Anda di halaman 1dari 21

I.

Konsep Medis
a. Definisi
SOL (Space-occupying Lesion) merupakan generalisasi masalah tentang ada
lesi pada ruang intracranial khususnya mengenai otak. Banyak penyebab
yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma,
infark, abses otak dan tumor intracranial karena cranium merupakan tempat
yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan
meningkatkan tekanan intracranial. (Cross, 2014).
Space occupying lesion intrakranial (lesi desak ruang intrakranial)
didefinisikan sebagai neoplasma, jinak atau ganas, primer atau sekunder,
serta setiap inflamasi yang berada di dalam rongga tengkorak yang
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan menempati ruang di
dalam otak. Space occupying lesion intrakranial meliputi tumor, hematoma,
dan abses (Simamora&janariah, 2017).
b. Anatomi fisiologi
1) Anatomi otak
Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang
terdapat di kepala.Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum),
otak kecil atau cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus
serebri).Jaringan otak dibungkus oleh tiga selaput otak (meninges) yang
dilindungi oleh tulang tengkorak dan mengapung dalam suatu cairan yang
berfungsi menunjang otak yang lembek dan halus sebagai penyerap
goncangan akibat pukulan dari luar terhadap kepala (Satyanegara, 2010).
2) Histologi Susunan Saraf Pusat
Bila dibuat penampang melintang bagian-bagian dari susunan saraf pusat,
akan terlihat adanya jaringan dengan warna berbeda. Sebagian tampak
berwarna putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu). Atas
dasar itu, susunan saraf pusat dibagi menjadi substansia grisea yang
berwarna kelabu dan substansia alba yang berwarna putih. Warna kelabu
ini disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di bagiantersebut,
sedangkan warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf yang
bermielin, sel saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat
dibagi menjadi sel saraf dan sel penunjang (Satyanegara, 2010).
Sel penunjang merupakan sel jaringan ikat yang tidak berfungsi untuk
menyalurkan impuls. Pada sel saraf serabut dengan diameter besar
ditandai dengan nama serabut alpha atau A, beta atau B untuk yang lebih
kecil dan gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang
membentuk sinaps, ternyata terdapat gelembung yang menghasilkan
macam-macam zat kimia. Karena demikian banyaknya sinaps yang
terdapat di otak, secara keseluruhan otak dapat dianggap sebagai sebuah
kelenjar yang sangat besar (Satyanegara, 2010).

c. Etiologi
Space-occupying lesion (SOL) intrakranial mempunyai beberapa etiologi,
dimana semuanya menimbulkan ekspansi dari volume dari cairan intrakranial
yang kemudian menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Pembengkakan pada ot ak dapat dibagi dua yaitu diffuse dan fokal
(Khoirinnisa, 2010)
Pembengkakan diffuse sering terjadi akibat peningkatan umum cairan di otak
diakibatkan oleh vasodilatasi atau edema. Gangguan sistem vasomotor dapat
menyebabkan vasodilatasi yang kemudian meningkatan aliran darah di
serebrum.Hal ini terjadi sebagai respons terhadap hypercapnia dan hipoksia,
dan juga terjadi akibat head injury.Selain itu, edema dapat terjadi dari tiga
mekanisme yaitu vasogenik, sitotoksik dan interstisial.Pada edema vasogenik
terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah serebral akibat disfungsi
sawar otak.Pada edema sitotoksik terjadi jejas terhadap sel endotel, sel glia
dan neuron pada otak.Pada edema interstisial terjadi kerusakan pada
ventrikel-ventrikel otak, sering ditemukan pada kasus hidrosefalus (Utina,
2013).Fokal dapat terjadi akibat abses serebral, hematoma, atau
neoplasma.Lesi menyebar ekstrinsik seperti hematoma subdural dan
meningioma juga meningkatkan tekanan pada kavitas otak dan disebut
sebagai space-occupying lesion (Utina, 2013).
Pada neoplasma dapat ditemukan faktor-faktor resiko berikut: (Utina, 2013):
1) Riwayat trauma kepala
2) Faktor genetik
3) Paparan zat kimia yang bersifat karsinogenik
4) Virus tertentu
5) Defisiensi imunologi
6) Kongenital

d. Patofisiologi
Ada tiga komponen di dalam kranium yaitu otak, cairan serebrospinal (CSS)
dan darah. Foramen magnum adalah sebuah lubang keluar utama pada
kranium yang memiliki tentorium pemisah anatara hemisfer serebral dari
serebellum. Isi intrakranial yang normal akan menggeser sebagai konsekuensi
dari space occupying lesion (SOL) jika terdapat massa yang di dalam
kranium seperti neoplasma. (Price, 2005).
Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai peningkatan tekanan
dalam rongga kranialis. Otak, darah dan cairan serebrospinal menempati
ruang pada intrakranial. Pada ruang intrakranial terdapat unsur yang terisi
penuh dan tidak dapat di tekan yaitu otak (1400 g), cairan ( sekitar 75 ml) dan
darah (sekitar 75 ml). Desakan ruang dan kenaikan tekanan intrakranial di
sebabkan oleh peningkatan volume pada salah satu dari ketiga unsur utama.
(Price, 2005).
Tekanan normal intrakranial berkisar 10-15 mmHg yang akan di pertahankan
konstan pada keadaan fiologis. Peninggian tekanan intrakranial yang parah
apabila tekanannya melebihi 40 mmHg. Trauma pada kepala akan
mengakibatkan cedera pada otak sehingga terjadi peningkatan tekanan
intrakranial. Terjadinya tingkatan darah arteri untuk sesaat di sebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial secara mendadak karena aneurisma
intrakranial yang pecah. Sehingga bisa menyebabkan peningkatan pada kadar
laktat cairan serebrospinal dan hal ini mengindikasikan terjadinya suatu
iskhemia serebri. Pergeseran CSS darah secara perlahan diakibatkan oleh
tumor yang semakin membesar. (Satyanegara, 2010).
e. Pathway
idiopatik

Tumor otak

Penekanan jaringan otak Bertambahnya massa

Invasi jaringan otak Penyerapan cairan otak


Nekrosis jaringan otak

Kerusakan jaringan neuron Obstruksi vena diotak


Nyeri Gangguan suplai darah Hipoksia jaringan
Oedema
kejang Gangguan Neurologi isfokal Gangguan fungsi otak Gangguan perfusi jaringan

Deficit neurologis Disorientasi Peningkatan TIK Hidrosefalus

 Aspirasi sekresi Resiko Cedera Perubahan proses fikir


Bicara terganggu afasia Hernia lisulk
 Observasi jalan
nafas Bradikardi progresif, hipertensi
Gangguan komunikasi Menisefalonte kanan
 Dyspnea sistemik, gangguan pernafasan
verbal
 Henti nafas Ancamana kematian
 Perubahan pola Mual,muntah,papileodema, Gangguan kesadaran
nafas pandangan
Cemas kabur,penurunan fungsi
Gangguan pendengara nyeri kepala
pertukaran gas
Gangguan Rasa Nyaman
f. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis dari space-occupying lesion (SOL) meliputi tanda-
tanda lokal, tanda-tanda umum, dan tanda-tanda lokal palsu.Gejala yang
timbul tiba-tiba sering menandakan lesi serebrovaskuler sementara lesi-lesi
lain menimbulkan gejala secara perlahan-lahan.
1) Tanda dan gejala peningkatan TIK(Syaiful Saanin, 2012) :
a) Nyeri kepala, merupakan gejala awal pada 20% pasien tumor yang
kemudian berkembang menjadi 60% . Nyeri kepala berat juga
diperberat dengan oleh perubahan posisi, batuk, manuever valsava
dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
pasien. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak
80% dan terutama pada bagian frontal. Tumor fossa posterior
memberikan nyeri alih ke oksiput dan leher.
b) Muntah tanpa diawali dengan mual, mengindikasikan tumor yang luas
dengan efek massa tumor tersebut juga mengidikasikan adanya
pergeseran otak.
c) Perubahan status mental, meliputi gangguan konsentrasi, cepat lupa,
perubahan kepribadian, perubahan mood dan berkurangnya inisiatif
yang terletak pada lobus frontal atau temporal.
d) Ataksia dan gangguan keseimbangan.
e) Seizure, adalah gejala tumor yang berkembang lambat, paling sering
terjadi pada tumor di lobus frontal kemudian pada tumor lobus
parietal dan temporal. Gejala epilepsi yang muncul pertama kali pada
usia pertengahan mengindikasikan adanya suatu SOL.
f) Papil edema, dapat dinilai dengan ophthalmoskop. Pada keadaan awal
tidak menyebabkan hilangnya daya penglihatan, tetapi edem papil
yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan
kabur yang tidak menetap.
g. Komplikasi
Menurut ( Smeltzer, 2013) komplikasi dari SOL yaitu:
1) Kehilangan memori
2) Paralisis
3) Peningkatan ICP
4) Kehianagan/kerusakan verbal/berbicara
5) Kehilangan/kerusakan sensasi khusus
6) Mental confusion
Peningkatan TIK yang di sebabkan edema cerebral/perdarahan adalah
komplikasi mayor pembedahan intracranial, dengan manifestasi klinik:
1) Perubahan visual dan verbal
2) Perubahan kesadaran (Level of conciousnes/LOC) berhubungan
dengan sakit kepala
3) Perubahan pupil
4) Kelemahan otot/paralisis
5) Perubahan pernafasan
Di samping terjadi komplikasi diatas, ada beberapa juga temuan
gangguan yang terjadi yaitu:
1) Gangguan fungsi neurologisi
2) Gangguan kognitif
3) Gangguan tidur dan mood
4) Disfungsi seksual

h. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a) Jangan sampai kepala Anda terbentur atau mengalami trauma. Hindari
aktivitas yang berisiko tinggi seperti tinju. Selalu gunakan helm saat
naik sepeda motor
b) Perbanyak makan buah-buahan yang mengandung antioksidan seperti
kurma, jeruk, kismis, strawberry, buah plum dan anggur merah. Zat
antioksidan akan melancarkan peredaran darah dari dan ke otak
sehingga mencegah terjadinya penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah.
c) Jangan merokok
d) Perbanyak makan makanan berserat, jauhi makanan berlemak.
e) Hindari bahan karsiogenik, misalnya minyak goreng yang dipakai
berulang-ulang
f) Jauhi benda dengan kadar radiasi tinggi karena paparan radiasi dalam
level tertentu dapat memicu perkembangan sel abnormal. Jika
menelepon menggunakan handphone, gunakan handsfree agar ada
jarak antara ponsel dengan kepala (otak) sehingga mengurangi kadar
panas dan radiasi.
g) Gaya hidup sehat. Tidur yang cukup. Rutin olahraga agar ada
sirkulasi darah ke otak
h) Kalau Anda mengalami gejala-gejala, seperti sering sakit kepala yang
hilang timbul, atau tidak hilang-hilang, muntah-muntah tanpa sebab,
penurunan penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata,
kelemahan anggota gerak secara bertahap, berjalan limbung, gejala
layaknya vertigo atau sempoyongan, maka segera lakukan
pemeriksaan diri dan dianjurkan melakukan pemeriksaan MRI.
i) Jangan biarkan stres berat menyerang terus-menerus, sempatkan
waktu beristirahat, dan lakukan refreshing yang dapat mengurangi dan
menghilangkan stres Anda.
j) Kurangi konsumsi makanan yang diasap, dibakar dan diawetkan
dengat nitrit, maupun zat-zat kimiawi buatan lainnya.
k) Lakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur. Apalagi kalau Anda
mempunyai riwayat keluarga penderita kanker otak.
l) Jangan mengonsumsi obat-obatan tertentu sebelum mendapat resep
rujukan dokter. Kesalahan penggunaan obat dapat merangsang
perkembangan sel kanker.
m) Tapi masih ada satu lagi obat yang dikatakan sebagai cara pencegahan
kanker otak yaitu Mariyuana (ganja). Tanaman daun ganja ternyata
dapat memberikan efek positif dalam mencegah kanker otak, fakta ini
dibuktikan pada hasil penelitian Guillermo Velasco dan koleganya di
Complutense University, Spanyol. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa zat aktif dalam mariyuana, THC, meningkatkan proses
autophagy pada sel kanker otak. Autophagy adalah suatu proses
dimana sel melakukan bunuh diri dengan cara menghancurkan
organel-organel dalam sel tersebut. Hasil dari penelitian tersebut
ditemukan bahwa zat golongan canboid seperti THC mempunyai efek
anti kanker pada tikus dengan sel kanker dan pasien penderita tumor
otak.
2. Pengobatan
a) Dexamethason / kalmetason adalah sebagai pengobatan untuk anti
edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi
c) Pemberian analgetik
d) Pengobatan anti edema dengan laruitan hipertonis yaitu manitol 20%
glukosa 40% atau gliserol.
e) Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikanmetronidazole.
f) Makanan atau berupa cairan infus seperti dextrose 5%, aminousin dan
aminofel (pada 18 jam pertama dari terjadinya suatu kecelakaan) dan
2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g) Pembedahan (Satyanegara, 2010)
II. Tinjauan Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas klien ; usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tgl masuk RS, askes.
2) Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian
tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal.
4) Riwayat penyakit dahulu ; pernah atau tidak menderita infeksi telinga
(otitis media, mastoiditis) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis,abses
paru,empiema) jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan kulit.
5) Riwayat keluarga yaitu pada migren dan nyeri kepala biasanya di
dapatkan juga pada keluarga pasien.
6) Aktivitas sehari-hari
a) Makan
Dikaji apakah klien menghabiskan porsi makan yang telah disediakan
RS, apakah pasien mengalami mual atau muntah ataupun kedua-
duanya.
b) Minum
Dikaji kebiasaan minum pasien sebelum dan saat berada di RS, apakah
ada perubahan (lebih banyak minum atau lebih sedikit dari biasanya).
c) Eliminasi (BAB / BAK)
Dikaji pola buang air kecil dan buang air besar.
d) Gerak dan aktifitas
Dikaji apakah pasien mengalami gangguan/keluhan dalam melakukan
aktivitasnya saat menderita suatu penyakit (dalam hal ini adalah
setelah didiagnosa mengalami alergi) atau saat menjalani perawatan di
RS.
e) Rasa Nyaman
Dikaji kondisi pasien yang berhubungan dengan gejala-gejala
penyakitnya, misalnya pasien merasa nyeri di perut bagian kanan atas
(dikaji dengan PQRST : faktor penyebabnya, kualitas/kuantitasnya,
lokasi, lamanya dan skala nyeri)
f) Kebersihan Diri
Dikaji kebersihan pasien saat dirawat di RS
g) Rasa Aman
Dikaji apakah pasien merasa cemas akan setiap tindakan keperawatan
yang diberikan kepadanya, dan apakah pasien merasa lebih aman saat
ditemani keluarganya selama di RS.
h) Sosial dan komunikasi
Dikaji bagaimana interaksi pasien terhadap keluarga, petugas RS dan
lingkungan sekitar (termasuk terhadap pasien lainnya).
i) Pengetahuan
Dikaji tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya yang diderita
saat ini dan terapi yang akan diberikan untuk kesembuhannya.
j) Rekreasi
Dikaji apakah pasien memiliki hobi ataupun kegiatan lain yang ia
senangi.
k) Spiritual
Dikaji bagaimana pendapat pasien tentang penyakitnya, apakah pasien
menerima penyakitnya adalah karena murni oleh penyakit medis
ataupun sebaliknya
7) Pemeriksaan neurologis
a) Pemeriksaan Fisik Persyarafan
Nilai kesadaran dengan menggunakan patokan Glasgow Coma Scale
(GCS) Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan alasan berkunjung, kaji
kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan
yang sederhana
b) Saraf Kranial
1) Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Lakukan pemeriksaan dengan menutup sebelah lubang hidung
klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan mata tertutup
klien diminta menebak bau tersebut.
2) Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
Periksa ketajaman dengan  membaca, perhatikan jarak baca atau
menggunakan snellenchart untuk jarak jauh. Periksa lapang
pandang : Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta
untuk menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah
mata dengan mata yang berlawanan dengan mata klien.
3) Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan
Abdusen)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi
konjungtiva, dan ptosis kelopak mata. Pada pupil diperiksa reaksi
terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil.
Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam
posisi cardinal) yaitu lateral, lateral ke atas, medial atas, medial
bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk
pemeriksa dengan bolamatanya
4) Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)
Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah
maxilla, mandibula dan frontal dengan mengguanakan kapas.
Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum
atau peniti di ketiga area wajah tadi dan minta membedakan benda
tajam dan tumpul.
5) Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)
Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan
sentuhkan ke ujung lidah, minta klien mengidentifikasi rasa ulangi
untuk gula dan asam Fungsi mootorik dengan meminta klien
tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is berbarengan,
menggembungkan pipi.
6) Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)
Dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test
dan rhinne test
7) Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)
Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang
faring menggunakan aplikator dan observasi gerakan faring.
Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air
sedikit, observasi gerakan meelan dan kesulitan menelan. Periksa
getaran pita suara saat klien berbicara.
8) Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan
kedua bahu secara bersamaan dan observasi kesimetrisan gerakan.
9) Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)
Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan,
observasi kesimetrisan gerakan lidah
c) Fungsi Motorik
Kaji cara berjalan dan keseimbangan  dengan mengobservasi cara
berjalan, kemudahan berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki.
d) Fungsi Sensorik
Pemeriksaan dilakukan dengan memberikan stimulus secara acak pada
bagian tubuh klien dan dapat berupa sentuhan ringan seperti kapas,
tumpul dan tajam, suhu, getaran.
e) Fungsi Refleks
1) Biseps: pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi
otot biseps (fleksi siku)
2) Triseps: pukulkan refleks hammer pada prosesus olekranon,
observasi kontraksi otot triseps (ekstensi siku).
3) Patelar: pukulkan reflek hammer, perhatikan ekstensi otot
quadriceps.
f) Pemeriksaan GCS dan Refleks
1) Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2) Apatis yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3) Delirium yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi) yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur
lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).
8) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada SOL menurut Arif Muttaqin, 2008 :
1) Elektroensefalogram (EEG)
Elektroensefalogram (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak,
dengan cara meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan
menempatkan mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini
memberikan pengkajian fisiologis aktivasi serebral.
2) Ekoensefalogram
Pergeseran kandungan intra kranial bisa diketahui dari pemeriksaan
ekoensefalogram.
3) Foto rontgen
polos Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan
dalam penatalaksanaan trauma akut seperti untuk mengidentifikasi
abnormalitas tulang, adanya fraktur dan dislokasi. Selain itu, foto rontgen
polos mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami
penyimpangan letak terlihat pada hasil foto rontgen, yang merupakan
petunjuk dini tentang adanya space occupying lesion
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik
untuk mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto
magnetik (nucleus hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-magnet kecil
di dalam medan magnet. Setelah pemberian getaran radiofrekuensi, foto
memancarkan sinyal-sinyal, yang diubah menjadi bayangan.
5) Computerized Tomografi (CT Scan)
Penderita yang dicurigai space occupying lesion (SOL) bisa menggunakan
alat diagnostik CT Scan sebagai evaluasi pasien. Pada basis kranil
sensitifitas CT Scan bisa untuk mendeteksi lesi yang berpenampang
kurang dari 1 cm. Lesi abnormal yang berupa massa mendorong struktuk
otak disekitarnya merupakan gambaran CT Scan pada space occupying
lesion (SOL). Densitas yang lebih rendah biasanya menyebabkan SOL
seperti dikelilingi jaringan udem yang terlihat jelas. Sifatnya yang
hiperdens memudahkan dalam membedakan perdarahan atau invasi
dengan jaringan sekitarnya karena adanya klasifikasi. Jika pada waktu
pemeriksaan CT Scan disertai pemberian zat kontras, beberapa jenis SOL
akan terlihat lebih nyata. Penilaian space occupying lesion (SOL) pada CT
Scan : Proses desak ditandai dengan :
a) Garis tengah otak terdapat pendorongan struktur
b) Pada ventrikel terjadi penekanan dan perubahan bentuk
6) Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan
sinar-x terhadap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam
arteri yang dipilih. Angiografi serebral merupakan pilihan terakhir jika
dengan pemeriksaan CT scan dan MRI, diagnosis masih belum bisa
ditegakkan.
7) Sidik otak radioaktif
Dari zat radioaktif terlihat daerah-daerah akumulasi abnormal. Akumulasi
zat radioaktif disebabkan oleh adanya space occupying lesion (SOL)
karena terjadi kerusakan sawar darah pada otak.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Pertukaran gas Berhubungan dengan Gangguan penglihatan
2. Kecemasan berhubungan dengan kurang pengetahuan dan hospitalisasi
3. Resiko cedera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
N DIAGNOSA PERENCANAAN
KRITERIA HASIL INTERVENSI
O KEPERAWATAN
1. Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC :
Berhubungan dengan Gangguan  Respiratory Status : Gas  Posisikan pasien untuk
penglihatan exchange memaksimalkan ventilasi
 Keseimbangan asam Basa,  Pasang mayo bila perlu
Elektrolit  Lakukan fisioterapi dada jika
 Respiratory Status : perlu
ventilation  Keluarkan sekret dengan
 Vital Sign Status batuk atau suction
Setelah dilakukan tindakan  Auskultasi suara nafas, catat
keperawatan selama …. adanya suara tambahan
Gangguan pertukaran pasien  Berikan bronkodilator ;
teratasi dengan kriteria hasi:  Barikan pelembab udara
 Mendemonstrasikan  Atur intake untuk cairan
peningkatan ventilasi dan mengoptimalkan keseimbangan.
oksigenasi yang adekuat  Monitor respirasi dan status
 Memelihara kebersihan paru O2
paru dan bebas dari tanda tanda  Catat pergerakan dada,amati
distress pernafasan kesimetrisan, penggunaan otot
 Mendemonstrasikan batuk tambahan, retraksi otot
efektif dan suara nafas yang supraclavicular dan intercostal
bersih, tidak ada sianosis dan  Monitor suara nafas, seperti
dyspneu (mampu dengkur
mengeluarkan sputum, mampu  Monitor pola nafas :
bernafas dengan mudah, tidak bradipena, takipenia, kussmaul,
ada pursed lips) hiperventilasi, cheyne stokes,
 Tanda tanda vital dalam biot
rentang normal  Auskultasi suara nafas, catat
 AGD dalam batas normal area penurunan / tidak adanya
 Status neurologis dalam ventilasi dan suara tambahan
batas normal
3. Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan kurang pengetahuan dan  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan
hospitalisasi  Koping kecemasan)
Setelah dilakukan asuhan selama  Gunakan pendekatan yang
klien kecemasan teratasi dgn menenangkan
kriteria hasil:  Nyatakan dengan jelas
 Klien mampu harapan terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi dan  Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan gejala cemas apa yang dirasakan selama
 Mengidentifikasi, prosedur
mengungkapkan dan  Temani pasien untuk
menunjukkan tehnik untuk memberikan keamanan dan
mengontol cemas mengurangi takut
 Vital sign dalam batas  Berikan informasi faktual
normal mengenai diagnosis, tindakan
 Postur tubuh, ekspresi prognosis
wajah, bahasa tubuh dan  Libatkan keluarga untuk
tingkat aktivitas menunjukkan mendampingi klien
berkurangnya kecemasan  Instruksikan pada pasien
untuk menggunakan tehnik
relaksasi
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Identifikasi tingkat
kecemasan
 Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan
kecemasan
 Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat anti
cemas
3. Resiko cedera berhubungan NOC : NIC : Environment Management
Risk Kontrol (Manajemen lingkungan)
dengan keterbatasan
Immune status  Sediakan lingkungan yang
penglihatan Safety Behavior aman untuk pasien
Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi kebutuhan
keperawatan selama…. Klien tidak keamanan pasien, sesuai dengan
mengalami injury dengan kriterian kondisi fisik dan fungsi kognitif
hasil: pasien dan riwayat penyakit
1. Klien terbebas dari cedera terdahulu pasien
2. Klien mampu menjelaskan  Menghindarkan lingkungan
cara/metode untuk mencegah yang berbahaya (misalnya
injury/cedera memindahkan perabotan)
3. Klien mampu menjelaskan  Memasang side rail tempat
factor risiko dari tidur
lingkungan/perilaku personal  Menyediakan tempat tidur
4. Mampume modifikasi gaya yang nyaman dan bersih
hidup untuk mencegah injury  Menempatkan saklar lampu
5. Menggunakan fasilitas ditempat yang mudah dijangkau
kesehatan yang ada pasien.
6. Mampu mengenali perubahan  Membatasi pengunjung
status kesehatan  Memberikan penerangan
yang cukup
 Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.
 Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan
 Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.

Anda mungkin juga menyukai