetapi sodium hipoklorit konsentrasi 1% dengan suhu 45oC memiliki
kemampuan yang sama dengan sodium hipoklorit konsentrasi 5,25% dengan suhu 20 oC
dalam melarutkan jaringan pulpa nekrosis. Oleh karena itu, dengan meningkatkan suhu
sodium hipoklorit maka dapat meningkatkan kemampuan untuk melarutkan jaringan
Pada beberapa kasus, sodium hipoklorit dapat menjadi material yang memiliki
nyeri tumpul , pembengkakkan, memar dan rasa terbakar. Selain itu, efek toksis sodium
hipoklorit mengakibatkan hemolisis, ulserasi pada kulit dan nekrosis jaringan. Sodium
hipoklorit dengan konsentrasi 2,5% merupakan konsentrasi yang memiliki efek toksis
rendah dan ideal unutuk perawatan saluran akar. (Marion dkk, 2012 ; Singh dkk, 2012)
C. Buah Manggis
Buah manggis merupakan buah dengan julukan Queen of Fruit banyak tersebar di
kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia. Seiring dengan perkembangan
zaman, buah ini menyebar ke negara lain seperti negara-negara di Amerika Tengah,
Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii, Brazil, Honduras, Panama, dan Australia utara
(Paramawati, 2010). Menurut Morton (1987), asal mula buah manggis dipercaya berasal
dari tanah Sunda dan juga banyak ditemukan di hutan liar kamaman Malaysia.
Pertumbuhan buah manggis sangat lambat, memiliki ketinggian pohon sekitar 20-82
kaki (6-25 m), warna kulit pohon coklat tua hampir hitam dan bagian dalam kulit pohon
berwarna kekuningan dan bergetah. Daun pohon manggis berbentuk bulat lonjong atau
elips, kasar dan tebal dengan bagian permukaan atas daun berwarna hijau gelap, sedikit
mengkilap dan bagian permukaan bawah daun berwarna kekuningan kusam. Daun pohon
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridaeplantae
Infrakingdom : Streptophyta
Divisi : Tracheophyta
Subdivisi : Spermatophytina
Infradivisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Superordo : Rosanae
Ordo : Malpighiales
Famili : Clusiaceae
Genus : Garcinia L.
dengan menggunakan air rebusan kulit buah manggis untuk mengobati berbagai penyakit
seperti infeksi, luka, demam, diare, sariawan dan sembelit. Selain menggunakan air
rebusan, bubuk dari kulit buah manngis yang dikeringkan digunakan untuk mengobati
disentri di China dan India. Kulit buah manggis juga dapat dibuat salep untuk mengobati
Menurut Morton (1987), selain kulit buah manggis, buah manggis juga dapat
dimanfaatkan untuk mengobati diare, radang amandel, keputihan, wasir, peluruh dahak
dan sakit gigi. Orang Filipina menggunakan ekstrak kulit pohon manggis untuk
mengobati sariawan, disentri, dan nyeri perut. Orang Malaysia memanfaatkan daun
manggis dicampur pisang muda dan kapur barus digunakan untuk mengobati luka paska
sunat, sedangkan akarnya digunakan untuk mengatasi haid yang tidak teratur.
dengan konsentrasi tinggi dan komponen kelas polifenol. Xanthone memiliki peran
Jenis xanthone yang paling dominan di kulit manggis adalah α-mangostin (Geetha dkk,
2011). Selain itu menurut Gutierrez-Orozco dan Failla (2013), xanthone lain yang
Kalsium, fosfat, zat besi, tiamin, riboflavin, niasin dan asam askorbat juga ditemukan di
kulit buah manggis.
Xanthone memiliki struktur kimia unik yang mengandung sistem aromatik trisiklik
(C6-C3-C6). Grup isoprene, methoxyl, dan hidroksil terletak di berbagai cincin A dan
68 jenis xanthone yang ditemukan di beberapa bagian tubuh buah manggis, dan 50 jenis
terhadap 50 spesies MRSA dan 13 spesies dari Enterococcus sp (Phongpaicit dkk, 1994).
Mekanisme antibakteri xanthone adalah reaksi gugus karbonil pada xanthone dengan
residu asam amino berikatan dengan protein membran sel, enzim ekstraseluler maupun
protein dinding sel, sehingga menyebabkan protein sel kehilangan fungsinya (Putra,
2010). Senyawa gugus karbonil dari suatu senyawa keton dapat berinteraksi dengan
gugus amino non-terionisasi (seperti gugus amino terminal atau gugus ε-amino residu
lisin) dari suatu protein membrane sel (Putra, 2010 sit Cheftel dkk, 1985).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Geetha dkk. (2011), ekstrak kulit manggis
minimal inhibitor concentration (MIC) 1 mg/ml atau 0,001 % dan minimal bacteriocidal
membentuk spora, fermentatif dan fakultatif anaerob (Stuart dkk, 2005). Bakteri ini
memiliki diameter sekitar 0,5-1,0 µm dan sering ditemukan dalam bentuk tunggal,
berpasangan dan rantai pendek. Selain itu, bakteri ini merupakan bakteri nonhemolitik
dan non motil, memiliki permukaan koloni halus, dan bulat (Suchitra dan kundabala,
2006). Salah satu spesies Enterococcus yang paling banyak ditemukan persisten pada
kondisi infeksi endodontik dan bersifat asimtomatik adalah Enterococcus faecalis (Stuart
dkk, 2005).
Taksonomi Enterococcus faecalis menurut Bergey adalah berikut ini (Tortora dkk,
2001)
Kingdom : Bacteria
Phylum : Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Lactobacillales
Family : Enterococcaceae
Genus : Enterococcus
lingkungan bersuhu 10-40o C, dalam 6,5% NaCl, pada pH lebih dari 9,6 dan mampu
bertahan pada suhu 60o C selama 30 menit. Struktur terbesar dalam bakteri ini adalah
struktur lain didalam bakteri ini adalah asam teitoik dan polisakarida (Kenyon, 2009).
Sumber energi yang digunakan Enterococcus untuk hidup adalah karbohidrat, gliserol,
laktat, malat, sitrat, arginin, agmmatine dan banyak asam α-keto (Stuart dkk, 2005).
saluran akar yang terinfeksi. Enterococcus faecalis sering ditemukan pada kondisi infeksi
oral, seperti lesi, periodontitis kronis, dan persisten pada periodontitis apikal. E. faecalis
juga terdapat pada kondisi infeksi endodontik dan banyak ditemukan pada infeksi
endodontik primer (lins dkk, 2013). Penelitian in vitro menunjukan bahwa bakteri
E.faecalis mampu melakukan penetrasi ke dalam tubulus dentinalis hingga 100 µm dari
saluran akar dan masih terlihat 12 bulan kemudian setelah dilakukan interfensi (Gulsahi
dkk, 2012
Menurut Nallaparedy dkk. (2006), langkah awal proses infeksius bakteri E. faecalis
adalah dengan melakukan perlekatan dan berkolonisasi di permukaan host tissue. Protein
yang digunakan bakteri patogen gram positif adalah Microbial Surface Component
antigenik yang sangat potensial. Selain MSCRAMM yang digunakan untuk melakukan
kolonisasi suatu bakteri, E. faecalis juga harus membentuk biofilm untuk meningkatkan
proses infeksius.
dengan pompa proton di permukaan dinding sel, sehingga proton dapat masuk kedalam
sel dan memberikan pengaruh asam di sitoplasma bakteri ini. Mekanisme inilah yang
menjadi dasar E.faecalis mampu hidup dikondisi pH yang tinggi dan dan dapat
lainnya adalah mampu bertahan hidup pada lingkungan rendah nutrisi. Dari beberapa
penelitian menjelaskan bahwa terdapat komposisi nutrisi di region apikal seperti cairan
serum yang dapat dijadikan sebagai bahan makanan untuk bakteri. (Peciulience dkk,
2008).
adalah sitolisin, enzim proteolitik (gelatinase dan serine protease), adhesion (substansi
agregasi, Esp (enterococci surface protein, protein adhesi kolagen, antigen A atau EfaA),
kapsular dan dinding sel polisakarida. Sitolisin merupakan sebuah plasmid yang
mengandung toksin dan dapat melisiskan eritrosit, neutrophil PMN dan makrofag. E.
faecalis mensekresikan gelatinase karena memiliki peran untuk meresorpsi tulang dan
mendegradasi matiks dentin organik serta berperan penting dalam patogenesis inflamasi
periapikal.
membelah ikatan peptida dan berkontribusi untuk mengikat E.faecalis pada dentin.
dari leukosit PMN atau makrofag. Entrococci surface protein (Esp) merupakan
dan perlekatan bakteri. Sedangkan kapsular dan dinding polisakrida berperan dalam
E. Antibakterial
Antibakteri adalah suatu zat atau bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan
membunuh bakteri. Efektifitas bahan antibakteri di tentukan oleh efek yang diberikan
kepada populasi bakteri. Terdapat 2 efek terhadap populasi bakteri, yaitu bakteriostatik
sedangkan bakteriosidal bekerja dengan cara membunuh bakteri (Kayser dkk, 2005).
Terdapat beberapa istilah untuk membunuh bakteri, yaitu desinfektan dan antiseptik.
patogen yang digunakan pada benda mati. Sifat-sifat ideal desinfektan adalah (1)
efektivitas germisid tinggi, (2) spektrum antibakteri luas meliputi spora, bakteri, fungi,
virus dan protozoa, (3) efek letalnya cepat, (4) dapat menembus ke celah-celah rongga
dan ke lapisan bawah organik, (5) sifat kimia dan fisik stabil, (6) bersifat nonkorosif dan
nondestruktif, dan (7) tidak berbau diabsorbsi (Staf Pengajar Dept Farmakologi FK
Unsri, 2009).
terutama digunakan pada jaringan hidup. Sifat-sifat ideal antiseptik adalah (1) efektivitas
germisid tinggi, (2) bersifat letal terhadap mikroorganisme, (3) kerjanya cepat dan tahan
lama,(4) spektrum sempit terhadap infeksi mikroorganisme yang sensitif, (5) tegangan
permukaan rendah untuk pemakaian topikal, (6) indeks terapi tinggi, (7) tidak
memberikan efeks sistemik bila diberikan secara topikal, (8) tidak merangsang terjadinya
alergi, dan (9) tidak diabsorbsi (Staf Pengajar Dept Farmakologi FK Unsri, 2009).
(1) menghambat sintesis dinding sel, dengan merusak dan menghambat pembentukan
dinding sel bakteri maka dapat menyebabkan lisisnya bakteri. (2) menghambat fungsi
dinding sel, di dalam dinding sel terdapat sitoplasma yang berfungsi sebagai barrier
permeabilitas selektif, transport aktif, dan mengontrol komposisi internal sel. Apabila
fungsi-fungsi tersebut dihambat maka dapat menyebabkan kematian sel. (3) menghambat
sintesis protein, dengan menghambat sintesis protein di dalam ribosom bakteri maka
dapat menyebabkan kematian bakteri. (4) mengahambat sintesis asam nukleat, dengan
cara mengikat kuat DNA-dependent RNA polymerase dari bakteri maka dapat
1. Intensitas konsentrasi dan waktu kerja, jika konsentrasi bahan antibakteri tinggi
3. jenis mikroorganisme, bakteri yang membentuk spora lebih sulit dibunuh atau di
hambat pertumbuhannya daripada sel vegatatif. Bakteri yang berkapsul lebih sulit
4. umur mikroorganisme, bakteri yang masih berumur muda dan pada late lag phase
lebih mudah di bunuh daripada bakteri pada fase stasioner. Bakteri tua memiliki
tingkat resisten yang rendah. Bakteri yang berada pada tahap pembentukan spora
berbagai kondisi memiliki tingkat resisten terhadap bahan antibakteri yang tinggi
2005).
hambat minimal (KHM) dan konsentrasi bunuh minimal (KBM). Prinsip dari metode
dilusi adalah melakukan serial dilusi. Serial dilusi merupakan cara untuk menurunkan
ml reagen pada suatu ke tabung ke tabung berikutnya yang berisi 9 ml akuades steril.
Sehingga didapatkan hasil serial dilusi 10 -1, 10-2, 10-3, 10-4, dan seterusnya. Serial dilusi
juga dapat dilakukan pada antimikroba yang dilakukan untuk pengenceran sehingga di
Metode dilusi memiliki 2 macam, yaitu metode dilusi cair dan metode dilusi padat.
Metode dilusi cair dilakukan dengan cara memasukkan setiap kadar seri bahan
antimikroba ke dalam suatu tabung yang berisi agar cair , lalu ditanam biakan bakteri
kemudian diinkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC. Sedangkan metode dilusi padat
dilakukan dengan cara menuangkan setiap kadar seri bahan antimikroba pada agar padat
di cawan petri, lalu di tanami bakteri kemudian diratakan dan diinkubasi selama 24 jam
Pada dilusi cair, pertumbuhan bakteri amati secara visual. Kekeruhan atau kejernihan
Pengamatan secara visual merupakan pengamatan yang subjektif, oleh karena itu di
perlukan pengamatan secara objektif yaitu dengan mengamati pada media padat dan
menghitung jumlah koloni pada media padat, misalnya dengan teknik pour plate atau
Teknik pour plate dilakukan dengan cara mencampurkan larutan yang akan diuji
dengan agar yang masih cair dengan suhu 40-45oC di dalam media plat lalu di inkubasi
selama 24 jam dengan suhu 37oC. Sedangkan teknik spread plate adalah teknik yang
dilakukan dengan cara menuangkan dan menyebarkan larutan yang diuji ke media agar
padat dan ratakan permukaan agar dengan speader lalu di inkubasi selama 24 jam dengan
Selain menggunakan teknik pour plate dan teknik spread plate, cara lain untuk
adalah berdasarkan absorpsi cahaya pada panjang gelombang tertentu melalui suatu
dan jumlah bakteri dalam suatu larutan ditentukan melalui perhitungan optical density
(OD). Spektrofotometri menggunakan panjang gelombang pada gelombang cahaya
tampak, gelombang ultraviolet dan gelombang inframerah. Prinsip kerja dari metode ini
adalah jumlah cahaya yang di absropsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi
terhadap antibiotik (Mergenhagen, 1991). Metode ini digunakan dengan cara meletakan
paper disk yang telah berisikan antiobiotik atau bahan antibakteri diatas permukaan agar
padat yang telah di berikan mikroorganisme. Setelah dilakukan inkubasi, maka akan
terbentuk diameter zona hambat yang menentukan potensi dari antiobiotik atau bahan
Metode disk difusi terbagi menjadi 2 jenis, yaitu Kirby-Bauer disc diffusion
method, Stokes disc diffusion method, dan primary disc diffusion test . Metode
antiobiotik yang diletakkan pada permukaan agar padat. Setelah itu dilakukan
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Stoke disc diffusion method adalah
metode yang dilakukan dengan cara membagi agar padat menjadi 3 bagian secara
horizontal. Bahan antibakteri yang diuji diletakan pada agar padat bagian tengah
dan kontrol diletakkan di lapisan agar padat atas dan bawah. Primary disc
diffusion test adalah metode yang digunakan hanya untuk dalam keadaan darurat.
permukaan agar, lalu di letakaan paper disc langsung di permukaan agar (Parija,
2009).
II. LANDASAN TEORI
Perawatan saluran akar adalah salah satu cabang endodontik yang dilakukan
akses saluran akar, irigasi saluran akar dan mengisi saluran akar dengan suatu
bahan pengisi. Irigasi saluran akar bertujuan sebagai lubrikan selama preprasi
menghilangkan bakteri serta produknya. Irigasi saluran akar merupakan salah satu
bakteri di dalam saluran akar akibat tahap irigasi saluran akar tidak maksimal,
Sodium hipoklorit (NaOCl) adalah salah satu bahan irigasi yang biasa digunakan
dalam praktek kedokteran gigi. Sodium hipoklorit memiliki sifat bakteriosidal dan
dengan konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi ideal untuk sodium hipoklorit adalah
2,5% karena memiliki efek toksisitas rendah dan memiliki daya antibakteri yang
baik. Toksisitas sodium hipoklorit dapat berupa ulserasi pada kulit, nekrosis
Klorheksidin merupakan bahan irigasi saluran akar lain yang biasa digunakan.
Klorheksidin yang digunakan untuk irigasi saluran akar adalah klorheksidin
jumlah bakteri di dalam saluran akar nekrosis setelah digunakan sebagai bahan
bahan yang memiliki sifat bakteriosidal dan baik digunakan sebagai irigasi
Enterococcus faecalis merupakan salah satu bakteri patogen yang sangat persisten
di dalam saluran akar yang terinfeksi. Bakteri ini memiliki kemampuan dapat
hidup di suhu 10oC-40oC, pada konsentrasi garam 6,5%, pada pH lebih dari 9,6
dan pada suhu 60oC selama 30 menit. Selain itu, bakteri ini dapat berkolonisasi
dan membentuk biofilm serta mampu masuk ke dalam tubulus dentinalis untuk
hipoklorit dengan konsentrasi tinggi (5,25% - 6%) maka akan meningkatkan juga
kesehatan karena memiliki khasiat positif, salah satunya adalah antibakteri. Buah
manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan buah yang memiliki khasiat di setiap
bagiannya, seperti kulit buah manggis. Kulit buah manggis memiliki kandungan
mangostin dan γ-mangostin. Variasi yang paling banyak di kulit buah manggis adalah α-
mangostin. Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa α-mangostin merupakan suatu
zat yang memiliki daya antibakteri kuat. α-mangostin bersama γ-mangostin mampu
beberapa penilitan membuktikan bahwa ekstrak kulit buah manggis memiliki sifat