Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lanjut Usia adalah suatu proses yang dialami yang tidak dapat di

hindari oleh manusia. Lansia di tandai dengan perubahan Fisik,

Emosional, dan kehidupan seksual. Gejala-gejala kemunduran Fisik

seperti merasa cepat sesak, stamina menurun, badan membengkok, kulit

keriput, rambut memutih, gigi mulai rontok, fungsi panca indra

menurun, dan pengapuran pada tulang rawan. (Maramis, 2016).

Berdasarkan data Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang

World Population Aging, diperkirakan pada tahun 2035 terdapat 901 juta

jiwa penduduk lanjut usia di dunia. Jumlah tersebut diproyeksikan terus

meningkat mencapai dua miliar pada tahun 2050 (Kemenkes RI, 2019).

Badan penelitian kesehatan dunia World Health Organization (WHO)

tahun 2015 menunjukkan hipertensi berada di peringkat pertama, dengan

satu milyar orang di dunia menderita hipertensi, dan di prediksi pada

tahun 2025 sebanyak 29,2% orang dewasa di seluruh dunia terkena

hipertensi.

Jumlah lanjut usia yang ada di Indonesia tahun 2019 diproyeksikan

akan meningkat menjadi 27,5 atau 10,3% dan 57,0 juta jiwa atau 17,9%

pada tahun 2045. Prevalensi lanjut usia atau lansia di Indonesia berjenis

1
2

kelamin laki-laki sebanyak 133,37 juta jiwa dan berjenis kelamin

perempuan berjumlah 131,88 juta jiwa dengan total keseluruhan lansia

mencapai 265 juta jiwa (BKKBN, 2019). Berdasarkan Estimasi jumlah

kasus hipertensi di Indonesia sebesar 63.309.620 orang, sedangkan

angka kematian di Indonesia akibat hipertensi sebesar 427.218 kematian

(Kemenkes RI, 2018).

Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota dengan jumlah

penduduk 1.988.792 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 51,41%, perempuan

48,59%, dari jumlah penduduk Kepulauan Riau tersebut didapatkan

3,9% lansia yaitu 77.563 jiwa terdiri dari laki-laki 41.576 jiwa dan

perempuan 35.987 jiwa ( Profil Dinas Kesehatan Kepulauan Riau,

2017). Penyakit tidak menular berada di peringkat pertama dengan

jumlah kasus mencapai 185.857 salah satunya penyakit hipertensi,

dengan prevalensi hipertensi di provinsi kepulauan riau terutama kota

batam sebanyak 4,49% dengan tertinggi di anambas sebanyak 64,08%.

(Kemenkes RI, 2019).

Di Kepulauan Riau masalah yang sering terjadi pada lansia adalah

Hipertensi (57.6%), Kolesterol Tinggi (57.1%), Artritis (51.9%),

Masalah Gigi dan Mulut (19.1%). Pada Profil Kepulauan Riau penyakit

hipertensi berada di posisi pertama teratas dari penyakit lainnya (Profil

Dinas Kesehatan Kepulauan Riau, 2018).


3

Kota Batam merupakan salah satu bagian dari wilayah provinsi

kepulauan Riau dan merupakan kota dengan jumlah penduduk lebih

banyak dari kabupaten atau kota lainnya dikepulaun riau, begitu pula

untuk jumlah lansia. Jumlah penduduk lansia dikota Batam pada tahun

2020 adalah sebanyak 51.647 jiwa, yaitu lansia ( 60 tahun) sebanyak

41.165 lansia, dan lansia risiko tinggi (+70 tahun) sebanyak 10.482

lansia (Dinas Kesehatan Kota Batam, 2020)

Pada tahun 2020 di kota Batam 10 masalah kesehatan di usia lanjut

Indeks Masa Tubuh 15.000 jiwa, Tekanan Darah 5206 jiwa, Diabetes

Mellitus 4554 jiwa, Hiperkolesterol 2040 jiwa, Asam urat 1561 jiwa,

Gangguan Penglihatan 1025 jiwa, gangguan pendengaraan 625 jiwa,

Gangguan Mental/Emosional 509 jiwa, Anemia 180 jiwa, Gangguan

Ginjal 150 jiwa. Pada Profile Kesehatan Dinas Kota Batam 2020,

hipertensi menduduki urutan ke kedua dari penyakit lainnya (Profil

Dinas Kesehatan Kota Batam, 2020).

Berdasarkan jumlah lansia yang mengalami Hipertensi diseluruh

Puskesmas dikota Batam didapatkan 5 Puskesmas yang memiliki

masalah lansia dengan Hipertensi dengan persentase yaitu pertama

Puskesmas Sei Langkai (19,91%), kedua Puskesmas Batu Aji (11,12%),

Ketiga Puskesmas Tanjung Buntung (10,53%), Keempat Puskesmas

Botania (7,70%) dan kelima Puskesmas Belakang Padang (7,14%) .

(Profil Dinas kesehataan Kota Batam, 2020).


4

Hipertensi merupakan keadaan peningkatan tekanan darah, baik

sistolik maupun diastolik, yaitu sama atau lebih dari 140/90. Hipertensi

(tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) merupakan faktor resiko stroke dengan

besar resiko 6,905 kali lebih besar dibandingkan yang tidak hipertensi

(tekanan darah ≥ 140/90 mmHg). Hipertensi dapat mengakibatkan

pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila

pembuluh darah otak pecah, maka timbulah perdarahan di otak dan

apabila pembuluh darah otak menyempit, maka aliran darah keotak akan

terganggu dan sel otak akan mengalami kematian (Jusman & Koto, 2011

dalam Masriadi, 2019).

Penyakit hipertensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

gaya hidup yang gemar makanan fast food yang kaya lemak, asin, malas

olahraga, merokok dan mudah tertekan ikut berperan dalam menambah

jumlah penderita hipertensi (Pudiastuti, 2013). Dapat disimpulkan bahwa

faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi yang tertinggi adalah

kebiasaan merokok dan gaya hidup yang tidak baik ( Sartik, 2017).

Pengobatan awal hipertensi sangatlah penting karena dapat

mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ tubuh seperti

jantung, ginjal, dan otak. Adapun intervensi keperawatan yang

dianjurkan pada penderita hipertensi yaitu: menganjurkan untuk diet

rendah garam/kolesterol/lemak jenuh, melakukan relaksasi, olahraga dan

berhenti merokok serta mengurangi konsumsi alcohol (Dewi & Familia,

2010).
5

Salah satu terapi non-farmakologis yang dapat diberikan pada

penderita hipertensi adalah terapi nutrisi yang dilakukan dengan

manajemen diet hipertensi. Contohnya dengan membatasi konsumsi

garam, mempertahankan asupan kalium, kalsium dan magnesium serta

membatasi asupan kalori jika berat badan meningkat. DASH (Dietary

Approaches to Stop Hypertension), merekomendasikan pasien hipertensi

banyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, meningkatkan

konsumsi serat dan banyak minum air putih (Lewis, Hetkemper, &

Dirksen, 2017).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2018) dengan judul

“Pengaruh Jus Tomat Terhadap Penuruna Tekanan Darah Pada Penderita

Hipertensi Lansia di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang” didapatkan

hasil terdapat pengaruh penurunan tekana darah pada penderita

hipertensi setelah diberikan terapi jus buah tomat, diberikan terapi jus

tomat dengan dosis 150 gr tomat tanpa tambahan apapun yang di

haluskan dengan blender, diberikan satu kali selama 7 hari.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Windayati dan Heryanto (2018) dengan judul “Asuhan Keperawatan

Pada Lansia Hipertensi Dengan Intervensi Pemberian Jus Tomat”

didapatkan hasil bahwa pemebrian jus tomat dapat secara efektif

menurunkan tekanan darah penderita hipertensi. Perbedaan penurunan

tekanan darah sudah mulai terlihat pada hari ke-3 dan hari ke 5.
6

Terapi diet merupakan terapi pilihan yang baik untuk penderita

hipertensi. Terapi ini dapat dilakukan dengan mengkonsumsi sayuran

dan buah-buahan yang dapat mempengaruhi tekanan darah seperti tomat.

Menurut hasil penelitian Raharjo (2012), Tomat (Lyocopercison

lycopersicum), merupakan salah satu dari jenis terapi herbal untuk

menangani penyakit hipertensi. Tomat mengandung pigmen karotenoid,

terutama likopen dan β-karoten yang merupakan komponen utama

penentu warna pada buah tomat masak. Tomat mempunyai kemampuan

membantu menurunkan tekanan darah karena kandungan kalium

(potasium), lycopen, dalam buah tomat efektif dan mampu mengobati

hipertensi. Selain itu, tomat juga bersifat diuretik karena kandungan

asam yang tinggi sehingga membantu menurunkan tekanan darah.

Tomat juga memiliki kandungan zat yang berkhasiat yaitu pigmen

lycopene (berfungsi sebagai antioksidan yang melumpuhkan radikal

bebas), menyeimbangkan kadar kolesterol darah dan tekanan darah, serta

melenturkan sel-sel saraf jantung yang kaku akibat endapan kolesterol

dan gula darah), juga berguna untuk menurunkan tekanan darah.

Kandungan dalam buah tomat yang telah diketahui berperan dalam

menurunkan tekanan darah adalah likopen, bioflavonoid dan kalium.

Likopen merupakan senyawa karotenoid yang terdapat pada sayuran dan

buah-buahan berwarna merah kekuningan. Likopen banyak terdapat

pada tomat, anggur, semangka, jambu biji dan pepaya. Bioflavonoid

yang terdapat dalam tomat dapat mengurangi bahaya kolesterol dan


7

mencegah penggumpalan darah. Bioflavonoid mudah larut dalam air

sehingga dapat melancarkan keluarnya air seni sehingga menyebabkan

antihipertensi (Ismalia, 2016). Kalium mempengaruhi sistem renin

angiotensin dengan menghambat pengeluaran. Kerja kalium dalam

menurunkan tekanan darah adalah dapat menyebabkan vasodilatasi,

sehingga terjadi penurunan retensi perifer dan meningkatkan curah

jantung; kalium berfungsi sebagai diuretika, sehingga pengeluaran

natrium dan cairan akan meningkat; kalium menghambat pelepasan

renin, sehingga mengubah aktivitas sistem renin angiotensin; kalium

dapat mengatur saraf perifer dan sentral yang mempengaruhi tekanan

darah (. Suplemen kalium dalam tomat dan licopene, dapat berguna pada

terapi hipertensi. Tomat mengandung antioksidan kuat yang

menghambat penyerapan oksigen reaktif terhadap endotel yang

mengganggu dilatasi pembuluh darah, sehingga menyebabkan

hipertensi, ini yang menjadi salah satu patofisiologi mengapa tomat

dapat menurunkan tekanan darah (Nurul, 2016)

Untuk mengendalikan hipertensi Kementerian Kesehatan sendiri

telah membentuk 13.500 Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) untuk

memudahkan akses warga melakukan deteksi dini penyakit hipertensi.

Selain itu Menteri Kesehatan menghimbau masyarakat untuk melakukan

aksi PATUH, yaitu dengan melakukan:1) Periksa kesehatan secara rutin

dan ikuti anjuran dokter. 2) Atasi dengan pengobatan yang tepat dan

teratur. 3) Tetap diet dengan gizi seimbang. 3) Upayakan aktivitas fisik


8

dengan aman. 4) Hindari asap rokok, alkohol dan zat karsiogenik. Serta

upaya tenaga kesehatan untuk mengurangi penyakit hipertensi dengan

memberikan promosi kesehatan, tetapi tidak langsung turun

kemasyarakat atau dilakukan hanya di puskesmas aja khususnya

masyarakat yang mendapatkan perawatan penyakit hipertensi. Untuk

meningkatkan pemahaman masyarakat tentang penyakit hipertensi

( Kemenkes RI, 2019).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah “Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. S Dengan

Hipertensi Dalam Pemberian Jus Tomat Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Langkai Kota Batam Tahun

2021”.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu mendiskripsikan dan melaporkan Asuhan

Keperawatan Gerontik dengan Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Tn. S

Dengan Hipertensi Dalam Pemberian Jus Tomat Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Lansia Di wilayah X Kota Batam Tahun 2021 dengan

pendekatan proses keperawatan dari tahap pengkajian, diagnosa,

intervensi, implementasi dan evaluasi.


9

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mampu melakukan pengkajian Hipertensi Pada Tn. S melalui

pemberian Jus Tomat dengan hipertensi Di Wilayah Kerja

Puskesmas Sei Langkai Kota Batam Tahun 2021.

1.3.2.2 Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Hipertensi

melalui pemberian Jus Tomat Di Wilayah Kerja Puskesmas

Sei Langkai Kota Batam Tahun 2021.

1.3.2.3 Mampu menyusun rencana keperawatan Hipertensi melalui

pemberian Jus Tomat Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei

Langkai Kota Batam Tahun 2021.

1.3.2.4 Mampu melakukan implementasi Hipertensi melalui

pemberian Jus Tomat Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei

Langkai Kota Batam Tahun 2021.

1.3.2.5 Mampu melakukan dokumentasi evaluasi keperawatan

melalui pemberian Jus Tomat Di Wilayah Kerja Puskesmas

Sei Langkai Kota Batam Tahun 2021.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil |penelitian |ini |dapat |digunakan |untuk |pengembangan

konsep ilmu pengetahuan asuhan keperawatan di bidang Keperawatan

Gerontik.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Pasien dan Keluarga


10

Hasil |penelitian |ini |dapat |digunakan |untuk |

pengembangan konsep ilmu pengetahuan asuhan

keperawatan di bidang keperawatan gerontik.

1.4.2.2 Bagi Akademik

Manfaat |praktis |bagi |instansi |akademik |yaitu |dapat

digunakan sebagai referensi bagi institusi pendidikan

untuk mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan

pada lansia dengan Hipertensi.

1.4.2.3 Bagi Mahasiswa

Manfaat |penulisan |karya |ilmiah |bagi |pembaca |

yaitu |menjadi sumber referensi dan informasi bagi orang

yang membaca karya tulis ini supaya mengetahui dan

lebih mendalami cara menurunkan Tekanan Darah yaitu

dengan cara Pemberian Jus Tomat.


11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lansia

2.1.1 Pengertian Lansia

Lanjut usia adalah seseorang yang memiliki usia lebih dari

60 tahun keatas (WHO, 2015). Lansia bukan merupakan suatu

penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses

kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Efendi & Makhfudli,

2010). Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun

keatas, berdasarkan Undang-undang No.13 tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia (Mega Silviliyana, n.d.).

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di

dalam kehidupan manusia. Menjadi tua merupakan proses

alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap

kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda

baik secara biologis, maupun psikologis. Memasuki usia tua

berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik, yang

ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi

mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin

memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak

proporsional (Sonza et al., 2020). Dengan bertambahnya umur,

fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses penuaan


12

sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lanjut usia.

Selain itu masalah degenerative menurunkan daya tahan tubuh

sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular (Maramis,

2016).

2.1.2 Batasan Umur Lanjut Usia

2.1.2.1 Menurut Organisasi Kesehatan Dunia World Health

Organization (WHO, 2015) ada 4 tahapan usia yaitu :

a. Usia pertengahan (Middle age), adalah kelompok usia

antara 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (Elderly), adalah kelompok usia antara 60

sampai 74 tahun.

c. Lanjut usia tua (Old), adalah kelompok usia antara 75

sampai 90 tahun.

d. Sangat tua (Very old), adalah kelompok usia diatas 90

tahun.

2.1.2.2 Menurut Depkes RI mengklasifikasi lansia dalam kategori

sebagai berikut:

a. Pra-lansia, adalah seseorang yang berusia antara 45

sampai 59 tahun.

b. Lansia, adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau

lebih.

c. Lansia resiko tinggi, adalah seseorang yang berusia 70

tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.


13

d. Lansia potensial, adalah lansia yang masih mampu

melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial, adalah lansia yang tidak berdaya

mencari nafkah sehingga kehidupannya bergantung pada

bantuan orang lain.

2.1.3 Ciri-ciri lansia

Perubahan Fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai

memutih, muncul kerutan di wajah, ketajaman pancaindra

menurun,serta terjadi kemunduran daya tahan tubuh. Selain itu,di

masa ini lansia juga harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan

peran diri, kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang

yang dicintai.

Menurut Hurlock , 2000 ; dewi, 2018) terdapat beberapa ciri-ciri

orang Lanjut Usia yaitu

2.1.3.1 Usia Lanjut merupakan periode kemunduran

Sebagai pemicu terjadinya kemunduran pada Lansia

adalah Faktor Fisik dan Faktor Psikologis. Dampak dari

Kondisi ini dapat mempengaruhi psikologis lansia.

Sehingga, setiap lansia membutuhkan adanya motivasi.


14

2.1.3.2 Orang Lanjut Usia memiliki status kelompok minoritas

Pandangan-pandangan negatif akan Lansia dalam

masyarakat sosial secara tidak langsung berdampak pada

terbentuknya status kelompok minoritas pada mereka.

2.1.3.3 Menua mebutuhkan perubahan peran.

Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada

perubahan peran mereka dalam masyarakat sosial ataupun

keluarga.Namun demikian,perubahan peran ini sebaiknya

dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar

tekanan dari lingkungan.

2.1.3.4 Penyesuaian yang buruk pada Lansia

Perilaku buruk lansia terbentuk karena perlakuan buruk

yang mereka terima. Perlakuan buruk tersebut secara tidak

langsung membuat lansia cenderung mengembangkan

konsep diri yang buruk.

2.1.4 Tipe Lansia

Menurut (Sofia Rhosma, 2015) banyak ditemukan bermacam-macam

tipe lansia. Beberapa yang menonjol diantaranya:

2.1.4.1 Tipe arif bijaksana

Tipe lansia arif bijaksana adalah lansia ini kaya dengan

hikmah pengalaman, penyesuaian diri dengan perubahan

zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,


15

sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi

panutan.

2.1.4.2 Tipe mandiri

Tipe lansia mandiri adalah lansia kini senang

mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan yang baru,

selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan,

serta memenuhi undangan.

2.1.4.3 Tipe tidak puas

Tipe lansia tidak puas adalah lansia yang selalu

mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan

yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya

tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status teman yang

disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,

menuntut, sulit dilayani, dan pengkritik.

2.1.4.4 Tipe pasrah

Tipe lansia pasrah adalah lansia yang selalu menerima

dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan beribadah,

ringan kaki, dan melakukan berbagai jenis pekerjaan.

2.1.4.5 Tipe bingung

Tipe lansia bingung adalah lansia yang sering kaget,

kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder,

menyesal, pasif, acuh tak acuh.


16

Lansia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe

yang bergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya.

Tipe ini antara lain:

a. Tipe optimis, adalah lansia santai dan periang,

penyesuaian cukup baik, memandang lansia dalam

bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai

kesempatan untuk menuruti kebutuhan positifnya.

b. Tipe ketergantungan adalah lansia yang masih dapat

diterima ditengah masyarakat, tetapi selalu pasif, tidak

berambisi, masih sadar diri, tidak mempunyai inisiatif

dan tidak praktis dalam bertindak.

c. Tipe defensive, adalah lansia yang sebelumnya

mempunyai riwayat pekerjaan/jabatan yang tidak stabil,

selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,

memegang teguh kebiasaan, bersifat komplusif aktif,

takut menjadi tua dan menyenangi masa pensiun.

d. Tipe pemarah frustasi, adalah lansia yang pemarah, tidak

sabar, mudah tersinggung, selalu menyalahkan orang

lain, menunjukkan penyesuaian yang buruk, dan sering

mengekspresikan kepahitan hidupnya.

e. Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri,

adalah lansia yang bersifat kritis dan menyalahkan diri


17

sendiri, tidak memiliki ambisi, lansia tidak hanya

mengalami kemarahan, tetapi juga depresi, menganggap

usia lanjut sebagai masa yang tidak menarik dan

berguna.

2.1.5 Tugas Perkembangan Lansia

Tugas perkembangan pada Usia lanjut menurut (Erikson, 2018)

sebagai berikut :

2.1.5.1 Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

2.1.5.2 Mempersiapkan diri untuk pensiun.

2.1.5.3 Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

2.1.5.4 Mempersiapkan kehidupan baru.

2.1.5.5 Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial secara

santai.

2.1.5.6 Mempersiapkan diri untuk kematian dan kematian

pasangannya.

2.1.6 Karakteristik lansia

Menurut Pusat Data dan informasi, Kementrian Kesehatan RI

(2016), Karakteristik Lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok

berikut.

2.1.6.1 Jenis Kelamin

Dari data Kamenkes RI (2015), lansia lebih di dominasi

oleh jenis kelamin perempuan, artinya ia menunjukkan

bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah perempuan


18

2.1.6.2 Status perkawinan

Berdasarkan badan pusat Statistik RI, SUPAS 2015,

penduduk lansia ditilik dari status perkawinannya sebagian

besar berstatus kawin (60 persen) dan cerai mati (37%)

adapun perinciannya yaitu lansia perempuan yang berstatus

cerai mati sekitar 56,04 persen dari keseluruhan yang cerai

mati, dan lansia laki-laki yang berstatus kawin ada 82,84 %.

Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih

tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki,

sehingga presentase lansia perempuan yang berstatus cerai

mati lebih banyak dibandingkan dengan lansia laki-laki.

Sebaliknya, lansia laki-laki yang bercerai umunya segera

kawin lagi.

2.1.6.3 Living arrangement

Angka beban tanggungan adalah angka yang

menunjukkan perbandingan banyaknya orang tidak produktif

(umur < 15 tahun dan > 65 tahun) dengan orang yang berusia

produktif (umur 15-64). Angka tersebut menjadi cermin

besarnya beban ekonomi yang harus di tanggung penduduk

usia produktif untuk membiayai penduduk usia non

produktif.
19

2.1.6.4 Kondisi Kesehatn

Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan informasi

Kamenkes RI (2016) merupakan salah satu indikator yang di

gunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka

kesakitan bisa menjadi indikator kesehatan negative. Artinya

semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat

kesehatan penduduk yang semakin baik.

Berikut adalah penyakit-penyakit yang kerap

menjangkiti lansia. Menurut tabel tersebut, penyakit

terbanyak pada lansia adalah penyakit tidak menular (PTM)

antara lain Hipertensi, artritis, stroke, penyakit paru obstruktif

kronik (PPOK), dan Diabetes Mellitus (DM).

2.1.6.5 Keadaan ekonomi

Mengacu pada konsep active ageing WHO, Lanjut usia

sehat berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat

secara fisik, sosial, dan mental sehingga dapat tetap sejahtera

sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka

menignkatkan kualitas hidup sebagai anggota

masyarakat.Berdasrkan data Supas 2015 (Pusat Data dan

informasi Kemenkes RI 2016) sumber dana untuk lansia

sebagian besar pekerjaan /usaha (46,7%), anak/menantu

(32,1%), suami/istri (8,9%) dan pensiunan (8,5%) selebihnya


20

3,8% adalah tabungan/deposito,saudara/family lain, orang

lain, jaminan sosial.

2.1.7 Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia

Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia menurut (W,

2018) sebagai berikut :

2.1.7.1 Perubahan fisik

Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan

fungsi tubuh lanjut usia semakin menurun, oleh karena itu

orang lanjut usia harus menyesuaikan diri kembali dengan

ketidakberdayaannya. Kemunduran fisik ditandai dengan

beberapa serangan penyakit seperti gangguan pada sirkulasi

darah, persendian, sistem pernafasan, neurologis, metabolik,

neoplasma dan mental. Sehingga keluhan yang sering terjadi

adalah mudah letih, mudah lupa, gangguan saluran

pencernaan, saluran kencing, fungsi indra dan menurunnya

konsentrasi (W, 2018).

a. Perubahan fisiologi lansia pada sel

Sel mengalami perubahan diantaranya jumlah sel

menurun, ukuran sel lebih besar, berkurangnya jumlah

cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraselular, jumlah

sel otak menurun lekukan otak akan menjadi lebih dangkal

dan melebar, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak

menjadi atropi beratnya berkurang 5-20%.


21

b. Perubahan fisiologi lansia pada system persyarafan

Saraf pancaindra mengecil, sehingga fungsinya

menurun serta lambat dalam merespon dan waktu bereaksi

khususnya yang berhubungan dengan stres (W, 2018).

c. Perubahan fisiologi lansia pada system pendengaran

Gangguan pendengaran, hilangnya kemampuan (daya)

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi

suara atau nada-nada yang tinggi, terjadi pengumpulan

cerumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin dan

tinitus, membrane timpani menjadi atrofi menyebabkan

otosklerosis, pendengaran bertambah menurun pada lanjut

usia yang mengalami ketegangan jiwa/stress.

d. Perubahan fisiologi lansia pada system penglihatan

Hilangnya respon terhadap sinar, lensa lebih suram

(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak dan menyebabkan

gangguan penglihatan, meningkatnya ambang pengamatan

sinar dan susah melihat dalam cahaya gelap, daya

akomodasi menurun, menurun lapangan pandang

(berkurang luas pandang) serta sensitifnya terhadap warna.

e. Perubahan fisiologi lansia pada system kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan

jantung memompa darah menurun, curah jantung

menurun, kehilangan elastisitas pembuluh darah tekanan


22

darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer

meningkat.

f. Perubahan fisiologi lansia pada system pengaturan suhu

tubuh

Pada pengaturan suhu tubuh, hipotalamus dianggap

bekerja sebagai suatu termostap, yaitu menetapkan suatu

suhu tertentu, temperature tubuh menurun (hipotermia).

g. Perubahan fisiologi lansia pada system pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunnya aktivitas dari silia, paru-paru

kehilangan elastisitas.

h. Perubahan fisiologi lansia pada system pencernaan

Rasa lapar menurun, dan waktu mengosongkan

lambung menurun, peristaltik melemah sehingga

menyebabkan konstipasi, fungsi absorbsi menurun, hati

semakin mengecil dan tempat penyimpanan menurun,

aliran darah berkurang.

i. Perubahan fisiologi lansia pada system reproduksi

Pada wanita selaput lendir vagina menurun dan kering

serta permukaan menjadi halus, sekresi menjadi

berkurang, terjadi perubahan-perubahan warna, atrofi

payudara, dan pengehentian reproduksi ovum pada saat

menopause. Pada laki-laki testis masih dapat


23

memproduksi sperma, penurunan sperma berangsur-

angsur dan dorongan seks menetap sampai usia diatas 70

tahun asalkan kondisi kesehatan baik, hubungan seks

teratur membantu mempertahankan kemampuan seks.

j. Perubahan fisiologi lansia pada system perkemihan

Ginjal mengecil, fungsi tubulus menurun sehingga

berkurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, dan

penyaringan di ginjal menurun.

k. Perubahan fisiologi lansia pada system endokrin

Hampir semua produksi hormone menurun, fungsi

paratiroid dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya

produksi dari ACTH (Adreno Cortico Tropic Hormone),

TSH (Thyroid Stimulating Hormone), FSH (Follicle

Stimulating Hormone), dan LH (Luteinizing  Hormone),

dan menurunnya sekresi hormone kelamin misalnya

progesterone, estrogen, dan aldosterone.

l. Perubahan fisiologi lansia pada system integument

Kulit mengerut atau keriput, menurunnya respon

trauma, kulit kepala dan rambut menipis, berkurangnya

elastisitas akibat menurunnya cairan, pertumbuhan kuku

lebih lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar

keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, , timbul


24

bercak pigmentasi pada permukaan kulit tampak bintik

coklat (W, 2018).

m. Perubahan fisiologi lansia pada system muskuloskletal

Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh,

bungkuk, persendian membesar, kaku, dan tremor (W,

2018).

2.1.7.2 Perubahan mental

Factor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental

adalah perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan

umum, tingkat pendidikan , keturunan (Hereditas) dan

lingkungan, perubahan kepribadian yang drastis (keadaan ini

jarang terjadi), lebih sering berupa ungkapan yang tulus dari

perasaan seseorang, kekakuan mungkin karena factor lain

seperti penyakit-penyakit (W, 2018).

2.1.7.3 Perubahan-perubahan psikososial

Perubahan psikososial pada dikaitkan dengan peranan

dalam pekerjaan, kehilangan teman/kenalan, kehilangan

pekerjaan dan sehingga merasa sadar akan kematian,

kekurangan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan,

adanya penyakit kronis, timbul kesepian, adanya gangguan

saraf dan panca indera.


25

2.1.7.4 Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan semakin terintegrasi dalam

kehidupan, lanjut usia semakin matur dalam kehidupan

keagamaannya hal ini terlihat dalam berpikir sehari-hari dan

pada usia 70 tahun perkembangan yang dicapai pada tingkat

ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberi contoh

cara mencintai dan keadilan.

2.1.7.5 Dampak kemunduran

Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran

misalnya kemunduran fisik yang ditandai kulit menjadi

keriput karena berkurangnya bantalan lemak, rambut

memutih, pendengaran berkurang, penglihatan memburuk,

gigi mulai ompong, aktivitas menjadi lambat, nafsu makan

berkurang yang menyebabkan kekurangan gizi pada lansia

dan kondisi tubuh yang lainnya juga mengalami kemunduran,

perubahan kondisi hidup dapat berdampak buruk pada lansia.

Koping terhadap kehilangan pasangan, perpindahan tempat

tinggal, isolasi sosial, dan kehilangan kendali dapat terjadi

kesulitan lansia untuk merawat diri sendiri (Padila, 2013).

2.1.8 Masalah Kesehatan Yang Sering Terjadi Pada Lanjut Usia

Aspiani (2014:50) menyatakan berbagai masalah kesehatan dan

penyakit yang cenderung terjadi pada lansia yang terkait dengan

masalah fisik, antara lain :


26

2.1.8.1 Mudah Jatuh

Jatuh seringkali dialami oleh para lanjut usia dan

penyebabnya bisa multi faktor. Baik faktor instrinsik (dari

dalam lanjut usia), misalnya ; gangguan gaya berjalan,

kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, faktor

ekstrinsik, misalnya; lantai yang licin, dan tidak rata,

tersandung oleh benda-benda, penglihatan kurang karena

cahaya kurang terang dan sebagainya.

2.1.8.2 Mudah lelah

Mudah lelah disebabkan, faktor psikologis (perasaan

bosan, keletihan dan depresi), gangguan organis (anemia,

kurang vitamin, perubahan tulang, gangguan pencernaan,

kelainan metabolism), pengaruh obat-obatan (obat penenang,

obat jantung, dan obat yang melelahkan daya kerja otot).

2.1.8.3 Ketakutan mental akut

Ketakutan mental akut disebabkan oleh keracunan,

penyakit infeksi dengan demam tinggi, alkohol, penyakit

metabolism, dehidrasi atau kekurangan cairan, gangguan

fungsi otak, gangguan fungsi hati atau radang fungsi hati,

radang selaput otak (meningitis).

2.1.8.4 Nyeri Dada

Nyeri dada disebabkan oleh, penyakit jantung coroner

yang dapat menyebabkan iskemia jantung (berkurangnya


27

aliran darah ke jantung), aneurisme aorta, radang selaput

jantung (perikarditis), gangguan sistem alat pernafasan

(pneumonia, emboli paru) , gangguan system pencernaan

bagian atas.

2.1.8.5 Sesak nafas saat melakukan aktivitas

Sesak nafas disebabkan oleh, kelemahan jantung,

gangguan system saluran nafas, karena berat badan

berlebihan (over weight) , anemia.

2.1.8.6 Berdebar-debar

Berdebar-debar disebabkan oleh, gangguan irama

jantung, keadaan umum badan yang lemah karena penyakit

kronis, faktor psikologis.

2.1.8.7 Pembengkakan kaki bagian bawah

Pembengkakan kaki bagian bawah disebabkan oleh, kaki

yang lama digantung (edema gravitasi), gagal jantung,

bendungan pada vena bagian bawah, kekurangan vitamin B 1 ,

gangguan penyakit hati, penyakit ginjal, kelumpuhan pada

kaki (kaki tidak aktif).

2.1.8.8 Nyeri pinggang atau punggung

Nyeri pinggang atau punggung disebabkan oleh,

gangguan sendi atau susunan sendi pada susunan tulang

belakang, gangguan pancreas, kelainan ginjal (batu ginjal),


28

gangguan pada rahim, gangguan pada kelenjar prostat,

gangguan pada otot badan.

2.1.8.9 Nyeri pada sendi panggul

Nyeri pada sendi panggul disebabkan oleh, radang sendi

(arthritis) dan sendi tulang yang kropos (osteoporosisi),

kelainan tulang-tulang sendi (patah tulang atau fraktur dan

dislokasi), akibat kelainan pada syaraf dari punggung bagian

bawah yang terjepit.

2.1.8.10 Berat badan menurun

Pada umumnya nafsu makan menurun karena kurang

adanya gairah hidup atau kelesuan, adanya penyakit kronis,

gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapahn

makanan terganggu, faktor-faktor sosial ekonomis (pensiun).

2.1.8.11 Sukar menahan buang air kecil

Biasanya disebabkan oleh, obat-obatan yang

mengakibatkan sering berkemih, radang kandung kemih,

radang saluran kemih, kelainan control pada kandung kemih,

kelainan persarapan pada kandung kemih, faktor psikologis.

2.1.8.12 Sukar menahan buang air besar

Sukar menahan buang air besar disebabkan oleh, obat-

obatan pencahar perut, keadaan diare, kelainan pada usus

rectum.
29

2.1.8.13 Gangguan pada ketajaman penglihatan

Gangguan pada ketajaman penglihatan disebabkan oleh,

presbiopi, kelainan lensa mata (reflex lensa mata kurang),

kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan dalam mata yang

meninggi (glaucoma), radang saraf mata.

2.1.8.14 Gangguan pada pendengaran

Gangguan pada pendengaran disebabkan oleh kelainan

degeneratif, ketulisan pada lanjut usia seringkali dapat

menyebabkan kekacauan mental.

2.1.8.15 Gangguan tidur

Gangguan tidur disebabkan oleh faktor ekstrinsik

(lingkungan yang kurang tenang, faktor instrinsik (Organik;

nyeri, gatal-gatal, dan penyakit tertentu, Psikogenik; depresi

kecemasan dan iritabilitas), (Asmadi, 2010:138)

2.1.8.16 Keluhan pusing-pusing

Keluhan pusing-pusing ini disebabkan oleh, gangguan

lokal (vaskuler), penyakit sistematis yang menimbulkan

hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang tinggi),

Psikologik; perasaan cemas.

2.1.8.17 Keluhan perasaan dingin-dingin dan kesemutan pada anggota

badan

Keluhan ini biasanya disebabkan oleh, gangguan

sirkulasi darah lokal, gangguan persaarafan umum (gangguan


30

pada kontrol), gangguan pada persarafan lokal pada bagian

anggota badan.

2.1.8.18 Mudah Gatal

Mudah Gatal disebabkan oleh, kelainan kulit dan

penyakit sistemik seperti Diabetes Mellitus.

2.2 Konsep Dasar Hipertensi

2.2.1 Pengertian Hipertensi

Hipertensi atau yang biasa disebut tekanan darah tinggi

merupakan peningkatan tekanan darah sistolik di atas batas

normal yaitu lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik

lebih dari 90 mmHg (WHO, 2013; Ferri, 2017). Penyakit

hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis

penyakit yang mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama

terjadinya hipertensi yaitu faktor usia sehingga tidak heran

penyakit hipertensi sering dijumpai pada usia senja/ usia lanjut

(Fauzi, 2014).

Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami

peningkatan tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan

peningkatan angka morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah

fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang

dipompa oleh jantung dan fase diastolic 90 mmHg menunjukkan

fase fase darah yang kembali ke jantung ( Triyanto, 2014 ).


31

Selama ini hipertensi diklaim sebagai silent killer. Tidak

banyak orang yang menyadari kapan tekanan darah mereka

meningkat. Tidak ada gejala di awal. Kalaupun ada, biasanya

ringan dan tidak spesifik seperti pusing, tengkuk terasa pegal,

sakit kepala. Padahal hipertensi merupakan gejala awal dari

penyakit kardiovaskuler seperti gagal jantung dan stroke (Pratiwi,

dkk, 2017).

2.2.2 Klasifikasi Hipertensi

Tabel 2.1

Klasifikasi Hipertensi

| Tekanan Darah Tekanan Darah


Kategori
No Sistolik Diastolik

|1 Normal Di |bawah 130 mmHg Dibawah 85 mmHg

|2 |Normal Tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg

|Stadium 1
|3 140-159 mmHg 90-99 mmHg
|(Hipertensi ringan)

|Stadium 2
|4 160-179 mmHg 100-109 mmHg
|(Hipertensi sedang)

|Stadium 3
|5 180-209 mmHg 110-119 mmHg
(Hipertensi berat)

Stadium 4 |
|6 210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
(Hipertensi maligna)

Sumber : Triyanto, E. (2014). Pelayanan Keperawatan


Bagi Penderita Hipertensi Secara Terpadu.

2.2.3 Etiologi Hipertensi

Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang


32

spesifik.Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac

output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa

faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi (Sutanto, 2010):

2.2.3.1 Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan

eksresi atau transport Na.

2.2.3.2 Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang

mengakibatkan tekanan darah meningkat.

2.2.3.3 Stress karena Lingkungan.

2.2.3.4 Hilangnya Elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada

orang tua serta pelabaran pembuluh darah.

Menurut Smeltzer (2013), berdasarkan penyebab

terjadinya, hipertensi terbagi atas dua bagian, yaitu :

a. Hipertensi Primer (Esensial)

Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi

dewasa antara 90% - 95%. Hipertensi primer, tidak

memiliki penyebab klinis yang dapat diidentifikasi, dan

juga kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor

(Smeltzer, 2013; Lewis, Dirksen, Heitkemper, & Bucher,

2014). Hipertensi primer tidak bisa disembuhkan, akan

tetapi bisa dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal

ini, faktor genetik mungkin berperan penting untuk

pengembangan hipertensi primer dan bentuk tekanan

darah tinggi yang cenderung berkembang secara


33

bertahap selama bertahun-tahun (Bell, Twiggs, & Olin,

2015).

b. Hipertensi Sekunder

Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan

peningkatan tekanan darah dan disertai penyebab yang

spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, kehamilan,

medikasi tertentu, dan penyebab lainnya. Hipertensi

sekunder juga bisa bersifat menjadi akut, yang

menandakan bahwa adanya perubahanpada curah jantung

(Ignatavicius, Workman, & Rebar, 2017).

2.2.4 Faktor- faktor Resiko Hipertensi

Faktor-faktor resiko hipertensi ada yang dapat di kontrol dan tidak dapat

dikontrol menurut (Sutanto, 2010), antara lain:

2.2.4.1 Faktor Yang Dapat Dikontrol :

Faktor penyebab hipertensi yang dapat dikontrol pada umumnya

berkaitan dengan gaya hidup dan pola makan. Faktor-faktor

tersebut antara lain:

a. Kegemukan (Obesitas)

Dari hasil penelitian, diungkapkan bahwa orang yang

kegemukan mudah terkena hipertensi. Wanita yang sangat

gemuk pada usia 30 tahun mempunyai resiko terserang

hipertensi 7 kali lipat dibandingkan dengan wanita langsing

pada usia yang sama. Curah jantung dan sirkulasi volume


34

darah penderita hipertensi yang obesitas. Meskipun belum

diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan

obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan

sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi

lebih tinggi dibanding penderita hipertensi dengan berat

badan normal.

b. Kurang Olahraga

Orang yang kurang aktif melakkukan olahraga pada

umumnya cenderung mengalami kegemukan dan akan

menaikan tekanan darah. Dengan olahraga kita dapat

meningkatkan kerja jantung. Sehingga darah bisa dipompa

dengan baik keseluruh tubuh.

c. Konsumsi Garam Berlebihan

Sebagian masyarakat kita sering menghubungkan antara

konsumsi garam berlebihan dengan kemungkinan mengidap

hipertensi. Garam merupakan hal yang penting dalam

mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam

terhadap hipertensi adalah melalui peningkatan volume

plasma atau cairan tubuh dan tekanan darah. Keadaan ini

akan diikuti oleh peningkatan eksresi (pengeluaran)

kelebihan garam sehingga kembali pada kondisi keadaan

sistem hemodinamik (pendarahan) yang normal. Pada


35

hipertensi primer (esensial) mekanisme tersebut terganggu,

disamping kemungkinan ada faktor lain yang berpengaruh.

d. Merokok dan Mengonsumsi Alkohol

Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan

kesehatan selain dapat meningkatkan penggumpalan darah

dalam pembuluh darah, nikotin dapat menyebabkan

pengapuran pada dinding pembuluh darah. Mengonsumsi

alkohol juga dapat membahayakan kesehatan karena dapat

meningkatkan sistem katekholamin, adanya katekholamin

memicu naik tekanan darah.

e. Stres

Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara.

Jika ketakutan, tegang atau dikejar masalah maka tekanan

darah kita dapat meningkat. Tetapi pada umumnya, begitu

kita sudah kembali rileks maka tekanan darah akan turun

kembali. Dalam keadaan stres maka terjadi respon sel-sel

saraf yang mengakibatkan kelainan pengeluaran atau

pengangkutan natrium. Hubungan antara stres dengan

hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang

bekerja ketika beraktivitas) yang dapat meningkatkan tekanan

darah secara bertahap. Stres berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi. Hal tersebut

belum terbukti secara pasti, namun pada binatang percobaan


36

yang diberikan stres memicu binatang tersebut menjadi

hipertensi.

2.2.4.2 Faktor Yang Tidak Dapat Dikontrol

a. Keturunan (Genetika)

Faktor keturunan memang memiliki peran yang sangat

besar terhadap munculnya hipertensi. Hal tersebut terbukti

dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih

banyak terjadi pada kembar monozigot (berasal dari satu sel

telur) dibandingkan heterozigot (berasal dari sel telur yang

berbeda). Jika seseorang termasuk orang yang mempunyai

sifat genetik hipertensi primer (esensial) dan tidak melakukan

penanganan atau pengobatan maka ada kemungkinan

lingkungannya akan menyebabkan hipertensi berkembang

dan dalam waktu sekitar tiga puluhan tahun akan mulai

muncul tanda-tanda dan gejala hipertensi dengan berbagai

komplikasinya.

b. Jenis kelamin

Pada umumnya pria lebih terserang hipertensi

dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan pria banyak

mempunyai faktor yang mendorong terjadinya hipertensi

seperti kelelahan, perasaan kurang nyaman, terhadap

pekerjaan, pengangguran dan makan tidak terkontrol.


37

Biasanya wanita akan mengalami peningkatan resiko

hipertensi setelah masa menopause ( Vivi Novita, 2019).

c. Umur

Dengan semakin bertambahannya usia, kemungkinan

seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit

hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya

interaksi dari berbagai faktor risiko terhadap timbulnya

hipertensi. Hanya elastisitas jaringan yang erterosklerosis

serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab

hipertensi pada usia tua. Pada umumnya hipertensi pada pria

terjadi di atas usia 31 tahun sedangkan pada wanita terjadi

setelah berumur 45 tahun.

2.2.5 Patofisiologi

Meningkatnya tekanan darah didalam arteri bisa terjadi melalui

beberapa cara yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan

lebih banyak cairan pada setiap detiknya arteri besar kehilangan

kelenturanya dan menjadi kaku sehingga mereka tidak dapat mengembang

pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah di setiap

denyutan jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit dari pada

biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia

lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena

arterioskalierosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat

pada saat terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arter kecil (arteriola) untuk
38

sementara waktu untuk mengarut karena perangsangan saraf atau hormon

didalam darah (Triyanto, 2014)

Bertambahnya darah dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

tekanan darah. Hal ini terjadi jika terhadap kelainan fungsi ginjal sehingga

tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh

meningkat sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika

aktivitas memompa jantung berkurang arteri mengalami pelebaran, banyak

cairan keluar dari sirkulasi, maka tekanan darah akan menurun (Triyanto,

2014).

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh

perubahan didalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari

sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).

Perubahan fungsi ginjal, ginjal mengendalikan tekanan darah melalui

beberapa cara: jika tekanan darah meningkat, ginjal akan mengeluarkan

garam dan air yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan

mengembalikan tekanan darah normal. Jika tekanan darah menurun, ginjal

akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah

bertambah dan tekanan darah kembali normal. (Triyanto, 2014). Ginjal juga

bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut

renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensi, yang selanjutnya

akan memicu pelepasan hormon aldosteron.

Pertimbangan Gerontology, Perubahan struktural dan fungsional pada

system pembuluh perifer bertanggung pada perubahan tekanan darah yang


39

terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis,

hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos

pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi

dan daya regang pembuluh darah. Konsekwensinya, aorta dan arteri besar

berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang

dipompa oleh jantung (volume secukupnya), mengakibatkan penurunan

curah jantunng dan meningkatkan tahanan perifer (Vivi Novita, 2019).


40

Pathway Hipertensi

Faktor predisposisi Usia, jenis kelamin, merokok,


stress, kurang olahraga, genetik, alcohol,
konsentrasi garam, obesitas Beban kerja jantung Aliran darah makin
cepat keseluruh tubuh
sedangkan nutrisi dalam
Kerusakan vaskuler sel sudah mencukupi
HIPERTENSI Tekanan sistemik darah
pembuluh darah kebutuhan

Perubahan struktur Perubahan situasi

Penyumbatan Informasi yang minim Defisit Pengetahuan


pembuluh darah

Resistensi pembuluh Gangguan Pola


Vasokonstriksi Nyeri kepala
darah otak Tidur

Gangguan Otak Suplai O2 ke otak Resiko Perfusi


sirkulasi Perifer Tidak
Efektif

Ginjal Pembuluh darah

Vasokontriksi
pembuluh Darah
ginjal Sistemik Koroner

Blood flow darah


Vasokonstriksi Iskemia miokard

Respon RAA
Afterload
Nyeri
Merangsang
aldosteron Fatique
Hipervolemia

Retensi Na Edema Intoleransi


aktivitas
41

2.2.6 Tanda Dan Gejala Hipertensi

Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak

memiliki gejala khusus. Menurut (fauzi, 2017) mengemukakan bahwa

gejala-gejala yang mudah diamati oleh lansia penderita hipertensi antara

lain yaitu:

a. Pusing atau sakit kepala

b. Sering gelisah

c. Wajah merah

d. Tengkuk terasa pegal

e. Telinga berdengung

f. Sulit tidur

g. Sesak nafas

h. Rasa berat ditengkuk

i. Mudah lelah

j. Mata berkunang-kunang

2.2.7 Komplikasi

Aspianti (2015), menyatakan komplikasi hipertensi yaitu:

a. Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di

otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak

yang terpajan tekanan tinggi.

b. Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang

arterosklerotik tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium

atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran darah


42

melewati pembuluh darah.

c. Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan

tinggi pada kapiler glomelurus ginjal.

d. Ensofalopati

Ensofalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi

maligna (hipertensi yang meningkat cepat dan berbahaya).

2.2.8 Pemeriksaan Diagnostik

2.2.8.1 Hemoglobin Hematokrit

Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel – sel

terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasi

faktor – faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas dan anemia.

2.2.8.2 BUN / Kreatinin. Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi

ginjal.

2.2.8.3 Glukosa

Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) dapat

diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (peningkatan

hipertensi).

2.2.8.4 Kalium Serum

Hipokalemia dapat mengindikasikannya aldosteron utama

(penyebab) atau menjadi efek samping terapi deuretik.

2.2.8.5 Kalsium Serum

Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.

2.2.8.6 Kolestrol don Trigeliserido Serum


43

Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/

adanya pembentukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular).

2.2.9 Penatalaksanaan Hipertensi

2.2.9.1 Terapi Farmakologis

Terapi dalam obat menjadi hal yang utama. Obat-obatan anti

hipertensi yang sering digunakan dalam pegobatan, antara lain

obat-obatan golongan diuretik, beta bloker, antagonis kalsium,

dan penghambat konversi enzim angiotensi.

a. Diuretik merupakan anti hipertensi yang merangsang

pengeluaran garam dan air. Dengan mengonsumsi diuretik

akan terjadi pengurangan jumlah cairan dalam pembuluh darah

dan menurunkan tekanan pada dinding pembuluh darah.

b. Beta bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dalam

memompa darah dan mengurangi jumlah darah yang dipompa

oleh jantung.

c. ACE-inhibitor dapat mencegah penyempitan dinding

pembuluh darah sehingga bisa mengurangi tekanan pada

pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah.

d. Ca bloker dapat mengurangi kecepatan jantung dan

merelaksasikan pembuluh darah.

2.2.9.2 Nonfarmakologi

Penatalaksanaan nonfarmakologis dengan modifikasi gaya

hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan


44

merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan mengobati

tekanan darah tinggi , berbagai macam cara memodifikasi gaya

hidup untuk menurunkan tekanan darah yaitu : (Aspiani, 2014).

1. Pengaturan diet

a. Rendah garam, diet rendah garam dapat menurunkan

tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan pengurangan

konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem renin-

angiostensin sehingga sangata berpotensi sebagai anti

hipertensi. Jumlah asupan natrium yang dianjurkan 50-100

mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.

b. Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi

mekanismenya belum jelas. Pemberian kalium secara

intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang dipercaya

dimediasi oleh oksidanitat pada dinding vaskular.

c. Diet kaya buah sayur.

d. Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung

koroner.

2. Penurunan berat badan

Hipertensi berkaitan kuat dengan berat badan berlebihan.

Makin besar massa tubuh, makin banyak daah yang

dibutuhkan oleh tubuh untuk menyampaikan oksigen dan


45

makanan ke jaringan tubuh. Pasien dengan hipertensi

dianjurkan untuk menurunkan berat badan dengan cara diet

rendah eneri dan melakukan latihan 30 -45 menit sebanyak 4-6

kali seminggu (Ramayulis, 2010).

3. Memeperbaiki gaya hidup yang kurang sehat dengan cara

berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol, penting

untuk mengurangi efek jangka oanjang hipertensi karena asap

rokok diketahui menurunkan aliran darah ke berbagai organ

dan dapat meningkatkan kerja jantung.

2.3 Konsep Dasar Tomat

2.3.1 Pengertian Tomat

Tomat (Lycopersicon esculentum) memiliki nama daerah terong

kaluwat (Sumatera), tomat, ranti (Jawa), kemantes (Sulawesi), dan nama

asing tomato (Inggris) dan tomate (Jerman). Tomat termasuk

Lycopersicon dari keluarga Solanaceae (Anonimous, 2015).

Tomat merupakan tanaman sayuran yang sudah dibudidayakan sejak

ratusan tahun silam, tetapi belum diketahui dengan pasti kapan awal

penyebarannya. Jika ditinjau dari sejarahnya, tanaman tomat berasal dari

Amerika, yaitu daerah Andean yang merupakan bagian dari Negara

Bolivia, Cili, Kolombia, Ekuador, dan Peru. Semula di Negara asalnya,

tanaman tomat hanya dikeanl sebagai tanaman gulma. Namun, seiring

dengan perkembangan waktu, tomat mulai ditanam, baik di lapangan


46

maupun di perkarangan rumah, sebagai tanaman yang dibudidyakan atau

tanaman yang dikonsumsi (purwati dan khairunisa, 2016).

Dinegara tropis seperti Indonesia, tanaman tomat memiliki daerah

penyebaran yang cukup luas, yaitu didaratan tinggi (≥ 700 mdpl), dataran

medium tinggi (450-699 mdpl), dataran medium rendah (200-499 mdpl),

dan dataran rendah (≤199 mdpl) (purwati dan khairunisa, 2016).

2.3.2 Jenis

Klasifikasi tomat (Lycopersicon esculentum) menurut Ismalia (2016)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Diviso : Spermatophyta

Subdivision: Angiospermae

Class : Dicotyledoneae

Ordo : Polemoniales

Family : Solanaceae

Genus : Lycopersion

2.3.3 Kandungan

Kandungan yang terdapat dalam buah tomat meliputi alkaloid

solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat,

biflavonoid, protein, lemak, gula (fruktosa, glukosa), adenine, trigonelin,

kolin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K,Na, Fe, Sulfur, Klorin), vitamin

(B1, B2, B6, C, E, Niasin) Histamin, dan Likopen) (Dalimartha, 2010).

Sebagai sumber vitamin, buah tomat sangat baik untuk mencegah


47

dan mengobati berbagai macam penyakit, seperti sariawan karena

kekurangan vitamin C, xeropthalmia pada mata akibat kekurang vitamin

A, beri-beri, radang syaraf, lemahnya otot-otot, dermatitis, bibir menjadi

merah dan radang lidah akibat kekurangan vitamin D (Tugiyono, 2017).

Sebagai sumber mineral, buah tomat dapat bermanfaat untuk

pembentukan tulang dan gigi (Zat kapur dan fosfor), sedangkan Zat besi

(Fe) yang terkandung didalam buah tomat dapat berfungsi untuk

pembentukan sel darah merah atau hemoglobin. Buah tomat juga

mengandung serat yang berfungsi memperlancar proses pencernaan

makanan didalam perut dan membantu memudahkan buang kotoran.

Selain itu tomat mengandung Zat kalium yang sangat bermanfaat untuk

menurunkan gejala tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2010).

Tabel 2.2

Kandungan Tomat

Informasi Gizi Jumlah


Kalori 20 kal
Protein 1 gr
Lemak 0,33 g
Karbohidrat 4,2 gr
Kalsium 5 mg
Fosfor 26 mg
Magnesium 11 mg
Kalium 360 mg
Seng 0,09 mg
Besi 0,5 mg
Vitamin C 40 mg
Vitamin A 1.500 SI
Air 94%
Likopen 9,27 mg

Fungsi potasium untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan


48

cara menyeimbangkan efek negative dari garam. Untuk mengendalikan

tekanan dalam darah, ginjal akan mengendalikan jumlah cairan yang

tersimpan dalam tubuh anda. Semakin banyak cairan dalam tubuh, maka

semakin tinggi tekanan darah anda. Ginjal mengendalikan jumlah cairan

dengan cara menyaring darah dan menyerap cairan berlebih yang

kemudian akan di keluarkan antara garam dan kalium untuk menarik air

melintasi dinding sel di ginjal.

Konsumsi garam berlebih akan menggangu keseimbangan tersebut,

sehingga mengurangi kemampuan ginjal dalam membuang cairan.

Dengan mengkonsumsi lebih banyak buah dan sayuran, anda akan

meningkatkan kadar potasium dan membantu mengembalikan

keseimbangan tersebut. Hal ini akan membantu ginjal anda bekerja lebih

efisien sehingga dapat menurunkan tekanan darah ke tingkat yang baik

dan aman. Zat belerang (Sulfur) yang terkandung dalam buah tomat

dapat mencegah radang hati dan radang usus buntu. Zat klorin yang ada

di dalam buah tomat dapat merangsang fungsi hati lebih aktif

membersihkan zat-zat tidak berguna (Cahyono, 2015).

Tomat (Lycopersicum esculentum mill) mengandung flavonoid dan

kalium. Flavonoid mempunyai efek hipotensif, yang bekerja sebagai

ACE inhibitor dengan cara menghambat Angiotensin Converting Enzym

(ACE) yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, sehingga

terjadi vasodilatasi. Kalium dapat mengurangi sekresi renin yang

menyebabkan penurunan angiotensin II sehingga vasokonstriksi


49

pembuluh darah berkurang dan menurunnya aldosterone berkurang.

Kalium juga mempunyai efek dalam pompa Na-K yaitu kalium dipompa

dari cairan ekstra selular ke dalam sel, dan Natrium dipompa keluar.

Sehingga kalium dapat menurunkan tekanan darah (Guyton, 2015).

2.3.4 Cara Pembuatan Jus Tomat

Menurut (Lavenia, C & Nurdin, 2016) :

a. Pilih buah tomat yang masih segar dengan warna merah, cerah, dan

mengkilap

b. Buah tomat yang matang optimal dan baik

c. Kemudian buah dicuci terlebih dahulu

d. Lalu potong buah tersebut agar mudah di haluskan

e. Haluskan buah tomat yang sudah dipotong tersebut menggunakan

blender

f. Tuangkan kedalam gelas ±200 cc

g. Minum jus tomat dalam keadaan segar

h. Minum jus tersebut selama 7 hari

2.4 Konsep asuhan keperawatan

2.4.1 Pengkajian
2.4.1.1 Pengkajian Umum

Mengkaji identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien

dengan format nama, umur, jenis kelamin, status, agama,

pekerjaan, suku bangsa, alamat, pendidikan, diagnosa medis,

sumber biaya, hubungan antara pasien dengan penanggung jawab.


50

2.4.1.2 Riwayat Kesehatan

1. Keluhan Utama : Perawat memfokuskan pada hal-hal yang

menyebabkan klien meminta  bantuan pelayanan seperti :

a. Apa yang dirasakan klien

b. Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara

tiba-tiba atau perlahan dan sejak kapan dirasakan

c. Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-

hari

d. Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sangat

mengganggu klien.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Kaji kondisi yang pernah dialami oleh klien diluar

gangguan yang dirasakan sekarang khususnya gangguan yang

mungkin sudah berlangsung lama bila dihubungkan dengan

usia dan kemungkinan penyebabnya, namun karena tidak

mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak dikeluhkan.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji kondisi kesehatan keluarga klien untuk menilai

ada tidaknya hubungan dengan penyakit yang sedang dialami

oleh klien. Meliputi pengkajian apakah pasien mengalami

alergi atau penyakit keturunan.


51

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Meliputi pengkajian apakah gangguan yang dirasakan

pertama kali atau sudah sering mengalami gangguan pola

tidur.

2.4.1.3 Data Pengkajian Fisik

1. Keadaan Umum Pasien

Meliputi kesadaran, postur tubuh, kebersihan diri, turgor

kulit, warna kulit.

2. Gejala Kardial

Meliputi suhu, tensi, nadi, dan napas.

3. Keadaan fisik

Meliputi pengkajian dari head to toe meliputi kepala, mata,

hidung, mulut, telinga, leher, thoraks, abdomen, dan

ekstermitas. Secara umum, teknik pemeriksaan fisik yang

dapat dilakukan dalam memperoleh  berbagai penyimpangan

fungsi adalah : Inspeksi, Palpasi, Auskultasi dan Perkusi.

2.4.1.4 Data Pemeriksaan Penunjang

Meliputi data laboratorium dan cek laboratorium yang telah

dilakukan pasien baik selama perawatan ataupun baru masuk

rumah sakit.

2.4.1.5 Pengkajian Psikososial


52

Mengkaji keterampilan koping, dukungan keluarga, teman

dan handai taulan serta bagaimana keyakinan klien tentang sehat

dan sakit.

2.4.2 Masalah Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada pasien dengan Hipertensi

adalah :

1. Nyeri Akut

2. Gangguan pola tidur

3. Kelebihan Volume Cairan

4. Defisit Pengetahuan

5. Intoleransi Aktivitas

6. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif

2.4.3 RENCANA KEPERAWATAN

Tabel 2.3

Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


o (SDKI) (SLKI) (SIKI)

1. Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri


Penyebab : a. Keluhan nyeri Observasi
 Agen pencedera menurun a. Identifikasi lokasi,
fisiologis (mis. b. Tampak meringis karakteristik, durasi,
Inflamasi, iskemia, menurun frekuensi, kualitas, intensitas
neoplasma) c. Sikap protektif nyeri
 Agen pencendera menurun b. Identifikasi skala nyeri
kimiawi (mis. Terbakar, d. Gelisah menurun c. Identifikasi respon nyeri non
bahan kimia iritan) e. Kesulitan tidur verbal
 Agen pencedera fisik menurun Terapeutik
(mis. Abses, amputasi, f. Frekuensi nadi a. Berikan teknik
53

terbakar, terpotong, membaik nonfarmakologis untuk


mengangkat berat, Kontrol Nyeri mengurangi rasa nyeri (mis.
prosedur operasi, a. Melaporkan nyeri terapi musik, biofeedback,
trauma, latihan fisik terkontrol meningkat terapi pijat, aromaterapi,
berlebihan) b. Kemampuan teknik imajinasi terbimbing,
Gejala dan tanda mayor mengenali onset kompres hangat/dingin,
Subjektif : nyeri meningkat pemberian jus tomat, terapi
 Mengeluh nyeri c. Kemampuan bermain, )
Objektif : mengenali penyebab b. Kontrol lingkungan yang
 Tampak meringis, nyeri meningkat memperberat rasa nyeri (mis.
 Bersikap protektif d. Kemampuan suhu ruangan, pencahayaan,
(misalnya waspada, menggunakan teknik kebisingan)
posisi menghindari non-farmakologis c. Fasilitasi Istirahat dan tidur
nyeri), meningkat Edukasi
 Gelisah, e. Keluhan nyeri a. Jelaskan strategi meredakan
 Frekuensi nadi menurun nyeri
meningkat, b. Anjurkan memonitor nyeri
 Sulit tidur. secara mandiri
Gejala dan tanda minor c. Ajarkan teknik
Objektif : nonfarmakologis untuk
 Tekanan darah mengurangi rasa nyeri
meningkat, (Pemberian jus tomat)
 Pola napas Kolaborasi
berubah, Kolaborasi
 Nafsu makan - Pemberian analgetik
berubah,
 Proses pikir
terganggu,
 Menarik diri,
 Berfokus pada diri
sendiri,
 Diaforesis

2. Ganggan pola tidur Pola Tidur Dukungan Tidur


Penyebab: a. Keluhan sulit tidur Observasi
 Hambatan lingkungan menurun a. Identifikasi pola aktivitas dan
(mis kelmbabpan b. Keluhan sering tidur
lingkungan sekitar, terjaga menurun b. Identifikasi faktor
suhu lingkungan, c. Keluhan pola tidur pengganggu tidur (fisik
pencahyaan, berubah menurun dan/atau psikologis)
kebisingan, bau tidak
54

sedap, jadwal d. Keluhan istirahat c. Identifikasi makanan dan


pemantauan/pemeriksaa tidak cukup menurun minuman yang mengganggu
n/tindakan). e. Kemampuan tidur (mis. Kopi, teh, alcohol,
 Kurang kontrol tidur. beraktivitas makan mendekati tidur,
 Kurang privasi. meningkat minum banyak air sebelum
 Restraint fisik tidur)
 Ketiadaan teman tidur. Terapeutik
 Tidak familiar dengan a. Modifikasi lingkungan (mis.
peralatan tidur. Pencahayaaan, kebisingan)
Gejala dan tanda mayor b. Batasi waktu tidur siang, jika
Subyektif: perlu
 Mengeluh sulit c. Fasilitasi menghilangkan
tidur. stres sebelum tidur
 Mengeluh sering d. Tetapkan jadwal tidur rutin
terjaga. Edukasi
 Mengeluh tidak a. Jelaskan pentingnya tidur
puas tidur. cukup selama sakit
 Mengeluh pola tidur b. Anjurkan menepati kebiasaan
berubah.
waktu tidur
 Mengeluh istirahat
c. Anjurkan menghindari
tidak cukup.
makanan/minuman yang
Gejala dan tanda minor
mengganggu tidur.
Subjektif:
d. Ajarkan faktor-faktor yang
 Mengeluh
berkontribusi terhadap
kemampuan
gangguan pola tidur (mis.
beraktivitas
Psikologis, gaya hidup,
menurun
sering berubah shift bekerja)

3. Hipervolemia Keseimbangan Cairan Pemantauan Cairan


Penyebab: a. Asupan cairan
meningkat Observasi
 Gangguan mekanisme
b. Keluaran urin
regulasi a. Monitor frekuensi dan
meningkat
 Kelebihan asupan kekuatan nadi
c. Kelembaban mukosa
cairan b. Monitor frekuensi nafas
meningkat
 Kelebihan asupan d. Asupan makanan c. Monitor tekanan darah
natrium meningkat
e. Edema menurun d. Monitor berat badan
 Gangguan aliran balik
f. Dehidrasi menurun
vena e. Monitor elastisitas atau
g. Tekanan darah
55

membaik turgor kulit


Gejala dan tanda mayor h. Turgor kulit membaik
f. Monitor jumlah, waktu dan
i. Berat badan membaik
Subjektif: berat jenis urine
 Ortopnea
g. Identifikasi tanda-tanda
 Dispnea
hypervolemia mis. Dyspnea,
 Paroxymal
edema perifer, edema
nocturnal dyspnea
anasarka, JVP meningkat,
(PND)
CVP meningkat, refleks
Objektif :
hepatojogular positif, berat
 Edema anasarka
badan menurun dalam waktu
dan/ atau edema
singkat)
perifer.
 Berat badan
Terapeutik
meningkat dalam
waktu singkat.
a. Atur interval waktu
 Jugular Venous
pemantauan sesuai dengan
Pressure (JVP) dan/
kondisi pasien
atau Central Venous
b. Dokumentasi hasil
Pressure (CVP)
pemantauan
meningkat
Gejala dan tanda minor Edukasi
Objektif :
 Distensi vena a. Jelaskan tujuan dan prosedur
jugularis pemantauan
 Terdengar suara
napas tambahan b. Informasikan hasil
 Hepatomegaly pemantauan, jika perlu
 Kadar Hb/Ht turun
 Oliguria
 Intake lebih banyak
dari output (balance
cairan positif)
 Kongesti paru

4. Defisit Pengetahuan Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan


Penyebab: a. Perilaku sesuai Observasi
anjuran meningkat a. Identifikasi kesiapan dan
 Keterbatasan kognitif
b. Kemampuan kemampuan menerima
 Gangguan fungsi
menjelaskan informasi
kognitif
pengetahuan tentang b. Identifikasi factor-faktor
56

 Kekeliruan mengikuti suatu topik yang dapat meningkatkan dan


anjuran meningkat meurunkan motivasi perilaku
 Kurang terpapar c. Kemampuan hidup bersih dan sehat
informasi menggambarkan Terapeutik
 Kurang minat dalam pengalaman a. Sediakan materi dan media
belajar sebelumnya yang pendidikan kesehatan
 Kurang mampu sesuai dengan topik b. Jadwalkan pendidikan
mengingat meningkat kesehatan sesuai kesepakatan
 Ketidaktahuan d. Perilaku sesuia c. Berikan kesempatan untuk
menemukan sumber dengan pengetahuan bertanya
informasi meingkat Edukasi
Gejala dan tanda mayor e. Pertanyaan tentang a. Jelaskan factor risiko yang
Subjektif masalah yang dapat mempengaruhi
 Menanyakan dihadapi menurun kesehatan
masalah yang f. Presepsi yang keliru b. Ajarkan perilaku hidup bersih
dihadapi terhadap masalah dan sehat
Objektif menurun c. Ajarkan strategi yang dapat
 Menunjukkan digunakan untuk
perilaku tidak meningkatkan perilaku hidup
sesuai anjuran bersih dan sehat.
 Menunjukkan
persepsi yang keliru
terhadap masalah
Gejala dan tanda minor
Objektif
 Menjalani
pemeriksaan yang
tidak tepat
 Menunjukkan
perilaku berlebihan
(mis. apatis,
bermusuhan,
agitasi, histeria)
5 Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas Manajemen Energi
Penyebab: a. Frekuensi nadi Observasi
 Ketidakseimbangan meningkat a. Identifkasi gangguan fungsi
antara suplai dan b. Kemudahan dalam tubuh yang mengakibatkan
kebutuhan oksigen melakukan aktivitas kelelahan
 Tirah baring sehari-hari b. Monitor kelelahan fisik dan
 Kelemahan meningkat emosional
57

 Imobilitas c. Keluhan lelah c. Monitor pola dan jam tidur


 Gaya hidup monoton menurun d. Monitor lokasi dan
Gejala dan tanda mayor d. Dispnea saat ketidaknyamanan selama
Subjektif aktivitas menurun melakukan aktivitas
 Mengeluh lelah. e. Dispnea setelah Terapeutik
Objektif aktivitas menurun a. Sediakan lingkungan nyaman
 Frekuensi jantung f. Perasaan lemah dan rendah stimulus (mis.
meningkat >20% menurun cahaya, suara, kunjungan)
dari kondisi g. Warna kulit b. Lakukan rentang gerak pasif
istirahat. membaik dan/atau aktif
Gejala dan tanda minor h. Tekanan darah c. Berikan aktivitas distraksi
Subjektif membaik yang menyenangkan
 Dispnea saat/setelah i. Frekuensi napas d. Fasilitas duduk di sisi tempat
beraktivitas. membaik tidur, jika tidak dapat
 Merasa tidak berpindah atau berjalan
nyaman saat Edukasi
beraktivitas. a. Anjurkan tirah baring
 Merasa lemah.
b. Anjurkan melakukan
Objektif
aktivitas secara bertahap
 Tekanan darah
c. Anjurkan menghubungi
berubah >20% dari
Ajarkan strategi koping untuk
kondisi istirahat.
mengurangi kelelahan
 Gambaran EKG
menunjukan aritmia
saat/setelah
beraktivitas.
 Gambaran EKG
menunjukan
iskemia

6 Risiko Perfusi Perifer Perfusi Perifer Perawatan Sirkulasi


Tidak Efektif a. Denyut nadi perifer Observasi
Faktor Risiko: meningkat a. Periksa sirkulasi perifer(mis.
 Hiperglikemia b. Sensasi meningkat Nadi perifer, edema,
 Gaya hidup kurang c. Warna kulit pucat pengisian kalpiler, warna,
gerak menurun suhu, angkle brachial index)
 Hipertensi d. Nyeri ekstremitas b. Identifikasi faktor resiko
 Merokok menurun gangguan sirkulasi (mis.
 Prosedur endovaskuler e. Kelemahan otot Diabetes, perokok, orang tua,
 Trauma menurun hipertensi dan kadar
 Kurang terpapar
58

informasi tentang f. Kram otot menurun kolesterol tinggi)


factor pemberat(mis. g. Akral membaik c. Monitor panas, kemerahan,
merokok, gaya hidup h. Turgor kulit nyeri, atau bengkak pada
kurang gerak, obesitas, membaik ekstremitas
imobilitas) i. Tekanan darah Terapeutik
membaik a. Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas pada
keterbatasan perfusi
b. Lakukan pencegahan infeksi
c. Lakukan perawatan kaki dan
kuku
d. Lakukan hidrasi
Edukasi
a. Anjurkan berhenti merokok
b. Anjurkan berolahraga rutin
c. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
d. Anjurkan menggunakan obat
penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
e. Anjurkan minum obat
pengontrol tekakan darah
secara teratur
f. Ajurkan melahkukan
perawatan kulit yang
tepat(mis. Melembabkan
kulit kering pada kaki)
g. Anjurkan program diet untuk
memperbaiki sirkulasi( mis.
Rendah lemak jenuh, minyak
ikan, omega3)

2.4.4 Implementasi

Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan

program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga,


59

mendirikan keluarga. Seringkali perencanaan program yang sudah baik tidak

diikuti dengan waktu yang cukup untuk merencanakan implementasi (Komang,

2010)

2.4.5 Evaluasi

Di dalam rangka penilaian keberhasilan intervensi yang dilakukan oleh penulis,

maka selanjutnya dilakukan evaluasi tindakan. Tindakan-tindakan keperawatan

keluarga mungkin saja tidak dapat dilakukan dalam satu kali kunjungan, untuk

itu dilakukan secara bertahap, demikian halnya dengan penilaian. Dalam

bagian ini penilaian dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan SOAP

(subyektif, obyektif, analisa dan planning) (Komang, 2010).

INSTRUMEN

GERIATRIC DEPRESSION SCALE (GDS)

No Pertanyaan Skor
1 Apakah anda pada dasarnya puas dengan kehidupan anda? YA TIDAK
2 Apakah anda sudah meninggalkan banyak kegiatan dan minat YA TIDAK
/kesenangan anda?
3 Apakah anda merasa kehidupan anda hampa? YA TIDAK
4 Apakah anda sering merasa bosan? YA TIDAK
5 Apakah anda mempunyai semangat baik setiap saat? YA TIDAK
6 Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda? YA TIDAK
7 Apakah anda merasa bahagia pada sebagian besar hidup anda? YA TIDAK
8 Apakah anda sering merasa tidak berdaya? YA TIDAK
9 Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada pergi ke YA TIDAK
luar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10 Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya YA TIDAK
ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
11 Apakah anda pikir hidup anda sekarang ini menyenangkan? YA TIDAK
60

12 Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat YA TIDAK
kini?
13 Apakah anda merasa penuh semangat? YA TIDAK
14 Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan? YA TIDAK
15 Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari YA TIDAK
anda?
TOTAL SKOR

Panduan pengisian instrumen GDS

a. Jelaskan pada pasien bahwa pemeriksa akan menanyakan keadaan perasaannya


dalam dua minggu terakhir, tidak ada jawaban benar salah, jawablah ya
atau tidak sesuai dengan perasaan yang paling tepat akhir-akhir ini.
b. Bacakan pertanyaan nomor 1 – 15 sesuai dengan kalimat yang tertulis, tunggu
jawaban pasien. Jika jawaban kurang jelas, tegaskan lagi apakah pasien ingin
menjawab ya atau tidak. Beri tanda (lingkari) jawaban pasien tersebut.
c. Setelah semua pertanyaan dijawab, hitunglah jumlah jawaban yang bercetak
tebal. Setiap jawaban (ya/tidak) yang bercetak tebal diberi nilai satu (1).
d. Jumlah skor diantara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar ada gangguan
depresi.
e. Jumlah skor 10 atau lebih menunjukkan ada gangguan depresi.

INSTRUMEN

ABBREVIATED MENTAL TEST (AMT)

Salah = 0 Benar = 1
A Berapakah umur Anda?
B Jam berapa sekarang?
C Di mana alamat rumah Anda?
D Tahun berapa sekarang?
E Saat ini kita sedang berada di mana?
Mampukah pasien mengenali dokter atau
F
perawat?
G Tahun berapa Indonesia merdeka?
61

H Siapa nama presiden RI sekarang?


I Tahun berapa Anda lahir?
j Menghitung mundur dari 20 sampai 1
Jumlah skor:
K Perasaan hati (afek): pilih yang sesuai dengan kondisi pasien
1. Baik 2. Labil 3. Depresi 4. Gelisah 5. Cemas

Cara Pelaksanaan:

1. Minta pasien untuk menjawab pertanyaan tersebut, beri tanda centang (V)
pada nilai nol (0) jika salah dan satu (1) jika benar
2. Jumlahkan skor total A sampai J, item K tidak dijumlahkan, hanya sebagai
keterangan.
3. Interpretasi :
- Skor 8-10 menunjukkan normal,
- skor 4-7 gangguan ingatan sedang dan
skor 0-3 gangguan ingatan berat

Anda mungkin juga menyukai