Anda di halaman 1dari 40

Fara Nadya

1102018330

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Sistem Limbik


1. Anatomi Sistem Limbik 
2. Fisiologi Sistem Limbik
2. Memahami dan Menjelaskan Psikopatologi/Symptomatologi pada gangguan
psikotik
1. Definisi 
2. Etiologi 
3. Klasifikasi 
3. Memahami dan Menjelaskan Skizofrenia
1. Definisi 
2. Etiologi 
3. Klasifikasi 
4. Patofisiologi 
5. Manifestasi Klinis- dari PPDGJ, DSM-IV
6. Diagnosis & Diagnosis banding 
7. Tatalaksana 
8. Pencegahan 
9. Prognosis 
4. Memahami dan Menjelaskan Ibadah Mahdhah 
1. Memahami dan Menjelaskan Sistem Limbik
1. Anatomi Sistem Limbik 

Sistem limbik itu melibatkan telenchepalon dan dienchepalon.

Sistem limbik disusun oleh :


A. Lobus limbik (broca)
Merupakan bangunan berbentuk huruf C yang melingkari corpus callosum. Terdiri
dari :
 Gyrus subcallosum s.subiculum
 Gyrus cingulli
 Gyrus parahippocampi
B. Formatio hippocampi
Meliputi :
 Hippocampus
Merupakan substansia grissea yang melengkung ke atas sepanjang dasar
cornu inferior ventriculus lateralis.
Ujung depannya membentuk pes hippocampi. Dilapisi ependim,
dibawahnya ada alveus (berupa substansia alba) yang kemudian akan
membentuk fimbria.
Fimbria kemudian berlanjut menjadi crus fornix yang mengelilingi
thalamus dan menyetu lagi membentik corpus fornix.
Berfungsi dalam proses belajar dan ingatan sekarang.
 Gyrus dentatus
Merupakan berkas substansia grissea yang terletak diantara fimbria
hippocampi dengan gyrus gippocampi.
Saling mengunci satu sama lain dengan hippocampus.
 Subiculum s.gyrus subcallosum
Terlatak antara hippocampus dengan gyrus para hippocampus
C. Nucleus amygdaloideus
Berbentuk seperti buah almond. Letaknya sebagian di depan dan sebagian di atas
cornu inferior ventriculus lateralis.
Berfungsi dalam :
 Jika dipacu, terjadi perubahan suasana hati
 Kalau dirusak, terjadi sikap agresif
 Melalui hipothalamus, mempercepat kerja endokrin, sex dan reproduksi.
D. Hypothalamus
Terletak paling depan di dienchepalon. Terbagi dalam dua kelompok nuclei, yaitu
yang medial dan lateral yang dipisahkan oleh collumna fornix dan tractus
mammillothalamicus.

Fungsi dari hipothalamus antara lain :


 Mengontrol sistem saraf otonom
 Mengontrol kerja endokrin
 Mengontrol suhu tubuh
 Mengontrol intake air dan makanan
 Mengontrol emosi dan perilaku
 Mengontrol irama sikardian
 Mengontrol tidur
E. Nucleus anterior thalami
Terletak disekelinling foramen interventriculare. Menerima input dari
hippocampus via fornix lalu melanjutkannya ke gyrus cingulli.
F. Nucleus medio dorsalis thalami
Menerima input dari nuclei thalami, cortex prefrontalis, area subcallosum dan
ganglia basalis lalu mengirimkan output ke cortex prefrontalis.terletak di sekeliling
ventriculus tertius.
G. Area septi
Merupakan bagian dari nuclei tel-enchepalon yang dibentuk oleh : cortex area
septi, gyrus para terminalis dan gyrus subcallosum. Terletak diantara septum
pellucidum dengan communissura anterior.
Penghubung dari sistem limbik adalah :
- alveus - fimbria
- fornix - tractus mammillatothalamicus
- stria terminalis - stria medullaris

2. Fisiologi Sistem Limbik

Peran sistem limbik

 menguasai aksi yang memuaskan kebutuhan dasar dan emosi, sistem limbik berhubungan dengan
hipotalamus yang berperan penting dalam emosi dan respon terhadap stres atau pusat stres (flight
or fight)
 mampu memobilisasi tubuh untuk bereaksi
 pengendalian tambahan terhadap beberapa perilaku instinctif
Sistem Limbik atau otak tengah, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan terdiri atas Talamus dan
Ganglia Basal atau otak tengah. Sistem Limbik penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek
tetapi juga menjaga homeostatis di dalam tubuh (tekanan darah, suhu tubuh dan kadar gula darah).
Terlibat dalam emosi ketahanan hidup dari hasrat seksual atau perlindungan diri.

Sistem Limbik mengandung Hipotalamus, yang sering dianggap sebagian bagian terpenting dari 'otak
mamalia'. Hipotalamus meskipun kecil (besarnya hanya sepatuh gula kotak) dan beratnya hanya empat
gram, hipotalamus mengatur hormon, hasrat seksual, emosi, makan, minum, suhu tubuh, keseimbangan
kimiawi, tidur dan bangun, sekaligus mengatur kelenjar utama dari otak (kelenjar pituitari). Hipotalamus
adalah bagian otak yang memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak,
misalnya kapan kita lapar.

Bagian limbik yang menjadi pusat emosi yang berada di amygdala dan hippocampus berfungsi
mengatur emosi manusia dan memori emosi, menunjukan seorang penderita epilepsi yang mendapat
terapi operasi otak dengan diangkatnya amigdala dan hypocampus memperlihatkan gejala hiperseks
dan rakus setelah operasi.
Istilah Limbik berarti perbatasan aslinya limbik digunakan untuk menjelaskan struktur tepi
sekeliling regio basal serebrum, dan pada perkembangan selanjutnya diperluas artinya keseluruh
lintasan neuronal yang mengatur tingkah laku emosional dan dorongan motivasional.

Bagian utama sistem limbik adalah hipotalamus dengan struktur berkaitan, selain mengatur
prilaku emosional juga mengatur kondisi internal tubuh seperti suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh,
dan dorongan untuk makan dan minum serta mengatur berat badan Fungsi internal ini secara bersama-
sama disebut fungsi vegetatif otak yang berkaitan erat pengaturannya dengan perilaku.

Bagaimana kerja Hipotalamus dan sistem limbik, dalam Guyton diterangkan Fungsi Perilaku dari
Hipotalamus dan Sistem Limbik (Guyton, 1997:937)

1. Perangsangan pada hipotalamus lateral tidak hanya mengakibatkan timbulnya rasa haus dan
nafsu makan tapi juga besarnya aktivitas emosi binatang seperti timbulnya rasa marah yang
hebat dan keinginan berkelahi.
2. Perasangan nukleus ventromedial dan area sekelilingnya bila dirangsang menimbulkan rasa
kenyang dan menurunkan nafsu makan dan binatang menjadi tenang.
3. Perangsangan pada zone tipis dari nuklei paraventrikuler yang terletak sangat berdekatan
dengan ventrikel ketiga (atau bila disertai dengan perangsangan pada area kelabu dibagian
tengah mesensefalon yang merupakan kelanjutan dari bagian hipotalamus biasanya
berhubungan dengan rasa takut dan reaksi terhukum.
4. Dorongan seksual dapat timbul bila ada rangsangan pada beberapa area hipotalamus.
Khususnya pada sebagian besar bagian anterior dan posterion hipotalamus.
Hipotalamus, daerah pengatur utama untuk sistem limbik, berhubungan dengan semua tingkat
limbik. Hipotalamus mewakili kurang dari 1 persen masa otak, namun merupakan bagian penting dari
jaras pengatur keluaran sistem limbik. Sebagai contoh perangsangan Kardiovaskular hipotalamus.
Perangsangan efek neurogenik pada sistem kardiovaskular meliputi kenaikan tekanan arteri, penurunan
tekanan arteri, peningkatan atau penurunan frekuensi denyut jantung. Pada umumnya, perangsangan
bagian posterior dan lateral hipotalamus meningkatkan tekanan arteri dan frekuensi denyut jantung,
sedangkan perangsangan area preoptik sering menimbulkan efek yang berlawanan. Pengaturan
gastrointestinal, dimana perangsangan pada hipotalamik lateral berhubungan dengan pusat lapar, bila
daerah ini rusak maka pada percobaan binatang, akan terjadi kehilangan nafsu makan menyebabkan
kematian karena kelaparan (lethal starvation). Pusat kenyang terdapat di nukneus ventromedial, bila
daerah ini dirangsang dengan listrik pada binatang percobaan akan menghentikan makannya dan benar-
benar mengabaikan makanannya. Bila area ventromedial ini rusak secara bilateral maka, maka binatang
tersebut jadi rakus, dan terjadi kegemukan yang hebat.(Guyton, 1997:933)
2. Memahami dan Menjelaskan Psikopatologi/Symptomatologi pada gangguan
psikotik
1. Definisi 

Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan kerusakan menyeluruh dalam uji
realitas seperti yang ditandai dengan delusi, halusinasi, bicara inkohern yang jelas, atau perilaku yang
tidak teratur atau mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan pasien terhadap inkomprehensibilitas
dalam tingkah lakunya.

2. Etiologi 
3. Klasifikasi 

1.Gangguan psikotik singkat :

Simptom psikotik singkat : 1 hari – 1 bulan. Kemudian dapat berfungsi secara normal (waktu
terbatas). Ada stressor yang diketahui ada yang tidak. Di DSM IV ada yang disebut gangguan reaktif
singkat yang kejadiannya setelah melahirkan. Perlakuan gangguan psikotik : kombinasi pengobatan dan
psikoterapi.

Kriteria diagnostik untuk gangguan psikotik singkat

 Adanya satu atau lebih gejala berikut


 Waham
 Halusinasi
 Bicara terdisorganisasi
 Perilaku terdisorganisasi jelas atau katatonik
 Lamanya suatu episode gangguan adalah sekurangnya satu hari tetapi kurang dari
satu bulan, akhirnya kembali penuh pada tingkat fungsi pramorbid
Gangguan tidak lebih baik diterangkan oleh suatu gangguan mood dengan ciri psikotik,
gangguan skizoafektif atau skizofrenia dan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
atau kondisi umum medis.

2. Gangguan schizofreniform
Ada simptom psikotik, tetapi lama dan keparahannya kurang daripada pada psikosis reaktif yang
singkat (1-6 bulan, kalau lebih dari 6 bulan, harus di diagnosis schizophrenia)
Simptom psikoafektif :
• Apabila ada simptom-simptom yang sifatnya schizofrenik dan afektif.
• DSM IV: ada simptom depresi mayor atau periode manik dan simptom delusi dan halusinasi.

3. Gangguan delusional
Penderita dapat berfungsi normal. Hanya ada satu gejala yaitu delusi.
Ada 5 subtipe :
1) Erotomania: delusi bahwa orang lain biasanya orang penting sangat mencintai dirinya.
Disamping itu biasanya ada simptom depresi atau mania.
2) Gangguan delusi kebesaran : merasa bahwa dirinya orang yang sangat penting (merasa dirinya
ratu adil).
3) Gangguan delusi iri : ada delusi bahwa pasangannya tidak setia.
4) Gangguan delusi persekutori : merasa bahwa dirinya akan dianiaya, merasa dirinya akan
dibunuh.
5) Gangguan delusi somatic : merasa bahwa dirinya mempunyai penyakit yang membahayakan
atau bahwa akan mati. Kepercayaan ini ekstrim dan tidak dapat diubah.

4. Gangguan psikotik bersama


Bila seorang atau lebih banyak orang mengembangkan sistem delusional sebagai akibat hubungan
yang dekat dengan orang yang delusional. Kalau dua orang disebut folie a deux. Sering terjadi tiga orang
atau lebih, atau seluruh keluarga . jadi seakan-akan orang terjangkit karena dekat, kalau pisah yang
terjangkit dapat kembali normal.

Perilaku kacau
Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan kehidupan serta rumah
tangga adalah bekerja untuk mendapatkan nafkah, atau bekerja sesuai fungsinya, walaupun
bukan untuk mendapatkan uang atau materi. Kewajiban dalam rumah tangga, kehidupan sosial
dalam masyarakat yaitu bersosialisasi dan penggunaan waktu senggang.
Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan dengan seksama, tak mau
bekerja sesuai kewajiban dan tanggungjawab dalam keluarga, atau tak mampu bekerja sesuai
dengan tingkat pendidikan. Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja dan malas.
Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan sosial atau penurunan
kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit stres berat menarik diri dari organisasi
sosial kemasyarakatan, atau sering terjadi kemunduran kemampuan dalam melaksanakan fungsi
sosial dan pekerjaannya.
Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa bercengkrama dengan anggota keluarga
atau masyarakat, atau membuat program kerja rekreasi dan dapat menikmatinya. Namun pada
penderita gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak melamun, malas,
bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan
ibadah.

Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari seseorang. Meskipun
salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi oleh orang lain, isi pikir bertentangan
dengan kenyataan, dan isi pikir terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan
waham curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan terhadap perilaku orang lain,
lebih-lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi kecurigaan kepada orang sekitarnya akan
meracuni atau membunuh dia. Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat
emosional agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia akan
dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang dibunuhnya.

Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsang pada
kelima indera tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %). Pasien psikotik yang
nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi
terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh ia pun akan
melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien psikotik yang membunuh
keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien
pun akan bunuh diri.

Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien melihat tali bisa ditafsirkan
sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan, dan
kadang-kadang perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasus-kasus
epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaan-keadaan kerusakan otak permanen.
Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia menderita epilepsi. Ia membunuh
anaknya sendiri yang masih tidur di kasur dengan parang, karena menganggap anaknya adalah
seekor kucing yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram anak balitanya dengan
air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu, dan akhirnya si anak meninggal dunia. Ia
melihat dan merasa menyiram hewan.

Tilikan Yang Buruk


Pasien psikotik merasa dirinya tidak sakit, meskipun sudah ada bukti adanya perubahan
perilaku yang jelas tidak wajar. Pasien tak mau minum obat atau tak mau diajak berobat, atau
bila ada waham dianggap mau diracuni. Keadaan merasa tidak sakit ini yang mempersulit
pengobatan, apalagi keluarga juga mengiyakan karena merasa tak sakit ia tak mau mencari
pengobatan.
Tilikan yang buruk ini merupakan ciri khas pasien psikotik. Di sini peran keluarga penting, kalau
memang menemukan gejala tersebut seperti waham, halusinasi dan illusi, segera berkonsultasi
kepada tenaga kesehatan jiwa.

Psikosis di Masyarakat
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai
tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan
ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan
perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena
kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang
tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang
seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa
stressor psikososial yang jelas. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien
psikotik (skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini
sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi
sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan
psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam
bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang
membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada
fase tenang pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan
psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada
pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi
psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai sesuai kebutuhan.

1. Ciri-ciri penderita psikotik antara lain:


Penarikan diri dari pergaulan sosial, banyak di dalam rumah, malu keluar rumah.
2. Tak mampu bekerja sesuai dengan fungsinya. Di rumah tak mau bekerja, atau bekerja sekedarnya
saja karena diperintah, setelah itu tak mau mengerjakan tugas yang diberikan.
3. Berpikir aneh, dangkal, berbicara tak sesuai dengan keadaan situasi keseharian, bicara ngelantur.
4. Dalam pergaulan ada riwayat gejala waham atau halusinasi dan illusi.
5. Perubahan perilaku yang nyata, misalnya tadinya ceria menjadi melamun, perilaku aneh-aneh
yang sebelumnya tidak pernah dijalani.
6. Kelihatan menjadi murung dan merasa tak berdaya.
7. Sulit tidur dalam beberapa hari, atau bisa tidur yang terlihat oleh keluarganya, tetapi pasien
merasa sulit atau tidak bisa tidur.

3. Memahami dan Menjelaskan Skizofrenia


1. Definisi 
Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat di bidang psikiatri, menyebabkan hendaya berat, tidak
mampu mengenali realitas sehingga tidak mampu menjalankan kehidupan sehari-hari seperti
orang normal, dengan perjalanan kronis ditandai dengan kekambuhan yang terjadi secara
berulang (Ascher, et al., 2011).
2. Etiologi 
Penyebab Skizofrenia jarang berdiri sendiri, biasanya terdiri dari penyebab fisik,
jiwa dan lingkungan serta kultural-spiritual yang sekaligus timbul bersamaan
sehingga akhirnya memunculkan gangguan pada jiwa (Saddock, et al., 2009).
Faktor genetik, neurodevelopmental dan sosial berpengaruh terhadap Skizofrenia
masih belum dapat dijelaskan secara utuh. Jalur terakhir yang paling jelas adalah
peningkatan aktivitas dari dopamin, serotonin, dan glutamat (Katona, et al., 2012)

Menurut model diatesis-stress, Skizofrenia terjadi karena gangguan integrasi dari


faktor biologis, psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan (diatesis), bila
diaktifkan oleh pengaruh yang penuh tekanan antara faktor biologis, psikososial
dan lingkungan, memungkinkan timbulnya Skizofrenia. Komponen biologis
berupa kelainan genetik, gangguan fungsi atau struktural otak, neurokimia,
infeksi, sedangkan psikologis (contohnya situasi keluarga yang penuh tekanan
atau kematian kerabat dekat), dan komponen lingkungan seperti penyalahgunaan
zat, stres psikososial, dan trauma (Sadock, et al., 2015).

1. Genetik

Angka kesakitan bagi saudara kandung 7-15%; bagi kembar dua telur (dizigot) 5-
15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 40-60%. Anak yang lahir dari orang tua
Skizofrenia 5-20 kali lipat akan lahir menjadi Skizofrenia dibandingkan anak
yang lahir dari orangtua normal (McClellan & Stock, 2013; Sadock, et al., 2015).

2. Hipotesis perkembangan saraf

Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan
morfologi otak pasien Skizofrenia, antara lain berupa berat otak rata-rata lebih
kecil 6% dari pada otak normal dan ukuran anterior-posterior 4% lebih pendek,
pembesaran ventrikel otak, gangguan metabolisme di frontal dan temporal dan
kelainan susunan seluler struktur saraf di kortek dan subkortek yang terjadi pada
saat perkembangan. Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan
saraf yang menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal
kehidupan, akibat pengaruh genetik dan dimodifikasi oleh faktor maturasi dan
lingkungan (Sadock, et al., 2015).

3. Neurobiologi

Secara spesifik, gejala positif dari Skizofrenia dihipotesiskan oleh karena adanya
malfungsi pada sirkuit mesolimbik, sementara gejala negatif karena adanya
malfungsi di area mesokortek dan juga melibatkan area mesolimbik khususnya
yang melibatkan nucleus acumbens yang diperkirakan menjadi bagian dari sirkuit
reward dari otak, sehingga jika ada masalah dengan reward dan motivasi pada
Skizofrenia maka kelainannya diduga berasal dari area ini. Nucleus acumbens
juga akan teraktivasi karena penggunaan zat yang tampak pada pasien
Skizofrenia. Gejala positif bisa menumpuk dengan gejala negatif yang ditandai
dengan mulai adanya keinginan untuk merokok, penyalahgunaan obat dan
alkohol, mungkin di hubungkan pada area otak ini (Stahl, 2013).
a. Hipotesis Dopamin, menyatakan bahwa Skizofrenia disebabkan oleh adanya
hiperaktifitas pada jaras dopamin pada otak manusia. Hipotesis ini didukung oleh
hasil penelitian bahwa amphetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan
dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip dengan Skizofrenia dan obat
antipsikotik bekerja dengan memblok reseptor dopamin, terutama reseptor
Dopamin D2 (Stahl, 2013).

b. Hipotesis Abnormalitas Reseptor NMDA, di era 2000-an, adanya kerusakan


reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA) memengaruhi produksi neurotransmitter
glutamat. Hipotesis ini menjelaskan bagaimana abnormalitas dari reseptor NMDA
memengaruhi hiperaktifas glutamat yang menyebabkan timbulnya gejala
skizofrenia. Glutamat menjadi neurotransmiter mayor untuk eksitasi pada sistem
saraf sentral dan sering menjadi kunci penting dalam pengaturan sistem eksitasi
dalam otak (Stahl, 2013).

4. Faktor Lingkungan

Interaksi faktor lingkungan dengan faktor biologi berisiko memengaruhi onset


dan beratnya suatu gangguan. Faktor psikososial dalam lingkungan keluarga,
seperti lingkungan rumah yang sehat akan memberikan perlindungan untuk anak-
anak. Perilaku keluarga yang patologi yang secara signifikan dapat meningkatkan
stres emosional memiliki faktor risiko dalam keluarga menjadi Skizofrenia
(McClellan & Stock, 2013; Sadock, et al., 2015).

3. Klasifikasi 

1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.Gangguan afektif,
dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien
yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar
dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe
lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang
dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak
terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
(onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
 Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa
tujuan dan hampa perasaan;
 Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
 Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
 Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting
and fragmentary delusions and hallucinations).
 Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa
tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
 Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat
dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
 stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
 Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi
oleh stimuli eksternal)
 Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
 Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau
upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
 Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan
dirinya);
 Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
 Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap
perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
 Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk
skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.

4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).


Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah
satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
 Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
 Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
 Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
 Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
 Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
 Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif.
Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari
subtipe skizofrenia yang sesuai.

6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
 Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
 Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofenia;
 Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
 Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan
skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.

7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
 gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-
perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat
yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis
simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.

8. Skizofrenia lainnya
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
 Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang
kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform
didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis
delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media
skizofrenia.
 Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan
diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang
sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai
contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian
schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma
juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
 Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat
kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik
oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman
halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan
oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis
atau neurologist dari gejala tersebut.
 Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian
lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya
system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat
berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
 Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia,
obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien
tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang
seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka
mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
 Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi
longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan
struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
 Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu
pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan
(blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek
kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan
respon buruk terhadap pengobatan.

4. Patofisiologi 
Patofisiologi skizofrenia adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, terutama
norepinefrin, serotonin, dan dopamin (Sadock, 2015). Namun, proses patofisiologi skizofrenia
masih belum diketahui secara pasti. Secara umum, penelitian-penelitian telah menemukan bahwa
skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian temporal (termasuk
mediotemporal), bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian
ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah hipokampus dan
parahipokampus (Abrams, Rojas, & Arciniegas, 2008). Pada penelitian neuroimaging penderita
dengan skizofrenia, ditemukan penurunan volume talamus dan deformitas thalamus,
abnormalitas pada nukleus ventrolateral (Smith, et.al., 2011).
5. Manifestasi Klinis- dari PPDGJ, DSM-IV
Gejala Positif Skizofrenia

Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut:

1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah
dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini
kebenarannya.
2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita
mendengar suara-suara/bisikan di telinganya padahal sebenarnya tidak ada sumbernya.
3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,
sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira
berlebihan.
5. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba bisa, serba mampu dan sejenisnya.
6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
7. Menyimpan rasa permusuhan.

Gejala Negatif Skizofrenia

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan adalah sebagai berikut:

1. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran perasaan ini terlihat dari
wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang
lain, suka melamun (day dreaming).
3. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5. Sulit dalam berpikir abstrak.
6. Pola pikir stereotip.
7. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisatif, tidak ada upaya dan
usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu)

Gejala-gejala negatif Skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali tidak disadari atau kurang
diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap “tidak mengganggu” sebagaimana halnya pada
penderita Skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali
terlambat membawa penderita untuk berobat.

Dalam pengalaman praktek, gejala positif Skizofrenia baru muncul pada tahap akut. Sedangkan
pada stadium kronis (menahun) gejala negatif Skizofrenia lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala
positif atau negatif muncul berbauran, tergantung pada stadium penyakitnya.

6. Diagnosis & Diagnosis banding 


PEDOMAN DIAGNOSTIK BERDASARKAN PPDGJ III
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. – Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras) dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar masuk kedalam pikirannya
(insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umumnya
mengetahuinya.
b. – Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu
kekuatan dari luar; (tentang dirinya= secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak
atau kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar, yang bermakna sangat khas bagi
dirinya , biasanya bersifat mistik dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik ;
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap prilaku pasien .
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara
atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar
dan sesuatu yang mustahi,misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau kekuatan
dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca atau
berkomunikasi dengan mahluk asing atau dunia lain)
Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
e. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja , apabila disertai baik oleh waham yang
mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang berakibat
inkoherensia atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.
g. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi tubuh tertentu
(posturing) atay fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
h. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan respons emosional yang menumpul
tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunya
kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neureptika.
* adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau
lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal);
* Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall
quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self
absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Diagnostik Gangguan Skizofrenik dapat diklasifikasi dengan menggunakan kode lima karakter
berikut: F20.X0 Berkelanjutan, F20.X1 Episodik dengan kemunduran progresif, F20 X2 episodik
dengan kemunduran stabil, F20.X3 Episode berulang , F20. X4 remisi tak sempurna, F20.X5
remisi sempurna, F20.X8. lainnya, F20.X9. Periode pengamatan kurang dari satu tahun.
F.20 Skizofrenia Paranoid
Pedoman diagnostik
1. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
2. Sebagai tambahan:
- Sebagai tambahan :
* Halusinasi dan/ waham arus menonjol;
(a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau
bunyi tawa (laughing).
(b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual , atau lain-lain perasaan
tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control),
dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;
· Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif
tidak nyata / tidak menonjol.
Diagnosa Banding :
- Epilepsi dan psikosis yang diinduksi oleh obat-obatan
- Keadaan paranoid involusional (F22.8)
- Paranoid (F22.0)

F20.1 Skizofrenia Hebefrenik


Pedoman Diagnostik
- Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
(onset biasanya 15-25 tahun).
- Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak
harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
- Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya,
untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :perilaku yang
tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk
menyendiri (solitaris) dan perilaku menunjukan hampa tujuan dan hampa perasaan. Afek pasien
yang dangkal (shallow) tidak wajar (inaproriate), sering disertai oleh cekikikan (gigling) atau
perasaan puas diri (self-satisfied), senyum-senyum sendiri (self absorbed smiling) atau sikap
tinggi hati (lofty manner), tertawa menyerigai, (grimaces), manneriwme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondriakalI dan ungkapan dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases), dan proses pikir yang mengalamu disorganisasi dan
pembicaraan yang tak menentu (rambling) dan inkoherens
- Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir biasanya menonjol,
halusinasi dan waham biasanya ada tapi tidak menonjol ) fleeting and fragmentaty delusion and
hallucinations, dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determnation) hilang serta
sasaran ditinggalkan, sehingga prilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of
purpose) Tujuan aimless tdan tampa maksud (empty of puspose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal, dan bersifat dibuat-buar terhadap agama, filsafat, dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikirannya.
F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated )
Pedoman diagnostik :
(1) Memenuhi kriteria umu untuk diagnosa skizofrenia
(2) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.’
(3) Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skiszofrenia

F20.5 Skizofrenia Residual


Pedoman diagnostik:
Untuk suatu diagnostik yang menyakinkan , persyaratan berikut harus di penuhi semua:
(a) Gejala “Negatif” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk, seperti ekspresi muka,
kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri, dan kinerja sosial yang buruk.
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosa skizofrenia
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala
yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul
sindrom negatif dari skizofrenia
(d) Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya, depresi kronis atau
institusionla yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.
F20.6 Skizofrenia Simpleks
Pedoman diagnostik
- Skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada pemantapan
perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari: (1) gejala negatif yang khas dari
skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik. Dan (2) disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna,
bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara sosial.
- Gangguan ini kurang jelas gejala psokotiknya dibanding dengan sub type skisofrenia lainnya.
KRITERIA DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual - IV).
A. Khas / Karakteristik : 2 gejala berikut atau lebih dari yang berikut ini, masing-masing
ditemukan pada bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan : (gejala tahap aktif
psikosis)
a. Delusi / waham : satu gejala ini sudah cukup bila wahamnya bizarre
b. Halusinasi : satu gejala ini sudah cukup bila halusinasi berupa pendengaran/ bisikan yang
terus mengomentari perilaku dan pikiran pasien, atau beberapa orang terdengar
membicarakan pasien
c. Disorganized speech (bicara kacau, sering ngelantur atau inkoheren, tidak nyambung)
d. Perilaku kacau atau katatonik
e. Gejala negatif : misal
a. Emosi mendatar, dingin, tak hangat, acuh
b. Alogia : diam seribu bahasa
c. Avolition : malas, tak ada aksi/kerja
Hanya 1 gejala kriteria A yang diperlukan jika waham kacau atau halusinasi terdiri dari
suara yang terus menerus mengomentari perilaku / pikiran pasien / dau atau lebih suara
yang saling bercakap.
B. Disfungsi Sosial/Okupasional : untuk jangka waktu yang cukup lama, salah satu area fungsi
sosial/okuparsional terganggu, yaitu:
1. pekerjaan
2. hubungan interpersonal
3. perawatan diri tidak yang memadai
(atau bila onset pada anak – anak atau remaja, gagal mencapai tingkat pencapaian
interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan )
C. Lamanya Gangguan : sedikitnya 6 bulan terus menerus; Periode 6 bulan ini harus termasuk
paling kurang 1 bulan (atau kurang jika berhasil diobati) gejala yang memenuhi kriteria A
(gejala fase aktif) dan dapat termasuk perode gejala prodromal atau residual. Selama periode
prodromal atau residual ini, tanda dari gangguan mungkin dimanifestasikan oleh hanya
gejala negative atau dua atau lebih gejala yang tercantum pada kriteria A yang timbul dalam
bentuk yang kurang jelas (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yag tidak
lazim)

D. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood : gangguan skizoafektif dan


gangguan mood dengan ciri psikotik, disingkirkan karena salah satu dari (1) tidak ada
episode Depresi Mayor, Manik, atau campuran yang terjadi secara bersamaan dengan gejala
fase aktif, atau (2) jika episode mood terjadi selama gejala fase aktif, durasi seluruhnya
relative singkat dibandingkan durasii periode aktif dan residual.

E. Penyingkiran zat / KMU : gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum.

F. Hubungan dengan gangguan pervasif : jika terdapat adanya riwayat gangguan autistik /
gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosa tambahan skizofren dibuat hanya jika
waham / halusinasi yang menonjol juga ditemukan sekurang-kurangnya satu bulan (atau
kurang jika diobati dengan berhasil)

G. Perjalanan Penyakit Skizofrenia :


Setelah episode serangan skizofrenia yang pertama, pasien skizofrenia akan memiliki periode
pemulihan yang bertahap, yang dapat memakan waktu yang lama untuk menuju pada periode
fungsi dasar yang relatif normal. Dalam periode pemulihan menuju keadaan relative normal
tersebut, kekambuhan (relaps) biasanya terjadi. Masing-masing relaps akan diikuti oleh
pemburukan lebih lanjut pada fungsi dasar pasien. Semakin sering relaps, semakin sulit
kembali ke fungsi dasar semula. Pada akhirnya, pasien skizofrenia menyadari adanya
kesulitan atau kegagalan untuk kembali ke fungsi dasar semulanya, dan keadaan inilah yang
membuat pasien menyimpulkan bahwa kehancuran yang bermakna pada kehidupannya telah
terjadi akibat gangguan ini.

Tipe Paranoid :
A. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang berulang kali.
B. Gejala berikut tidak menonjol : bicara yang kacau, perilaku yang kacau atau katatonik, afek
yang mendatar atau tidak wajar (inappropriate)

Tipe Disorganisasi / Kacau :


A. Semua gejala berikut menonjol :
1. bicara kacau
2. perilaku kacau
3. afek tidak memadai/wajar atau mendatar
B. Tidak memenuhi kriteria untuk type katatonik

Tipe Katatonik : Didominasi oleh sedikitnya dua gejala berikut


1. immobilitas motorik : sebagai katapleksi (termasuk waxy flexibility) atau stupor
2. aktivitas motorik yang berlebihan, tak bertujuan dan tidak berkaitan dengan stimuli external
3. negativisme yang mencolok (resistensi tanpa motif terhadap semua instruksi, atau
mempertahankan posisi tubuh secara kaku terhadap usaha untuk mengubahnya), atau mutisme
(diam seribu bahasa)
4. kejanggalan dalam gerakan-gerakan sadar, misalnya posturing (secara sadar mengambil posisi
tubuh yang tidak wajar atau bizarre), gerakan-gerakan stereotipik, mannerisme yang mencolok,
atau senyum yang tak wajar (prominent grimacing)
5. ekolalia (latah) atau ekopraksia (latah gerakan)

Tipe Tak Tergolongkan


Ada gejala-gejala A tetapi tidak memenuhi kritera untuk tipe paranoid, disorganisasi maupun
katatonik.

Tipe Residual
Tidak dijumpai delusi, halusinasi, bicara yang kacau, dan perilaku yang amat kacau atau
katatonia.
Secara kontinu menunjukkan adanya gangguan, misal : gejala-gejala negatif, atau adanya 2-3
gejala type A dalam derajat lebih lemah, misal odd beliefs, unusual perceptual experiences

Akut Delusional Psikosis


Latent Skizofrenia : bila pasien tidak memenuhi kritera yang jelas untuk skizofrenia; mencakup
misalnya kasus-kasus borderline skizoid dan gangguan kepribadian skizotipal. Pasien-pasien ini
sekali-sekali menunjukkan perilaku yang ganjil, atau kelainan pikiran, tapi tidak secara konsisten
menunjukkan gejala-gejala psikotik. Pada waktu yang lalu sindroma ini disebut juga Borderline
skizofrenia.

Oneiroid : individu berada seolah dalam mimpi, tidak sepenuhnya sadar akan waktu dan tempat
(disorientasi waktu dan tempat). Istilah ini digunakan dalam oneiroid schizophrenia dalam mana
pasien sangat asyik terlibat dalam halusinasinya sehingga seolah terlepas dari keterlibatan
dengan dunia nyata. Bila terjadi keadaan ini, dokter harus hati-hati sekali memeriksa pasien
untuk kemungkinan sebab-sebab medis-fisik atau kondisi neurologis sebagai penyebab gejala
tersebut.
Paraphrenia : digunakan untuk menggambarkan salah satu gejala skizofrenia tipe paranoid, atau
untuk menunjukkan perjalanan penyakit yang deterioratif (makin parah) atau adanya sistem
waham yang sistematis. Istilah yang dianjurkan tidak digunakan lagi.

Pseudoneurotic Schizophrenia :
Kadang-kadang pasien yang biasanya menunjukkan gejala-gejala ansietas, fobia,
obsesi dan kompulsi kemudian mengembangkan gejala kelainan pikiran dan psikosis. Secara
khas pasien menunjukkan pananxiety, panphobia, panambivalence dan kadang2 sexualitas yang
kacau. Berbeda dengan pasien gangguan cemas, pasien pseudoneurotic menunjukkan free-
floating anxiety yang jarang berkurang. Dalam klinik pasien jarang menjadi amat parah atau
amat psikotik. Kondisi ini dalam DSM-IV-TR akan didiagnosis sebagai gangguan kepribadian
ambang.

Simple Schizophrenia (Skizofrenia simplex; simple deteriorative Disorder) :


Tanda khas : hilangnya secara lambat laun ambisi dan dorongan kehendak pasien. Pasien tidak
psikotik secara overt, juga tidak menunjukkan gejala delusi dan halusinasi yang menetap. Gejala
utama adalah penarikan diri dari situasi terkait lingkungan sosial dan kerja.

Depresi Pasca-Skizofrenia.
Gejalanya dapat mirip dengan gejala-gejala tahap residual skizofrenia atau efek samping
daripada obat-obat antipsikotik yang umum digunakan, istilah lain : post schizophrenic
depression (ICD-X), merupakan hasil akhir episode skizofrenia. Ini terjadi pada sekitar 25 %
pasien dengan skizofrenia dan makin sering berhubungan dengan risiko bunuh diri.

Skizofrenia Onset Dini (Early-Onset)


Sebagian pasien mulai mendapat skizofrenia pada masa kanak-kanak, kadang-kadang sulit
dibedakan dengan retardasi mental atau gangguan autistik. Diagnosis berdasarkan gejala-gejala
yang sama dengan skizofrenia pada orang dewasa. Mulanya biasanya perlahan (insidious),
cenderung berjalan kronis dan prognosisnya tidak baik.

Skizofrenia Onset Lanjut (Late-Onset).


Mulanya sesudah usia 45 tahun. Lebih sering menyerang wanita dan biasanya gejala
paranoid lebih menonjol. Prognosis biasanya baik dan respons baik terhadap antipsikotika.
Cara Mendiagnosis:
Untuk mendiagnosis tipe penyakit skizofrenia yaitu tipe paranoid, tipe katatonik, tipe terdisorganisasi,
tipe tak tergolongkan dan tipe residual, maka dilakukan pemeriksaan menggunakan status mental.
Pemeriksaan status mental merupakan bagian dari pemeriksaan klinis yang menggambarkan jumlah
total observasi pemeriksa dan kesan tentang pasien psikiatrik saat wawancara atau suatu gambaran
tentang penampilan pasien, bicara, tindakan dan pikiran selama wawancara. Secara ringkas prosedur
pengkajian status mental pasien dapat dilakukan meliputi:
1. Observasi penampilan pasien dan tingkah lakunya dengan melihat cara berpakaian pasien, kerapihan
dan kebersihan diri.
2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan aktivitas motorik semua ini
sering memberikan informasi penting tentang pasien.
3. Penilaian gaya bicara pasien dan tingkat kesadaran juga diobservasi.
4. Penilaian halusinasi pasien.
5. Penilian cara berpikir pasien.

KRITERIA PPDGJ-III dan DSM-IV


Diagnosis banding
• Gangguan Psikotik Akibat Obat
• Gangguan Buatan
• Gangguan Mood
• Gangguan Kepribadian
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan medis
psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika psikosis atau katatonia
disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang
paling sesuai adalah gangguan psikotik akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia
akibat zat. Manifestasi psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal
dalam perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan demikian
klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis nonpsikiatrik dii dalam
diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien
dengan gangguan neurologist mempunyai lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih
menderita akibat gejala psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang
dapatmembantu klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga pedoman umum
tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi harus cukup agresif dalam mengejar
kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang
atau adanya variasi dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan
riwayat keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan psikiatrik.
Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi medis nonpsikiatrik,
bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia
mempunyai kemungkinan yang sama untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala
psikotik dibandingkan dengan seorang pasien skizofrenik.

Berpura-pura dan Gangguan buatan


Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu diagnosis yang
sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi sebenarnya tidak menderita skizofrenia.
Orang telah menipu menderita skizofrenia dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik.
Orang yang secara lengkap mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis
berpura-pura (malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang
jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala psikotiknya
mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious disorder). Tetapi, beberapa
pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik
untuk mendapatkan bantuan lebih banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.

Gangguan Psikotik Lain


Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan yang terlihat pada
gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan gangguan skizoafektif. Gangguan
skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya
satu bulan tetapi kurang daripada enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah
diagnosis yang tepat jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan
dan jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif adalah
diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang bersama-sama dengan gejala
utama skizofrenia.Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak aneh
(nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala skizofrenia lainnya
atau suatu gangguan mood.

Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.

Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan
gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala
yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset
tanggal yang dapat diidentifikasi.
7. Tatalaksana 
Psikofarmaka
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1) Haldol (haloperidol)
2) Mellaril (thioridazine)
3) Navane (thiothixene)
4) Prolixin (fluphenazine)
5) Stelazine ( trifluoperazine)
6) Thorazine ( chlorpromazine)
7) Trilafon (perphenazine)

Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.-Ada 2 pengecualian
(harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval
2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistemdepot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.

b. Newer Atypcal Antipsycotic


Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
 Risperdal (risperidone)
 Seroquel (quetiapine)
 Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan
Skizofrenia.

c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.

 Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran

No. Nama Generik Sediaan Dosis


1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, 150 - 600 mg/hari
injeksi 25 mg/ml
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 - 15 mg/hari
5 mg
Injeksi 5 mg/ml
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg 25 - 50 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari
Injeksi 50 mg/ml
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari

Cara penggunaan
o Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
o Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya
dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum
tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu
yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang
o Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
 Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
 Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil,
dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
o Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à diturunkan setiap 2 minggu à
dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2
hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) à stop
o Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
o Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir
yang masih mempunyai efek klinis.
o Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun
setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat
secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan.
o Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
o Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan
lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2
mg/hari)
o Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5
cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian
anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus
skizofrenia.
o Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan posisi
tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin
(effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.

ANTIPSIKOSIS GENERASI PERTAMA

1. Klorpromazin

2-klor-N-(dimetil-aminopril)-fenotiazin
Indikasi : antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam menghambat berbagai reseptor α-
adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan
afinitas yang berbeda.
Efek samping : Sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan
sjndrom neuroleptik malignant ), hiperprolaktinemia, hpeotensi ortostatik
and gejala idiosinkrasi(ikterus, dermatitis,dan leucopenia)
Interaksi obat :Chlorpromazine dapat menghambat metabolism hati dari asam valproat yang
dapat berakibat toksik.
2. Fluphenazin

Indikasi : antipsikosis atipikal


Efek samping :Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal
Interaksi obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin.

3. Haloperidol

Indikasi : antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit mania depresif dan
skizofrenia.
farmakokinetik : cepat diserap di saluran pencernaan,Cp max dalam waktu 2-6
jam,ekskresinya lewat ginjal lambat,kira-kira 40 % dikeluarkan selama 5 hari.
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal, leucopenia dan agranulositosis
Kontraindikasi: sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin,
olanzapin.

4. Loxapin

Indikasi : mengobati skizofenia dan psikosis lainnya, disamping itu memiliki efek
antiemetic, sedative, antikolinergik dan anti adrenergic.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam (oral),t½ nya 3
jam.
Efek samping : insidens reaksi ekstrapiramidal
Kontraindikasi: harus hati-hati penggunaannya bagi pasien dengan riwayat kejang.

5. Molindon
Indikasi : antipsikosis, anti emetic,meningkatkan efek stimulasi dari dihidroksifenilalanin
dan 5-hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.
Farmakokinetik : Cepat diabsorbsi gi GI,76 % molidon yang terikat pada protein plasma,
t½ nya 2 jam.
Efek samping : Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal,efek
endokrin,pigmentasi kulit.
Kontraindikasi: Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami depresi SSP
dan mengalami hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Menghambat absorpsi bersama dengan fenitoin atau tetrasiklin.

6. Mesoridazine,Pherphenazin, Thioridazine,ThiothixeneTrifluoperazine
Indikasi : antipsikosis, skizofrenia
Efek samping :Pruritus,fotosensitifitas,eosinofilia,
trombositopenia.Hiperprolaktinemia,konstipasi,dyspepsia,reaksi ekstrapiramidal.
Kontraindikasi: Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami depresi
SSP,kerusakan otak subkortikal, kelainan sumsum tulang.
Interaksi Obat : Biasanya dikombinasikan dengan depresan SSP seperti
opiate,analgetik,barbiturate dan sedative untuk menghindari efek sedasi yang tinggi atau depresi
SSP.

ANTIPSIKOSIS GENERASI KEDUA

1. Klozapin

Indikasi : mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia baik yang positif(iritabilitas)


maupun yang negative.(personal neatness).
Farmakokinetik : diabsorpsi secara cepat dan sempurna, Cp max nya 1,6 jam, t½ nya 11,8
jam.
Efek samping : agranulositosis, hipertrmia, takikardia, sedasi, pusing kapala, hipersalivasi.
Kontraindikasi: penggunaan dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak dapat
mentoleransi psikosis yang lain.
Interaksi Obat : Kombinasi klozapin dan karbamazepin tidak direkomenasikan karena
kemungkinan terjadi supresi sumsum tulang dengan kedua agen tersebut.
2. Risperidon

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif.disamping itu
diindikasikan pula untuk ganggua bipolar, depresi ciri psikosis dan Tourette syndrome
Farmakokinetik : bioavailabilitas oral 70 %, ikatan protein plasma 90 %, dan dieliminasi
lewat urin dan sebagian lewat feses.
Efek samping :insomnia,agitasi, ansietas, somnolen, mual,muntah, peningkatan berat
badan,hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.
Interaksi Obat : Paraoxetin dilaoprkan dapat meningkatkan total risperidon dalam plasma
sebanyak 76 % kalinya.

3. Olanzapine

Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif dan sebagai antimania.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam, ekskresi lewat urin.
Efek Samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia, peningkatan berat badan,
intoleransi glukosa ,hiperglikemia ,hiperlipidemia.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin,
olanzapine

4. Quetiapin

Indikasi : Terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif


Farmakokinetik : Absorpsi cepa, Cp max 1- 2 jam, ekskresi sebagian besar lewat urin dan
sebagian kecil lewat feses.
Efek samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping
ekstrapiramidalnya rendah peningkatan berat
badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Jika penghambat CYP 3A4 (seperti cimetidine, ketoconazole, nefazodone, jus
anggur dan erythromycin) dtkombinasikan dengan quetiapin maka peningkaan efek samping
(seperti sedasi,ortostatik) mungkin dapat terjadi
5. Ziprasidon

Indikasi : mengatasi keadaan akut skizofrenia dan gangguan bipolar


Farmakokinetik : Absorbsinya cepat dan ikatan protein plasmanya 99 %.
Efek Samping : Sakit kepala, somnolen dan dizziness,efek samping ekstrapiramidalnya rendah
peningkatan berat badan,hiperprolaktinemia
Interaksi Obat : Kombinasi antara antipsikosis dengan pengkonduksi miokardial dapar
meningkatkan efek samping dari antipsikosis.

Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama


Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah.Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk
mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat
lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama
pada Clozaril)

Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)


Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan
obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat oral
dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya. Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal
lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan
diatas gagal.

Pengobatan Selama fase Penyembuhan


Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode
petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia
episode pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba
menurunkan dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum
sembuh total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat,
bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat penting
untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan
tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan
obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah
atau mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan
mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari
obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami
tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan obat.
Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga
dapat membantu mengatasi masalah ini.Efek samping lain yang jarang terjadi adalah
neuroleptic malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang
juga dapat menimbulkan komplikasi berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.

Psikoterapi

Terapi kejiwaan baru dapat diberian apabila penderita dengan terapi psikofarma sudah
mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman
diri semakin baik. Psikoterapi ini banyan macam dan ragamnya tergantung dari kebutuhan dan
latar belakang penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh :

a. Psikoterapi suportif

Jenis psikterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar
penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya fighting spirit) dalam menghadapi
hidup ini tidak kendur dan menurun

b. Psikoterapi re-edukatif

Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksdunya
memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan
mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap
dunia luar.

c. Psikoterpai re-konstruktif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.

d. Psikoterapi kognitif

Jeni terapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif.

e. Psikoterapi psikodinamik

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan
keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan
kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan baik.

f. Psikoterapi perilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksdukan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang adaptif. Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita
mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari – hari baik dirumah, di
sekolah/kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosial

g. Psikoterpai keluarga

Jenis terapi ini dimaksdukan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.

Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian (maturing
personality), memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan
kepercayaan diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti
dan bermanfaat (meaningfulness of life)

Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

 Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
 Psikoterapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia

 Psikoterapi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan
remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera,
topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama
dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana
yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.

 Manajemen kasus
 Assertive Community Treatment (ACT)

Psikoreligius

Terapi keagamaan berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berddoa,


memanjatkan puji – pujian kepada tuhan, ceramah keagamman dan kajian kitab suci dan lain
sebagainya. Sehubungan dengan hal ini maka bagi umat beragama berdoan dan berdzikir dikala
sedang menhadapi musibah merupakan upaya yang amat dianjurkan guna memperolah
ketenangan dan penyembuhan penyakit.

Rehabilitasi

Bagi penderita gangguan jiwa skizofrenia yang berulang kali kambuh dan berlanjut kronis
dan menahun selain program terapi sebagaimana diuraikan, diperlukan program rehabilitasi
sebagai persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program rehabilitasi
sebagai persiapan kembali kekeluarga dan ke masyararakat meliputi berbagai macam kegiatan,
antara lain :

1. Terapi kelompok
2. Menjalankan ibadah keagamaan bersama
3. Kegiatan kesenian
4. Terapi fisik berupa olah raga
5. Keterampilan
6. Berbagai macam kursus
7. Berocok tanam
8. Rekreasi
9. Dll

8. Pencegahan 

Organobiologik
Untuk menghindari kemungkinan adanya faktor genetik (turunan), maka perlu diteliti
riwayat atau silsilah keluarga, misalnya :
- Bila dalam silsilah suatu keluarga ditemukan salah seorang menderita skizofrenia
maka hendakknya bila ia ingin menikah sebaiknya dengan orang dari keluarga jauh
yang dalam silsilah keluarganya tidak ada anggota keluarga yang menderita
skizofrenia.
- Meskipun dalam silsilah keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita
skizofrenia, bila salah seorang keluarga hendak menikah dengan orang lain yang juga
dalam silsilah keluarganya tidak ada yang menderita skizofrenia, maka sebaiknya
kedua keluarga tadi merupakan keluarga jauh bukan keluarga dekat yang masih
bertalian darah.
- Sesama penderita atau mantan skizofrenia sebaiknya tidak saling menikah
PSIKO-EDUKATIF
Perkembangan jiwa/kepribadian anaka tergantung bagaimana kedua orangtua
mendidiknya (faktor psiko-edukatif). Kedua orang tua merupakan tokoh imitasi dan
identifikasi anak. Pendidikan anak hendaknya sedemikian rupa sehingga dapat dihindari
terbentuknya sifat atau ciri kepribadian yang rawan atau rentan bagi terjadinya gangguan
jiwa skizofrenia, misalnya yang tergolong kepribadian pramorbid (kepribadian paranoid,
skizoid, skizotipal dan ambang). Dalam hali ini terjadinya kelainan dalam perkembangan
jiwa/kepribadian anak lebih tergantung dari faktor cara orang tua mendidik dan contoh
dari suri tauladan yang diberikannya, atau dengan kata lain faktor parental example lebih
penting daripada parental genes.
Psikoreligius
D.B. larson, dkk (1992) dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam “religious
commitment and health” (APA,1992), menyatakan antara lain bahwa agama (keimanan)
amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta
mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Sementara itu snyderman
(1996) menyatakan bahwa terapi medis tanpa agama (doa dan dzikir), tidak lengkap,
sebaliknya agama (doa dan dzikir) saja tanpa terapi medis, tidak efektif
Psikososial
Skizofrenia hendaknya dapat dihindari atau ditanggulangi. Adapula bentuk stesor
psikososial yang dapat dialami oleh anak selama tumbuh kembangnya dalam keluarga,
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perkembangan jiwa/kepribadian anak.
Seyogianya anak tumbuh kembang dalam keluarga sakinah yaitu keluarga yang
harmonis, sehat dan bahagia dan buan hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang
mengalami disfungsi. Dsifungsi keluarga yang dimaksud, adalah kondisi keluarga dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
- Keluarga tidak utuh (broken home), misalnya kematian salah satu atau kedua
orangtua, kedua orangtua berpisah (separate) atau bercerai (divorce)
- Kehidupan perkawinan kedua orangtua tidak baik (poor marriage). Hubungan
orangtua dan anak tidak baik (poor parent-child relationship)
- Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low
warmth). Orangtua sibuk (busy) dan jarang dirumah (absence)
- Salah satu atau kedua orangtua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan
kejiwaan (perconality or psychological disorders).

9. Prognosis 

Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-
kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien
dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang
berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri.
Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu
memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan
dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan
perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu
untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus
mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna
oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.
Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:
1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.
2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.

Prognosis penderita skizofrenia baik bila:


1. Onset akut
2. Faktor pencetusnya jelas
3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid yang baik (termasuk kemunculan di usia
lanjut)
4. Subtipe paranoid
5. Menikah
6. Riwayat keluarga dengan gangguan alam perasaan
7. Predominasi gejala positif
Prognosis penderita skizofrenia buruk bila:
1. Onset pada usia lebih muda
2. Faktor pencetus tidak jelas dan bersifat insidius
3. Riwayat sosial dan pekerjaan premorbid buruk
4. Perilaku menyendiri
5. Subtipe disorganisasi dan nondiferensiasi
6. Tidak menikah
7. Riwayat keluarga dengan skizofrenia
8. Adanya tanda dan gejala neurologic
9. Predominasi gejala negatif

Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu


menggembirakan.Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali
untuk waktu yang singkat.(Imam Setiadi daam Skizofrenia, Refika Aditama,
2006). 
4. Memahami dan Menjelaskan Ibadah Mahdhah 

Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti
hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik
tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan
tuannya dan menghindarkan murkanya. Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga
haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan
diciptakan hanya untuk  ibadah atau menghamba kepada-Nya:

‫ الذريات‬      ‫وما خلقت الجن واالنس اال ليعبدو ِن‬


Tidak Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu
(QS. 51(al-Dzariyat ): 56).

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya; ‘Ibadah Mahdhah,  artinya  penghambaan yang murni
hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini 
memiliki 4 prinsip:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran


maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal
atau logika keberadaannya.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul SAW. Salah satu tujuan diutus
rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
64 ‫وماارسلنا من رسول اال ليطاع باذن هللا … النسآء‬
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS.
4: 64).

7 ‫وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا…الحشر‬


Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang
dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).

Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

‫ خذوا عنى مناسككم‬.   ‫رواه البخاري‬. ‫صلوا كما رايتمونى اصلى‬  .


Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji
kamu

Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek
Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang
populer disebut bid’ah:  Sabda Nabi saw.:

، ‫ عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراش——دين المه——ديين من بع——دى‬ . ‫ متفق عليه‬. ‫من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد‬
‫ رواه احم——د‬.  ‫ وك——ل بدع——ة ض——اللة‬،‫ فان ك——ل محدث——ة بدع——ة‬،‫ واياكم ومحدثات االمور‬، ‫تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ‬
‫ وش—ر االم—ور‬.‫ ص‬ ‫ وخ—ير اله—دي ه—دي محم—د‬، ‫— فان خير الحديث كتاب هللا‬،‫ اما بعد‬ ، ‫وابوداود والترمذي وابن ماجه‬
‫ رواه مسلم‬. ‫محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضاللة‬

Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw.
adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul
mereka:
‫ ف——اذا ام——رتكم بش——يئ ف——أتوا من——ه‬،‫ فانم——ا هل——ك من ك——ان قبلكم بك——ثرة س——ؤالهم واختالفهم على انبي——آئهم‬،‫ذرونى م——ا ت——ركتكم‬
‫ اخرجه مسلم‬. ‫ماستطعتم واذا نهيتكم— عن شيئ فدعوه‬

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh
mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at,
atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan
Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan
untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1) Wudhu,
2) Tayammum
3) Mandi hadats
4) Adzan
5) Iqamat
6) Shalat
7) Membaca al-Quran
8) I’tikaf
9) Shiyam ( Puasa )
10) Haji
11) Umrah
12) Tajhiz al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah

“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah
yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau
interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya .  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:

a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama


Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam
ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya,
segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah
hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat
atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut
logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah


“BB + KA”
(Berbuat Baik +  Karena Allah)

4.1 Memahami dan Menjelaskan Hikmah Ibadah Madhah

Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan
ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah
itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:

a. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus


menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak
memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat
menghadap ke sana  untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah
yang diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya  (QS. 2:
144).
b. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya
sama, terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya
ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah
yang diibadati hanya satu.
c. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang
disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah
kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia
mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak
turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya
bukan membaca al-Quran
DAFTAR PUSTAKA
1. Agus D, Pendekatan holistik terhadap Skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta,
2005:1.
2. Buchanan RW, Carpenter WT, Schizophrenia : introduction and overview, in: Kaplan
and Sadock comprehensive textbook of psychiatry, 7th ed, Philadelphia: lippincott
Williams and wilkins :2000: 1096-1109.
3. Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen
Kesehatan RI: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan jiwa di Indonesia III,
1993
4. Ganong, William F.2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,edisi 20, Jakarta,EGC
5. Hawari, Dadang.2006.Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa.Jakarta:FKUI
6. http://ms.mdhealthresource.com/disability-guidelines/schizophrenia/complications
7. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, Skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1,
1997 : 685-729.
8. Kumala, Poppy dan Nuswantari.1998.Kamus Saku Kedokteran Dorland,edisi 25, Jakarta,
EGC
9. Maramis, WF: Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa,Cetakan I, Airlangga University Press,
Surabaya,1995
10. Maslim R, skizofrenla, gangguan skizotipal dan gangguan waham, dalam PPDGJ III,
Jakarta, 1998 :46-57.
11. Maslim, Rusdi.2003.Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ
III.Jakarta:Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
12. Prof. Amin Syukur MA.Pengantar Studi Islam. Semarang :CV. Bima Sakti,2003, Hlm.
80.
13. Uddin, Jurnalis: Anatomi Susunan Saraf Manusia, Cetakan 2, Universitas Yarsi, Jakarta,
2006.

Anda mungkin juga menyukai