Pertama, pemimpin dalam pandangan Islam bukan hanya ikatan sosial antara
pemimpin dengan yang dipemimpinnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian dengan
Allah Swt.
Allah Swt berfirman, “Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan
beberapa kalimat perintah dan larangan (amanat), lalu Ibrahim me-
laksanakannya dengan baik. Allah berfirman : Sesungguhnya Aku akan men-
jadikan engkau pemimpin bagi manusia. Ibrahim bertanya: Dan dari keturunanku
juga (dijadikan pemimpin)? Allah Swt.menjawab: Janji (amanat) Ku ini tidak
(berhak) diperoleh orang zalim”. (QS. Al- Baqarah (2): 124)
Hakikatnya pemimpin merupakan amanah yang diberikan oleh Allah Swt. kepada
seseorang untuk melaksanakan tanggung jawabnya melayani yang dipimpin, dan
kekuasaan itupun tidak digunakan untuk menambah dirinya lebih dari yang
dipimpin. Akan tetapi, digunakan sepenuhnya untuk kepentingan melayani yang
dipimpin.
Kedua, pemimpin dituntut adil. Karena adil merupakan sikap bahwa seorang
pemimpin harus tanggung jawab atas rasa adil pada yang dipimpin dengan
menunjukan kasih sayang kepada yang dipimpinnya agar tidak menimbulkan pilih
kasih.
Dalam surat QS. Shad [38] : 22, “Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu
khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.
Dengan demikian, hakikat pemimpin sejatinya adalah seorang pemimpin yang
sanggup untuk adil dan menjalankan amanat Allah Swt. dalam melayani
umat/dipimpin.
Minimal ada empat hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, sebagai syarat
untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki
oleh para nabi / rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:
Dengan mengetahui hakikat pemimpin di dalam Islam serta karakter apa saja yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin
sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Kaum muslimin yang benar-benar
beriman kepada Allah dan beriman kepada Rasulullah saw dilarang untuk memilih
pemimpin yang tidak memiliki kepedulian dengan urusan-urusan agama
(akidahnya lemah). Sebab tanggungjawab atas pengangkatan seseorang pemimpin
akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya .Dengan kata lain orang
yang dipimpin harus selektif dalam memilih pemimpin .
Sikap kita itu mesti bagaimana terhadap pemimpin?
Sikap kita itu harus mentaati pemimpin, dengan rasa mencintai, menyenangi, atau
sekurangnya tidak membencinya. Sabda Rasulullah saw: “Barang siapa yang
mengimami (memimpin) sekelompok manusia (walau) dalam sholat, sedangkan
mereka tidak menyenanginya, maka sholatnya tidak melampaui kedua telinganya
(tidak diterima Allah)”.