Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

A. Pendahuluan
Saat ini penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat- pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO
telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan
persendian. Masalah pada tulang yang mengakibatkan keparahan disabilitas
adalah fraktur. Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan
tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung.
Dengan makin pesatnya kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai
jalan, jumlah pemakai kendaraan, jumlah pemakai jasa angkutan,
bertambahnya jaringan jalan dan kecepatan kendaraan maka mayoritas
terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas. Sementara trauma – trauma
lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan
kerja dan cedera olah raga.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2005 terdapat lebih
dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta
orang mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang cukup
tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah, sekitar 46,2% dari insiden
kecelakaan yang terjadi.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh tekanan yang
berlebihan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung.
Sedangkan fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi
bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang memerlukan
penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi. selain mencegah
infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan restorasi fungsi

1
anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan dalam
penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan dengan segera,
secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang, stabilisasi fraktur,
penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta pemberian antibiotik yang
adekuat.
B. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-
selnya terdiri atas tiga jenis dasar yaitu osteoblas, osteosit dan osteoklas.
Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar
(glukosaminoglikan, {asam polisakarida} dan proteoglikan). Matriks
merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun.
Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan
terletak dalam osteon (unit matriks tulang). Osteoklas adalah sel multinuklear
( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.

Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa.


Ditengah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamela. Didalam lamela terdapat osteosit,
yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli
yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak
sejauh kurang dari 0,1 mm). Tulang diselimuti oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan
ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang .

2
Gambar 1 Anatomi tulang panjang (Anonim, 2007)

Struktur tulang dewasa terdiri dari 30 % bahan organik (hidup) dan


70 % endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri dari lebih
dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10 % proteoglikan (protein plus
sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan fosfat, dengan sedikit
natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium. Garam-garam menutupi
matriks dan berikatan dengan serat kolagen melalui proteoglikan. Adanya
bahan organik menyebabkan tulang memiliki kekuatan tensif (resistensi
terhadap tarikan yang meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan
tulang memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan) .

Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat


berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan tulang
berubah selama hidup. Pembentukan tulang ditentukan oleh rangsangn
hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan pada suatu tulang,
dan terjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang yaitu osteoblas

Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang. Osteoblas


berespon terhadap berbagai sinyal kimiawi untuk menghasilkan matriks
tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks tulang disebut osteoid. Dalam
beberapa hari garam-garam kalsium mulai mengendap pada osteoid dan
mengeras selama beberapa minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast
3
tetap menjadi bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati.
Seiring dengan terbentuknya tulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-
tonjolan yang menghubungkan osteosit satu dengan osteosit lainnya
membentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang

Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap tulang,


sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi. Garam nonkristal
ini dianggap sebagai kalsium yang dapat dipertukarkan, yaitu dapat
dipindahkan dengan cepat antara tulang, cairan interstisium, dan darah

Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara


bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi karena
aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel fagositik
multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit yang terdapat di
tulang. Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai asam dan enzim yang
mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Osteoklas biasanya terdapat
pada hanya sebagian kecil dari potongan tulang, dan memfagosit tulang
sedikit demi sedikit. Setelah selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan
muncul osteoblas. 0steoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut
dengan tulang baru. Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah
diganti dengan tulang baru yang lebih kuat

Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan


tulang terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Pada anak dan
remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas, sehingga kerangka
menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi
aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa
muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total
massa tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi
aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas osteoklas
juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami imobilisasi. Pada usia
dekade ketujuh atau kedelapan.

4
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh
olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres
mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas,
tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon
perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoklas dan merangsang
pertumbuhan tulang.

Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama


dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar
paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium
serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi
efek hormon paratiroid pada osteoklas.

Ada pun fungsi tulang secara umum adalah:

a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.


b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi
dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang
(hematopoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor (Depkes, 1995)

C. Anatomi Tulang Tangan


Extremitas superior dapat dianggap sebagai pengungkit bersendi banyak yang
dapat bergerak bebas pada tubuh melalui articultaio humeri. Pada ujung distal dari
extremitas superior terdapat organ yang penting, tangan. Banyak fungsi yang penting

5
dari tangan bergantung pada fungsi pollex yang seperti penjepit yang memungkinkan
seseorang mencengkeram benda di antara pollex dan index.
Terdiri dari 8 buah tulang dan terletak dalam 2 baris. Baris I (deretan
proximal) : os scaphoideum (=os naviculare), os lunatum, os triquentrum
dan os pisiforme. Baris II (deretan distal) : os trapezium (= os multangulum
majus), os trapezoideum (=os multangulum minus), Os capitulum dan os
hamatum.Os scaphoideum membentuk tuberculum ossis scaphoidei. Os
trapeziummembentuk tuberculum ossis trapezii. Os hamatum membentuk hamalus
ossis hamati.Tonjolan-tonjolan ini bersama-sama dengan os pisiforme membentuk
eminentiae carpi yang membatasi sulcus carpi. Sulcus carpi ditutupi oleh ligamentum
carpi transcersumdan membentuk canalis carpi.Ossi carpi pada waktu lahir merupakan
tulang rawan. Os capitatum mengalamiossifikasi selama tahun pertama kehidupan, dan
tulang-tulang lainnya mengalamiossifikasi dengan berbagai interval waktu sampai
dengan berbagai interval waktu sampaiumur 12 tahun, pada usia ini semua tulang telah
mengalami ossifikasi.

Tulang tangan manusia tersusun atas 27 tulang. Secara garis


besar terbagi atas 5 bagian tulang yaitu Distal phalanges, intermediate
phalanges, proximal phalanges, metakarpal dan karpal.
Tulang Phalanges merupakan tulang pada bagian jemari tangan.
Ibu jari merupakan phalanges I yang tersusun atas tulang distal dan
proximal phalanges. Sedangkan phalanges 2-5 yang lain tersusun atas 3
tulang yaitu distal, middle dan proximal. 

6
Tulang proximal phalanges merupakan tulang pada jari tangan
yang menghubungkan jari dengan tulang metacarpus. Tulang hamate
bertugas dalam artikulasi tulang telapak tangan dengan jari ke-3 dan jari
kecil.
Tulang triquetral yang merupakan tulang terakhir pada bagian
posterior karpus. Tulang pisiform merupakan tulang paling kecil dari
telapak (karpal).
Tulang lunate yang berartikulasi dengan radius. Tulang trapezium
yang secara yang juga berhubungan dengan metakarpal. 
Tulang lainnya yaitu capitate yang  menghubungkan jari tengah
atau telunjuk dengan metakarpal serta tulang scaphoid yang juga
menghubungkan karpal dengan tulang radius. 

D. Pengertian

Fraktur adalah putusnya kontinuitas


tulang dan ditentukan sesuai tipe dan
luasnya (Harnowo, 2002).
Fraktur adalah setiap retak
atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001
).
Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur
tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (Smeltzer S.C & Bare
B.G,2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000).
Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang)
yang biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara
mendadak (Bernard Bloch, 1986).
Jadi, dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
fraktur adalah suatu cedera pada tulang yang sebelumnya utuh menjadi

7
retak atau patah yang dapat disebabkan oleh suatu trauma benda keras
secara mendadak dan tidak disengaja.
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi hubungan
dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi kontaminasi bakteri
sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka pada kulit dapat berupa
tusukan tulang yang tajam keluar menembus kulit atau dari luar oleh
karena tertembus misalnya oleh peluru atau trauma langsung
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang
memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko infeksi.
selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan fraktur dan
restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting untuk dilakukan
dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi yang dilakukan
dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang berulang-ulang,
stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting yang dini serta
pemberian antibiotik yang adekuat (chairuddin rasjad,2008).
Patah tulang terbuka adalah patah tulang dimana fragmen tulang
yang bersangkutan sedang atau pernah berhubungan dunia luar (PDT
ortopedi,2008)

E. Klasifikasi
Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidaknya hubungan antara
patahan tulang dengan dunia luar, yaitu:
1. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih
utuh, tulang tidak menonjol melalui kulit.
2. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena
adanya hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka
potensial terjadi infeksi.
Fraktur terbuka merupakan suatu fraktur dimana terjadi
hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit sehingga terjadi
kontaminasi bakteri sehingga timbul komplikasi berupa infeksi. luka
pada kulit dapat berupa tusukan tulang yang tajam keluar menembus

8
kulit atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau
trauma langsung.
Fraktur terbuka merupakan suatu keadaan darurat yang
memerlukan penanganan yang terstandar untuk mengurangi resiko
infeksi. selain mencegah infeksi juga diharapkan terjadi penyembuhan
fraktur dan restorasi fungsi anggota gerak. beberapa hal yang penting
untuk dilakukan dalam penanggulangan fraktur terbuka yaitu operasi
yang dilakukan dengan segera, secara hati-hati, debrideman yang
berulang-ulang, stabilisasi fraktur, penutupan kulit dan bone grafting
yang dini serta pemberian antibiotik yang adekuat.

Hubungan dengan dunia luar dapat terjadi karena penyebab


rudapaksa merusak kulit, jaringan lunak dan tulang atau Fragmen
tulang merusak jaringan lunak dan menembus kulit. Klasifikasi yang
dianut adalah menurut Gustilo, Merkow dan Templeman (1990)

Semua patah  tulang terbuka adalah kasus gawat darurat.


Karena itu penanganan patah tulang terbuka harus dilakukan sebelum
golden periode terlampaui agar sasaran akhir penanganan patah tulang
terbuka tercapai

F. Etiologi
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim. Penyebab fraktur
adalah :
1. Kekerasan langsung : Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang
pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan
patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.
Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur
hantaran vektor kekerasan.

9
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat
jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan,
penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
G. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolic, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang
turun, baik yang terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah
akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah menurun. COP
(Cardiac Out Put) menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal
maka penumpukan di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang
dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas
kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Baik
fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai
tulang sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar. Pada umumnya pada pasien fraktur
terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas yang bertujuan untuk
mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya
sampai sembuh.

10
H. Tanda Dan Gejala
a. Deformitas atau pemendekan.
b. Bengkak atau edema.
c. Echimosis (Memar).
d. Spasme otot karena kontraksi otot involunter disekitar fraktur.
e. Nyeri karena kerusakan jaringan.
f. Kurang atau hilang sensasi karena ada gangguan saraf dimana ini
terputus atau terjepit di fragmen tulang.
g. Krepitasi adalah suara berderik yang dapat didengarkan pada gerakan
ujung patahan tulang.
h. Pergerakan abnormal.
i. Hasil foto rontgen yang abnormal
I. Komplikasi fraktur terbuka
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.

c. Fat Embolisem Syndrom (FES)


adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur
tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan
bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan
gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi
Pada trauma orthopedi infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

11
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasa terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama


a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

b. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.

c. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik.

12
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan roentgen : Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Skan tulang, tomogram, skan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat di gunakan untuk mengidentifikasi jaringan lunak
3. Arteriogram : Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung darah lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi).
Peningkatan jumlah SOP adalah respon stress setelah trauma.
5. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk kirens
ginjal.
6. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple atau cedera hati.
K. Penatalaksanaan
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka
2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
b. Seluruh Fraktur
1) Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan
tindakan selanjutnya.

2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang
pada kesejajarannya dan rotasfanatomis (Brunner dan Suddart,
2001).

13
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan
untuk mereduksi fraktur. Pada kebanyakan kasus, reduksi
tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang
keposisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.

Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi


dan imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi.

Reduksi Terbuka, pada fraktur tertentu memerlukan reduksi


terbuka. Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi.
Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku,
atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

3) Retensi atau Immobilisasi


Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna, metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan
teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.

4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.

14
Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
a). Stadium Satu (Pembentukan Hematoma)

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar


daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna
melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat tumbuhnya
kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.

b). Stadium Dua (Proliferasi Seluler )

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi


fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan
bone marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang
mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.
Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.

c). Stadium Tiga (Pembentukan Kallus)

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan


osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini
dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai
berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa
sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago,
membentuk kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal.

15
Sementara tulang yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4
minggu setelah fraktur menyatu.

d). Stadium Empat (Konsolidasi)

Bila aktivitas osteoklast dan osteoblast berlanjut, anyaman


tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup
kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui
reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat di belakangnya
osteoklast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan
mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.

e). Stadium Lima (Remodelling)

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.


Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk
ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-
menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat
yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki
dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya (Brunner dan Suddart,
2001)

Lamanya proses penyembuhan tiap tulang berbeda tergantung


ketebalan dan besarnya tulang secara relatif dan macamnya tulang
seperti fraktur kruris sekitar 8 minggu, fraktur femur 10 minggu,
fraktur ante brachii sekitar 4 minggu, dan brachii dab humerus sekitar
6 minggu (Syamsulhidayat, 2007)

16
L. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses
keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang
masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada
tahap ini. Tahap ini terdiri atas:

a. Biodata
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no. register, tanggal MRS, diagnosa medis dan identitas penanggung
jawab selama klien di rawat.

b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi


yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,
atau menusuk.
(3) Region, radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.

17
(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari (Depkes,
1995)
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.

2) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit
paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik
dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.

3) Riwayat Keluarga
Pengkajian riwayat keluarga dilakukan untuk menemukan apakah
ada penyakit degenaratif dalam keluarga klien dengan
menggunakan genogram 3 generasi.

d. Data dasar pengkajian menurut Doenges


1) Aktivitas dan Istirahat
Tanda : Keterbatasan atau kehilangan fungsi pada bagian yang
terkena.

2) Sirkulasi

18
Tanda : Hipertensi atau hipotensi, takikardi, penurunan atau
tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang
terkena, pembengkakan jaringan, dan hematom pada
area cedera.

3) Neurosensori
Gejala : Hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, Kesemutan
(parastesia).

Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal, pemendekan,


rotasi repitasi, spasme otot, terlihat kelemahan/hilang
fungsi.

4) Nyeri atau Ketidaknyaman


Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada daerah cedera spasme atau
keram otot.

5) Keamanan
Tanda : Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan
warna, pembengkakan lokal (dapat meningkat secara
bertahap atau tiba-tiba) (Doenges, 2000)

19
3. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur
adalah sebagai berikut:

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti)
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)
g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.

4. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera
jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan
menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam
beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan
penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual.

20
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring, malformasi.
gips, bebat dan atau traksi
Meningkatkan aliran balik vena,
2. Tinggikan posisi ekstremitas
mengurangi edema/nyeri.
yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan
pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum,


4. Lakukan tindakan untuk menurunakan area tekanan lokal dan
meningkatkan kenyamanan kelelahan otot.
(masase, perubahan posisi)

Mengalihkan perhatian terhadap


5. Ajarkan penggunaan teknik
nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
manajemen nyeri (latihan napas
nyeri yang mungkin berlangsung
dalam, imajinasi visual, aktivitas
lama.
dipersional)
6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan mengurangi
fase akut (24-48 jam pertama) rasa nyeri.
sesuai keperluan.
Menurunkan nyeri melalui
7. Kolaborasi pemberian analgetik
mekanisme penghambatan rangsang
sesuai indikasi.
nyeri baik secara sentral maupun
perifer.
8. Evaluasi keluhan
Menilai perkembangan masalah klien.
nyeri (skala, petunjuk verbal
dan non verval, perubahan
tanda-tanda vital)

21
b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah
(cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan


kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak
secara aktif dorong klien untuk secara rutin melakukan
latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera

INTERVENSI RASIONAL
Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Meningkatkan sirkulasi
tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat. darah dan mencegah
kekakuan sendi.
Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang Mencegah stasis vena dan
cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sebagai petunjuk perlunya
sindroma kompartemen. penyesuaian keketatan
bebat/spalk.
Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila Meningkatkan drainase vena
diperlukan. dan menurunkan edema
kecuali pada adanya keadaan
hambatan aliran arteri yang
menyebabkan penurunan
perfusi.
Mungkin diberikan sebagai
upaya profilaktik untuk
menurunkan trombus vena.
Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi
kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit perkembangan masalah klien
distal cedera, bandingkan dengan sisi dan perlunya intervensi
yang normal. sesuai keadaan klien.

22
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi
dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa
gas darah dalam batas normal

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Instruksikan/bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar dan
dalam dan latihan batuk efektif. perfusi.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan Reposisi meningkatkan drainase
posisi yang aman sesuai keadaan sekret dan menurunkan kongesti
klien. paru.
3. Kolaborasi pemberian obat Mencegah terjadinya pembekuan
antikoagulan (warvarin, heparin) darah pada keadaan tromboemboli.
dan kortikosteroid sesuai Kortikosteroid telah menunjukkan
indikasi. keberhasilan untuk
mencegah/mengatasi emboli lemak.
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Penurunan PaO2 dan peningkatan
Hb, kalsium, LED, lemak dan PCO2 menunjukkan gangguan
trombosit pertukaran gas; anemia,
hipokalsemia, peningkatan LED dan
kadar lipase, lemak darah dan
penurunan trombosit sering
berhubungan dengan emboli lemak.
5. Evaluasi frekuensi pernapasan Adanya takipnea, dispnea dan
dan upaya bernapas, perhatikan perubahan mental merupakan tanda
adanya stridor, penggunaan otot dini insufisiensi pernapasan, mungkin
aksesori pernapasan, retraksi sela menunjukkan terjadinya emboli paru
iga dan sianosis sentral. tahap awal.

23
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada
tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan
posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit
dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik
yang memampukan melakukan aktivitas

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas Memfokuskan perhatian,
rekreasi terapeutik (radio, koran, meningkatakan rasa kontrol
kunjungan teman/keluarga) sesuai diri/harga diri, membantu
keadaan klien. menurunkan isolasi sosial.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif Meningkatkan sirkulasi darah
aktif pada ekstremitas yang sakit muskuloskeletal, mempertahankan
maupun yang sehat sesuai tonus otot, mempertahakan gerak
keadaan klien. sendi, mencegah kontraktur/atrofi
dan mencegah reabsorbsi kalsium
karena imobilisasi.
3. Berikan papan penyangga tangan, Mempertahankan posis fungsional
gulungan trokanter/tangan sesuai ekstremitas.
indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien
(kebersihan/eliminasi) sesuai dalam perawatan diri sesuai kondisi
keadaan klien. keterbatasan klien.
5. Ubah posisi secara periodik sesuai Menurunkan insiden komplikasi
keadaan klien. kulit dan pernapasan (dekubitus,
atelektasis, penumonia)
6. Dorong/pertahankan asupan Mempertahankan hidrasi adekuat,
cairan 2000-3000 ml/hari. men-cegah komplikasi urinarius dan
konstipasi.
7. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup
diperlukan untuk proses

24
penyembuhan dan mem-pertahankan
fungsi fisiologis tubuh.
8. Kolaborasi pelaksanaan Kerjasama dengan fisioterapis perlu
fisioterapi sesuai indikasi. untuk menyusun program aktivitas
fisik secara individual.
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi Menilai perkembangan masalah
klien dan program imobilisasi. klien.

e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,


kawat, sekrup)
Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan
perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan
penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka
sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko kerusakan/abrasi
nyaman dan aman (kering, kulit yang lebih luas.
bersih, alat tenun kencang,
bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan
penonjolan tulang dan area meningkatkan kelemasan kulit dan
distal bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif
konstan pada imobilisasi.
3. Lindungi kulit dan gips pada Mencegah gangguan integritas kulit
daerah perianal dan jaringan akibat kontaminasi fekal.
4. Observasi keadaan kulit, Menilai perkembangan masalah klien.
penekanan gips/bebat terhadap
kulit, insersi pen/traksi.

25
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang
Tujuan : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase
purulen atau eritema dan demam.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL


1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunder dan
perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka.
2. Ajarkan klien untuk Meminimalkan kontaminasi.
mempertahankan sterilitas insersi
pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau
dan toksoid tetanus sesuai spesifik dapat digunakan secara
indikasi. profilaksis, mencegah atau mengatasi
infeksi. Toksoid tetanus untuk
mencegah infeksi tetanus.
4. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi pada
laboratorium (Hitung darah proses infeksi, anemia dan
lengkap, LED, Kultur dan peningkatan LED dapat terjadi pada
sensitivitas luka/serum/tulang) osteomielitis. Kultur untuk
mengidentifikasi organisme
penyebab infeksi.
5. Observasi tanda- Mengevaluasi perkembangan
tanda vital dan tanda-tanda masalah klien.
peradangan lokal pada luka.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan


pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi,
keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
Tujuan : klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan
kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya

26
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji kesiapan klien Efektivitas proses pemeblajaran
mengikuti program dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
pembelajaran. mental klien untuk mengikuti
program pembelajaran.
Meningkatkan partisipasi dan
2. Diskusikan metode mobilitas kemandirian klien dalam perencanaan
dan ambulasi sesuai program dan pelaksanaan program terapi fisik.
terapi fisik. Meningkatkan kewaspadaan klien
3. Ajarkan tanda/gejala klinis untuk mengenali tanda/gejala dini
yang memerluka evaluasi medik yang memerulukan intervensi lebih
(nyeri berat, demam, perubahan lanjut.
sensasi kulit distal cedera) Upaya pembedahan mungkin
4. Persiapkan klien untuk diperlukan untuk mengatasi masalah
mengikuti terapi pembedahan sesuai kondisi klien.
bila diperlukan.

5. Implementasi
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah memabantu klien dalam
mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun
kolaborasi dan rujukan.

6. Evaluasi
Merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan
klien dan tujuan dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien fraktur
dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu:

a). Nyeri berkurang atau hilang.


b). Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer.
c). Tidak terjadi trauma.
d). Pertukaran gas adekuat.
e). Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

27
f). Infeksi tidak terjadi.
g). Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami.

28
DAFTAR PUSTAKA

Anonym,https://artikelbermutu.com/2014/06/tulang-tangan-manusia.html, diakses
tgl 04/01/2017
Anonym https://www.scribd.com/doc/102164507/ANATOMI-TANGAN, diakses
tgl 04/01/2017
Anonym , https://doktermaya.wordpress.com/2011/10/26/fraktur-terbuka/, diakses
tgl 04/01/2017
Corwin, E, (2008), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC

Doenges Marlyn E, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), (Alih Bahasa 1 Made
Kriase), Jakarta: EGC.
Price S.A. and Wilson L.M., 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, (Edisi 6), Buku II, Jakarta: EGC

29
M. Penyimpangan KDM
Trauma langsung trauma tidak langsung kondisi
psikologis
fraktur

Fraktur terbuka dislokasi Fraktur tertutup

Gang. Neurovaskuler Pembuluh darah robek Spasme otot Keterbatasan kognitif hematoma Diskontuinitas tulang

Kerusakan pada sist.saraf nyeri bengkak Perubahan jaringan sekitar

perdarahan
Salah interpretasi informasi

Pergeseran fragmen tulang


kelumpuhan

Kurang pengetahuan
deformitas
Intoleransi aktifitas
Resiko infeksi hipoksia

Gang. fungsi

nekrosis
Gang.mobilitas fisik

Kerusakan integritas kulit

30

Anda mungkin juga menyukai