TUJUAN PENULISAN
Tujuan Umum
Tujuan Khusus
PERNYATAAN MAKSUD
KERANGKA ILMIAH
Latar Belakang
Hygiene sanitasi makanan adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan (Kepmenkes RI, 2003). Upaya pengamanan makanan dan minuman
pada dasarnya meliputi orang yang menangani makanan, tempat penyelenggaraan makanan,
peralatan pengolahan makan dan proses pengolahannya. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kontaminasi makanan, antara lain adalah hygiene perorangan yang
buruk, cara penanganan makanan yang tidak sehat dan perlengkapan pengolahan makanan
yang tidak bersih (Chandra, 2007). Agen penyakit yang masuk ke dalam tubuh melalui
makanan yang terkontaminasi dapat mengakibatkan penyakit bawaan makanan (foodborne
disease) biasanya bersifat toksik atau infeksius. Kadang-kadang penyakit ini disebut
keracunan makanan (food poisoning) (WHO, 2005).
Sejumlah survei terhadap kejadian luar biasa (KLB) makanan memegang peran penting
dalam kasus penyakit. Hal tersebut karena kesalahan penanganan pada saat penyiapan
makanan tersebut baik dirumah, pedagang, jasa katering, kantin, rumah sakit, sekolah,
pangkalan militer, saat jamuan makanan atau pesta yang menyebabkan munculnya penyakit
(WHO, 2005).
Pada bulan Juli hingga September 2017, Sentra Informasi Keracunan Nasional (SIKerNas)
terdapat insiden keracunan makanan di berbagai wilayah indonesia yang mendominasi
produk makanan yaitu keracunan yang disebabkan oleh makanan olahan jasaboga 9 insiden
dengan 422 korban, makanan olahan jajanan (PKL) sebanyak 6 insiden dengan 88 korban,
makanan olahan dalam kemasan 2 insiden 37 orang korban, serta penyebab keracunan oleh
makanan yang tidak diketahui sebanyak 1 insiden dengan 7 korban dan 1 diantaranya
meninggal dunia (BPOM RI, 2017).
Peralatan makan yang kurang bersih dapat memicu berkembangnya angka kuman serta
menyebabkan penularan penyakit lewat makanan (foodborne disease) yang akan menurunkan
derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu perlu diupayakan agar peralatan makan yang
akan dipakai harus memenuhi syarat kesehatan (Amaliyah Nur, 2017). Angka kuman pada
peralatan makan tersebut dapat diminimalisir dengan menggunakan detergen ditambah
dengan jeruk nipis dan abu gosok, dimana pada penelitian yang dilakukan oleh Brilian dan
Laily (2017) telah membuktikan bahwa peggunaan abu gosok dan jeruk nipis efektif
mengurangi jumlah koloni kuman sehingga peralatan makan lebih bersih dan layak
digunakan.
Kawasan Alun alun Kota Madiun salah satu tempat umum tempat yang menarik
dikunjungi di pusat Kota Madiun. Alun-Alun ini berfungsi sebagai lokasi upacara,
berolahraga, bersantai, berkumpul dan terdapat banyak pedagang kaki lima yang berjualan.
Alun-Alun berada di Jalan Kolonel Marhadi No.12, Kotamadya Madiun Jawa Timur.
Pedagang di sekeliling Alun-Alun cukup banyak terdapat lebih dari 30 pedagang kaki lima
dan menyediakan menu makanan yang beragam untuk masyarakat seperti batagor, siomay,
tahu petis, bakso, mie ayam dan beraneka minuman, waktu berjualan dimulai pukul 14.00-
24.00 WIB. Harga yang ditawarkan cukup terjangkau untuk masyarakat di sekitar Kota
Madiun. Hanya saja bangunan atau tenda pedagang kaki lima terkesan kumuh dan kurang
tertata dengan baik. Pengunjung mulai ramai ketika hari menjelang sore hari hingga malam
hari. Kawasan ini menjadi salah satu tempat berkumpul favorit bagi anak muda di sekitar
Kota Madiun.
Pedagang kaki lima merupakan salah satu orang yang menjalankan usaha berjualan
makanan yang umumnya mudah ditemui di pinggir jalan, di emperan, ditoko dan trotoar yang
memakai alat dagang lapak maupun pedagang yang memakai gerobak atau pikulan, peralatan
dagang yang digunakan harus memenuhi kriteria mulai keutuhan peralatan, fungsi dan
kebersihan peralatan makan. Peranan peralatan makanan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari prinsip-prinsip penyehatan makanan (Damayanti, 2011).
Kenyataan di lapangan masih banyak pedagang kaki lima di Alun-Alun pada proses
pencucian peralatan makan hanya menggunakan bilasan air yang terdapat di bak pencucian,
pedagang tersebut tidak mengganti air yang sudah kotor dan tetap digunakan untuk mencuci
peralatan hingga berkali-kali pencucian, masih banyak ditemukan pedagang makanan yang
teknik pencucian peralatan makannya tidak menggunakan air yang mengalir sehingga hal
tersebut dapat meningkatkan tingginya angka kuman pada peralatan makan sehingga dapat
mengkontaminasi orang yang mengkonsumsi makanan menggunakan peralatan tersebut.
Setelah pedagang melakukan proses pencucian, peralatan makan diletakkan dimeja tanpa ada
penutup maupun pelindung dari sumber pencemar. Untuk itu peran pembersihan atau
pecucian peralatan perlu diketahui secara mendasar dengan memperhatikan tahap pencucian
yang benar yaitu dengan membuang sisa kotoran,merendamnya dengan air, mencuci dengan
detergent, membilas dengan air mengalir, mengeringkan dengan lap yang bersih (Nur
Amaliyah, 2017).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rona, Sulistyani, Nikie (2016)
menyatakan bahwa, ada hubungan teknik pencucian peralatan makan (p=0,002) dengan
jumlah kuman di Lapas Wanita Kelas IIA Semarang, karena teknik pencucian yang tidak
memenuhi syarat mempunyai risiko lebih besar angka kumannya daripada yang teknik
pencucian yang memenuhi syarat.
Hasil survey pendahuluan yang telah dilakukan dari 3 pedagang masih banyak ditemukan
penggunaan lap yang tidak bersih serta pemakaian yang berulang-ulang untuk membersihkan
peralatan makan dan meja penyajian, setelah perlalata makan dicuci bersih diletakkan tanpa
ada pelindung dari sumber pencemar, banyak yang tidak menggunakan celemek dan tidak
mencuci tangan pada saat berjualan hanya mebersihkan tangan menggunakan lap yang belum
tentu bersih. Berdasarkan hasil Laboratorium pada 3 Pedagang dengan pemeriksaan usap
peralatan makan angka kumannya dengan standart Permenkes No.
1098/Menkes/SK/VII/2003 yaitu : 173 koloni/cm2, 12 koloni/cm2, 6 koloni/cm2, terdapat 1
pedagang yang tidak memenuhi persyaratan dan baku mutunya adalah <100 koloni/cm2
Keberadaan tingginya angka kuman pada peralatan makan pedagang makanan kaki lima
tersebutdiakibatkan karena kurangnya perilaku personal hygiene pada pedagang, tingkat
kebersihan peralatan makan yang tidak memenuhi standart kesehatan, sarana tempat
pencucian peralatan makan yang masih kotor, tahapan proses teknik pencucian yang tidak
sempurna karena air pencucian yang digunakan tidak mengalir dan pemakaian berulang kali
tanpa memperhatikan kebersihannya, serta tempat untuk penyimpanan peralatan makan yang
tidak tertutup. Melihat masalah di atas dan mengingat pentingnya pengawasan terhadap
penyehatan makanan dan peralatan makan maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian“Hubungan Hygiene Sanitasi Dengan Angka Kuman Peralatan Makan Pada
Pedagang Makanan Kaki Lima Di Alun-Alun Kota Madiun”.