Anda di halaman 1dari 7

Asupan nutrisi dan gizi anak sangat memengaruhi kesehatannya.

Jika orangtua tidak bisa


memenuhi makanan anak dengan baik, akan ada banyak masalah kesehatan yang bisa terjadi.
Salah satu masalah gizi yang cukup parah di Indonesia adalah gizi buruk pada anak. Simak
selengkapnya dalam ulasan berikut ini.
Apa itu gizi buruk pada anak?
Sumber: UNICEF
Gizi buruk adalah suatu kondisi yang ditandai dengan berat dan tinggi badan balita jauh di
bawah rata-rata.
Maka itu, untuk mengetahui status gizi yang satu ini, indikator yang digunakan adalah grafik
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Selain berat dan tinggi badan, lingkar lengan atas (LILA) juga masuk ke dalam pemeriksaan klinis
gizi buruk pada anak dan balita.
Kondisi gizi buruk pada anak tidak terjadi secara instan atau singkat.
Artinya, anak yang masuk ke dalam kategori gizi buruk sudah mengalami kekurangan berbagai
zat gizi dalam jangka waktu yang sangat lama.
Jika diukur menggunakan Grafik Pertumbuhan Anak (GPA) yang mengacu pada WHO dengan
berbagai indikator pendukung, anak dengan kondisi gizi buruk memiliki kategori sendiri.
Pada anak, bisa dikatakan mengalami gizi buruk ketika hasil pengukuran indikator BB/TB untuk
status gizinya kurang dari 70 persen nilai median.
Mudahnya, nilai cut off z score berada nilai pada kurang dari -3 SD. Gizi buruk paling sering
dialami oleh anak balita ketika tubuhnya kekurangan energi protein (KEP) kronis.
Gejala umum gizi buruk pada anak
Menurut Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk dari Kementerian Kesehatan RI, berikut gejala gizi
buruk yang umum pada anak-anak:
Gizi buruk tanpa komplikasi
Gizi buruk pada anak tanpa komplikasi memiliki berbagai gejala seperti:
Terlihat sangat kurus
Mengalami edema atau pembengkakan, paling tidak pada kedua punggung tangan atau pun
kaki
Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari -3 SD
LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan
Nafsu makan baik
Tidak disertai dengan komplikasi medis
Gizi buruk dengan komplikasi
Sementara itu, gizi buruk pada anak dengan komplikasi ditandai dengan berbagai gejala seperti:
Terlihat sangat kurus.
Edema atau pembengkakan pada seluruh tubuh.
Indikator penilaian status gizi BB/PB atau BB/TB kurang dari -3 SD
LILA kurang dari 11,5 cm untuk anak usia 6-59 bulan
Memiliki satu atau lebih komplikasi medis seperti anoreksia, pneumonia berat, anemia berat,
dehidrasi berat, demam tinggi, dan penurunan kesadaran.
Apa saja masalah gizi buruk pada anak?
Secara klinis, permasalahan gizi buruk pada anak balita terbagi menjadi beberapa kategori,
yaitu:
1. Marasmus
Sumber: Healthline
Marasmus adalah kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya asupan energi
harian.
Padahal seharusnya, penting untuk mencukupi kebutuhan energi setiap harinya guna
mendukung semua fungsi organ, sel, serta jaringan tubuh.
Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa sebenarnya bisa mengalami marasmus.
Namun, kondisi ini paling sering dialami oleh usia anak-anak yang biasanya terjadi di negara-
negara berkembang.
Bahkan menurut data dari UNICEF, kekurangan asupan zat gizi merupakan salah satu dalang
penyebab kematian pada anak-anak di bawah usia 5 tahun.
Kasus ini bisa memakan korban hingga mencapai angka sekitar 3 juta setiap tahunnya.
2. Kwashiorkor
Sumber: Freewaremini
Kwashiorkor adalah kondisi kekurangan gizi yang penyebab utamanya karena rendahnya
asupan protein. Berbeda dengan marasmus yang yang mengalami penurunan berat badan,
kwashiorkor tidak demikian.
Anak gizi buruk karena kwashiorkor memiliki ciri-ciri tubuh membengkak karena mengalami
penumpukan cairan (edema).
Itu sebabnya, meski telah kehilangan massa otot dan lemak tubuh, anak dengan khwarshiorkor
tidak mengalami penurunan berat badan yang drastis.
3. Marasmik-kwashiorkor
Sumber: Psychology Mania
Sesuai dengan namanya, marasmik-kwashiorkor adalah bentuk lain dari gizi buruk pada anak
balita yang menggabungan kondisi dan gejala antara marasmus dan kwashiorkor.
Kondisi gizi buruk ini ditentukan dengan indikator berat badan balita berdasarkan usia (BB/U)
kurang dari 60 persen baku median WHO.
Anak yang mengalami marasmik-kwashiorkor memiliki beberapa ciri utama, seperti:
Bertubuh sangat kurus
Menunjukkan tanda-tanda tubuh kurus (wasting) di beberapa bagian tubuh, misalnya hilangnya
jaringan dan massa otot, serta tulang yang langsung kentara pada kulit seolah tidak terlapisi
oleh daging.
Mengalami penumpukan cairan di beberapa bagian tubuh.
Namun, tidak seperti kwashiorkor yang mengalami pembengkakan pada perut, adanya edema
pada anak dengan marasmus dan kwashiorkor sekaligus, biasanya tidak terlalu mencolok.
Bukan hanya itu saja, berat badan anak yang mengamai marasmus dan kwashiorkor sekaligus
biasanya berada di bawah 60 persen dari berat normal di usia tersebut.
Dampak gizi buruk pada anak

Anak-anak yang tidak mendapatkan nutrisi yang cukup berpotensi mengalami komplikasi serta
gangguan kesehatan jangka panjang, seperti:
1. Gangguan kesehatan mental dan emosional
Menurut Children’s Defense Fund, anak-anak yang kekurangan asupan nutrisi berisiko
menderita gangguan psikologis.
Sebagai contoh, rasa cemas berlebih maupun ketidakmampuan belajar, sehingga memerlukan
konseling kesehatan mental.
Sebuah studi “India Journal of Psychiatry” tahun 2008 mencatat dampak dari gizi buruk pada
anak, yaitu:
Kekurangan zat besi menyebabkan gangguan hiperaktif
Kekurangan yodium menghambat pertumbuhan
Kebiasaan melewatkan waktu makan atau kecenderungan pada makanan mengandung gula
juga berkaitan dengan depresi pada anak.
Gizi buruk juga membawa dampak yang buruk bagi perkembangan dan kemampuan adaptasi
anak pada situasi tertentu.
2. Tingkat IQ yang rendah
Menurut data yang dilansir pada National Health and Nutrition Examination Survey, anak-anak
dengan gizi buruk cenderung melewatkan pelajaran di kelas sehingga anak tidak naik kelas.
Anak menjadi lemas, lesu, dan tidak dapat bergerak aktif karena kekurangan vitamin, mineral,
dan nutrisi lainnya.
Hal ini didukung oleh data World Bank yang juga mencatat hubungan antara gizi buruk dan
tingkat IQ yang rendah.
Anak-anak ini juga mungkin mengalami kesulitan mencari teman karena masalah perilaku
mereka.
Gagalnya anak untuk mencapai aspek akademis dan sosial akibat gizi buruk tentu saja memiliki
dampak negatif yang berkelanjutan sepanjang hidupnya apabila tidak segera disembuhkan.
3. Penyakit infeksi
Dampak gizi buruk lainnya yang kerap kali terjadi adalah risiko penyakit infeksi.
Ya, anak dengan gizi yang kurang akan sangat rentan mengalami penyakit infeksi, seperti
gangguan pencernaan anak.
Hal ini disebabkan oleh sistem kekebalan tubuhnya yang tak kuat akibat nutrisi tubuh yang
tidak terpenuhi.
Ada banyak vitamin dan mineral yang sangat memengaruhi kerja sistem kekebalan tubuh,
misalnya vitamin C, zat besi, dan zink.
Bila kadar nutrisi tersebut tidak tercukupi, maka sistem kekebalan tubuhnya juga buruk.
Belum lagi jika ia kekurangan zat gizi makro seperti karbohidrat dan protein yang merupakan
sumber energi dan pembangun sel-sel tubuh.
Kekurangan nutrisi tersebut akan membuat fungsi tubuhnya terganggu.
4. Anak pendek dan tidak tumbuh optimal
Pertumbuhan dan perkembangan si kecil yang terhambat adalah dampak gizi buruk pada anak.
Di masa pertumbuhan, si kecil sangat memerlukan zat protein yang diandalkan untuk
membangun sel-sel tubuh dan karbohidrat sebagai sumber energi utama tubuh.
Bila tidak ada protein dan zat nutrisi lainnya, bukan tidak mungkin pertumbuhan si kecil
terhambat bahkan berhenti sebelum waktunya.
Maka itu penting bagi Anda untuk terus memantau kesehatan sang buah hati, apalagi jika ia
masih dalam usia di bawah lima tahun.
Lewat mengetahui status gizinya, Anda juga akan mengetahui apakah perkembangan si kecil
normal atau itu. Untuk itu, sebaiknya selalu periksakan anak ke dokter dengan rutin.
Panduan penanganan gizi buruk pada anak

Sesuai dengan penatalaksanaannya, Kementerian Kesehatan RI membagi penanganan gizi


buruk pada anak dibagi atas 3 fase.
1. Fase stabilisasi
Fase stabilisasi adalah keadaan ketika kondisi klinis dan metabolisme anak belum sepenuhnya
stabil.
Dibutuhkan waktu sekitar 1-2 hari untuk memulihkannya, atau bahkan bisa lebih tergantung
dari kondisi kesehatan anak.
Tujuan dari fase stabilisasi yakni untuk memulihkan fungsi organ-organ yang terganggu serta
pencernaan anak agar kembali normal.
Dalam fase ini, anak akan diberikan formula khusus berupa F 75 atau modifikasinya, dengan
rincian:
Susu skim bubuk (25 gr)
Gula pasir (100 gr)
Minyak goreng (30 gr)
Larutan elektrolit (20 ml)
Tambahan air sampai dengan 1000 ml
Fase stabilisasi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pemberian susu formula sedikit tapi sering
Pemberian formula khusus dilakukan sedikit demi sedikit tapi dalam frekuensi yang sering.
Cara ini bisa membantu mencegah kadar gula darah rendah (hipoglikemia) serta tidak
membebankan saluran pencernaan, hati, dan ginjal.
Pemberian susu formula setiap hari
Pemberian formula khusus dilakukan selama 24 jam penuh. Jika dilakukan setiap 2 jam sekali,
berarti ada 12 kali pemberian.
Jika dilakukan setiap 3 jam sekali, berarti ada 8 kali pemberian.
ASI diberikan setelah susu formula khusus
Bila anak bisa menghabiskan porsi yang diberikan, pemberian formula khusus bisa dilakukan
setiap 4 jam sekali. Otomatis ada 6 kali pemberian makanan.
Jika anak masih menyusui ASI, pemberian ASI bisa dilakukan setelah anak mendapatkan
formula khusus.
Bagi orangtua, sebaiknya perhatikan aturan pemberian formula seperti:
Lebih baik gunakan cangkir dan sendok daripada botol susu, meskipun anak masih bayi.
Gunakan alat bantu pipet tetes untuk anak dengan kondisi sangat lemah.
2. Fase transisi
Fase transisi adalah masa ketika perubahan pemberian makanan tidak menimbulkan masalah
bagi kondisi anak.
Fase transisi biasanya berlangsung selama 3-7 hari dengan pemberian susu formula khusus
berupa F 100 atau modifikasinya.
Kandungan di dalam susu formula F 100 meliputi:
Susu skim bubuk (85 gr)1wQ
Gula pasir (50 gr)
Minyak goreng (60 gr)
Larutan elektrolit (20 ml)
Tambahan air sampai dengan 1000 ml
Fase transisi bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Pemberian formula khusus dengan frekuensi sering dan porsi kecil. Paling tidak setiap 4 jam
sekali.
Jumlah volume yang diberikan pada 2 hari pertama (48 jam) tetap menggunakan F 75.
ASI tetap diberikan setelah anak menghabiskan porsi formulanya.
Jika volume pemberian formula khusus tersebut telah tercapai, tandanya anak sudah siap untuk
masuk ke fase rehabilitasi.
3. Fase rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah masa ketika nafsu makan anak sudah kembali normal dan sudah bisa
diberikan makanan agak padat melalui mulut atau oral.
Akan tetapi, bila anak belum sepenuhnya bisa makan secara oral, pemberiannya bisa dilakukan
melalui selang makanan (NGT).
Fase ini umumnya berlangsung selama 2-4 minggu sampai indiktor status gizin BB/TB-nya
mencapai -2 SD dengan memberikan F 100.
Dalam fase transisi, pemberian F 100 bisa dilakukan dengan menambah volumenya setiap hari.
Hal ini dilakukan sampai saat anak tidak mampu lagi menghabiskan porsinya.
F 100 merupakan energi total yang dibutuhkan anak untuk tumbuh serta berguna dalam
pemberian makanan di tahap selanjutnya.
Secara bertahap, nantinya porsi menu makanan anak yang teksturnya padat bisa mulai
ditambah dengan mengurangi pemberian F 100.
Panduan menangani anak dengan gizi buruk di rumah

Setelah menjalankan pengobatan yang disarankan, anak dapat dikatakan sembuh bila BB/TB
atau BB/PB sudah lebih dari -2 SD.
Meski begitu, aturan pemberian makan yang tepat tetap masih harus dijalankan.
Bagi orangtua, bisa menerapkan jadwal makan anak seperti:
Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering sesuai dengan usia anak.
Rutin membawa anak untuk kontrol tepat waktu. Pada bulan pertama sebanyak 1 kali
seminggu, bulan kedua sebanyak 1 kali setiap 2 minggu, dan bulan ketiga sampai keempat
sebanyak 1 kali per bulan.
Selain itu, orangtua juga bisa membuat contoh resep berikut untuk anak:
Makanan formula kacang hijau
Bahan-bahan:
Tepung beras 25 gr
Kacang hijau atau kacang merah 60 gr
Gula 15 gr
Minyak goreng 10 gr
Garam beryodium dan air secukupnya
Cara membuat:
Rebus kacang hijau dengan 4 gelas air matang selama 30 menit.
Setelah matang, hancurkan menggunakan saringan kawat.
Campurkan tepung beras, gula, minyak, garam, dan air dingin sebanyak 50 cc (1/4 gelas).
Masukkan ke dalam air rebusan kacang hijau yang sudah dihancurkan, lalu aduk sampai matang
di atas api kecil.
Makanan formula tahu dan ayam
Bahan-bahan:
Tahu 55 gr
Tepung beras 40 gr
Gula 20 gr
Minyak goreng 15 gr
Daging ayam 70 gr
Garam beryodium dan air secukupnya
Cara membuat:
Rebus tahu dan ayam dalam 500 cc air hingga matang, selama sekitar 10 menit.
Setelah matang, hancurkan dengan menggunakan saringan kawat atau diulek.
Masukkan tepung beras, gula, minyak, dan garam, dan lanjutkan memasak sembari di aduk di
atas api kecil selama 5 menit.
Untuk mencegah gizi buruk, selalu konsultasikan kesehatan di kecil kepada dokter anak secara
rutin.

Anda mungkin juga menyukai