Kejang
01 Defenisi
Pemeriksaan
03 Patofisiologi 05 Penunjang
06 Penatalaksanaan
Pokok Pembahasan (2)
Epilepsi
01 Defenisi
Pemeriksaan
03 Patofisiologi 05 Penunjang
06 Penatalaksanaan
Pokok Pembahasan (3)
Kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan perubahan fungsi
otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang berlebihan sehingga mengakibatkan
renjatan berupa kejang.
Etiologi
Kejang demam disebabkan oleh infeksi yang
mengenai jaringan ekstrakranial atau
ekstrakranium seperti tonsilitis, otitis media akut,
bronkitis. Penyakit virus merupakan penyebab
utama kejang demam. Genetik juga merupakan
penyebab dari kejang demam.
2) Timbulnya kejang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik. Beberapa detik setelah kejang
berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali
tanpa ada kelainan persarafan.
4) Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.
1. Elektroensefalogram ( EEG )
2. Pemindaian CT
3. Magneti resonance imaging ( MRI )
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET )
5. Uji laboratorium
Penataksanaan
Epilepsi adalah penyakit otak kronis yang tidak menular yang mempengaruhi
sekitar 50 juta orang di seluruh dunia. Hal ini ditandai dengan kejang berulang,
yang merupakan episode singkat gerakan tak sadar yang mungkin melibatkan
sebagian tubuh (sebagian) atau seluruh tubuh (umum) dan kadang-kadang
disertai dengan hilangnya kesadaran dan kontrol fungsi usus atau kandung
kemih (WHO, 2019).
Etiologi
Epilepsi tidak menular. Meskipun banyak mekanisme penyakit yang mendasari dapat
menyebabkan epilepsi, penyebab penyakit ini masih belum diketahui pada sekitar 50% kasus
secara global. Penyebab epilepsi dibagi ke dalam kategori berikut: struktural, genetik,
infeksi, metabolisme, kekebalan dan tidak diketahui. Contohnya meliputi:
1. Kerusakan otak akibat penyebab prenatal atau perinatal (misalnya kehilangan oksigen
atau trauma saat lahir, berat badan lahir rendah);
2. Kelainan bawaan atau kondisi genetik dengan malformasi otak terkait;
3. Cedera kepala parah;
4. Stroke yang membatasi jumlah oksigen ke otak;
5. Infeksi otak seperti meningitis, ensefalitis atau neurocysticercosis,
6. Sindrom genetik tertentu; dan
7. Tumor otak.
Patofisiologi (1)
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di otak yang dinamakan
fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan
dendritke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh
belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada
keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat selanjutnya akan
menyebar ke bagian tubuh anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas
listrik dapat merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang
selanjutnya akan menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan
demikian akan terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan
kesadaran.
Patofisiologi (2)
Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel saraf, sehingga sel
lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini terjadi karena adanya influx natrium ke
intraseluler. Jika natrium yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk
ke dalam membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostasis
kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguan
keseimbangan ini menyebabkan peningkatan berlebihan neurotransmitter
aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik. Kejang terjadi akibat lepas
muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan
normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah,
talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik,
sedangkan lesi di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Patofisiologi (3)
1. Kejang parsial sensorik yaitu sensasi abnormal seperti melihat warna-warni yang tak terduga
2. Kejang parsial motorik
3. Epilepsi lobus temporaldi mulai dengan sensasi aneh atau perasaan dejavu(perasaan pernah
mengalami sesuatu), kemudian terlepas dari kenyataan dan mungkin gerakan berulang-ulang.
4. Kejang tonik klonik (grand mal), hilang kesadaran, menjadi kaku,roboh, lalu tungkai bergerak dalam
sentakan beritme
5. Absen kejang (petit mal) jenis yang umum pada anak-anak seperti melamun dan bermimpi
6. Kejang myoklonik yaitu anggota gerak tersentak-sentak dengan tiba-tiba dan singkat
7. Status epileptikus yaitu berulang kejang tonik-klonik tanpa memperoleh kembali kesadaran diantara
keduanya
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
lainnya, seperti CT Scan Pemeriksaan
dan atau MRI Neuropsikologi
EEG
Penataksanaan
● Identitas pasien: Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
● Riwayat kesehatan: Riwayat kelahiran atau dimasa neonatus, penyakit kronis, neoplasma,
immunosupresi,infeksi telinga dalam ataum infeksi ekstra kranial (OMA), meningitis atau ensefalitis, tumor
otak yang merupakan penyebab terjadinya kejang sehingga sangat perlu dilakukan anamnese.
● Pemeriksaan fisik.Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mengetahui apakah ada kelainan neurologik,
peningkatan TTV, yang biasanya terjadi pada anak yang mengalami kejang. Kejangterutama terjadi pada
anak golongan umur 6 bulan - 4 tahun. Pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh usia anak dan organime
penyebab, perubahan tingkat kesadaran,irritable, kejang tonik-klonik, tonik, klonik, takikardi, perubahan
pola nafas, muntahdan hasil pungsi lumbal yang abnormal.
Pengkajian
Manajemen Kejang
Observasi
● Monitor terjadinya kejang berulang
● Monitor karakteristik kejang
● Monitor status neurologis
● Monitor Tanda-Tanda Vitas
Teraupetik
● Baringkan pasien agar tidak terjatuh.
● Berikan alas empuk di bawah kepala
● Pertahankan kepatenan jalan napas
● Longgarkan pakaian, terutama dibagian leher.
● Jauhkan benda-benda berbahaya terutama dibagian leher
● Catat durasi kejang
● Dokumentasi periode terjadi kejang
Edukasi
● Anjurkan keluarga menghindari memasukkan apapun ke dalam
mulut pasien saat perode kejang
● Anjurkan keluarga tidk emnggunakan kekerasan untuk menahan
gerakan pasien
Kolaborasi
● Kolaborasi pemberian antikonvulsan
Diagnosa Keperawatan Luaran Intervensi
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi Observasi
● Monitor frekuensi napas, irama, kedalaman, usaha nafas
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam
● Monitor pola napas (seperti : bradipnea, takipnea, hiperventilasi)
hiperventilasi diharapkan pola napas pasien
membaik, dengan kriteri hasil : ● Monitor kemampuan batuk efektif
Definisi: Inspirasi dan/atau
Pola Napas ● Monitor adanya produksi sputum
ekspirasi yang tidak
memberikan ventilasi ● Frekuensi napas membaik ● Monitor adanya sumbatan jalan napas 6.
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher L.,. 2014. Medical-surgical nursing : assessment and management of clinical problems. St. Louis: Elsevier.
Muryadi, A. D. (2017). FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EPILEPSI PADA PASIEN RAWAT JALAN POLI SARAF RUMAH SAKIT UMUM CUT NYAK DHHIEN
MEULABOH. 3(1), 1–14.
Setiaji, A., & Sareharto, T. (2014). Pengaruh Penyuluhan Tentang Penyakit Epilepsi Anak Terhadap Pengetahuan Masyarakat Umum. Undergraduate Thesis, Faculty of
Medicine Diponegoro University, 9–38.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Terima
Kasih