Anda di halaman 1dari 5

Nama pemberontakan: G 30 S/PKI

Daerah: Jakarta,Jawa tengah,Yogjakarta,jawa timur, bali


Tokoh:
-Tokoh pki= D.N. AIDIT -Tokoh Jendral: 1. Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani
Nyoto 2. Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan

MH. Lukman 3. Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono

4. Kapten Czi (Anm.) Pierre Andreas Tendean

` 5. Letnan Jenderal TNI Anumerta Suprapto

6. Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman ( S. Parman)

7. Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo

Latar Belakang:
1. Pembentukan Angkatan Kelima
PKI yang merasa kekuatan militernya masih sangat lemah ketika menghadapi Angkatan Darat
sangat berkepentingan untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan para
petani yang dipersenjatai. Pembentukan Angkatan Kelima ini adalah gagasan Menlu Cina Chou
En-Lai ketika mengunjungi Jakarta pada tahun 1965, dan menjanjikan akan memasok 100 ribu
pucuk senjata untuk Angkatan Kelima. Gagasan itu menjadi alasan bagi pemimpin PKI dalam
memperkuat pertahanan dan terus mendesak pembentukan Angkatan Kelima tersebut, yang
ditolak oleh Angkatan Darat. Begitu juga dengan Laksamana Muda Martadinata yang menolak
atas nama Angkatan Laut. Angkatan Kelima hanya akan diterima jika berada dibawah komando
ABRI.
2. Nasakom
Ideologi Nasakom adalah salah satu faktor dalam latar belakang  G 30 S PKI dan menjadi bagian
dari sejarah G30S PKI lengkap. PKI atau Partai Komunis Indonesia adalah partai komunis
terbesar di dunia selain Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta orang
pada tahun 1965, dan 3 juta orang lagi dari organisasi pergerakan pemudanya. Selain itu, masih
ada beberapa organisasi yang diawasi dan dikontrol oleh PKI seperti pergerakan Serikat Buruh
yang memiliki 3,5 juta anggota serta Barisan Tani Indonesia dengan 9 juta anggota juga
merupakan bagian dari PKI, begitu juga dengan organisasi pergerakan wanita bernama
Gerwani, organisasi penulis, artis, dan juga pergerakan para sarjana yang membuat PKI memiliki
lebih dari 20 juta anggota serta pendukung.
Ketika pada Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Soekarno mengeluarkan ketetapan konstitusi
berupa dekrit Presiden, ia mendapat dukungan penuh dari PKI. Angkatan bersenjata diperkuat
dengan mengangkat jendral – jendral militer ke posisi yang penting, dengan sistem Demokrasi
Terpimpin. Sambutan PKI untuk Demokrasi Terpimpin sangat baik dan menganggap bahwa
Soekarno mempunyai mandat untuk persekutuan konsepsi antara pendukung Nasionalis,
Agama dan Komunis atau NASAKOM. Angkatan Darat menolak ideologi NASAKOM tersebut
sebagaimana diungkapkan oleh Jenderal Ahmad Yani.
3. Konfrontasi Malaysia
Malaysia sebagai negara federasi yang beru terbentuk pada tanggal 16 September 1963
merupakan salah satu faktor penting dalam latar belakang  G 30 S PKI. Konfrontasi antara
Indonesia dan Malaysia mendekatkan Soekarno dengan PKI sehingga dapat menjelaskan
mengapa para tentara menggabungkan diri dalam gerakan 30 S/ Gestok, dan juga menjadi
penyebab PKI menculik para tentara petinggi Angkatan Darat. Terjadinya demonstrasi anti
Indonesia di Kuala Lumpur yang menyebabkan PM. Malaysia Tunku Abdul Rahman menginjak –
injak lambang Garuda karena dipaksa para demonstran menyebabkan kemurkaan Soekarno.
Ia kemudian menyerukan pembalasan dendam dengan slogan “Ganyang Malaysia” dan
memerintahkan Angkatan Darat untuk melakukannya. Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan
Malaysia yang masih mendapat bantuan Inggris karena menganggap tentara tidak memadai
untuk berperang dalam skala itu. Sedangkan Kepala Staf TNI AD A.H. Nasution menyetujuinya
karena khawatir isu Malaysia akan dimanfaatkan PKI untuk memperkuat posisinya di bidang
politik Indonesia.
Pada saat itu Angkatan Darat berada dalam posisi yang serba salah karena tidak yakin akan
menang melawan Inggris, namun di sisi lain mereka akan menghadapi kemurkaan Soekarno jika
tidak berperang. Keragu – raguan ini menghasilkan peperangan yang setengah hati di
Kalimantan dan mengalami kegagalan, padahal ini adalah operasi gerilya dimana tentara
Indonesia sangat mahir melakukannya. Kekecewaan Soekarno karena tidak didukung tentara
membuatnya mencari dukungan kepada PKI yang memanfaatkan kesempatan itu untuk
keuntungannya sendiri.
Selain itu, Angkatan Darat juga menolak adanya poros Jakarta-Phnom Penh-Peking-Pyongyang
yang hanya akan membantu Cina memperluas semangat revolusi komunis di kawasan Asia
Tenggara sehingga dapat merusak hubungan baik dengan negara – negara tetangga. Penolakan
itu diwujudkan dalam bentuk seminar di Gedung Seskoad Bandung yang dihadiri oleh delapan
Jenderal yaitu Rachmat Kartakusumah, J. Mokoginta, Suwarto, Jamin Ginting, Suprapto, Sutoyo,
M.T. Haryono dan S. Parman pada 1 – 5 April 1965 yang menghasilkan doktrin strategis politis
Angkatan Darat yang dinamakan Tri Ubaya Cakti.
4. Pembantaian Para Perwira TNI
Pembunuhan para perwira Angkatan Darat adalah puncak dari latar belakang G30S PKI. Situasi
politik Indonesia yang genting pada sekitar bulan September 1965 memunculkan isu adanya
Dewan Jenderal yang mengindikasikan ada beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas
kepada Soekarno dan berniat untuk menggulingkan pemerintahannya. Inilah yang memicu
peristiwa G30S PKI. Soekarno disebut – sebut menanggapi isu ini dengan memerintahkan
pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa para jenderal tersebut untuk diadili,
akan tetapi dalam prosesnya konon beberapa oknum pasukan yang terbawa emosi justru
melepaskan tembakan sehingga membunuh keenam petinggi TNI AD.
TNI AD tersebut yaitu Letjen Ahmad Yani (Kastaf Komando AD), Mayjen TNI Raden Suprapto
(Deputi II Menteri), Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri), Mayjen TNI
Siswondo Parman (Asisten I Menteri), Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri),
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman), juga membunuh Ade Irma Suryani
putri dari Jendral Abdul Harris Nasution  yang selamat dari serangan tersebut dan menewaskan
ajudannya, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean. Para korban yang dibuang ke Lubang Buaya,
Pondok Gede, Jakarta ditemukan pada tanggal 3 Oktober.
Penumpasan:
Hanya sehari setelah PKI mencetuskan pemberontakannya, penumpasan terhadap mereka pun
dimulai. Penumpasan PKI dimulai di Jakarta kemudian Penumpasan di Daerah – daerah.
A.   Penumpasan PKI di Jakarta
Pagi hari tanggal 1 Oktober 1965, G 30 S/PKI masih menguasai studio RRI dan Kantor
Telekomunikasi. Melalui RRI, Letnan Kolonel Untung mengumumkan dekrit pembentukan
Dewan Revolusi sebagai sumber kekuasaan negara dan mendemisionerkan Kabinet Dwikora.
Upaya PKI untuk merebut pemerintahan RI tersebut segera dihadang oleh kekuatan yang setia
kepada
Pancasila dan senantiasa waspada terhadap tindakan PKI. Di Jakarta, kekuatan itu berada
dibawah Panglima Komando Cadangan Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad), Mayor Jendral
Soeharto. Setelah mengetahui bahwa negara dalam keadaan bahaya, Panglima Kostrad
bertindak dengan cepat untuk memulihkan kekuasaan pemerintahan di ibu kota.
Tindakan yang pertama diambilnya adalah engadakan koordinasi. Ia mencoba menghubungi
Presiden Soekarno, tetapi tidak berhasil. Koordinasi kemudian dilanjutkan dengan
menghubungi Menteri/Panglima Angkatan Laut dan Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian.
Menteri/Panglima Angkatan Udara tidak berhasil dihubungi, karena mereka memihak kepada
PKI. Setelah melakukan koordinasi, Pangkostrad memutuskan untuk segera mengadakan
penumpasan terhadap pemberontak.
Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai pada sore hari tanggal 1 Oktober 1965. Dalam waktu
singkat ABRI yang dipimpin oleh Mayor Jendral Soeharto berhasil menyelamatkan Republik
Indonesia dari ancaman komunisme.
 Hal ini memperlihatkan kepada kita bahwa Pancasila mampu membuktikan diri sebagai
kekuatan yang besar dan dijunjung tinggi oleh bangsa indonesia.
Malam harinya, melalui RRI, Mayor Jendral Soeharto menjelaskan kepada rakyat Indonesia
tentang adanya perebutan kekuasaan negara oleh kelompok yang menamakan dirinya Gerakan
Tiga Puluh September. Ia juga menambahkan bahwa masyarakat diharapkan tenang dan
waspada.
Pidato itu mematahkan semangat para pemberontak. Setelah keadaan ibu kota dapat dikuasai
kembali, penumpasan langsung ditujukan kebasis uatama G 30 S/PKIyang berada disekitar
dipangkalan udara Halim Perdanakusuma. Tanpa mengalami kesulitan, pada pagi hari, tanggal 2
Oktober 1965, Pangkalan Udara Halim Perdanakusumadapat dikuasai.
Selanjutnya, ABRI mengadakan pencarian terhadap perwira – perwira Angkatan Drat yang
diculik oleh PKI ke kampung Lubang Buaya, Jakarta Timur. Pencarian ketempat itu dilakukan
atas petunjuk seorang polisi, Ajun Brigadir Polisi Sukitman mengetahui tempat itu karena
sebelumnay ia memang ikut tawanan oleh PKI dan dibawa ketempat itu. Akan tetapi, ia berhasil
melarikan diri.
Di desa Lubang Buaya itulah jenazah para perwira tinggi angkatan darat itu dikubur dalam
sebuah sumur tua yang bergaris tengah kurang dari satu meter dengan kedalaman 12 meter.
Luka – luka yang terdapat pada jenazah itu menunjukan bahwa mereka disiksa dengan kejam
sebelum dibunuh. Pengangkatan jenazah dilakukan pada tanggal 4 Oktober. Keesokan harinya,
bertepatan di Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965, para perwira Angkatan Darat itu
dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Para korban di anugerahi Pahlawan Revolusi
dan diberikan kenaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi secara anumerta.
Untuk penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI dan pemulihan keamanan akibat
pemberontakan itu, pemerintah membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib). Mayor Jendral Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Kopkamtib. 
B.   Penumpasan di Daerah – Daerah
Keadaan di Jawa Tengah juag gawat karena ditempati ini PKI juga melakukan pemberontakan
dengan kekuatan bersenjata, seperti halnya di Jakarta. Di Semarang, Kolonel Suhirman, Asisten l
Kodam VII/Diponegoro, menyatakan dukungannya kepada pemberontak G 30 S/PKI.
Pemberontak G 30 S/PKI menguasai Markas Kodam VII/Diponegorodan dijadikan sebagai pusat
gerakan.
Di Yogyakarta, pemberontak G 30 S/PKI menculik Komandan Korem 072/Pamungkas, Kolonel
Katamso, dan Kepala Staf Korem 072, Letnan Kolonel Sugiono. Kedua Perwira itu dibunuh
dengan kejam.
Pengumuman RRI Jakata bahwa Jakarta telah dikuasai kembali oleh ABRI menimbulkan
dampakyang besar. Untuk menumpas dan membersihkan sisa – sisa G 30 S/PKI secara lebih
intensif Mayor Jendral Soeharto mengirim pasukan RPKAD dibawah pipinan Kolonel Sarwo
Edhie Wibowo. Pasukan G 30 S/PKI di Jawa Tengah mulai patah semangat. Akhirnya, pimpian
pemberontak di Semarang, Kolonel Suhirman, dan kawan – kawannya melarikan diri keluar
kota. Kesatuan yang mendukung PKI dapat diinsyafkan.
Selanjutnya, satu demi satu kota – kota yang tadinya dikuasai oleh pemberontak G 30 S/PKI
berhasil direbut kembali. Sejak tanggal 5 Oktober 1965 secara fisik militer keamanan dalam
jajaran Kodam VII/Diponegoro telah pulih kembali.
 Akan tetapi, setelah kekuatan militer PKI dapat dihacurkan, di Jawa Tengah timbul gerakan
pengacauan berupa sabotase dan pembunuhan yang dilakukan oleh massa PKI terhadap rakyat.
Berkat kerja sama ABRI dan rakyat, keamanan dan ketertiban dapat dijaga.
Sementara itu, pemimpin – pemimpin PKI yang belum tertangkap berusaha mengadakan
konsolidasi. Mereka mempersiapkan pemberontakan bersejata dengan dukungan para petani.
Untuk melaksanakan rencana itu, secara diam – diam dan rahasia mereka menyusun kompro –
kompro (komite proyek) sebagai basis kembalinya PKI. Salah satu kompro yang paling besar
adalah Kompro Blitar Selatan. Di sini PKI berhasil mempengaruhi rakyat. Namun, ABRI segera
mencium usaha PKI itu. Penumpasan terhadap Kompro Blitar Selatan dilakukan dengan sebuah
operasi yang dinamakan  Operasi Trisula sejak tanggal 3 Juli 1968. Operasi itu berhasil
membongkar basis pertahanan PKI.
Penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI di tempat – tempat lain di Indonesia dilakukan dengan
melakukan operasi teritorial. Usaha penangkapan terhadap tokoh – tokoh PKI dilakukan karena
umumnya pendukung G 30 S/PKI tidak sempat melakukan gerakan perebutan kekuasaan. Di
daerah Jawa Timur dan Bali memang terjadi kekacauan penculikan dan pembunuhan, tetapi
dalam waktu singkat keadaan dapat ditertibkan kembali.
Penyelesaian aspek politik mengenai pemberontakan G 30 S/PKI akan ditangani secara langsung
oleh Presiden Soekarno. Namun, karena berlarut – larut dan tidak ada ketegasan timbullah aksi
– aksi yang menuntut penyelesaian secara politis bagi mereka yang terlibat G 30 S/PKI.
 Pada tanggal 26 Oktober 1965, semua kekuatan yang anti komunis mengkokohkan diri dalam
satu barisan, yaitu Front Pancasila. Setelah itu, muncul gelombang demonstrasi yang menuntut
agar PKI dibubarkan. Aksi – aksi itu dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda, mahasiswa dan
pelajar. Dan akhirnya G 30 S/PKI dapat di tumpas dan Indonesia memasuki Orde Baru. 

Ideologi:

Anda mungkin juga menyukai