Anda di halaman 1dari 19

UPAYA MENGATASI MASALAH BUTA AKSARA DI

INDONESIA

Dosen Pengampu:
1. Arni Widyastuti, SKM. M.Kes

2. Nurul Qomariah SKM, M.Psi

DISUSUN OLEH :

Alia Salmamahri Shalihah

(P21335121004)

JURUSAN D-IV KESEHATAN LINGKUNGAN POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II TAHUN AJARAN
2021/2022
JL. HANG JEBAT III F3 NO.8 RT.4/RW.8 GUNUNG, KEBAYORAN BARU KOTA JAKARTA
SELATAN , DAERAH KHUSUS IBU KOTA JAKARTA 1212
KATA PENGANTAR

Pertama-tama izinkan Saya untuk memanjatkan puji syukur ke hadirat


Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan kesehatan dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan makalah untuk mata kuliah Ilmu Sosial
Budaya Dasar dengan topik Pranata sosial dalam bidang pendidikan.

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah


karena telah memberikan penjelasan materi untuk mempermudah
mengerjakan tugas makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang selalu membantu dalam hal mengumpulkan
data-data yang dimana membantu saya untuk membuat makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian tengah semester mata
kuliah ISBD, serta agar menambah pengetahuan pembaca mengenai
pranata sosial yang ada di masyarakat secara utuh.

Semoga makalah ini dapat digunakan sebaik-baiknya sesuai dengan


fungsinya dalam proses pembelajaran mata kuliah ISBD. Saya menyadari
bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, karena itu Saya
membuka kritik dan saran yang membangun guna membuat makalah ini
menjadi lebih baik lagi.

Depok, 25 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER

KATA PENGANTAR ....................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................2

1.3 Tujuan .............................................................................................................2

1.4 Manfaat ...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................3

2.1 Definisi Pranata Pendidikan............................................................................3

2.2 Ruang Lingkup pendidikan..............................................................................4

2.3 Peranan dan Fungsi Pranata Pendidikan..........................................................7

2.4 Pengertian Buta Aksara....................................................................................8

2.4.1 Usia Penyandang Buta Aksara..................................................................9

2.4.2 Faktor Penyebab Buta Aksara...................................................................9

2.4.3 Masalah Yang Timbul Akibat Buta Aksara.............................................11

2.5 Upaya Untuk Memberantas Buta Aksara........................................................12

BAB III PENUTUP...........................................................................................15

3.1 Kesimpulan......................................................................................................15

3.2 Saran................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masalah buta aksara adalah masalah dunia. Bahkan UNESCO melalui Deklarasi Dakkar
2013 telah mengdeklarasikan bahwa masalah buta aksara adalah masalah dunia. Panyandang
buta aksara terbanyak berada di dunia ketiga atau di negara berkembang. Indonesia termasuk
kategori negara berkembang. Dengan demikian Indonesia harus bertanggung jawab untuk
menuntaskan penduduknya yang masih terpapar buta aksara.

Menjadikan masyarakat agar melek aksara bukan hal mudah. Ada sejumlah faktor yang
ada sebagai penghambat bahkan melekat di hati masyarakat. Faktor psiko-sosial, faktor fisik,
faktor budaya, faktor geografis adalah sejumlah faktor dominan yang berkaitan dengan
masalah pendidikan. Penyandang buta aksara terutama pada usia produktif (25-40 tahun),
akan menjadi beban pemerintah, karena keterbatasannya sehingga bukan merupakan asset
pembangunan yang produktif.

Menjadikan seseorang agar melek aksara merupakan bagian dari kegiatan pendidikan.
Undang-undang pendidikan No 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa satuan pendidikan ada
tiga yakni pendidikan in formal, pendidikan formal dan pendidikan non formal. Ketika
masyarakat tidak atau belum berkesempatan mengikuti pendidikan formal, maka pendidikan
non formal adalah wadahnya. Pendidikan non formal memiliki garapan demikian luas mulai
dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan usia produktif dan usia lanjut.

Pendidikan non formal merupakan jalur bagi mereka yang tidak atau berkesempatan
mengikuti pendidikan formal. Pendidikan non formal sengaja dilakukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan belajar masyarakat, sehingga pendidikan non formal ditujukan untuk
pembentukan skills dan pengetahuan di luar pendidikan formal. Kemampuan yang akan
diraih dalam pendidikan non formal yakni kemampuan berkomunikasi, kemampuan produktif
dan kemampuan memperbaiki diri dalam kehidupan masyarakat.

Para penyandang buta aksara sebagian besar pada usia produktif dan usia lanjut (45- 55
tahun). Berbagi alasan dan penyebab sehingga meraka menyandang buat aksara. Berdasar
penelitian faktor penyebab adalah ekonomi dan sosial budaya. Pendidikan non formal yang
bersifat fleksibel dalam pelaksanaan berpeluang sebagai media untuk pembelajaran
masyarakat terutama penyandang buta aksara. Fleksibelitas pendidikan non formal dalam hal
waktu dan tempat belajar, memungkinkan warga belajar dapat menggunakan waktunya untuk
belajar, di luar tugas pokok kesehariannya. Demikian pula kurikulum dan metode serta aturan
tidak seketat pendidikan formal. Maka dari itu di buatnya makalah ini nantinya akan dibahas
mengenai hal-hal yang dapat menghambat kinerja program keaksaraan fungsional dan cara
mengatasinya serta peran pentingnya mahasiswa dalam memberantas buta aksara.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:

1. Sebutkan fungsi dan peranan pranata pendidikan?


2. Apa itu buta aksara?
3. Umur yang biasa mengalami buta aksara?
4. Apa yang menyebabkan masyarakat buta aksara?
5. Apa masalah yang timbul akibat seseorang mengalami buta aksara?
6. Bagaimana membantu penyandang buta aksara agar memiliki motivasi diri dan
partisipasi untuk mengikuti program buta aksara?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan-tujuan masalah dalam makalah pranata sosial budaya , adalah sebagai
berikut :

1. Mengetahui fungsi dan peranan pranata pendidikan


2. Mengetahui apa itu buta aksara
3. Mengetahui berapa usia penyandang buta aksara
4. Mengetahui penyebab terjadinya buta aksara di masyarakat
5. Mengetahui bahaya dari buta aksara
6. Mengetahui upaya untuk mengurangi buta aksara di Indonesia

1.4 Manfaat

Manfaat yang dapat di petik oleh pembaca adalah:

1. Mampu Membaca dan berkomunikasi walaupun dalam tingkat dasar.


2. Menjadi lebih percaya diri dalam hidup bermasyarakat karena sudah mampu
membaca,menulis, dan berkomunikasi dengan baik.
3. Dapat mengikuti perkembangan informasi sehingga tidak ketinggalan jaman.
4. Dapat membantu menangani masyarakat sekitarnya yang masih menyandang
buta aksara.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pranata Pendidikan

Pranata adalah sistem norma atau aturan-aturan yang mengenai aktivitas masyarakat
khusus yang berupa perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tingkah laku. Kata
pendidikan (education) berasal dari bahasa latin educare yang berarti keluar.
Pendidikan adalah proses yang terjadi karena interaksi berbagai faktor yang
menghasilkan penyadaran diri dan penyadaran lingkungan sehingga menampilkan
rasa percaya diri dan rasa percaya akan lingkungan. Menyimak definisi ini, ada
beberapa hal pokok, di antaranya:

1. Pendidikan adalah proses, bukan kegiatan yang dilakukan oleh subjek tertentu,
seperti pendidik atau peserta didik. Yang dimaksud dengan proses dalam hal
ini adalah tahap perkembangan yang terjadi secara terus-menerus. Dengan
demikian, tidak ada batasan tertentu bagi individu-individu sebagai anggota
masyarakat yang tidak mengalami proses pembelajaran, setidaknya adalah
mempelajari nilai-nilai dan norma-norma serta berbagai mekanisme lainnya.
2. Proses tersebut terjadi karena interaksi berbagai faktor, tidak hanya interaksi
antara orang dewasa dan orang yang belum dewasa, tetapi juga menyangkut
bahan yang dipelajari, seperti faktor lingkungan, alam, kebudayaan,
masyarakat, dan sebagainya.

Jadi pranata pendidikan adalah sistem norma untuk mengatur proses pendidikan
melalui sosialisasi dan interaksi sosial. Pranata pendidikan merupakan pranata yang
berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia akan penerangan dan pendidikan
supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna. Sebagai pranata sosial, pranata
pendidikan berada di dalam masyarakat dan bersifat terbuka. Sebab itu, pranata
pendidikan mengambil masukan (input) dari masyarakat dan memberikan keluarannya
(output) kepada masyarakat. Contoh: para pendidik dan peserta didik dalam suatu
pranata pendidikan masukannya berasal dari penduduk masyarakat itu sendiri. Tujuan
pendidikan dirumuskan berdasarkan masukan dari sistem nilai, harapan dan cita-cita
masyarakat yang bersangkutan. Sebaliknya masyarakat menyediakan atau
memberikan sumber-sumber input bagi pranata pendidikan dan menerima output dari
pranata pendidikan.

3
2.2 Ruang Lingkup Pendidikan

Ruang lingkup pendidikan sangat luas sekali karena didalamnya banyak pihak -
pihak yang ikut terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Pendidikan sebagai
upaya sadar untuk membantu seseorang (peserta didik) dalam mengaktualisasikan diri
sepenuh dan selengkapnya tidak terlepas dari keterbatasan. Keterbatasan tersebut
terdapat pada peserta didik, pendidik, interaksi pendidikan, lingkungan dan sarana
pendidikan yang tersedia. Batasan pendidikan yang ditetapkan oleh para ahli
beranekaragam, dan kandungannya berbeda pula antara yang satu dari yang lainnya.
Perbedaan tersebut mungkin karena orientasinya, konsep dasar yang digunakan, aspek
yang menjadi tekanan, atau karena falsafah yang melandasinya. Adapun pihak - pihak
yang terlibat sekaligus sebagai ruang lingkup pendidikan yaitu sebagai berikut

1. Perbuatan Mendidik.Perbuatan mendidik merupakan seluruh kegiatan, tindakan atau


perbuatan dan sikap yang dilakukan oleh pendidik sewaktu menghadapi atau
mengasuh anak didik. Atau bisa juga diartikan : sikap atau tindakan menuntun,
membimbing, memberikan pertolongan dari seorang pendidik kepada anak didik
menuju kedewasaan.

2. Anak Didik. Anak didik merupakan objek terpenting dalam pendidikan, hal ini
disebabkan perbuatan atau tindakan mendidik itu dilakukan hanyalah untuk membawa
anak didik kepada tujuan pendidikan yang dicita - citakan.

3. Dasar dan Tujuan Pendidikan. Dalam hal ini dasar atau sumber pendidikan yaitu
arah kemana anak didik ini akan dibawa. Secara ringkas tujuan pendidikan yaitu ingin
membentuk anak didik menjadi manusia nasionalis yang bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

4. Pendidik. Pendidik merupakan subjek yang melaksanakan pendidikan. Pendidik


memiliki peran penting untuk keberlangsungnya pendidikan. Baik atau tidaknya
pendidik berpengaruh besar terhadap pendidikan.

5. Materi Pendidikan. Yaitu bahan - bahan atau pengalaman belajar ilmu pembelajaran
yang disusun sedemikian rupa dengan susunan yang lazim tetapi logis untuk
disampaikan kepada anak didik.

6. Metode Pendidikan.Metode pendidikan merupakan cara yang paling tepat dilakukan


oleh pendidik untuk menyampaikan bahan atau materi kepada anak didik.Metode
disini mengemukakan bagaimana mengolah, menyusun dan menyajikan materi
pendidikan agar materi pendidikan tersebut dapat dengan mudah diterima dan dimiliki
oleh peserta didik.

4
7. Evaluasi. Yaitu memuat cara - cara bagaimana mengadakan evaluasi atau penilaian
terhadap hasil belajar pesertadidik. Tujuan pendidikan umumnya tidak dapat dicapai
sekaligus, melainkan melalui proses atau tahap tertentu. Apabila tujuan pada tahap
atau fase ini telah tercapai maka pelaksanaan pendidikan dapat dilanjutkan pada tahap
berikutnya dan berakhir dengan terbentuknya kepribadian yang Pancasilais.

8. Alat- Alat Pendidikan.Yaitu alat yang dapat digunakan selama melaksanakan


pendidikan agar tujuan pendidikan tersebut dapat tercapai.

9. Lingkungan Sekitar. Yaitu keadaan - keadaan yang ikut berpengaruh dalam


pelaksanaan serta hasil pendidikan itu sendiri.

Sistem pendidikan terbagi menjadi tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal. Perbedaan dari ketiga pendidikan tersebut yaitu :

a. Pendidikan formal

Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilakukan melalui jalur pendidikan di


sekolah-sekolah. Jalur ini memiliki jenjang pendidikan yang runtut dan jelas.
Pendidikan formal, dimulai dari pendidikan dasar, berlanjut ke menengah hingga
pendidikan tinggi. Beberapa ciri yang menandakan jika jalur tersebut merupakan jalur
pendidikan formal adalah sebagai yang berikut.

 Adanya kurikulum yang jelas


 Terdapat persyaratan khusus untuk masuk
 sebagai peserta didik materi pembelajaran yang digunakan bersifat akademis
 Pendidikannya memakan proses yang cukup lama
 Untuk menjadi tenaga pengajar, diperlukan klasifikasi tertentu
 Pihak penyelenggara pendidikan berasal dari pemerintah atau swasta
 Terdapat ujian formal
 Diberlakukannya administrasi yang seragam

b. Pendidikan non formal

Pendidikan non formal adalah suatu jalur pendidikan yang dilakukan di luar
pendidikan formal. Pendidikan ini bisa dilakukan secara terstruktur dan berjenjang.
Beberapa pendidikan non formal yang paling banyak dilakukan antara lain adalah
ketika anak berada di usia dini seperti TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran.
Pendidikan non formal yang biasa dilakukan antara adalah yang terdapat di masjid,
pondok pesantren, sekolah minggu, gereja, dan lain sebagainya.

5
Selain itu, terdapat pula jalur pendidikan non formal yang digunakan sebagai
pendidikan tambahan seperti kursus musik, bimbingan belajar, dan lain-lain.
Pendidikan non formal, umumnya dilakukan bagi mereka yang merasa membutuhkan
pendidikan sebagai penambah, pengganti ataupun pelengkap dari pendidikan formal
yang diikuti. Fungsi dari pendidikan non formal sendiri adalah untuk mengembangkan
potensi dari peserta didik dengan cara menekankan penguasaan atas pengetahuan serta
pengembangan dari masing-masing peserta didik.

Pendidikan non formal, meliputi banyak hal seperti pendidikan kepemudaan,


pendidikan keaksaraan, pelatihan kerja, pendidikan anak usia dini, serta kecakapan
hidup. Berikut ciri pendidikan non fomal:

 Tempat diselenggarakannya pendidikan, biasanya di luar gedung


 Terkadang tidak ada persyaratan khusus untuk masuk sebagai peserta didik
 Tidak memiliki jenjang pendidikan yang jelas
 Terdapat program khusus yang akan ditangani
 Terkadang ada ujian Bisa dilakukan oleh swasta ataupun pemerintah
 Pendidikan yang dilakukan berlangsung singkat

c. Pendidikan informal

Jenis pendidikan yang satu ini dilakukan atas kesadaran serta rasa tanggung jawab
dari siswa itu sendiri. Jalur pendidikan yang satu ini dilakukan secara mandiri. Alasan
dilakukannya pendidikan informal antara lain adalah yang berikut ini :

 Pendidikan sebaiknya dimulai dari lahir


 Pendidikan dimulai dari keluarga
 Adanya pendidikan informal yang dilakukan untuk mencapai tujuan dari
pendidikan nasional yang dimulai dari keluarga

Ciri pendidikan infomal :

 Tidak adanya persyaratan yang harus di lengkapi


 Tidak ada ujian
 Tidak ada lembaga yang menyelenggarakan
 Tidak materi yang harus tersaji
 Tidak memiliki jenjang

6
2.3 Peranan dan Fungsi Pranata Pendidikan

Fungsi dan peran pranata pendidikan sebagai berikut:

1. Bertindak sebagai perantara pemindahan warisan kebudayaan.


Melalui proses pendidikan seseorang memiliki sikap, pengetahuan, maupun
keterampilan yang keseluruhannya merupakan wujud abstrak dari kebudayaan.
Keseluruhan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimiliki seseorang itu
tentu diperoleh dari lingkungan sosialnya, baik dari keluarga, sekolah, maupun
masyarakat. Dalam proses selanjutnya agar kehidupan sosial dapat bertahan dan
berlanjut, maka kebudayaan itu diwariskan kepada generasi berikutnya melalui
proses pendidikan.

2. Memberikan persiapan bagi peranan pekerjaan.


Setiap manusia mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang harus
dijalankan sebagai anggota masyarakat. Seseorang tidak akan secara langsung
menjalankan peranannya begitu saja kecuali jika peranan itu telah terjadi setelah
ia mengetahui, mengenal, dan menghayati peran yang dimainkannya. Pengenalan
akan peranan-peranan tentu ditempuh melalui proses pendidikan baik pendidikan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat.

3. Mempersiapkan peranan sosial yang dikehendaki oleh individu.


Setiap warga masyarakat dituntut agar dapat menjalankan peranan sosial yang
dikehendaki lingkungan keluarga, kerabat, maupun masyarakat secara luas.
Peranan yang dikehendaki oleh masyarakat adalah peranan yang didasarkan pada
nilai dan norma maupun harapan tertentu. Agar seseorang dapat melaksanakan
peranan yang dikehendaki tersebut ia harus mengalami proses pendidikan sesuai
dengan nilai dan norma yang berlaku.

4. Memberi landasan penilaian dan pemahaman status relatif.


Untuk melakukan interaksi sosial setiap orang harus dapat menempatkan
posisinya di antara kedudukan dari tiap-tiap anggota masyarakat lain. Dalam
pergaulan sosial supaya setiap orang dapat menempati posisinya ia harus memiliki
landasan penilaian dan pemahaman tentang status atau kedudukan anggota
masyarakat yang ada.

7
5. Memperkuat diri dan mengembangkan hubungan sosial.
Proses pendidikan dapat memperkuat penyesuaian diri seseorang dengan
lingkungan sosialnya. Artinya ia akan mudah memahami keadaan lingkungannya
dan menyesuaikan diri ini disebabkan oleh keinginan anggota masyarakat untuk
saling mempengaruhi. Seseorang yang memiliki cara berpikir luas akan lebih
menyadari bahwa setiap kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi melalui hubungan
sosial dan penyesuaian diri terhadap lingkungan. Demikian pula kebutuhan hidup
lainnya akan mudah terpenuhi.

6. Meningkatkan kemajuan melalui keikutsertaan dalam riset-riset ilmiah.


Riset-riset atau penelitian ilmiah sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Riset-riset ini merupakan upaya pencarian ilmu pengetahuan dan penerapan
teknologi serta merangsang perkembangannya. Suatu masyarakat yang
berkembang dan modern harus terus-menerus melakukan penelitian ilmiah.
Semua metode riset ilmiah diajarkan dan dikembangkan dalam dunia pendidikan.

2.4 Pengertian Buta Aksara

Buta Aksara atau Buta huruf adalah ketidak mampuan membaca dan menulis baik
bahasa Indonesia maupun bahasa lainnya. Buta aksara juga dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan untuk menggunakan Bahasa dan menggunakannya untuk mengerti
sebuah bacaan, mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk lisan, dan
berbicara.

Dalam perkembangan saat ini kata buta aksara diartikan sebagai ketidakmampuan
untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan
orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam
masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat menjadi masyarakat tersebut.

Masalah buta aksara merupakan masalah yang sudah terjadi sejak ratusan tahun yang
lalu. Kebutaaksaraan sangat terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan
serta ketidakberdayaan suatu masyarakat. Ini sangat berkaitan dengan sejarah suatu
bangsa. Umumnya negara-negara miskin dan korban jajahan oleh negara-negara lain
memiliki penduduk dengan tingkat buta aksara yang tinggi. Namun buta aksara tidak
hanya ada di negara-negara berkembang dan berpenduduk besar. Di negara-negara
yang saat ini tergolong maju pun, masyarakatnya banyak yang tergolong buta
aksara.Di Indonesia, misalnya, buta aksara masih didefinisikan secara tradisional
sebagai ketidakmampuan seseorang untuk membaca, menulis dan menghitung dalam
bahasa Indonesia.

8
Keberadaan penduduk penyandang buta aksara terkadang menjadi beban bagi pejabat
di daerah seperti kepala desa dan camat, kemungkinan karena malu kalau wilayahnya
di ketahui, banyak penyandang buta aksara. Masih banyak pejabat yang enggan
memberikan ijin dan akses pendataan sehigga data penduduk buta aksara dinyatakan
nihil.

2.4.1 Usia Penyandang Buta Aksara.

Presentase buta aksara untuk orang disabilitas dengan non disabilitas masih
berbanding jauh. Pada usia 15 tahun ke atas, jumlah buta aksara untuk orang
disabilitas ada sekitar (21 persen), dan (3,52 persen) untuk non disabilitas.

Untuk usia 15-24 tahun, jumlah disabilitas yang buta aksara (4,87 persen), sementara
non disabilitas ada (0,19 persen). Lalu usia 15-59 tahun, masyarakat yang disabilitas
ada (8,5 persen) dan yang non disabilitas (1,68 persen). Untuk usia 60 tahun ke atas,
(30 persen) penyandang disabilitas adalah buta aksara dan yang non disabilitas (17,63
persen).

Berdasarkan Statistik Kesejahteraan Nasional Badan Pusat Statistik 2019, angka


melek aksara usia 15-59 tahun adalah sebesar (98,22 persen). Sejumlah upaya yang
dilakukan dalam mengentaskan buta aksara adalah pemutakhiran data buta aksara,
strategi penuntasan, jejaring kemitraan dalam keaksaraan, dan inovasi pendidikan
keaksaraan.

2.4.2 Faktor Penyebab Buta Aksara

Faktor-faktor yang menyebabkan buta huruf (buta aksara) yaitu sebagai berikut:

a. Kemiskinan penduduk
merupakan ketidak mampuan seseorang memenuhi kebutuhan sehari-harinya
termasuk pendidikan dan faktor ekonomi keluarga sehingga mereka tidak mampu
sekolah dan banyak masyarakat yang buta huruf.

b. Putus sekolah dasar (SD).


Sekolah dasar (disingkat SD) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal
di indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1
sampai kelas 6. Apabila seseorang putus sekolah dasar dapat dinyatakan bahwa ia
tidak mendapat Pendidikan dasar yang nantinya akan mempersulit untuk
kemampuan membaca,berhitung, maupun berkomunikasi.

9
c. Drop out program PLS.
Drop Out sendiri memiliki arti keluar, sedangkan PLS adalah pendidikan luar
sekolah (PLS) dimana diharapkan para pendidik mampu menciptakan kemajuan
bangsa dengan mencerdaskan masyarakat yang terbatas ilmunya. Pendidikan di
luar sekolah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi masyarakat, terutama
bagi mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan
di jalur pendidikan sekolah (pendidikan formal), keberadaan pendidikan di luar
sekolah juga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak didapatkan
dalam pendidikan formal. Oleh karena itu dengan adanya Droup out program PLS
dimana masyarakat yang seharusnya dapat mengikuti Pendidikan diluar sekolah
ini memilih untuk keluar sehingga menyebabkan terjadinya buta huruf.

d. Kondisi sosial masyarakat


Kondisi Sosial masyarakat juga sangat penting dimana berdampingan dengan kita
semua, misal seorang anak mendapatkan Bullying yang menyebabkan ia trauma
untuk masuk sekolah atau belajar. contoh lainnya yaitu seperti Kesehatan dan gizi
masyarakat, Demografis dan geografis, Aspek sosiologis, dan Issue gender.

e. Penyebab struktural
Penyebab struktural ini dikarenakan Indonesia dulu tidak memiliki program
pengentasan buta huruf dengan baik. Dan penyebab kultural dimana banyak orang
menganggap baca tulis tidak penting, yang penting bisa hidup, bisa jualan.
Padahal ada rumus, buta aksara tinggi, kemiskinan juga tinggi. Buta aksara
rendah, kesejahteraan berada di atas karena adanya kemampuan mencari
informasi.Contoh penyebab struktural antara lain Skala makro, skala mikro, dan
aspek kebijakan.

f. Jauh dengan layanan Pendidikan


Layanan Pendidikan yang jauh juga menjadi faktor seseorang menjadi buta
aksara, contohnya saja di daerah pedalaman atau daerah terpencil sangat jauh ke
sekolah dasar sekalipun, apalagi ke sekolah lanjutan. Mereka yang daerah
terpencil harus berangkat pagi-pagi sekali atau jam lima pagi karena jarak
rumahnya dengan sekolah sangat jauh.

10
2.4.3 Masalah Yang Timbul Akibat Buta Aksara

1. Resiko Demensia pada usia lanjut

Orang yang tidak pernah belajar membaca dan menulis alias buta huruf
mungkin berisiko lebih tinggi untuk mengalami demensia. Hal ini
dibuktikan dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada 983 orang dewasa
berusia 65 tahun ke atas.Para peserta pun secara berkala mengikuti tes
memori, bahasa dan penalaran dalam kurun waktu tiga setengah tahun.
Hasilnya, orang dewasa yang buta huruf 2,65 kali lebih mungkin mengalami
demensia pada awal penelitian daripada mereka yang melek huruf. Kondisi
ini diketahui mungkin dapat berkembang menjadi dua kali lipatnya pada
akhir penelitian. Artinya, seiring berjalannya waktu seseorang yang buta
huruf memiliki kemungkinan lebih besar dalam mengembangkan demensia.
Namun, orang yang buta huruf tidak menunjukkan tingkat penurunan
keterampilan daripada mereka yang bisa membaca dan menulis.
2. Penurunan Dalam Bidang Ekonomi
Masalah keaksaraan yang terjadi saat ini mengakibatkan banyak bidang
ekonomi yang terganggu akibat sumber daya manusianya tidak bisa baca
tulis maupun berhitung dengan baik, masalah wawasan juga penyebab
banyak perusahaan yg tidak menerima penyandang buta aksara/huruf untuk
bekerja.
3. Penurunan Dalam Bidang Sosial
Penurunan dapat dilihat dari partisipasi pasif warga dalam kegiatan
organisasi di masyarakat. Warga merasa tidak percaya diri karena
ketidakmampuanya untuk membaca, warga juga kurang bersosialisasi
karena keterbatasan berkomunikasi yang baik.
4. Menjadi Masyarakat Tertinggal
Dengan buta huruf masyarakat menjadi gaptek atau tidak mengerti teknologi
dan perkembangan zaman dimana masyarakat penyandang tersebut tidak
mengetahui apa saja yang sedang di bicarakan dan informasi terkini baik itu
informasi dari dalam maupun luar negara, masyarakat jadi tertinggal dan
berdampak negatif untuk dirinya atau orang lain.

11
2.5 Upaya Untuk Memberantas Buta Aksara

Menurut Saya pada kasus ini di butuhkan Kerjasama antara Tutor (pengajar) dan
Masyarakat dimana harus adanya Pendidikan di luar sekolah dalam praktek
penuntasan buta aksara ini yang akan mengacu pada metode pembelajaran andragogi
atau pembelajaran untuk orang dewasa.
Namun pastinya ada saja hambatan dalam proses pembelajaran dimana masih
sering terjadi penundaan jadwal belajar, hal itu disebabkan karena banyak warga
belajar yang memiliki motivasi belajar yang sangat rendah sehingga tidak menepati
jadwal pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Banyak warga belajar yang tidak mau datang kalau tidak dijemput oleh tutornya
sendiri, ada yang malu untuk ikut kegiatan belajar, ada yang dengan alasan banyak
pekerjaan maka mereka mengurungkan niatnya untuk belajar, atau bahkan ada yang
memang malas untuk ikut belajar. Hambatan yang paling dirasakan yaitu ketidak
mampuan warga belajar dalam mengikuti proses pembelajaran, sehingga secara
kualitas masih ada yang belum optimal dalam menguasai materi pembelajaran.

Melihat permasalahan di atas, kita biasanya akan mencari kambing hitam, siapa
yang akan dipersalahkan atas permasalahan ini, apakah pemerintah atau siapa. Kalau
kita sibuk mencari siapa yang salah maka tidak akan ada habisnya. Untuk itu
diperlukan solusi-solusi yang bisa diaplikasikan dan dilaksanakan, berikut solusi yang
bisa dilakukan.

1. Menekankan Strategi Sosiokultural

Strategi ini menerapkan kondisi warga belajar dengan sejumlah latar belakang.
Contonya Latar belakang etnis, pekerjaan atau mata pencaharian, agama, dan
geografis menjadi titik pijak dalam pelaksanaan pembelajaran kepada masyarakat.
Pembelajaran kepada penyandang tributa dikemas sedemikian rupa agar warga
belajar merasa senang, tidak dipaksa.

Salah satu situasi dan kondisi warga belajar adalah waktu luang dan keikhlasan
dalam belajar. Termasuk di dalamnya adalah kepercayaan dan kepuasan terhadap
siapa yang mengajari (tutor). Memperhatikan kesempatan atau waktu dalam
keseharian penyandang buta aksara yang sebagian besar habis digunakan untuk
beraktivitas dimata pencaharian pokok. Dari hal ini waktu dan tenaga tersedot,
sehingga ketika ada sisa waktu biasanya malam hari akan digunakan untuk
beristirahat.

12
2. Strategi Metastasis (Berbasis Keluarga)

Keengganan untuk ikut belajar muncul ketika ada paksaan disertai ancaman dari
pihak luar. Hal itu ditambah dengan jarak antara tempat tinggal dengan tempat
belajar relatif tidak dekat. Pakaian atau busana ketika untuk berada di tempat
belajar pun harus tidak asal-asalan yang akan menambah beban. Maka itu disini
Saya akan menyuguhkan strategi alternatif dalam pemberantasan tributa yang
dinamakan strategi berbasis keluarga.

Untuk dapat menuntaskan buta aksara menggunakan potensi keluarga dibutuhkan


beberapa hal. Kebutuhan yang harus ada antara lain:

1. Data yang akurat, berisi kuantitas dan kualitas keluarga


2. Pelatihan tutor ahli
3. Pelatihan tutor pelaksana
4. Bahan dan metode pembelajaran
5. Monitoring dan evaluasi
6. Ketersediaan dana

Strategi ini harus diawali dengan adanya data yang akurat tentang masyarakat
yang masih tertapar buta aksara. Selain itu data tentang berapa orang didalam
keluarga tersebut yang telah melek aksara atau mampu calistung merekalah kelak
yang akan dijadikan tutor dalam kelompok keluarganya.sebagai gambaran jika
dalam satu kelompok keluarga terdiri tiga dengan satu orang anggota keluarga
mampu calistung.

Tutor keluarga tersebut akan dilatih,Semakain banyak tutor dan semakin banyak
pula anggota kelompok keluarga akan semakin banyak dan cepat pula penyandang
buta aksara dituntaskan. Semakin lengkap data semakin memudahkan dalam
penngambilan langkah berikutnya. Pengambilan data tidak dilakukan secara acak
atau random. Akan dilakukan survei atau pendataan misalnya secara langsung
berdasar nama dan alamat lebih menjamin akurasinya. Akan tetapi untuk
mendapat data dengan teknik itu memerlukan tenaga, waktu dan biaya salah satu
upaya untuk meringankan beban dengan melibatkan sejumlah masyrakat
akademik, majlis taklim, ormas yang legal.

3. Proses Pembelajaran Harus Fun

Bahan dan metode pembelajaranpun harus berbasis keluarga dan kearifan lokal.
Contoh Huruf atau kata dan suku kata disesuaikan dengan kebutuhan dan
lingkungan. Sebagai contoh mengajarkan kata ayam, padi, pisang akan lebih cepat
dipahami dari pada diajarkan kata-kata ini budi, itu sepatu. Hal tersebut mengacu
pada metode belajar asosiasi, di mana ingatan atau memori akan cepat muncul
jika dihadapkan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya.

13
Bahan pembelajaran pun diupayakan sekonkrit mungkin sesuai dengan
lingkungan warga belajar. Menjukkan obyek asli lebih mudah dipahami dibanding
dengan menggunakan media gambar atau foto. Keinginan atau permintaan warga
belajar tentang apa yang akan dipelajari memberi Kepercayaan warga belajar akan
memunculkan motivasi diri, bukan karena dipaksa. Pembelajaran menjadi
menyenangkan dan fun.

4. Memberikan Reward (Hadiah)

Sama halnya ketika kita mendapat juara di kelas atau perlombaan pasti merasa
senang ketika mendapat hadiah berupa piala atau apapun itu, maka kita harus
menerapkannya juga pada penyandang buta aksara yg berprestasi sebagai bentuk
penghargaan atas usahanya mau belajar, tak lupa dengan memberikan sertifikat
seperti SUKMA (surat keterangan mampu) calistung. Dimana itu akan
memotivasi penyandang lainnya untuk terus berusaha belajar.

5. Sosialisasi Dengan Masyarakat

Sebelum melakukan kegiatan pengajaran atau pelatihan di harapkan para Tutor


menjalin hubungan yang baik dengan penyandang atau masyarakat dengan
membiasakan berdiskusi dengan masyarakat sekitar yang akan menumbuhkan
rasa kepedulian atau dalam bahasa yang lebih keren yaitu sense of caring. Dengan
adanya rasa kepedulian maka kita akan dapat merasakan bagaimana yang terjadi
di tengah-tengah masyarakat, dan akan membuat kita semakin jelas dalam
menentukan permasalahan apa yang saat ini harus diselesaikan.

14
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pranata pendidikan adalah salah satu pranata sosial dalam rangka proses sosialisasi
untuk mengantarkan individu ke dalam kehidupan bermasyarakat dan berbudaya, serta
untuk menjaga kelangsungan eksistensi masyarakat dan kebudayaannya.

Jika pranata pendidikan tidak berfungsi dengan baik di masyarakat, maka generasi
berikutnya akan tertinggal pengetahuan. Masyarakat tidak bisa mencari nafkah dengan
baik karena kurangnya pengetahuan atau keterampilan. Bila pranata pendidikan
berperan dengan baik, pranata dapat menghasilkan sumber daya manusia yang
berkualitas.

Buta aksara adalah ketidakmampuan seseorang untuk membaca dan menulis.


Indonesia masih mempunyai banyak masyarakat yang masih buta huruf. Angka buta
aksara di Indonesia masih tergolong tinggi mengingat banyaknya angka putus sekolah
serta masyarakat yang belum mampu untuk membiayai sekolah. Ada beberapa cara
untuk memberantas buta aksara dengan cara melalui program sekolah gratis,
bekerjasama dengan dinas Pendidikan maupun ormas lain untuk memberikan
Pendidikan khusus kepada penyandang buta aksara.

Ada beberapa kendala untuk memberantas buta aksara dari biaya anggaran dan minat
para penyandang yang Sebagian besar masih menganggap Pendidikan tidak begitu
penting padahal dengan menurunnya penyandang buta aksara maka ekonomi akan
semakin meningkat.

3.2 Saran

Seharusnya pemerintah harus bekerjasama dengan pihak lain agar angka buta aksara
di Indonesia dapat berkurang. Harus ditambahnya tenaga pengajar dan diberikan
pelatihan-pelatihan lagi, semua pihak juga harus berpartisipasi apalagi pihak
Akademisi harus berperan aktif untuk memberantas masalah buta aksara ini, misalnya
mahasiswa harus mengajar satu orang yg buta aksara.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.websitependidikan.com/2016/07/pengertian-pendidikan-formal-
non-formal-informal-dan-ciri-ciri-serta-contohnya.html

https://news.detik.com/berita/d-5160029/kemdikbud-angka-buta-aksara-
nasional-178-papua-masih-219

https://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_dasar

http://hamiddarmadi.blogspot.com/2018/07/pendidikan-fungsi-ruang-lingkup-
dan.html

http://rumahbelajar.id/Media/Dokumen/5cdd6510b646044330d686c8/ba81f826
39739ba2c82bc83716a92a28.pdf

Anda mungkin juga menyukai