Anda di halaman 1dari 37

Asuhan Keprawatan

Pada pasien Epilepsi &


Kejang
Kelompok 6 RB
Kelompok 6 RB
Rati Mardatillah R011191050
Rizka Nur Amalia R011191084
Brigita Sri Jane R011191100
Destasya Mallua R011191134
Ummul Tazkiyatun Nafs R011191044
Annida Rifai Nur R011191124
Jamila R011191146
Sakina Hardiyanti R011191140
Fajar Husodo R011191020
Pokok Pembahasan (1)

Kejang
01 Defenisi

02 Etiologi 04 Manfestasi Klinik

Pemeriksaan
03 Patofisiologi 05 Penunjang

06 Penatalaksanaan
Pokok Pembahasan (2)

Epilepsi
01 Defenisi

02 Etiologi 04 Manfestasi Klinik

Pemeriksaan
03 Patofisiologi 05 Penunjang

06 Penatalaksanaan
Pokok Pembahasan (3)

03 Patway Kejang & Epilepsi

04 Asuhan Keperawtan Pada


Pasien Kejang & Epilepsi
01
Kejang
Defenisi
Kejang merupakan sebuah perubahan perilaku yang bersifat sementara dan tiba –
tiba yang merupakan hasil dari aktivitas listrik yang abnormal didalam otak.

Kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi
otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.
Etiologi
Kejang demam disebabkan oleh infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial atau
ekstrakranium seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis. Penyakit virus merupakan penyebab
utama kejang demam. Genetik juga merupakan
penyebab dari kejang demam.

Selain etiologi tersebut terdapat berbagai


gangguan pada sistem syaraf yang menjadi faktor
penyebab kejang.
Patofisiologi (1)
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubu, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion Natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan ini demikian besarnya sehingga dapat
meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan
pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Patofisiologi (2)
Tetapi pada kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah
yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
hingga terjadi epilepsi.
Manifestasi Klinik
1) Suhu tubuh (suhu rektal) lebih dari 38 derajat

2) Timbulnya kejang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang
berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persarafan.

3) Takikardi : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 permenit

4) Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.

Sedangkan gejala kejang demam sesuai klasifikasinya adalah sebagai berikut:


1) Parsial Sederhana
2) Parsial Kompleks
3) Kejang tonik klonik
4) Kejang absans
Pemeriksaan Penunjang

1. Elektroensefalogram ( EEG )
2. Pemindaian CT
3. Magneti resonance imaging ( MRI )
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
5. Uji laboratorium
Penataksanaan

Terapi Terapi Non


Farmakologi Farmakologi
02
Epilepsi
Definisi

Epilepsi adalah penyakit otak kronis yang tidak menular yang mempengaruhi
sekitar 50 juta orang di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan kejang berulang,
yang merupakan episode singkat gerakan tak sadar yang mungkin melibatkan
sebagian tubuh (sebagian) atau seluruh tubuh (umum) dan kadang-kadang
disertai dengan hilangnya kesadaran dan kontrol fungsi usus atau kandung
kemih (WHO, 2019).
Etiologi
Epilepsi tidak menular. Meskipun banyak mekanisme penyakit yang mendasari dapat
menyebabkan epilepsi, penyebab penyakit ini masih belum diketahui pada sekitar 50% kasus
secara global. Penyebab epilepsi dibagi ke dalam kategori berikut: struktural, genetik,
infeksi, metabolisme, kekebalan dan tidak diketahui. Contohnya meliputi:
1. Kerusakan otak akibat penyebab prenatal atau perinatal (misalnya kehilangan oksigen
atau trauma saat lahir, berat badan lahir rendah);
2. Kelainan bawaan atau kondisi genetik dengan malformasi otak terkait;
3. Cedera kepala parah;
4. Stroke yang membatasi jumlah oksigen ke otak;
5. Infeksi otak seperti meningitis, ensefalitis atau neurocysticercosis,
6. Sindrom genetik tertentu; dan
7. Tumor otak.
Patofisiologi (1)
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan
dendritke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh
belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan
menyebar ke bagian tubuh anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Patofisiologi (2)
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel
lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk
ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. Kejang terjadi akibat lepas
muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan
normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik,
sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Patofisiologi (3)

Setiap stimulus yang menyebabkan membran sel neuron mengalami depolarisasi


menginduksi kecenderungan untuk menembak secara spontan. Jaringan parut
(gliosis) sering ditemukan di daerah otak dari mana aktivitas epilepsi muncul.
Jaringan parut diyakini mengganggu lingkungan kimiawi dan struktural normal dari
neuron otak, membuatnya lebih mungkin untuk menyala secara tidak normal. Selain
perubahan saraf, perubahan fungsi astrosit mungkin memainkan beberapa peran
kunci dalam kejang berulang. Aktivasi astrosit oleh neuron hiperaktif adalah salah
satu faktor penting yang mempengaruhi neuron di dekatnya untuk menghasilkan
pelepasan epilepsi.
Manifestasi Klinik
Adapun gejala dari epilepsi antara lain :

1. Kejang parsial sensorik yaitu sensasi abnormal seperti melihat warna-warni yang tak terduga
2. Kejang parsial motorik
3. Epilepsi lobus temporaldi mulai dengan sensasi aneh atau perasaan dejavu(perasaan pernah
mengalami sesuatu), kemudian terlepas dari kenyataan dan mungkin gerakan berulang-ulang.
4. Kejang tonik klonik (grand mal), hilang kesadaran, menjadi kaku,roboh, lalu tungkai bergerak dalam
sentakan beritme
5. Absen kejang (petit mal) jenis yang umum pada anak-anak seperti melamun dan bermimpi
6. Kejang myoklonik yaitu anggota gerak tersentak-sentak dengan tiba-tiba dan singkat
7. Status epileptikus yaitu berulang kejang tonik-klonik tanpa memperoleh kembali kesadaran diantara
keduanya
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Radiologi
lainnya, seperti CT Scan Pemeriksaan
dan atau MRI Neuropsikologi

EEG
Penataksanaan

Terapi Terapi Non


Farmakologi Farmakologi
Pengobatan status epileptikus
memerlukan inisiasi obat anti kejang Terapi Bedah, Vagal nerve stimulation,
IV kerja cepat. Obat yang paling sering
digunakan adalah lorazepam (Ativan) Diet Ketogenik,
dan diazepam (Valium). Biofeedback
03
Pathway Kejang
& Epilepsi
04
Asuhan Keperawatan
Pada Pasien Kejang &
Epilepsi
Pengkajian

● Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
● Riwayat kesehatan: Riwayat kelahiran atau dimasa neonatus, penyakit kronis, neoplasma,
immunosupresi,infeksi telinga dalam ataum infeksi ekstra kranial (OMA), meningitis atau ensefalitis, tumor
otak yang merupakan penyebab terjadinya kejang sehingga sangat perlu dilakukan anamnese.
● Pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan neurologik,
peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang mengalami kejang. Kejangterutama terjadi pada
anak golongan umur 6 bulan - 4 tahun. Pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh usia anak dan organime
penyebab, perubahan tingkat kesadaran,irritable, kejang tonik-klonik, tonik, klonik, takikardi, perubahan
pola nafas, muntahdan hasil pungsi lumbal yang abnormal.
Pengkajian

● Psikososial atau faktor perkembangan.Umur, tingkat perkembangan, kebiasaan (apakah anak


merasa nyaman, waktu tidur teratur, benda yang difavoritkan), mekanisme koping,
pengalaman dengan penyakitsebelumnya.
● Riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga.
● Kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam.
● Lama berlangsungnya kejang.
● Frekuensi terjadinya kejang dalam 1 tahun.
● Adanya anggota keluarga yang pernah menderita kejang sebelumnya
Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme

b. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

c. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

d. Risiko Cedera berhubungan dengan disfungsi efektor

e. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran


Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Manajemen hipertermia


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Observasi
peningkatan laju pasien menunjukkan suhu tubuh ● Identifikasi penyebab hipertemia
metabolisme dalam batas normal dengan kriteria ● Monitor suhu tubuh
hasil: ● Monitor kadar elektrolit
● Monitor komlikasi akibat hipertermia
Termoregulasi Terapeutik
D.0130
● Sediakan lingkunagn yang dingin
1. Kejang menurun.
● Longgarkan atau lepaskan pakaian
2. Kulit merah menurun. ● Berikan cairan oral
Definisi: Suhu tubuh ● Lakukan pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau
meningkat di atas rentang 3. Takikardi Menurun. kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
normal tubuh. Edukasi
4. Suhu tubuh membaik. ● Anjurkan tirah baring Kolaborasi
● Kolaborasi pembeian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
5. Suhu kulit membaik.
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Manajemen Kejang
Observasi
● Monitor terjadinya kejang berulang
● Monitor karakteristik kejang
● Monitor status neurologis
● Monitor Tanda-Tanda Vitas
Teraupetik
● Baringkan pasien agar tidak terjatuh.
● Berikan alas empuk di bawah kepala
● Pertahankan kepatenan jalan napas
● Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher.
● Jauhkan benda-benda berbahaya terutama dibagian leher
● Catat durasi kejang
● Dokumentasi periode terjadi kejang
Edukasi
● Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat perode kejang
● Anjurkan keluarga tidk emnggunakan kekerasan untuk menahan
gerakan pasien
Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian antikonvulsan
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Defisit Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Edukasi Proses Penyakit

berhubungan dengan selama 3x24 jam pasien menunjukkan


Observasi:
kurang terpapar informasi peningkatan pengetahun terkait kondisi
kesehatan pasien dengan kriteria hasil: ● Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
D.0111
Tingkat Pengetahuan
Teraupetik
Definisi: Ketiadaan atau 1. Perilaku sesui anjuran meningkat
2. verbalisasi minat dalam belajar ● Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
kurangnya informasi kognitif
meningkat ● Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
yang berkaitan dengan topik 3. Kemampuan menjelaskan
● Berikan kesempatan untuk bertanya
tertentu pengetahuan tentang suatu topik
meningkat Edukasi
4. Kemampuan menggambarkan
pengalaman sebelumnya yang ● Jelaskan penyebab dan faktor resiko penyakit
sesui dengan topik ● Jelaskan proses patofisiologi munculnya penyakit
5. Perilaku sesui dengan ● Jelaskan tanda dan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit
pengetahuan meningkat ● Jelaskan kemungkinana terjadinya komplikasi
● Ajarkan cara meredakan atau mengatasi gejala yang dirasakan
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi Observasi
● Monitor frekuensi napas, irama, kedalaman, usaha nafas
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
● Monitor pola napas (seperti : bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
hiperventilasi diharapkan pola napas pasien
membaik, dengan kriteri hasil : ● Monitor kemampuan batuk efektif
Definisi: Inspirasi dan/atau
Pola Napas ● Monitor adanya produksi sputum
ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi ● Frekuensi napas membaik ● Monitor adanya sumbatan jalan napas 6.

adekuat. ● Kedalaman pernapasan ● Auskultasi bunyi napas 7.


membaik
● Monitor saturasi oksigen
● Penggunaan otot bantu napas
Terapeutik
menurun
● Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
● Tidak ada dispnea
● Dokumentasikan hasil pemantauan
● Tekanan inspirasi dan ekspirasi
Edukasi
membaik
● Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
● Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Risiko Cedera Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Cedera


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam pasien Observasi
disfungsi efektor menunjukkan penurunan risiko cedera
● Identifikasi area lingkungan yang berpotensi menyebabkan cedera
pasien dengan kriteria hasil: ● Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
D.0136
Terapeutik
Tingkat Cedera
Definisi:
● Sediakan pencayahaan yang memadai
● Kejadian cedera menurun. ● Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan ruang rawat (tenpat
Berisiko mengalami bahaya tidur, penerangan ruangan)
atau kerusakan fisik yang ● Ketegangan otot menurun. ● Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami cedera serius
● Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan kebijakan fasilitas
menyebabkan seseorang
● Luka/lecet menurun. pelayanan kesehatan
tidak lagi sepenuhnya sehat ● Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
atau lebih dalam kondisi ● Frekuensi napas membaik. Edukasi
baik
● Frekuensi nadi membaik. ● Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
● Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk selama beberapa menit
sebelum berdiri
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Risiko aspirasi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Aspirasi

dengan penurunan tingkat selama 1x24 jam mencegah masuknya Observasi


kesadaran partikel cair maupun padat ke dalam paru-
paru dengan kriteria hasil: ● Monitor tingkat kesadaran, muntah dan kemampuan
D.0006 menelan.
Tingkat Aspirasi
Definisi: Berisiko mengalami ● Monitor status pernapasan.
● Tingkat kesadaran meningkat.
masuknya sekresi
● Kemampuan menelan meningkat. Teraupetik
gastrointestinal sekresi
orofaring, benda cair atau padat ● Frekuensi pernapasan membaik.
● Pertahankan posisi semi fowler pada pasien tidak sadar.
ke dalam saluran ● Kelemahan otot cukup meningkat.
trakeobronkhial akibat ● Berikan obat oral dalam bentuk cair.

disfungsi mekanismes protektif


Teraupetik
saluran napas.
● Ajarkan strategi mencegah aspirasi
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi

Manajemen jalan napas

Observasi

● Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

● Monitor bunyi napas tambahan snowring

Terapeutik

● Pertahankan kepatenan jalan napas

● Posisikan semi-fowler atau fowler

Edukasi

● Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi

● Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

● Kolaborasi pemberian bronkodilator, jika perlu


Daftar Pustaka
Ardilla, Y., Tjandrasa, H., & Arieshanti, I. (2014). Deteksi Penyakit Epilepsi dengan Menggunakan Entropi Permutasi, K-means Clustering, dan Multilayer Perceptron.
Jurnal Teknik ITS, 3(1), A70-A74.

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher L.,. 2014. Medical-surgical nursing : assessment and management of clinical problems. St. Louis: Elsevier.

Muryadi, A. D. (2017). FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EPILEPSI PADA PASIEN RAWAT JALAN POLI SARAF RUMAH SAKIT UMUM CUT NYAK DHHIEN
MEULABOH. 3(1), 1–14.

Setiaji, A., & Sareharto, T. (2014). Pengaruh Penyuluhan Tentang Penyakit Epilepsi Anak Terhadap Pengetahuan Masyarakat Umum. Undergraduate Thesis, Faculty of
Medicine Diponegoro University, 9–38.

WHO (Word Health Organization). 2019. Retreived From https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/epilepsy

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai