Anda di halaman 1dari 5

NFECE 2 (2) (2013)

Journal of Non Formal Education and


Community Empowerment
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jnfc

PERAN PEKERJA SOSIAL DALAM PENINGKATAN KUALITAS HIDUP


PENGEMIS DI BALAI REHABILITASI SOSIAL
MARDI UTOMO SEMARANG

Feni Yuwan Sufiyana 

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang merupakan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial Provinsi
Diterima Januari 2013 Jawa Tengah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional Dinas Sosial di
Disetujui Februari 2013 bidang pelayanan dan rehabilitasi sosial. Tujuan penelitian yaitu mendeskripsikan peran pekerja sosial dalam
peningkatan kualitas hidup pengemis di Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang serta faktor
Dipublikasikan Oktober
pendukung dan penghambat pelaksanaan rehabilitasi sosial. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
2013
kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian berjumlah 4
________________ orang Pekerja Sosial dan 5 orang informan pendukung yaitu 1 orang kepala bagian dan 4 orang klien balai. Hasil
Keywords: penelitian menunjukkan Peran pekerja sosial dalam peningkatan kualitas hidup pengemis yaitu sebagai
Role of Social Workers; motivator memberikan motivasi dan dukungan kepada pengemis guna membangun proses psikologis atau
Quality of Life Beggars; interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan kebutuhan yang terjadi pada klien; asesor yaitu melaksanakan
Social Rehabilitation asesmen problematika dan kebutuhan pelayanan; perencanaan adalah perumusan dan penetapan tujuan dan
kebutuhan target yang dicapai; evaluator yaitu menilai agar mengetahui sejauhmana keberhasilan dari suatu
____________________
kegiatan; informan, supervisor dan negosiator. Kegiatan rehabilitasi meliputi bimbingan fisik, bimbingan mental,
bimbingan sosial, dan bimbingan keterampilan. Faktor pendukung pelaksanaan rehabilitasi yaitu adanya
kerjasama dengan instansi terkait dan Dinas Sosial Provinsi Jateng, sedangkan faktor penghambatnya yaitu
kurangnya kedisiplinan narasumber dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan.

Abstract
___________________________________________________________________
The village is a manifestation of Vocational Life Skills Education program ( CCT ) in the rural sphere
developed by the Directorate of Development and Institutional Classes , Directorate General of Non-Formal
and Informal Education Events Calendar . Intended to develop human resources and the environment based on
cultural values and the use of local potential . Through the village vocational communities can learn and
practice the skills to work or create jobs appropriate resources in the region so that people's lives is increasing.
The purpose of research to know how the village model of community empowerment through vocational and
results of community empowerment through vocational village Keboledan Wanasari Brebes district . This
research uses descriptive qualitative method . Total of 11 study subjects consisted of 1 people managers vocation
village , 5 tutor or teacher , and 5 villagers learn .

© 2013 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6331
Gedung A2 Lantai 2 FIP Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail:jurnal@unnes.ac.id

51
Feni Yuwan Sufiyana / NFECE 2 (2) (2013)

PENDAHULUAN

Indonesia adalah sebuah negara yang penuh Rehsos yaitu gelandangan, pengemis, orang terlantar, dan
paradox. Negara ini subur dan kekayaan alamnya balita/anak gelandangan, pengemis, dan orang terlantar.
melimpah, namun sebagian cukup besar rakyat tergolong Kapasitas klien atau penerima manfaat di Balai Rehsos
miskin. Pada puncak krisis ekonomi tahun 1998-1999 Mardi Utomo sekitar 100 orang. Rehabilitasi yang
penduduk miskin Indonesia mencapai sekitar 24% dari dilaksanakan di Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo
jumlah penduduk atau hampir 40 juta orang. Tahun 2002 dilaksanakan oleh para pekerja sosial yang bertugas disana.
angka tersebut turun menjadi 18%. Tidak ada yang dapat Penanganan yang dilakukan oleh pekerja sosial di balai
menjamin bahwa grafik jumlah penduduk miskin akan terus rehabilitasi bermacam-macam. Dilihat dari definisi
turun. Situasi terbaik terjadi antara tahun 1987-1996 ketika rehabilitasi itu sendiri yaitu segala tindakan fisik,
angka rata-rata kemiskinan berada di bawah 20%, dan yang penyesuaian psikososial, dan latihan vokasional
paling baik adalah pada tahun 1996 ketika angka (keterampilan) sebagai usaha untuk melaksanakan fungsi
kemiskinan hanya mencapai 11,3%. Ketika angka sosial dan meningkatkan kemampuan penyesuaian secara
kemiskinan menunjukkan tingkat terendah, justru tak lama fisik, mental, sosial, dan vokasional untuk suatu kehidupan
setelah itu terjadi krisis konomi yang dahsyat, yang ternyata yang optimal. Penyelenggaraan program pelayanan
tak segera diatasi. Dampak dari krisis tersebut masih terasa kesejahteraan sosial di Balai Rehabilitasi Mardi Utomo
dan terlihat sampai sekarang. Dapat dilihat jumlah Semarang meliputi, Rehabilitasi Sosial, Jaminan sosial,
pengemis melonjak tajam sejak tahun 1999. Para pengemis Pemberdayaan Sosial, dan Perlindungan Sosial.
beroperasi dalam berbagai cara. Banyak yang menjadi
pengamen dadakan, penodong di bus dan persimpangan METODE PENELITIAN
jalan raya. Keberhasilan percepatan pembangunan di
wilayah perkotaan dan sebaliknya keterlambatan Penelitian ini menggunakan pendekatan
pembangunan di wilayah pedesaan mengundang arus deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian di Balai Rehabilitasi
migrasi desa kota yang antara lain memunculkan pengemis Sosial Mardi Utomo Semarang. Data dikumpulkan melalui
karena sulitnya pemukiman dan pekerjaan di wilayah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subjek penelitian
perkotaan dan pedesaan. Dalam kenyataannya para berjumlah 4 orang pekerja sosial dan 5 orang informan
pengemis Indonesia, termasuk di dalamnya para pengemis pendukung yaitu 1 orang kepala bagian dan 4 orang klien
yang melakukan kegiatannya dengan kekerasan, telah ikut balai. Keabsahan Data dalam penelitian ini meliputi:
menciptakan rasa tidak aman di dalam masyarakat. Triangulasi metode dan Triangulasi sumber. Teknik
Praktek mengemis merupakan masalah sosial, penganalisisan data yang digunakan dalam penelitian ini
mereka dianggap telah menyimpang dari nilai dan norma- adalah teknik interaktif dengan langkah-langkah:
norma yang berlaku. Mereka adalah orang sehat dengan pengumpulan data; reduksi data; display data dan
kondisi tubuh yang tidak kurang apapun. Munculnya penarikan kesimpulan.
asumsi bahwa lahirnya budaya mengemis disebabkan oleh
faktor ekonomi merupakan sesuatu yang tidak dapat HASIL DAN PEMBAHASAN
dielakkan. Deskripsi tersebut menggambarkan betapa
masalah pengemis menjadi masalah sosial yang kompleks, Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang
lebih dari sebuah realitas yang selama ini dipahami melaksanakan serangkaian proses pelayanan dan
masyarakat luas. Oleh sebab itu, dalam menangani masalah rehabilitasi sosial terhadap pengemis, gelandangan, dan
pengemis diperlukan adanya kesadaran, pemahaman yang orang terlantar (PGOT). Proses pelayanan dan rehabilitasi
komprehensif, baik dalam tataran konseptual, penyusunan sosial yaitu a) tahap pelayanan awal meliputi pendekatan
kebijakan sampai kepada implementasi kebijakan. awal, penerimaan, assesmen, bimbingan. b) tahap
Berkembangnya pengemis maka diduga akan memberi pelayanan penyantunan (pengasramaan) meliputi
peluang munculnya gangguan keamanan dan ketertiban, pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, perawatan
yang pada akhirnya akan mengganggu stabilitas sehingga kesehatan, dan pengasuhan. c) tahap pelayanan dan
pembangunan akan terganggu, serta cita-cita nasional tidak rehabilitasi sosial meliputi bimbingan fisik, bimbingan
akan terwujudkan. Jelaslah diperlukan usaha-usaha mental, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan kerja,
penanggulangan pengemis. bimbingan resosialisasi, dan pemberian paket stimulan. d)
Di Kota Semarang terdapat Balai Rehabilitasi penyaluran (kembali ke masyarakat). e) terminasi, dan f)
Mardi Utomo membina dan merehabilitasi pengemis agar bimbingan lanjut.
menjadikan mereka mandiri dan tidak selalu bergantung Rehabilitasi merupakan proses restorasi
pada orang lain. Balai rehabilitasi Mardi Utomo Semarang (perbaikan) terhadap orang-orang yang mengalami
merupakan Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial handikap (rintangan) agar potensi yang ada dapat
Provinsi Jawa Tengah yang mempunyai tugas pokok dikembangkan menjadi berfungsi penuh secara fisik,
melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional mental, sosial, dan vokasional secara ekonomis. Dari
dan/atau kegiatan teknis penunjang Dinas Sosial di bidang pengertian di atas upaya rehabilitasi tidak diarahkan pada
pelayanan dan rehablitasi sosial dengan menggunakan satu jenis hambatan saja akan tetapi untuk berfungsi jenis
pendekatan multilayanan. Sasaran pelayanan dari balai hambatan baik fisik, mental, sosial dan keterampilan.

52
Feni Yuwan Sufiyana / NFECE 2 (2) (2013)

Berdasarkan wawancara yang dilaksanakan oleh peneliti, Berdasarkan hasil penelitian tujuan dari pelaksanaan
pekerja sosial mengatakan tujuan dari rehabilitasi sosial bimbingan sosial yaitu memulihkan dan mengembangkan
adalah tercapainya kapasitas seseorang baik secara fisik tingkah laku positif klien sehingga mau dan mampu
maupun mentalnya. Lebih jauh dari itu disamping melakukan fungsi dan peranan sosialnya secara wajar dan
mengembalikan kapasitas fisik dan mental seseorang adalah dapat menjalin relasi dengan anggota keluarga dan
mencapai kemandirian, mampu merawat diri sendiri serta masyarakat. Kegiatan bimbingan sosial meliputi bimbingan
mengembangkan potensi kerjanya. Pelayanan-pelayanan sosial perorangan melalui konseling, bimbingan sosial
rehabilitasi lebih ditunjukkan pada perbaikan akan potensi- kelompok, dan bimbingan sosial masyarakat. Tidak berbeda
potensi yang dimiliki seseorang. Pencapaian tujuan dengan bimbingan sebelumnya, pada pelaksanaan
rehabilitasi sosial lebih mengarah pada pengembangan bimbingan sosial pekerja sosial berperan sebagai: (1) Pekerja
upaya pemberdayaan. sosial melakukan assesmen kepada klien agar tahu keadaan
Peran Pekerja Sosial dan kebutuhan klien. (2) Sebagai perencana yaitu pekerja
Menurut Undang-Undang tentang Kesejahteraan Sosial sosial merencanakan dan menetapkan tujuan untuk
tahun 2008 (pasal 1 ayat 4) pekerja sosial adalah seseorang pelaksanaan bimbingan. (3) Selanjutnya, pekerja sosial juga
yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta harus selalu memberikan dukungann dan membangun
yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan proses psikologis dari diri klien agar klien merasa
kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui termotivasi dan dapat berfikir maju. (4) Pekerja sosial juga
pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik berupaya memberikan perlindungan kepada klien untuk
pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan memperoleh hak-haknya, sesuai dengan standar pelayanan
dan penanganan masalah sosial. Pekerja sosial atau undang-undang yang berlaku dalam rangka
melaksanakan beberapa tugas dan berperan sangat penting optimalisasi pelayanan dan rehabilitasi terhadap klien. (5)
dalam melaksanakan rangkaian proses rehabilitasi yang Peran selanjutnya yaitu sebagai manager kasus yang
meliputi bimbingan fisik, bimbingan mental, bimbingan melaksanakan dan mengupayakan pencatatan dan
sosial, dan bimbingan keterampilan. pelaporan.
 Bimbingan Fisik  Bimbingan Keterampilan
Menurut pendapat yang disampaikan informan bahwa Tujuan bimbingan keterampilan adalah menciptakan
bimbingan fisik bertujuan untuk tercapainya kondisi fisik kondisi warga binaan balai rehabilitasi sosial memiliki
penerima manfaat yang optimal (segar, bugar, sehat). keterampilan kerja praktis untuk hidup bermata
Kegiatan bimbingan fisik yaitu pemeriksaan medis, pencaharian/ penghasilan secara normatif. Wujud kegiatan
bimbingan olah raga, dan pelayanan menu. Peran pekerja dari bimbingan keterampilan di Balai Rehabilitasi Sosial
sosial di Balai Rehabilitasi Mardi Utomo Semarang dalam Mardi Utomo yaitu bimbingan keterampilan pertukangan
bimbingan fisik yaitu melaksanakan assesmen problematika kayu, keterampilan pembuatan paving blok, perbengkelan,
dan kebutuhan pelayanan termasuk penentuan sistem keterampilan las, menjahit, pertanian/ perkebunan/
sumber pelayanan kesejahteraan sosial. Peran yang kedua peternakan, home industri, dan keterampilan
yaitu pekerja sosial merumuskan dan menetapkan tujuan, kewirausahaan/ warung sosial. Pada kegiatan bimbingan
kebutuhan dan target yang akan dicapai agar kegiatan dapat keterampilan kerja, pekerja sosial memiliki peran sebagai
berjalan secara efektif dan efisien. Pekerja sosial juga berikut: (1) Asesor, karena pekerja sosial melakukan asesor
berperan sebagai penilai/ evaluator untuk mengetahui problematika dan kebutuhan pelayanan agar mengetahui
sejauhmana keberhasilan dari suatu kegiatan yang kebutuhan dan potensi klien. (2) Pekerja sosial merumuskan
dilaksanakan, dari tepat waktu, tepat sasaran, dan tepat dan menetapkan tujuan, keutuhan dan target yang akan
pelaksanaannya semua ini sebagai bahan untuk dicapai. (3) Dalam berbagai kegiatan, pekerja sosial selalu
membangun strategi peningkatan kinerja selanjutnya. memberikan motivasi bagi klien agar mereka
 Bimbingan Mental memilkinkesadaran untuk melaksanakan kegiatan
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden rehabilitasi. (4) setelah kegiatan pada bimbingan
pelaksanaan bimbingan mental bertujuan untuk keterampilan selesai maka pekerja sosial melakukan peran
meningkatkan kemampuan melaksanakan ibadah agama sebagai penilai untuk mengetahui sejauhmana keberhasilan
dan meningkatkan ketahanan sosial klien terhadap dari suatu kegiatan yang dilaksanakan, dari tepat waktu,
pengaruh buruk lingkungan sosialnya serta meningkatkan tepat sasaran dan tepat pelaksanaannya. (5) Selanjutnya,
toleransi beragama. Pelaksanaan kegiatannya meliputi dalam bimbingan keterampilan pekerja sosial juga berperan
bimbingan beribadah, bimbingan toleransi beragama, sebagai penghubung atau mediasi antara lembaga profesi
ceramah kerohanian, dan peringatan hari besar agama. yang terkait dengan orang tua, keluarga dan masyarakat. (6)
Seperti bimbingan fisik, pada pelaksanaan bimbingan Pekerja sosial mempuyai peran pemberi informasi tentang
mental pekerja sosial juga memiliki beberapa peran selain kondisi, proses dan hasil pelayanan yang telah dilakukan
melakukan asesmen dan menetapkan tujuan yaitu pekerja oleh pekerja sosial atau memberi informasi pelayanan yang
sosial berupaya untuk selalu memberikan dukungan dan terkait dengan bidang profesinya. (7) Pekerja sosial juga
membangun proses psikologis/ interaksi antara sikap, melakukan kesepakatan dengan pendekatan kedua belah
kebutuhan, persepsi dan kebutuhan yang terjadi pada diri pihak dan saling menguntungkan yang berkaitan dengan
klien. pekerjaan sosial dalam kepentingan klien. Berdasarkan
 Bimbingan Sosial keterangan informan ada tujuh peran pekerja sosial seperti
yang dijelaskan diatas, maka tujuan bimbingan

53
Feni Yuwan Sufiyana / NFECE 2 (2) (2013)

keterampilan yaitu menciptakan kondisi klien binaan balai mengadakan perbaikan lagi sampai akhirnya menguasai
rehabilitasi sosial memiliki keterampilan untuk bermata materi.
pencaharian/ berpenghasilan normatif dapat tercapai
dengan baik. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh faktor
pendukung dan penghambat Dalam pelaksanaan proses Simpulan
rehabilitasi di Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Peran pekerja sosial di Balai Rehabilitasi Sosial
semarang, antara lain: Mardi Utomo Semarang yang dilaksanakan oleh pekerja
 Faktor pendukung proses rehabilitasi sosial untuk sosial melalui pemberian bimbingan yang terdiri atas
meningkatkan kualitas hidup pengemis bimbingan fisik, bimbingan mental, bimbingan sosial, dan
faktor pendukung di dalam proses rehabilitasi sosial di Balai bimbingan keterampilan. Beberapa peran yang terdapat
Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo adalah: Dari segi dalam pelaksanaan bimbingan oleh pekerja sosial antara
perencanaan, mendapatkan dukungan dari kementrian lain: pekerja sosial berperan sebagai assesor, perencana,
sosial karena balai rehabilitasi sosial mardi utomo semarang motivator, informan, dan evaluator dalam semua kegiatan
sebagai unit pelaksana teknis dari kementrian sosial, dan bimbingan baik bimbingan fisik, bimbingan mental,
mendapat dukungan serta bantuan dari masyarakat dan bimbingan sosial, dan bimbingan keterampilan; pekerja
lembaga/ instansi setempat untuk melaksanakan sosial berperan sebagai manager kasus dalam kegiatan
bimbingan. Dari segi pelaksanaan, yaitu 1) Kondisi dan bimbingan mental dan sosial yaitu melaksanakan dan
letak balai yang strategis dan mudah dijangkau karena mengupayakan pencatatan dan pelaporan, mengkoordinir
berada di daerah Kramas dan dekat dengan perumahan pelaksanaan kegiatan pelayanan dan monitoring dalam
penduduk, terdapat beberapa bidang tanah untuk rangka kelancaran proses pelayanan kesejahteraan sosial;
pelaksanaan bimbingan keterampilan yaitu kegiatan peran pekerja sosial sebagai mediator dan negosiator
pertanian, perkebunan, dan peternakan. 2) Keberadaan terdapat pada pelaksanaan bimbingan keterampilan kerja
balai yang cukup luas juga sangat mendukung proses yaitu menjadi penghubung atau mediasi antara lembaga
rehabilitasi. 3) Sarana dan prasarana yang cukup memadai dengan profesi yang terkait dengan wali/ keluarga dan
dan lengkap dapat memperlancar proses pembelajaran. 4) masyarakat. Dari keempat bimbingan yang dilaksanakan di
Sumber belajar yang mendukung seperti adanya buku Balai Rehabilitasi Sosial Mardi Utomo Semarang dapat
materi tentang pengkelan, keterampilan las, home industri, dilihat bahwa terdapat beberapa peran pekerja sosial dalam
dll, modul bimbingan, serta instruktur yang handal. 5) peningkatan kualitas hidup pengemis yang berbeda-beda
Media pembelajaran yang mendukung seperti cara pada tiap kegiatan bimbingan. Dengan adanya peran
penyampaian materi menggunakan pengeras suara dan pekerja sosial tersebut dapat memberikan bimbingan-
memberikan modul yang sesuai materi sehingga dapat bimbingan kepada pengemis guna meningkatkan kualitas
mengarahkan perhatian peserta didik. 6) Menggunakan hidup menjadi lebih baik, diterima di masyarakat.
metode ceramah, tanya jawab, praktek, dan pemberian Faktor pendukung yang ada dalam pelaksanaan proses
tugas, hal ini dapat menciptakan suasana yang harmonis rehabilitasi yaitu dalam perencanaan, mendapatkan
dan komunikatif antara instruktur dan peserta didik. Dari dukungan penuh dari Kementrian Sosial, masyarakat dan
segi evaluasi, pelaksanaan rehabilitasi sosial mendapat instansi/ lembaga terdekat dengan berbagai pembinaan
dukungan dari penyelenggaraan dan pelaksana baik pada dapat memulihkan diri pengemis dalam kehidupan
pre test maupun evaluasi akhir, kemudian mendapat masyarakat; pada pelaksanaannya faktor pendukungnya
sertifikat pelatihan. adalah letak balai yang mudah dijangkau dan kondisi balai
 Faktor penghambat proses rehabilitasi sosial yang baik, sumber belajar yang mendukung, sarana dan
faktor penghambat di dalam proses rehabilitasi di balai prasarana yang cukup lengkap sehingga memudahkan klien
rehabilitasi sosial adalah: Dari segi perencanaan, yaitu untuk melaksanakan kegiatan; dalam evaluasi, mendapat
sulitnya memberi pengarahan, penyuluhan, dan motivasi dukungan dari penyelenggara dan pelaksana/NST baik
kepada pengemis agar mereka mau dan termotivasi untuk pada pre test maupun evaluasi akhir/test sumatif, kemudian
mengikuti pembinaan rehabilitasi sosial di balai rehabilitasi mendapatkan sertifikat pelatihan bagi bimbingan
sosial mardi utomo semarang karena masih terpengaruh keterampilan.
dengan kehidupan di jalan yang bebas dan seenaknya. Dari Faktor penghambat yang dialami pekerja sosial
segi pelaksanaan, jumlah rasio instruktur tidak sebanding dalam proses rehabilitasi sosial di Balai Rehabilitasi Sosial
dengan jumlah klien Balai Rehabilitasi Sosial sehingga Mardi Utomo Semarang dalam perencanaan, sulitnya
pembelajaran berjalan kurang efektif. Dari segi sasaran, memberikan motivasi dan penyuluhan kepada klien oleh
para warga binaan balai rehabilitasi sosial dalam menerima Petugas Dinas Sosial dan peksos supaya mereka termotivasi
materi dari instruktur dan pekerja sosial berbeda-beda dan mau mengikuti pembinaan rehabilitasi sosial karena
karena mentalitas mereka yang berbeda-beda juga sehingga kurangnya kesadaran dari pengemis. Pelaksanaannya yaitu
dalam penyampaian materi instruktur kadang mengalami jumlah narasumber yang tidak sebanding dengan jumlah
kesulitan. Dari segi evaluasi, warga binaan kadang kurang klien balai, kedatangan narasumber yang sering terlambat
menguasai dan menerima materi yang disampaikan oleh atau bahkan tidak datang karena kesibukannya di luar balai.
narasumber teknis dikarenakan kurangnya persiapan Proses evaluasi yaitu kurangnya persiapan warga belajar
sebelum menerima materi, sehingga pada saat dilakukan dalam menerima dan menguasai materi sehingga pada saat
evaluasi tidak bisa mempraktekkan dengan baik dan perlu

54
Feni Yuwan Sufiyana / NFECE 2 (2) (2013)

diadakan evaluasi tidak bisa mempraktekkan dengan baik Indonesia 2008.Diambil pada tanggal 10 Agustus
sehingga perlu mengadakan perbaikan lagi. 2011
Miles, Mattew B dan Huberman, A.Michael. 1992. Analisis
Saran Data Kualitatif. Jakarta: UI Press
Proses rehabilitasi oleh pekerja sosial meliputi Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.
pemberian bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
dimaksudkan agar klien/ pengemis memiliki keterampilan Nitimihardjo, Caroline. 1991. Psikologi Sosial. Bandung:
tertentu yang dapat digunakan sebagai bekal untuk KOPMA STKS.
kehidupannya. Pekerja sosial sebaiknya tidak hanya Peraturan Walikota Semarang Nomor 60 Tahun 2008
menerapkan sistem hukuman/ sangsi yang sudah biasa Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit
dilakukan yaitu dengan menambah variasi hukuman yang Pelaksana Teknis Dinas Panti Rehabilitasi Sosial
lain karena klien tidak akan jera dan sudah menganggap Kota Semarang
biasa atau remeh terhadap hukuman yang diberikan. Bagi PerGub Jateng Nomor 111 Tahun 2010 tentang Organisasi
klien diharapkan dapat lebih bisa introspeksi diri dan lebih dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada
bisa meminimalisir tingkat pelanggaran yang dilakukan. Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah
Bagi Balai diharapkan dapat menambah instruktur dan Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial.
mengadakan kerjasama dengan lembaga terkait guna Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
penyaluran kerja untuk klien. Salim, Emil. 1989. Kemiskinan di Sekitar Kita. Jakarta:
Pustaka Ilmu.
DAFTAR PUSTAKA Salmah, Sri. 2009. Pelayanan Rehabilitasi Gelandangan
Psikotik di Panti Margo Widodo Semarang.
Abdulsyani. 2007. Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan
Jakarta : Bumi Aksara. Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial.
Achlis. 1983. Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi dan Praktek Soebagio, Atmodiwirio. 2002. Manajemen Pelatihan. Jakarta:
Pertolongan. Bandung: KOPMA STKS. PT Ardadizya Jaya.
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta : Rineka Soekanto, Soerjono. 1985. Sosiologi ruang Lingkup
Cipta dan Aplikasinya. Bandung : Remadja Karya
___________ 2007. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta. Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitan Suatu Raja Grafindo Persada
Pendekatan Praktek. Jakarta : PT Rineka Cipta. Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya.
Budiarti, Meilani dan Wibhawa Budhi. 2010. Dasar-Dasar Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pekerjaan Sosial. Bandung : Widya Padjadjaran. Suara Merdeka. 4 Agustus 2011. 26 Gelandangan dan
Darajat, Zakiyah. 1985. Kesehatan Mental. Jakarta: Haji Mas pengemis dirazia.
Agung. Sudjana, Djudju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar
Dinas Sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. 2011. Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Standar Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Pengemis, Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung :
Gelandangan dan Orang terlantar. Semarang. Alfabeta
Narwoko, Budi dan Bagong Suyanto. 2007. Peranan Sumarnonugroho T. 1984. Sistem Intervensi Kesejahteraan
Pekerja Sosial untuk masyarakat miskin. Jakarta : Sosial. Yogyakarta : PT. Hanindita
Pustaka Cipta. Wibhawa Budhi, dkk. 2010. Dasar-dasar Pekerjaan Sosial.
Gerungan. 2009. Psikologi Sosial. Bandung : PT. Refika Bandung : Widya Padjadjaran
Aditama. www.jawapos.online.com. Diambil pada tanggal 10
Gunawan, Ari. 2000. Rehabilitasi untuk masyarakat. Jakarta: Agustus 2011
Haji Mas Agung. Yayasan Sekretariat Anak Merdeka Indonesia. 1998.
Hermawati, Istiana. 2001. Metode dan Teknik dalam Praktek Yogyakarta
Pekerjaan Sosial. Yogyakarta : Adicita Karya
Nusa.
Horton, Paul. B. 1984. Sosiologi. Jakarta: PT Gelora Aksara
Pratama.
Huda, Miftachul. 2009. Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan
Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
http://id.wikisource.org/wiki/UndangUndang_Republik_I
ndonesia_Nomor_13_Tahun_1998. Diambil
pada tanggal 10 Oktober 2011
http://id.dinsos-jateng-bertekat-untuk-maju.html
http://Gelandangan mulai serbuKota
Semarang_BisnisJateng.htm
http:// id.wikisource.org/wiki/Peran pekerja sosial oleh
IPSPI, Ikatan Pekerja Sosial Profesional

55

Anda mungkin juga menyukai