1102018330
SASARAN BELAJAR
menguasai aksi yang memuaskan kebutuhan dasar dan emosi, sistem limbik berhubungan dengan
hipotalamus yang berperan penting dalam emosi dan respon terhadap stres atau pusat stres (flight
or fight)
mampu memobilisasi tubuh untuk bereaksi
pengendalian tambahan terhadap beberapa perilaku instinctif
Sistem Limbik atau otak tengah, yang posisinya sedikit lebih ke depan dan terdiri atas Talamus dan
Ganglia Basal atau otak tengah. Sistem Limbik penting bagi pembelajaran dan ingatan jangka pendek
tetapi juga menjaga homeostatis di dalam tubuh (tekanan darah, suhu tubuh dan kadar gula darah).
Terlibat dalam emosi ketahanan hidup dari hasrat seksual atau perlindungan diri.
Sistem Limbik mengandung Hipotalamus, yang sering dianggap sebagian bagian terpenting dari 'otak
mamalia'. Hipotalamus meskipun kecil (besarnya hanya sepatuh gula kotak) dan beratnya hanya empat
gram, hipotalamus mengatur hormon, hasrat seksual, emosi, makan, minum, suhu tubuh, keseimbangan
kimiawi, tidur dan bangun, sekaligus mengatur kelenjar utama dari otak (kelenjar pituitari). Hipotalamus
adalah bagian otak yang memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak,
misalnya kapan kita lapar.
Bagian limbik yang menjadi pusat emosi yang berada di amygdala dan hippocampus berfungsi
mengatur emosi manusia dan memori emosi, menunjukan seorang penderita epilepsi yang mendapat
terapi operasi otak dengan diangkatnya amigdala dan hypocampus memperlihatkan gejala hiperseks
dan rakus setelah operasi.
Istilah Limbik berarti perbatasan aslinya limbik digunakan untuk menjelaskan struktur tepi
sekeliling regio basal serebrum, dan pada perkembangan selanjutnya diperluas artinya keseluruh
lintasan neuronal yang mengatur tingkah laku emosional dan dorongan motivasional.
Bagian utama sistem limbik adalah hipotalamus dengan struktur berkaitan, selain mengatur
prilaku emosional juga mengatur kondisi internal tubuh seperti suhu tubuh, osmolalitas cairan tubuh,
dan dorongan untuk makan dan minum serta mengatur berat badan Fungsi internal ini secara bersama-
sama disebut fungsi vegetatif otak yang berkaitan erat pengaturannya dengan perilaku.
Bagaimana kerja Hipotalamus dan sistem limbik, dalam Guyton diterangkan Fungsi Perilaku dari
Hipotalamus dan Sistem Limbik (Guyton, 1997:937)
1. Perangsangan pada hipotalamus lateral tidak hanya mengakibatkan timbulnya rasa haus dan
nafsu makan tapi juga besarnya aktivitas emosi binatang seperti timbulnya rasa marah yang
hebat dan keinginan berkelahi.
2. Perasangan nukleus ventromedial dan area sekelilingnya bila dirangsang menimbulkan rasa
kenyang dan menurunkan nafsu makan dan binatang menjadi tenang.
3. Perangsangan pada zone tipis dari nuklei paraventrikuler yang terletak sangat berdekatan
dengan ventrikel ketiga (atau bila disertai dengan perangsangan pada area kelabu dibagian
tengah mesensefalon yang merupakan kelanjutan dari bagian hipotalamus biasanya
berhubungan dengan rasa takut dan reaksi terhukum.
4. Dorongan seksual dapat timbul bila ada rangsangan pada beberapa area hipotalamus.
Khususnya pada sebagian besar bagian anterior dan posterion hipotalamus.
Hipotalamus, daerah pengatur utama untuk sistem limbik, berhubungan dengan semua tingkat
limbik. Hipotalamus mewakili kurang dari 1 persen masa otak, namun merupakan bagian penting dari
jaras pengatur keluaran sistem limbik. Sebagai contoh perangsangan Kardiovaskular hipotalamus.
Perangsangan efek neurogenik pada sistem kardiovaskular meliputi kenaikan tekanan arteri, penurunan
tekanan arteri, peningkatan atau penurunan frekuensi denyut jantung. Pada umumnya, perangsangan
bagian posterior dan lateral hipotalamus meningkatkan tekanan arteri dan frekuensi denyut jantung,
sedangkan perangsangan area preoptik sering menimbulkan efek yang berlawanan. Pengaturan
gastrointestinal, dimana perangsangan pada hipotalamik lateral berhubungan dengan pusat lapar, bila
daerah ini rusak maka pada percobaan binatang, akan terjadi kehilangan nafsu makan menyebabkan
kematian karena kelaparan (lethal starvation). Pusat kenyang terdapat di nukneus ventromedial, bila
daerah ini dirangsang dengan listrik pada binatang percobaan akan menghentikan makannya dan benar-
benar mengabaikan makanannya. Bila area ventromedial ini rusak secara bilateral maka, maka binatang
tersebut jadi rakus, dan terjadi kegemukan yang hebat.(Guyton, 1997:933)
2. Memahami dan Menjelaskan Psikopatologi/Symptomatologi pada gangguan
psikotik
1. Definisi
Gangguan psikotik adalah gangguan mental yang ditandai dengan kerusakan menyeluruh dalam uji
realitas seperti yang ditandai dengan delusi, halusinasi, bicara inkohern yang jelas, atau perilaku yang
tidak teratur atau mengacau, biasanya tanpa ada kewaspadaan pasien terhadap inkomprehensibilitas
dalam tingkah lakunya.
2. Etiologi
3. Klasifikasi
Simptom psikotik singkat : 1 hari – 1 bulan. Kemudian dapat berfungsi secara normal (waktu
terbatas). Ada stressor yang diketahui ada yang tidak. Di DSM IV ada yang disebut gangguan reaktif
singkat yang kejadiannya setelah melahirkan. Perlakuan gangguan psikotik : kombinasi pengobatan dan
psikoterapi.
2. Gangguan schizofreniform
Ada simptom psikotik, tetapi lama dan keparahannya kurang daripada pada psikosis reaktif yang
singkat (1-6 bulan, kalau lebih dari 6 bulan, harus di diagnosis schizophrenia)
Simptom psikoafektif :
• Apabila ada simptom-simptom yang sifatnya schizofrenik dan afektif.
• DSM IV: ada simptom depresi mayor atau periode manik dan simptom delusi dan halusinasi.
3. Gangguan delusional
Penderita dapat berfungsi normal. Hanya ada satu gejala yaitu delusi.
Ada 5 subtipe :
1) Erotomania: delusi bahwa orang lain biasanya orang penting sangat mencintai dirinya.
Disamping itu biasanya ada simptom depresi atau mania.
2) Gangguan delusi kebesaran : merasa bahwa dirinya orang yang sangat penting (merasa dirinya
ratu adil).
3) Gangguan delusi iri : ada delusi bahwa pasangannya tidak setia.
4) Gangguan delusi persekutori : merasa bahwa dirinya akan dianiaya, merasa dirinya akan
dibunuh.
5) Gangguan delusi somatic : merasa bahwa dirinya mempunyai penyakit yang membahayakan
atau bahwa akan mati. Kepercayaan ini ekstrim dan tidak dapat diubah.
Perilaku kacau
Kewajiban umum dan dasar manusia dalam masyarakat lingkungan kehidupan serta rumah
tangga adalah bekerja untuk mendapatkan nafkah, atau bekerja sesuai fungsinya, walaupun
bukan untuk mendapatkan uang atau materi. Kewajiban dalam rumah tangga, kehidupan sosial
dalam masyarakat yaitu bersosialisasi dan penggunaan waktu senggang.
Pada penderita psikotik fungsi pekerjaan sering tak bisa dijalankan dengan seksama, tak mau
bekerja sesuai kewajiban dan tanggungjawab dalam keluarga, atau tak mampu bekerja sesuai
dengan tingkat pendidikan. Sering terjadi tak mau, tak mampu bekerja dan malas.
Dalam kehidupan sosial sering ada penarikan diri dari pergaulan sosial atau penurunan
kemampuan pergaulan sosial. Misalnya setelah sakit stres berat menarik diri dari organisasi
sosial kemasyarakatan, atau sering terjadi kemunduran kemampuan dalam melaksanakan fungsi
sosial dan pekerjaannya.
Pada penggunaan waktu senggang orang normal bisa bercengkrama dengan anggota keluarga
atau masyarakat, atau membuat program kerja rekreasi dan dapat menikmatinya. Namun pada
penderita gangguan jiwa berat keadaan tersebut dilewatkan dengan banyak melamun, malas,
bahkan kadang-kadang perawatan diri sehari-hari dilalaikan seperti makan, minum, mandi, dan
ibadah.
Waham
Waham adalah isi pikir (keyakinan atau pendapat) yang salah dari seseorang. Meskipun
salah tetapi individu itu percaya betul, sulit dikoreksi oleh orang lain, isi pikir bertentangan
dengan kenyataan, dan isi pikir terkait dengan pola perilaku individu. Seorang pasien dengan
waham curiga, maka pola perilaku akan menunjukkan kecurigaan terhadap perilaku orang lain,
lebih-lebih orang yang belum dikenalnya. Bisa terjadi kecurigaan kepada orang sekitarnya akan
meracuni atau membunuh dia. Akibat waham curiga ini pada orang yang sebelumnya bersifat
emosional agresif. Ia bisa membunuh orang karena wahamnya kalau tidak dibunuh, ia akan
dibunuh. Atau ia akan diracuni dan dibuat celaka oleh orang yang dibunuhnya.
Halusinasi
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa ada rangsangan. Pasien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tak ada sesuatu rangsang pada
kelima indera tersebut.
Halusinasi dengar adalah gejala terbanyak pada pasien psikotik (99 %). Pasien psikotik yang
nalar (ego)-nya sudah runtuh, maka halusinasi tersebut dianggap real dan tak jarang ia bereaksi
terhadap halusinasi dengar. Bila halusinasi berisi perintah untuk membunuh ia pun akan
melaksanakan pembunuhan. Ini memang banyak terjadi pada pasien psikotik yang membunuh
keluarganya sendiri. Sebaliknya halusinasi yang memerintah untuk bunuh diri tak jarang pasien
pun akan bunuh diri.
Illusi
Illusi adalah sensasi panca indera yang ditafsirkan salah. Pasien melihat tali bisa ditafsirkan
sebagai seekor ular. Illusi ini sering terjadi pada panas yang tinggi dan disertai kegelisahan, dan
kadang-kadang perubahan kesadaran (delirium). Illusi juga sering terjadi pada kasus-kasus
epilepsi (khususnya epilepsi lobus temporalis), dan keadaan-keadaan kerusakan otak permanen.
Misalnya seorang petinju di Malang terungkap di pengadilan ia menderita epilepsi. Ia membunuh
anaknya sendiri yang masih tidur di kasur dengan parang, karena menganggap anaknya adalah
seekor kucing yang sedang tidur. Juga kasus seorang ibu yang menyiram anak balitanya dengan
air panas di Semarang beberapa waktu yang lalu, dan akhirnya si anak meninggal dunia. Ia
melihat dan merasa menyiram hewan.
Psikosis di Masyarakat
Menurut penelitian WHO prevalensi gangguan jiwa dalam masyarakat berkisar satu sampai
tiga permil penduduk. Misalnya Jawa Tengah dengan penduduk lebih kurang 30 juta, maka akan
ada sebanyak 30.000-90.000 penderita psikotik. Bila 10% dari penderita perlu pelayanan
perawatan psikiatrik ada 3.000-9.000 yang harus dirawat. Tetapi tidak semua bisa dirawat karena
kapasitas pelayanan perawatan psikiatrik di Jateng masih di bawah 1.000 tempat tidur. Sisa yang
tidak terawat berada dalam masyarakat dan pasien ini seharusnya perlu pengawasan yang
seksama. Pasien psikotik yang mungkin tenang terkadang tak terduga akan menjadi agresif tanpa
stressor psikososial yang jelas. Pada zaman pemerintahan kolonial Belanda semua pasien
psikotik (skizofrenia) dirawat di Rumah Sakit Jiwa seumur hidup (dibuat koloni). Hal ini
sekarang menjadi stigma masyarakat, bahwa RSJ identik dengan gila. Tetapi sekarang situasi
sudah berbeda, tidak semua pasien dapat dirawat di RSJ. Mereka yang fase aktif gangguan
psikotiknya dirawat, sedang yang tenang dipulangkan namun masih dalam pengawasan dalam
bentuk perawatan jalan. Fase aktif adalah pasien-pasien yang menunjukkan perilaku yang
membahayakan diri atau membahayakan lingkungannya, dan mudah dikenali gejalanya. Pada
fase tenang pasien dapat beradaptasi dengan lingkungannya, meskipun terbatas. Perjalanan
psikiatrik tidak terbatas pada Rumah Sakit Jiwa yang ada, tetapi di Rumah Sakit Umum pun ada
pelayanan psikiatrik yang dilakukan oleh psikiater. Yakni pelayanan integrasi dan konsultasi
psikiatri di RSU, mengingat jumlah psikiater yang ada belum memadai sesuai kebutuhan.
1. Genetik
Angka kesakitan bagi saudara kandung 7-15%; bagi kembar dua telur (dizigot) 5-
15%; bagi kembar satu telur (monozigot) 40-60%. Anak yang lahir dari orang tua
Skizofrenia 5-20 kali lipat akan lahir menjadi Skizofrenia dibandingkan anak
yang lahir dari orangtua normal (McClellan & Stock, 2013; Sadock, et al., 2015).
Studi autopsi dan studi pencitraan otak memperlihatkan abnormalitas struktur dan
morfologi otak pasien Skizofrenia, antara lain berupa berat otak rata-rata lebih
kecil 6% dari pada otak normal dan ukuran anterior-posterior 4% lebih pendek,
pembesaran ventrikel otak, gangguan metabolisme di frontal dan temporal dan
kelainan susunan seluler struktur saraf di kortek dan subkortek yang terjadi pada
saat perkembangan. Semua bukti tersebut melahirkan hipotesis perkembangan
saraf yang menyatakan bahwa perubahan patologis gangguan ini terjadi pada awal
kehidupan, akibat pengaruh genetik dan dimodifikasi oleh faktor maturasi dan
lingkungan (Sadock, et al., 2015).
3. Neurobiologi
Secara spesifik, gejala positif dari Skizofrenia dihipotesiskan oleh karena adanya
malfungsi pada sirkuit mesolimbik, sementara gejala negatif karena adanya
malfungsi di area mesokortek dan juga melibatkan area mesolimbik khususnya
yang melibatkan nucleus acumbens yang diperkirakan menjadi bagian dari sirkuit
reward dari otak, sehingga jika ada masalah dengan reward dan motivasi pada
Skizofrenia maka kelainannya diduga berasal dari area ini. Nucleus acumbens
juga akan teraktivasi karena penggunaan zat yang tampak pada pasien
Skizofrenia. Gejala positif bisa menumpuk dengan gejala negatif yang ditandai
dengan mulai adanya keinginan untuk merokok, penyalahgunaan obat dan
alkohol, mungkin di hubungkan pada area otak ini (Stahl, 2013).
a. Hipotesis Dopamin, menyatakan bahwa Skizofrenia disebabkan oleh adanya
hiperaktifitas pada jaras dopamin pada otak manusia. Hipotesis ini didukung oleh
hasil penelitian bahwa amphetamin, yang kerjanya meningkatkan pelepasan
dopamin, dapat menginduksi psikosis yang mirip dengan Skizofrenia dan obat
antipsikotik bekerja dengan memblok reseptor dopamin, terutama reseptor
Dopamin D2 (Stahl, 2013).
4. Faktor Lingkungan
3. Klasifikasi
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi
auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of
control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.Gangguan afektif,
dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik
terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien
yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat
membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar
dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi
yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe
lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah.
Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang
dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak
terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
(onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary),
namun tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini
memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada
kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa
tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh
cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-
absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai
(grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan
hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta
inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting
and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran
ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa
tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose).
Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat
dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan
serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi
oleh stimuli eksternal)
Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan
posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau
upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);
Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan
dirinya);
Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam
posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap
perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik,
diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk
skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif.
Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari
subtipe skizofrenia yang sesuai.
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik,
aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan
dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam
ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja
sosial yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi
kriteria untuk diagnosis skizofenia;
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan
telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau
institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya gangguan
skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual. Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung pada
pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi,
waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dan disertai dengan perubahan-
perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat
yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial.
Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis
simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya (yang tidak
berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar lama gejala yang
kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan diagnosis gangguan skizofreniform
didalam DSM-IV. Klinisi Perancis melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis
delirante berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media
skizofrenia.
Skizofrenia laten.
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat konseptualisasi
diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus sangat sakit mental untuk mendapatkan
diagnosis skizofrenia; tetapi pada konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang
sekarang ini tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai
contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan gangguan kepribadian
schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh
atau gangguan pikiran tetapi tidak terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma
juga dinamakan skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin pasien sangat
kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan tempat. Istilah “skizofrenik
oneiroid” telah digunakan bagipasien skizofrenik yang khususnya terlibat didalam pengalaman
halusinasinya untuk mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan
oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya suatu penyebab medis
atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”. Dalam pemakaian
lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang memburuk secara progresif atau adanya
system waham yang tersusun baik. Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat
berguna dalam mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti kecemasan, fobia,
obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala gangguan pikiran dan psikosis. Pasien
tersebut ditandai oleh gejala panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang
seksualitas yang kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka
mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering sulit menghilang.
Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom positif yaitu asosiasi
longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah banyaknya pembicaraan. Disertai dengan
struktur otak yang normal pada CT dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom negative yaitu
pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan atau isi pembicaraan, penghambatan
(blocking), dandanan yang buruk, tidak adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek
kognitif, dan defisit perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan
respon buruk terhadap pengobatan.
4. Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia adanya ketidakseimbangan neurotransmiter di otak, terutama
norepinefrin, serotonin, dan dopamin (Sadock, 2015). Namun, proses patofisiologi skizofrenia
masih belum diketahui secara pasti. Secara umum, penelitian-penelitian telah menemukan bahwa
skizofrenia dikaitkan dengan penurunan volume otak, terutama bagian temporal (termasuk
mediotemporal), bagian frontal, termasuk substansia alba dan grisea. Dari sejumlah penelitian
ini, daerah otak yang secara konsisten menunjukkan kelainan adalah daerah hipokampus dan
parahipokampus (Abrams, Rojas, & Arciniegas, 2008). Pada penelitian neuroimaging penderita
dengan skizofrenia, ditemukan penurunan volume talamus dan deformitas thalamus,
abnormalitas pada nukleus ventrolateral (Smith, et.al., 2011).
5. Manifestasi Klinis- dari PPDGJ, DSM-IV
Gejala Positif Skizofrenia
Gejala-gejala positif yang diperlihatkan pada penderita Skizofrenia adalah sebagai berikut:
1. Delusi atau waham, yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak masuk akal). Meskipun telah
dibuktikan secara obyektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita tetap meyakini
kebenarannya.
2. Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa ada rangsangan (stimulus). Misalnya penderita
mendengar suara-suara/bisikan di telinganya padahal sebenarnya tidak ada sumbernya.
3. Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraannya. Misalnya bicaranya kacau,
sehingga tidak dapat diikuti alur pikirannya.
4. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat dan gembira
berlebihan.
5. Merasa dirinya “Orang Besar”, merasa serba bisa, serba mampu dan sejenisnya.
6. Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau seakan-akan ada ancaman terhadap dirinya.
7. Menyimpan rasa permusuhan.
1. Alam perasaan (affect) “tumpul” dan “mendatar”. Gambaran perasaan ini terlihat dari
wajahnya yang tidak menunjukkan ekspresi.
2. Menarik diri atau mengungsikan diri (with-drawn) tidak mau bergaul atau kontak dengan orang
lain, suka melamun (day dreaming).
3. Kontak emosional amat “miskin”, sukar diajak bicara, pendiam.
4. Pasif dan apatis, menarik diri dari pergaulan sosial.
5. Sulit dalam berpikir abstrak.
6. Pola pikir stereotip.
7. Tidak ada/kehilangan dorongan kehendak (avolition) dan tidak ada inisatif, tidak ada upaya dan
usaha, setra tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan nafsu)
Gejala-gejala negatif Skizofrenia sebagaimana diuraikan di atas seringkali tidak disadari atau kurang
diperhatikan oleh pihak keluarga, karena dianggap “tidak mengganggu” sebagaimana halnya pada
penderita Skizofrenia yang menunjukkan gejala-gejala positif. Oleh karenanya pihak keluarga seringkali
terlambat membawa penderita untuk berobat.
Dalam pengalaman praktek, gejala positif Skizofrenia baru muncul pada tahap akut. Sedangkan
pada stadium kronis (menahun) gejala negatif Skizofrenia lebih menonjol. Tetapi tidak jarang baik gejala
positif atau negatif muncul berbauran, tergantung pada stadium penyakitnya.
E. Penyingkiran zat / KMU : gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum.
F. Hubungan dengan gangguan pervasif : jika terdapat adanya riwayat gangguan autistik /
gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosa tambahan skizofren dibuat hanya jika
waham / halusinasi yang menonjol juga ditemukan sekurang-kurangnya satu bulan (atau
kurang jika diobati dengan berhasil)
Tipe Paranoid :
A. Preokupasi dengan satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang berulang kali.
B. Gejala berikut tidak menonjol : bicara yang kacau, perilaku yang kacau atau katatonik, afek
yang mendatar atau tidak wajar (inappropriate)
Tipe Residual
Tidak dijumpai delusi, halusinasi, bicara yang kacau, dan perilaku yang amat kacau atau
katatonia.
Secara kontinu menunjukkan adanya gangguan, misal : gejala-gejala negatif, atau adanya 2-3
gejala type A dalam derajat lebih lemah, misal odd beliefs, unusual perceptual experiences
Oneiroid : individu berada seolah dalam mimpi, tidak sepenuhnya sadar akan waktu dan tempat
(disorientasi waktu dan tempat). Istilah ini digunakan dalam oneiroid schizophrenia dalam mana
pasien sangat asyik terlibat dalam halusinasinya sehingga seolah terlepas dari keterlibatan
dengan dunia nyata. Bila terjadi keadaan ini, dokter harus hati-hati sekali memeriksa pasien
untuk kemungkinan sebab-sebab medis-fisik atau kondisi neurologis sebagai penyebab gejala
tersebut.
Paraphrenia : digunakan untuk menggambarkan salah satu gejala skizofrenia tipe paranoid, atau
untuk menunjukkan perjalanan penyakit yang deterioratif (makin parah) atau adanya sistem
waham yang sistematis. Istilah yang dianjurkan tidak digunakan lagi.
Pseudoneurotic Schizophrenia :
Kadang-kadang pasien yang biasanya menunjukkan gejala-gejala ansietas, fobia,
obsesi dan kompulsi kemudian mengembangkan gejala kelainan pikiran dan psikosis. Secara
khas pasien menunjukkan pananxiety, panphobia, panambivalence dan kadang2 sexualitas yang
kacau. Berbeda dengan pasien gangguan cemas, pasien pseudoneurotic menunjukkan free-
floating anxiety yang jarang berkurang. Dalam klinik pasien jarang menjadi amat parah atau
amat psikotik. Kondisi ini dalam DSM-IV-TR akan didiagnosis sebagai gangguan kepribadian
ambang.
Depresi Pasca-Skizofrenia.
Gejalanya dapat mirip dengan gejala-gejala tahap residual skizofrenia atau efek samping
daripada obat-obat antipsikotik yang umum digunakan, istilah lain : post schizophrenic
depression (ICD-X), merupakan hasil akhir episode skizofrenia. Ini terjadi pada sekitar 25 %
pasien dengan skizofrenia dan makin sering berhubungan dengan risiko bunuh diri.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi penting karena
tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan depresi. Gejala afektif atau
mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap lama gejala primer. Tanpa adanya
informasi selain dari pemeriksaan status mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau
harus menganggap adanya gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara
prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri skizofrenia;
gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah gangguan kepribadian dengan
gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian, tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala
yang ringan, suatu riwayat ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset
tanggal yang dapat diidentifikasi.
7. Tatalaksana
Psikofarmaka
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik
bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine)
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional. Walaupun
sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh
obat antipsikotik konvensional antara lain :
1) Haldol (haloperidol)
2) Mellaril (thioridazine)
3) Navane (thiothixene)
4) Prolixin (fluphenazine)
5) Stelazine ( trifluoperazine)
6) Thorazine ( chlorpromazine)
7) Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak
ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.-Ada 2 pengecualian
(harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval
2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistemdepot formulation
ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril
dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara penggunaan
o Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama pada
dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
o Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek
samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
o Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya
dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum
tentu sama.
o Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu
yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang
o Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil,
dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
o Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai dosis
efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à diturunkan setiap 2 minggu à
dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2
hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) à stop
o Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
o Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis terakhir
yang masih mempunyai efek klinis.
o Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun
setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat
secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu – 2 bulan.
o Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan dalam
jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
o Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu: gangguan
lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan
pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2
mg/hari)
o Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit
teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5
cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian
anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus
skizofrenia.
o Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu perubahan posisi
tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor adrenalin
(effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari.
1. Klorpromazin
2-klor-N-(dimetil-aminopril)-fenotiazin
Indikasi : antipsikosis tipikal dengan mekanisme kerja dalam menghambat berbagai reseptor α-
adrenergik, muskarinik, histamine H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan
afinitas yang berbeda.
Efek samping : Sedasi, gejala ekstrapiramidal ( distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan
sjndrom neuroleptik malignant ), hiperprolaktinemia, hpeotensi ortostatik
and gejala idiosinkrasi(ikterus, dermatitis,dan leucopenia)
Interaksi obat :Chlorpromazine dapat menghambat metabolism hati dari asam valproat yang
dapat berakibat toksik.
2. Fluphenazin
3. Haloperidol
Indikasi : antipsikosis yang kuat dan efektif untuk fase mania penyakit mania depresif dan
skizofrenia.
farmakokinetik : cepat diserap di saluran pencernaan,Cp max dalam waktu 2-6
jam,ekskresinya lewat ginjal lambat,kira-kira 40 % dikeluarkan selama 5 hari.
Efek samping : reaksi ekstrapiramidal, leucopenia dan agranulositosis
Kontraindikasi: sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin,
olanzapin.
4. Loxapin
Indikasi : mengobati skizofenia dan psikosis lainnya, disamping itu memiliki efek
antiemetic, sedative, antikolinergik dan anti adrenergic.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik per oral, Cp max 1 jam (IM) dan 2 jam (oral),t½ nya 3
jam.
Efek samping : insidens reaksi ekstrapiramidal
Kontraindikasi: harus hati-hati penggunaannya bagi pasien dengan riwayat kejang.
5. Molindon
Indikasi : antipsikosis, anti emetic,meningkatkan efek stimulasi dari dihidroksifenilalanin
dan 5-hidroksitriptopan tanpa inhibitor MAO.
Farmakokinetik : Cepat diabsorbsi gi GI,76 % molidon yang terikat pada protein plasma,
t½ nya 2 jam.
Efek samping : Sedasi,hiperprolaktinemia,efek samping ekstrapiramidal,efek
endokrin,pigmentasi kulit.
Kontraindikasi: Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami depresi SSP
dan mengalami hipersensitivitas.
Interaksi Obat : Menghambat absorpsi bersama dengan fenitoin atau tetrasiklin.
6. Mesoridazine,Pherphenazin, Thioridazine,ThiothixeneTrifluoperazine
Indikasi : antipsikosis, skizofrenia
Efek samping :Pruritus,fotosensitifitas,eosinofilia,
trombositopenia.Hiperprolaktinemia,konstipasi,dyspepsia,reaksi ekstrapiramidal.
Kontraindikasi: Dikontraindikasikan bagi oasien comatose, pasien yang mengalami depresi
SSP,kerusakan otak subkortikal, kelainan sumsum tulang.
Interaksi Obat : Biasanya dikombinasikan dengan depresan SSP seperti
opiate,analgetik,barbiturate dan sedative untuk menghindari efek sedasi yang tinggi atau depresi
SSP.
1. Klozapin
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif.disamping itu
diindikasikan pula untuk ganggua bipolar, depresi ciri psikosis dan Tourette syndrome
Farmakokinetik : bioavailabilitas oral 70 %, ikatan protein plasma 90 %, dan dieliminasi
lewat urin dan sebagian lewat feses.
Efek samping :insomnia,agitasi, ansietas, somnolen, mual,muntah, peningkatan berat
badan,hiperprolaktinemia dan reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia.
Interaksi Obat : Paraoxetin dilaoprkan dapat meningkatkan total risperidon dalam plasma
sebanyak 76 % kalinya.
3. Olanzapine
Indikasi : terapi skizofrenia baik untuk gejala negative maupun positif dan sebagai antimania.
Farmakokinetik : Diabsorpsi baik pada pemberian oral, Cp 4-6 jam, ekskresi lewat urin.
Efek Samping : reaksi ekstrapiramidal yaitu tardiv diskinesia, peningkatan berat badan,
intoleransi glukosa ,hiperglikemia ,hiperlipidemia.
Interaksi Obat : Karbamazepin dapat menginduksi enzim hati cytokrom P450 yang dapat
meningkatkan metabolism dari obat antipsikosis seperti haloperidol,clozapin,flupenasin,
olanzapine
4. Quetiapin
Psikoterapi
Terapi kejiwaan baru dapat diberian apabila penderita dengan terapi psikofarma sudah
mencapai tahapan dimana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman
diri semakin baik. Psikoterapi ini banyan macam dan ragamnya tergantung dari kebutuhan dan
latar belakang penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh :
a. Psikoterapi suportif
Jenis psikterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar
penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya fighting spirit) dalam menghadapi
hidup ini tidak kendur dan menurun
b. Psikoterapi re-edukatif
Jenis terapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksdunya
memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan
mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap
dunia luar.
c. Psikoterpai re-konstruktif
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.
d. Psikoterapi kognitif
e. Psikoterapi psikodinamik
Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses dinamika
kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan
keluarnya. Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami kelebihan dan
kelemahan dirinya dan mampu menggunakan mekanisme pertahanan diri dengan baik.
f. Psikoterapi perilaku
Jenis psikoterapi ini dimaksdukan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
menjadi perilaku yang adaptif. Kemampuan adaptasi penderita perlu dipulihkan agar penderita
mampu berfungsi kembali secara wajar dalam kehidupannya sehari – hari baik dirumah, di
sekolah/kampus, ditempat kerja dan lingkungan sosial
g. Psikoterpai keluarga
Jenis terapi ini dimaksdukan untuk memulihkan hubungan penderita dengan keluarganya.
Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur kepribadian (maturing
personality), memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self esteem), memulihkan
kepercayaan diri (self confidence), yang kesemuanya untuk mencapai kehidupan yang berarti
dan bermanfaat (meaningfulness of life)
Psikososial
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :
Psikoterapi individual
o Terapi suportif
o Sosial skill training
o Terapi okupasi
o Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
Psikoterapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan
dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara
psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi
sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia.
Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia
Psikoterapi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan
remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari
terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera,
topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama
dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana
yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya. Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien
mengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian
terkontrol, penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga
sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
Manajemen kasus
Assertive Community Treatment (ACT)
Psikoreligius
Rehabilitasi
Bagi penderita gangguan jiwa skizofrenia yang berulang kali kambuh dan berlanjut kronis
dan menahun selain program terapi sebagaimana diuraikan, diperlukan program rehabilitasi
sebagai persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program rehabilitasi
sebagai persiapan kembali kekeluarga dan ke masyararakat meliputi berbagai macam kegiatan,
antara lain :
1. Terapi kelompok
2. Menjalankan ibadah keagamaan bersama
3. Kegiatan kesenian
4. Terapi fisik berupa olah raga
5. Keterampilan
6. Berbagai macam kursus
7. Berocok tanam
8. Rekreasi
9. Dll
8. Pencegahan
Organobiologik
Untuk menghindari kemungkinan adanya faktor genetik (turunan), maka perlu diteliti
riwayat atau silsilah keluarga, misalnya :
- Bila dalam silsilah suatu keluarga ditemukan salah seorang menderita skizofrenia
maka hendakknya bila ia ingin menikah sebaiknya dengan orang dari keluarga jauh
yang dalam silsilah keluarganya tidak ada anggota keluarga yang menderita
skizofrenia.
- Meskipun dalam silsilah keluarga tidak ada anggota keluarga yang menderita
skizofrenia, bila salah seorang keluarga hendak menikah dengan orang lain yang juga
dalam silsilah keluarganya tidak ada yang menderita skizofrenia, maka sebaiknya
kedua keluarga tadi merupakan keluarga jauh bukan keluarga dekat yang masih
bertalian darah.
- Sesama penderita atau mantan skizofrenia sebaiknya tidak saling menikah
PSIKO-EDUKATIF
Perkembangan jiwa/kepribadian anaka tergantung bagaimana kedua orangtua
mendidiknya (faktor psiko-edukatif). Kedua orang tua merupakan tokoh imitasi dan
identifikasi anak. Pendidikan anak hendaknya sedemikian rupa sehingga dapat dihindari
terbentuknya sifat atau ciri kepribadian yang rawan atau rentan bagi terjadinya gangguan
jiwa skizofrenia, misalnya yang tergolong kepribadian pramorbid (kepribadian paranoid,
skizoid, skizotipal dan ambang). Dalam hali ini terjadinya kelainan dalam perkembangan
jiwa/kepribadian anak lebih tergantung dari faktor cara orang tua mendidik dan contoh
dari suri tauladan yang diberikannya, atau dengan kata lain faktor parental example lebih
penting daripada parental genes.
Psikoreligius
D.B. larson, dkk (1992) dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam “religious
commitment and health” (APA,1992), menyatakan antara lain bahwa agama (keimanan)
amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan
kemampuan seseorang dalam mengatasi penderitaan bila ia sedang sakit serta
mempercepat penyembuhan selain terapi medis yang diberikan. Sementara itu snyderman
(1996) menyatakan bahwa terapi medis tanpa agama (doa dan dzikir), tidak lengkap,
sebaliknya agama (doa dan dzikir) saja tanpa terapi medis, tidak efektif
Psikososial
Skizofrenia hendaknya dapat dihindari atau ditanggulangi. Adapula bentuk stesor
psikososial yang dapat dialami oleh anak selama tumbuh kembangnya dalam keluarga,
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi perkembangan jiwa/kepribadian anak.
Seyogianya anak tumbuh kembang dalam keluarga sakinah yaitu keluarga yang
harmonis, sehat dan bahagia dan buan hidup dan dibesarkan dalam keluarga yang
mengalami disfungsi. Dsifungsi keluarga yang dimaksud, adalah kondisi keluarga dengan
ciri-ciri sebagai berikut :
- Keluarga tidak utuh (broken home), misalnya kematian salah satu atau kedua
orangtua, kedua orangtua berpisah (separate) atau bercerai (divorce)
- Kehidupan perkawinan kedua orangtua tidak baik (poor marriage). Hubungan
orangtua dan anak tidak baik (poor parent-child relationship)
- Suasana rumah tangga yang tegang dan tanpa kehangatan (high tension and low
warmth). Orangtua sibuk (busy) dan jarang dirumah (absence)
- Salah satu atau kedua orangtua mempunyai kelainan kepribadian atau gangguan
kejiwaan (perconality or psychological disorders).
9. Prognosis
Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-
kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien
dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang
berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri.
Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu
memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan
dengan prognosis yang baik.
Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan
perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu
untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus
mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna
oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.
Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:
1. Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.
2. Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.
3. Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.
4. Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.
5. Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.
6. Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.
7. Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.
8. Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.
Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti
hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik
tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan
tuannya dan menghindarkan murkanya. Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga
haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan
diciptakan hanya untuk ibadah atau menghamba kepada-Nya:
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat
yang berbeda antara satu dengan lainnya; ‘Ibadah Mahdhah, artinya penghambaan yang murni
hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung. ‘Ibadah bentuk ini
memiliki 4 prinsip:
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek
Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang
populer disebut bid’ah: Sabda Nabi saw.:
، عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراش——دين المه——ديين من بع——دى . متفق عليه. من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد
رواه احم——د. وك——ل بدع——ة ض——اللة، فان ك——ل محدث——ة بدع——ة، واياكم ومحدثات االمور، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ
وش—ر االم—ور. ص وخ—ير اله—دي ه—دي محم—د، — فان خير الحديث كتاب هللا، اما بعد ، وابوداود والترمذي وابن ماجه
رواه مسلم. محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضاللة
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw.
adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul
mereka:
ف——اذا ام——رتكم بش——يئ ف——أتوا من——ه، فانم——ا هل——ك من ك——ان قبلكم بك——ثرة س——ؤالهم واختالفهم على انبي——آئهم،ذرونى م——ا ت——ركتكم
اخرجه مسلم. ماستطعتم واذا نهيتكم— عن شيئ فدعوه
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh
mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at,
atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan
Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan
untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1) Wudhu,
2) Tayammum
3) Mandi hadats
4) Adzan
5) Iqamat
6) Shalat
7) Membaca al-Quran
8) I’tikaf
9) Shiyam ( Puasa )
10) Haji
11) Umrah
12) Tajhiz al- Janazah
“KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
Ibadah Ghairu Mahdhah, (tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah
yang di samping sebagai hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau
interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya . Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan
ibadah mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah
itu, sehingga dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan: