Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENGERTIAN FILSAFAT EKONOMI ISLAM

DOSEN PENGAMPU

Prof. Dr. Muhammad Yasir Nasution, M.Ag

DISUSUN OLEH

Reni Ria Armayani Hasibuan

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN 202I
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Dzat yang menegakkan langit, membentangkan
bumi, dan mengurus seluruh makhluk, Dzat yang mengutus Rasulullah SAW
sebagai pembawa petunjuk dan menjelaskan syariat agama kepada setiap makhluk
secara jelas.
Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabatnya dan orang–orang yang mengikuti mereka dengan baik
hingga akhir zaman.
Kami bersyukur kepada Allah SWT, karena kami telah diberikannya
kesehatan dan kesempatan waktu sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Filsafat Ekonomi Islam. Dan berkat rahmatnya kami dapat menyusun
laporan ini menjadi sebuah Makalah untuk memenuhi mata kuliah yang terkait.
Penulis berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya serta mahasiswa pada khususnya dalam menambah ilmu pengetahuan
serta wawasan berkenaan. Kami menyadari, bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kami akan sangat berterima kasih bagi siapa saja atas
adanya kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 20 September 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Ontologi.......................................................................................3
1. Konsep tentang Tuhan.............................................................4
2. Konsep tentang Rasul dan Nabuwwah....................................5
3. Konsep tentang Manusia.........................................................6
B. Epistemologi................................................................................7
1. Al-Qur’an................................................................................8
2. As-Sunnah...............................................................................9
3. Aliran-aliran Epistemologi......................................................10
C. Aksiologi.....................................................................................10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..................................................................................13
B. Saran............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Filsafat Ekonomi Islam merupakan pandangan atau gagasan pemikiran
terkait dengan disiplin ekonomi Islam, yang secara operasional diaplikasikan
dalam sebuah sistem yang disebut dengan sistem ekonomi Islam. Ada dua hal
mendasar yang menjadi concern utama dalam pembahasan Filsafat Ekonomi
Islam. Pertama, Filsafat Ekonomi Islam akan memperkuat fondasi sistem
Ekonomi Islam dari sisi keilmuan. Dalam hal ini Filsafat Ekonomi Islam
dipandang sebagai bangunan keilmuan (body of knowledge) yang kokoh yang bisa
memberikan jalan keluar untuk isu-isu atau masalah ekonomi kontemporer.
Kedua, Filsafat Ekonomi Islam juga mengandung rujukan normatif Islam (Al
Quran dan As Sunnah) yang tidak bisa dipisahkan dalam proses merumuskan
konsep, kebijakan maupun produk seperti dinyatakan pada paragraf sebelumnya.1
Filsafat membahas segala sesuatu yang ada bahkan mungkin yang tidak ada
baik bersifat abstrak maupun riil seperti Tuhan, manusia dan alam semesta.
Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian
yaitu; epistimologi, ontologi dan aksiologi. Epistimologi atau teori pengetahuan
yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori
hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan
pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna
pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting
dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,
hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Akan
tetapi, komponen ini merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi dan tak
terpisahkan. Jika satu komponen cacat, maka cacat pulalah sebuah pemahaman

1
Yulizar D. Sanrego dan Ismail, Falsafah Ekonomi Islam, (Jakarta: CV Karya Abadi,
2015) hlm: 4-5.

1
2

terhadap ilmu pengetahuan dan berpotensi pada tindakan yang salah dijalankan
oleh manusia. Semua sistem kefilsafatan yang menjadi pokok pengkajian dengan
melalui pemikiran mendalam, teliti dan bebas selalu berkisar pada tiga masalah
tersebut.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ontologi?
2. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi?
3. Apa yang dimaksud dengan Aksiologi?

2
Jujun S. Suriasumantri, Ilmu dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan Karangan Tentang
Hakikat Ilmu, (Jakarta: PT Gramedia, 1978) hlm: 5.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ontologi
Komponen pertama dari filsafat ilmu adalah ontologi. Istilah ontologi
berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu ta onta berarti “yang
berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka ontologi adalah ilmu
pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan.3 Komponen ini menyelidiki tentang
hakikat sesuatu, menyelidiki akar yang paling mendasar dari hal tertentu untuk
mendapatkan suatu pandangan dan pemahaman yang sebenar-benarnya. Ontologi
kadangkala disamakan dengan metafisika. Pada komponen ini, banyak
dibicarakan mengenai hakikat sesuatu (existence, being), mengenai manusia, alam
dan pencipta, dan lainnya.
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan
cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada dalam
rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip
umum dari hal ada, sedangkan dalam hal pemakaiannya akhir-akhir ini ontologi
dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi sering diidentikkan dengan metafisika yang juga disebut proto-
filsifia atau filsafat yang pertama atau filsafat ketuhanan yang bahasanya adalah
hakikat sesuatu, ke-Esaan, persekutuan, sebab akibat, realita, atau Tuhan dengan
segala sifatnya.4 Dengan demikian metafisika umum atau ontologi adalah cabang
filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau dalam dari segala sesuatu
yang ada.
Adapun mengena objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada individu,
ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk
kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber segala yang
ada. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas, bagi pendekatan
3
Surajiyo, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hlm: 118-119.
4
Jalaluddin Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997),hlm:
104.
4

kualitatif, realitas trampil dalam kuantitas atau jumlah, telaahnya menjadi telaah
monism, paralerisme atau plurarisme.

1. Konsep Tentang Tuhan


Secara ontologis, seseorang dapat mengatakan bahwa Islam sebagaimana
ditemukan dalam Al-qur’an, bersifat teosentris karena realitas sebenarnya
hanyalah Tuhan yang Maha Esa, wujud yang mesti (wajib al wujub). Dalam Al-
qur’an terdapat lebih dari 3.750 kali yang menyebutkan kata Allah, Rabb
(pemilik, pemelihara) termasuk asma al husna.
Di dunia ini, tidak ada seorangpun yang mengingkari keberadaan Sang
Pencipta, Allah SWT. Semua manusia mengakui akan keberadaan Allah SWT
sebagai pencipta alam semesta ini. Hal inilah yang menjadikan fitrah bagi
manusia yang mengenal Penciptanya.
Gambar 2.1
Islamic Paradigma/worldview

Ada berbaga faktor dalam mengenal Allah SWT atau menjadi bukti adanya
Allah SWT sebagai Rabb alam semesta ini. Pertama, dalil fitrah. Mengenal Allah
adalah hal yang telah menjasi fitrah manusia di muka bumi. Allah telah membuat
manusia mengakui keberadaan-Nya. Bukan karena terpaksa akan tetapi karena
kesadaran. Telah menjadi fitrah dalam dirinya bahwa setiap sesuatu ada
penciptanya termasuk dirinya sendiri, yakni Allah SWT.
5

Artinya: “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “siapakah


yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu
mereka menjawab: “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari
jalan yang benar).” (Q.S. Al-Ankabut [29]: 61)
Kedua, dalil aqli atau pendekatan argumentasi rasional (burhani aqli).
Sesungguhnya akal yang sehat akan mengatakan bahwa segala sesuatu pasti ada
yang menciptakan. Sebab mustahil sesuatu terjadi secara kebetulan.
Tauhid yang berarti meyakini ke-Esaan Allah SWT merupakan manifestasi
mengenal dan mengetahui Allah SWT dibawah naungan ikatan yang benar yaitu
aqidah Islam. Tauhid ini merupakan inti dari ajaran Islam yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Tauhid adalah konsep kunci yang merangkum jalan
hidup Islam dan menghadirkan esensi dari peradaban Islam. Tauhid juga
merupakan fondasi yang kuat, di mana dengannya akan menghasilkan bengunan
yang kuat pula yang berguna baik bagi diri pribadi maupun masyarakat.

2. Konsep tentang Rasul dan Nubuwwah


Tujuan hidup manusia di muka bumi selain sebagai khalifah fil ardh, di
mana Allah telah memberikan keistimewaan dan potensi-potensi untuk
menjalaninya, Allah juga menjadikan manusia sebagai ‘Abdullah (hamba Allah)
yang bertugas beribadah hanya pada-Nya dengan mengikhlaskan niat untuk-Nya
untuk itulah Allah SWT mengutus utusan-Nya.
Dalam Al-qur’an, Allah SWT menjelaskan bahwa pengutusan utusan yang
disebut sebagai Rasul merupakan sunatullah yang pasti terjadi pada setiap umat.
Mereka membawa tugas (wahyu) Allah SWT berupa kabar gembira dan
peringatan mereka menjadi saksi yang nyata dan membawa bukti yang nyata pula
6

serta menegakkan keadilan. Allah menurunkan kitab suci kepada para Rasul untuk
dijalankan sebagai pedoman bagi setiap ummat.

Artinya: “sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan


membawa bukti-bukti yang nyata, dan telah kami turunkan bersama mereka al-
kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksankan keadilan.” (Q.S
Al-Hadid [57]: 25)
Mempercayai para nabi dan rasul termasuk kepada rukun iman yang
keempat dari enam rukun iman. Rasul dan nabi merupakan manusia pilihan yang
telah ditentukan oleh Allah SWT, ia bukanlah sesuatu yang bisa diraih dengan
cara-cara tertentu, juga bukanlah pangkat yang ditempuh melalui perjuangan.
Akan tetapi nabi dan rasul adalah kedudukan yang tinggi dan istimewa yang
diberikan oleh Allah SWT karena karunia-Nya kepada siapa saja yang ia
kehendaki. Maka Allah mempersiapkannya agar mampu memikulnya.

3. Konsep tentang Manusia (Khalifah)


Al-qur’an sebagai petunjuk dan pedoman kehidupan (manhaj al hayah) bagi
manusia, secara logis ditujukan langsung kepada manusia. Bagaimana tidak, Al-
qur’an telah menyebut manusia dengan kata Al-insan sebanyak 65 kali,dan kata
al-nas sebanyak 248 kali. Harus diakui pula bahwa manusia merupakan objek
penelitian dan makhluk yang istimewa, karena salah satu manusia adalah kita
sendiri, manusia meneliti dirinya sendiri, manusia ingin mengenal manusia yang
notabene dirinya sendiri. Itulah yang membuat objek berbeda dari makhluk lain.
Untuk mengetahui hakikat penciptaan manusia, Al-qur’an telah memberikan
informasi yang sangat berharga bagi manusia itu sendiri. Banyak sekali ayat-ayat
yang menerangkan penciptaan dan proses manusia. Al-qur’an menjelaskan bahwa
manusia pertama kali diciptakan dari tanah liat yang setelah itu berasal dari air
mani yang hina. Perhatikanlah ayat berikut ini:
7

Artinya: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu


saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan
segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan
segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami
bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang berbentuk
(lain). Maka maha sucilah Allah pencipta yang paling baik.” (Al Mukminun [23]:
12-14)
Dalam diri manusia terdapat dua alam sekaligus yaitu alam nyata (jasmani)
yang tunduk kepada hukum-hukum materi, seperti fisika dan kimia. Sedangkan
alam ghaib (ruhani) memiliki kecenderungan sendiri. Keduanya berbeda tetapi
tidak bisa dipisahkan dan saling memengaruhi. Jika unsur tanah mendominasi
manusia, maka manusia cenderung menjadi makhluk biologis saja, sebagaimana
hewan. Bahkan Allah menyebut bisa lebih buruk dari hewan. Sebaliknya jika
unsur ruhani yang mengendalikan, ia bisa menjadi makhluk yang paling baik.

B. Epistemologi
Dalam belajar filsafat, kita akan menemui banyak cabang kajian yang akan
membawa kita pada fakta dan betapa kaya dan beragam kajian filsafat itu.
Sebenarnya yang terpenting adalah bagaimana kita semua memahami apa saja
yang menjadi kajian filsafat, cabang-cabang filsafat.5
Epistemologi Islam berarti suatu cara untuk menemukan ilmu pengetahuan
yang didasarkan pada sumber-sumber otoritatif Islam, Al-qur’an maupun As-
5
Nuraini Soyomukti, Pengantar Filsafat Umum, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),
hlm:111
8

Sunnah. Ilmu pengetahuan dalam Islam harus memiliki kebenaran yang tentu
berbeda dengan kebenaran yang terkandung dalam ilmu pengetahuan
konvensional.6 Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi mempunyai banyak
sekali pemaknaan atau pengertian yang kadang sulit untuk dipahami. Dalam
memberikan pemaknaan terhadap epistemologi, para ahli memiliki sudut pandang
yang berbeda, sehingga memberikan pemaknaan yang berbeda ketika
mengungkapkannya.
Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan tentang
metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berubungan dengan batas-
batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
Epistemologi Islam telah ada sejak Islam ada, karena Islam adalah agama yang
membawa ilmu pengetahuan bagi manusia, yang mengeluarkan manusia dari
kegelapan alam pikiran kepada cahaya alam terang benderang.
Pada pemahaman ini, epistemologi Islam terkait erat dengan peran usul fiqh
sebagai metodologi penetapan hukum, dan bahkan menjadi sumber kajian sendiri
bagi ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, mengkaji epistemologi Islam berarti tidak
terlepas dari mengkaji dan memfungsikan usul fiqh sebagai salah satu metodologi
ilmu pengetahuan dalam tradisi Islam.

1. Al-Qur’an
Al-qur’an berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qur’anan yang secara bahasa
berarti bacaan, saling berkaitan, saling berhubungan satu sama lain. Al-qur’an
yang memiliki banyak nama seperti al-kitab, al-furqan, al-dzikr, al-huda, al-
rahman, al-syifa, al-maw’idzah, al-karim, al-hakim, al-muhaimin dan lain
sebagainya merupakan kitab suci yang wajib diimani oleh manusia. Al-qur’an
merupakan burhan bagi manusia, memiliki kebenaran mutlak, sebagai penawar
dan terpelihara kemurniannya dari berbagai upaya distorsi manusia terhadapnya.

6
Nina W. Syam, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi, (Bandung: Simbiosa Rekatama,
2010), hlm: 229
9

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti


kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah kami
turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al-qur’an).” (An-Nisa[4]:
174)
Al-qur’an merupakan sebuah kitab yang memiliki keistimewaan dan
berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal di
antaranya isi Al-qur’an adalah Kalamullah, diturunkan dengan mengutus malaikat
jibril, yang membawanya adalah Muhammad, memiliki fungsi dalil atas kerasulan
Muhammad SAW, pedoman hidup bagi manusia, dan bernilai ibadah bagi orang
yang membacanya, dengan susunan mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surat-
surat, dan cara disampaikan secara mutawatir.
Adapun pokok kandungan Al-qur’an terdapat tiga macam, yaitu: masalah
kepercayaan (I’tiqadiah) yang berkaitan dengan I’tiqad Allah, Malaikat, Kitab-
Nya, Rasul dan Hari Kiamat. Masalah khulqiyah yang berkaitan dengan akhlak
dan budi pekerti dan masalah amaliah yang berkaitan dengan segala tindakan baik
perkataan, perbuatan. Amaliyah ini dibagi menjadi dua yaitu pembahasan ibadah
baik mahdah maupun ghair mahdah dan masalah muamalah yang bertujuan
mengatur hubungan mukallaf satu sama lain.
Manusia dalam memfungsikan fitrah intelektualnya memerlukan bantuan
dari luar dirinya yaitu Al-qur’an yang disebut dengan al-fitrah al munazzalah.
Sebagai basis Islamic Worldview, Al-qur’an menjelaskan perincian perbuatan
yang baik dan harus dilakukan manusia serta perbuatan buruk yang harus
ditinggalkan. Dengan fitrah yang difungsikan secara maksimal, manusia dijamin
kebahagiaan hidupnya di dunia dan di akhirat. Dengan panduan Al-qur’an dan As-
sunnah, fitrah manusia lebih cepat berfungsi sehingga daya akal segera mengenal
Allah (ma’rifatullah) mengimani dan meng-Esakan-Nya mentaati perintah-Nya
menjauhi segala larangan-Nya dan membenarkan Allah dan Rasul-Nya.
10

2. As-Sunnah
Sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-qur’an adalah As-Sunnah. As-
Sunnah secara bahasa berarti undang-undang atau peraturan yang tetap berlaku,
cara yang diadakan, jalan yang dijalani, keterangan. Sedangkan hadits secara
bahasa adalah perkataan, berita atau khabar. Menurut ulama hadits, As-sunnah
secara istilah adalah perkataan Rasulullah SAW dalam perbuatan dan taqrirnya,
tabiat, budi pekerti atau perjalanan hidupnya, baik sebelum diangkat menjadi rasul
maupun sesudahnya.
Kehujjahan As-sunnah sebaga sumber hukum kedua dalam Islam sangat
jelas sekali dan kuat. Di antaranya:
a. Dalil-dalil Al-qur’an yang menyatakan wajibnya mengikuti As-Sunnah dan
melarang mencela dan mengingkari As-sunnah. Apabila seseorang
meningkari As-sunnah, maka sesungguhnya dia telah pula mengingkari Al-
qur’an. Jadi, Al-qur’an dan As-sunnah merupakan sumber hukum yang
tidak terpisahkan.
b. Dalil-dalil dari As-sunnah itu sendiri atau hadits yang diberitakan oleh
Rasulullah Saw yang menerangkan kedudukan dan kewajiban mengikuti
perintah dan menjauhi larangannya.
c. Dalil-dalil ijma’ yang memerintahkan untuk mengikuti As-sunnah.
Diantaranya kesepakatan kaum muslimin sejak masa sahabat Rasulullah,
tabi’in, tani’it-tabi’in dan generasi sesudahnya sampai hari ini.

3. Aliran-aliran Epistemologi
Dalam teori epistemologi terdapat beberapa aliran. Aliran-aliran tersebut
mencoba menjawab pertanyaan bagaimana manusia memperoleh pengetahuan.
Pertama, golongan yang mengemukakan asal atau sumber pengetahuan yaitu
aliran:
a. Rasionalisme, yaitu aliran yang mengemukakan, bahwa sumber
pengetahuan manusia ialah pikiran, rasio dan jiwa.
11

b. Emprisme, yaitu aliran yang mengatakan bahwa pengetahuan manusia


berasal dari pengalaman manusia itu sendiri, melalui dunia luar yang
ditangkap oleh panca inderanya.
c. Kritisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu
berasal dari dunia luar dan dari jiwa atau pikiran manusia sendiri.
Kedua, golongan yang mengemukakan hakikat pengetahuan manusia inklusif di
dalamnya aliran-aliran:
a. Realisme, yaitu aliran yang berpendirian bahwa pengetahuan manusia
adalah gambaran yang baik dan tepat tentang kebenaran. Dalam
pengetahuan yang baik tergambar kebenaran seperti sesungguhnya.
b. Idealisme, yaitu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah
kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia
semuanya terletak di luar dirinya.7

C. Aksiologi
Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari
kata axio dan logos, axio artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos
artinya akal, teori. Axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,
kriteria dan status metafisik dari nilai. Aksiologi sebagai cabang filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut
pandangan kefilsafatan.
Nilai intrinsik, contohnya pisau dikatakan baik karena mengandung
kualitas-kualitas pengirisan di dalam dirinya, sedangkan nilai instrumentaslnya
ialah pisau yang baik adalah pisau yang dapat digunakan untuk mengiris, jadi
dapat menyimpulkan bahwa nilai intrinsik ialah nilai yang dikandung pisau itu
sendiri atau sesuatu itu sendiri, sedangkan nilai instrumental ialah nilai sesuatu
yang bermanfaat atau dapat dikatakan nilai guna.
Terkait dengan ekonomi Islam, aksiologi berarti praktek yang telah dan
sedang berlangsung dari konsep ekonomi Islam pada kehidupan sehari-hari.

7
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press,
2002) hlm: 37
12

Aksiologi diperlukan untuk melihat fungsi dan kegunaan ilmu ekonomi Islam
dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Misalnya praktek pelarangan bunga dengan segala bentuk alternatif
aplikasinya dalam dunia bisnis, kebijakan-kebijakan yang berbasis pada syariah
dan sebagainya baik di level mikro maupun makro.
Aksiologi terdiri dari dua hal utama, yaitu:
1. Etika
Bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang.
Semua perilaku mempunyi nilai dan tidak bebas dari penilaian. Jadi, tidak benar
suatu perilaku dikatakan tidak etis dan etis. Lebih tepatnya perilaku adalah
beretika baik atau beretika tidak baik.
2. Estetika
Bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia
dari sudut indah dan jelek. Indah dan jelek adalah pasangan dikhotomis, dalam
arti bahwa yang dipermasalahkan secara esensial adalah pengindraan atau persepsi
yang menimbulkan rasa senang dan nyaman pada suatu pihak, rasa tidak senang
dan tidak nyaman pada pihak lainnya.
Aksiologi memberikan manfaat untuk mengantisipasi perkembangan
kehidupan manusia yang negatif sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi tetap
berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi ialah:
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan dapat menemukan kebenaran
yang hakiki, maka perilaku keilmuan perlu dilakukan dengan penuh kejujuran
dan tidak berorientasi pada kepentingan langsung.
2. Dalam penilaian objek penelahaan dapat dilakukan secara etis yang tidak
mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, tidak
mencampuri masalah kehidupan dan netral dari nilai-nilai yang bersifat
dogmatik, arogansi kekuasaan dan kepentingan politik.
3. Pengembangan pengetahuan diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup yang
memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta keseimbangan, kelestarian
alam lewat pemanfaatan ilmu dan temuan-temuan universal.
13

Masalah hakikat, sumber maupun operasionalnya dalam bidang ekonomi


maupun keuangan harus merjuk kepada kedua rujukan utama tersebut. Pemikiran-
pemikiran inilah yang selanjutnya dijadikan landasan bagi penyusun rumusan
konsep atau pengetahuan tentang ekonomi Islam. Rumusan berupa konsep-konsep
yang menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan ekonomi Islam? Rumusan
berupa teori-teori yang bisa menjelaskan tujuan berikut strategi operasional
ekonomi Islam. Di samping itu, filsafat ekonomi Islam juga merupakan studi
tentang penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam
memecahkan problematika ekonomi umat manusia. Selanjutnya memberikan arah
sekaligus tujuan yang jelas terhadap praktek ekonomi maupun keuangan umat
manusia.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu
ta onta berarti “yang berada”, dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran. Maka
ontologi adalah ilmu pengetahuan atau ajaran tentang keberadaan. Komponen ini
menyelidiki tentang hakikat sesuatu, menyelidiki akar yang paling mendasar dari
hal tertentu untuk mendapatkan suatu pandangan dan pemahaman yang sebenar-
benarnya.
Epistemologi Islam berarti suatu cara untuk menemukan ilmu pengetahuan
yang didasarkan pada sumber-sumber otoritatif Islam, Al-qur’an maupun As-
Sunnah. Secara terminologi, epistemologi adalah teori atau ilmu pengetahuan
tentang metode dan dasar-dasar pengetahuan, khususnya yang berubungan dengan
batas-batas pengetahuan dan validitas atau sah berlakunya pengetahuan itu.
Aksiologi membahas tentang masalah nilai. Istilah aksiologi berasal dari
kata axio dan logos, axio artinya nilai atau sesuatu yang berharga, dan logos
artinya akal, teori. Axiologi artinya teori nilai, penyelidikan mengenai kodrat,
kriteria dan status metafisik dari nilai. Aksiologi sebagai cabang filsafat ialah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut
pandangan kefilsafatan.

B. Saran
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari
filsafat dengan berbagai macam cabang ilmunya. Karena, dengan cara kerjanya
yang bersifat sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas,
menganalisa sesuatu secara mendalam, ternyata sangat relevan dengan
problematika hidup dan kehidupan manusia serta mampu menjadi perelat antara
berbagai macam disiplin ilmu yang terpisah kaitannya satu sama lain. Dengan
demikian, menggunakan analisa filsafat, berbagai macam disiplin ilmu yang
15

berkembang sekarang ini, akan menemukan kembali relevansinya dengan hidup


dan kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya
bagi kesejahteraan hidup manusia.
16
DAFTAR PUSTAKA

D. Sanrego, Yulizar dan Ismail, 2015, Falsafah Ekonomi Islam. Jakarta: CV


Karya Abadi.
Suriasumantri, Jujun S, 1978, Ilmu dalam Perspektif : Sebuah Kumpulan
Karangan Tentang Hakikat Ilmu. Jakarta: PT Gramedia.
Surajiyo, 2005, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Bumi Aksara.
Idi, Jalaluddin Abdullah, 1997, Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media
Pratama.
Soyomukti, Nuraini, 2011, Pengantar Filsafat Umum. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Syam, Nina W. 2010, Filsafat Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung:
Simbiosa Rekatama.

17

Anda mungkin juga menyukai