Puji syukur alhamdulillah saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
saya kesempatan dalam menyelesaikan Critical Journal Review ini, sehingga Critical
Journal Review ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku dosen
pengampu mata kuliah Penelitian dan Publikasi Ilmiah yang telah membimbing mahasiswa/i
tahun ajaran 2018/2019. Dalam Critical Journal Review ini saya membahas dan menjelaskan
mengenai jurnal yang terindeks scopus dan bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada
para pembaca. Selaku manusia biasa, saya menyadari bahwa dalam hasil tulisan ini masih
terdapat kekurangan dan kekeliruan yang tidak sengaja.
Oleh karena itu, saya sangat membutuhkan kritik dan saran. Saya berharap Critical
Journal Review ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada mata kuliah Penelitian
dan Publikasi Ilmiah di Universitas Negeri Medan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Tujuan.......................................................................................................................1
C. Manfaat.....................................................................................................................1
A. Kesimpulan.............................................................................................................33
B. Saran........................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................34
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Review Jurnal Kritis (CJR) sangat penting bagi kalangan pendidikan baik untuk
mahasiswa maupun mahasiswi karena dengan mengkritik suatu jurnal maka Mahasiswa /
i ataupun si pengkritik dapat membandingkan dua jurnal dengan tema yang sama, dapat
melihat jurnal mana yang perlu diperbaiki dan jurnal mana yang sudah baik untuk
digunakan berdasarkan dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis jurnal tersebut,
setelah dapat mengkritik jurnal diharapkan Mahasiswa / i dapat membuat suatu jurnal
karena sudah melihat bagaimana kriteria jurnal yang baik dan benar untuk digunakan dan
sudah mengerti bagaimana cara menulis atau langkah-langkah apa saja yang diperlukan
dalam masukan jurnal tersebut.
B. Tujuan
Review jurnal kritis ini bertujuan untuk belajar melalui pemenuhan tugas mata kuliah
Penelitian dan Publikasi Ilmiah Jurusan Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan
untuk membuat Critical Journal Review (CJR) sehingga dapat menambah pengetahuan
untuk melihat atau membandingkan dua atau beberapa jurnal yang baik dan yang benar.
Setelah dapat membandingkan maka akan dapat membuat suatu jurnal karena sudah dapat
membandingkan mana jurnal yang sudah baik dan mana jurnal yang masih perlu
perbaikan dan juga karena sudah mengerti langkah-langkah dari pembuatan suatu jurnal.
C. Manfaat
Manfaat Critical Journal Review (CJR), yaitu:
a. Dapat membandingkan dua atau lebih jurnal yang direview.
b. Dapat meningkatkan analisis kita terhadap suatu jurnal.
c. Supaya kita dapat melihat teknik-teknik CJR yang benar.
d. Dapat menulis bagaimana jurnal yang baik dan benar.
e. Menambah pengetahuan kita tentang isi-isi dari jurnal-jurnal penelitian.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. IDENTITAS JURNAL 1
2
usia dan uniknya perkembangan ini terjadi terus menerus
(van der Stel & Veenman,2014). Oleh karena itu, layak
untuk dianalisis bagaimana mengembangkan keterampilan
metakognitif anak sebagai aspek kunci dari pembelajaran
mandiri pada tahap awal (Winne & Hadwin, 2008). Salah
satu solusi untuk meningkatkan keterampilan metakognitif
siswa adalah melalui student-centered kegiatan
pembelajaran berupa model pembelajaran inkuiri. Model
pembelajaran inkuiri mengacu pada paradigma
konstruktivis, dimana siswa secara aktif mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri. Kegiatan pembelajaran inkuiri
dirancang menyerupai kegiatan seorang ilmuwan, di
dalamnya siswa dilibatkan untuk mempertanyakan,
menganalisis ide, merancang strategi, dan mendiskusikan
hasil dan makna hasil (Ellwood & Abrams, 2018). Melalui
penyelidikan kegiatan, siswa secara aktif membangun
ilmunya sehingga hasil belajar yang diinginkan bisa
tercapai. Paragraf selanjutnya, dalam kegiatan
pembelajaran inkuiri, siswa terlibat dalam kegiatan yang
bersifat pada dasarnya terbuka, berpusat pada siswa, dan
langsung berdasarkan pada masalah kehidupan nyata.
Pembelajaran inkuiri dibagi menjadi tiga jenis: 1) inkuiri
terstruktur, 2) inkuiri terbimbing, dan 3) pertanyaan
terbuka. Jenis pembelajaran inkuiri yang cocok untuk
sekolah dasar siswa adalah pembelajaran inkuiri
terbimbing karena mereka belum memiliki banyak
pengalaman pembelajaran inkuiri (Suastra, 2017;
Margunayasa, dkk, 2018). Inkuiri terpandu menekankan
pentingnya proses penemuan oleh siswa itu sendiri.
Pertanyaan terpandu memiliki enam tahapan: 1) orientasi,
2) perumusan masalah, 3) perumusan hipotesis, 4)
datakumpulan, 5) verifikasi hasil / pengujian hipotesis,
dan 6) kesimpulan. Beberapa penelitian sebelumnya telah
membuktikan bahwa pembelajaran inkuiri dapat
meningkatkan kemampuan kritis siswa keterampilan
berpikir (Thaiposri & Wannapiroon, 2015; Prayogi,
Yuanita, & Wasis, 2018).Apalagi penelitian yang
dilakukan oleh Ergul et. Al. (2011) juga mengungkap
bahwa penggunaan metode pengajaran inkuiri terbimbing
secara signifikan dapat meningkatkan keterampilan proses
ilmiah dansikap siswa sekolah dasar. Model pembelajaran
inkuiri menjadi populer dan memainkan peran penting
dalam mendukung keterampilan berpikir tingkat tinggi di
berbagai bidang, khususnya dalam sains dan matematika
(Hayes, 2002; Rooney, 2009; Towers, 2010).
- Penulis menguraikan latar belakang dengan benar, yaitu
dengan menguraikan terlebih dahulu variabel dependen,
dalam artikel ini variabel dependennya adalah
keterampilan metakognitif. Setelah itu, menjelaskan
variabel independennya yaitu pembelajaran inkuiri.
3
Pembahasan
- Populasi dan Sampel - Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas V Sandik 1
UmumSekolah Dasar di Kabupaten Lombok Barat, Nusa
Tenggara Barat, Indonesia
- Penelitian menggunakan cluster random sampling dengan
memilih dua kelas secara acak, menghasilkan satu
kelaskelas eksperimen dengan total 28 siswa, diajar
menggunakan inkuiri dan kontrol terbimbingkelas dengan
total 27 siswa, diajar menggunakan model pembelajaran
konvensional.
4
keterampilan metakognitif siswa. Masalah pecahan terdiri
dari pertanyaan yang terintegrasi dengan indikator
keterampilan metakognitif seperti perencanaan,
pemantauan,dan evaluasi (Krathwohl, 2002).
5
di kelas empat. 2) Pada tahap pemecahan masalah, siswa
diberikan soal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian pecahan melalui siswa yang disusun lembar
kerja. Siswa diminta membuat kelompok yang terdiri dari
3 sampai 4. Setelah itu, siswa diminta untuk mempelajari
semua instruksi di lembar kerja. 3) Pada tahap menyusun
hipotesis, banyak aktivitas bertanya terjadi secara
berkelompok anggota. Misalnya, siswa bertanya tentang
cara menjumlahkan dan mengurangi dua pecahan dengan
penyebut yang berbeda dan cara mengalikan dan membagi
dua pecahan. Mahasiswa tanya satu sama lain dalam satu
kelompok atau bahkan mereka juga bertanya kepada guru.
Setelah ditanyai, siswa membuat hipotesis tentang cara
menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi
pecahan. Pada tahap ini terdapat beberapa kesulitan dalam
kemampuan literasi siswa yaitu masih rendah. Banyak
siswa lebih suka bertanya kepada guru daripada membaca
dan mencari tahu diri. 4) Pada tahap pendataan, anggota
kelompok satu mulai mencoba melakukan
penjumlahan,pengurangan, perkalian, dan distribusi
menggunakan plastik transparan. Mereka juga
mulaimenjawab semua pertanyaan di lembar kerja siswa.
Saat mengamati aktivitas ini, ditemukan bahwa ada
beberapa kesulitan yang dialami oleh kelompok tersebut.
Misalnya para siswa belum memahami pedoman
penggunaan media pada LKS, sehingga guru memberi
mereka arahan sehingga siswa memahami dan
menemukannya diri. Berdasarkan observasi dan
wawancara, siswa lebih semangat belajar karena merasa
lebih bersemangat terlibat dalam kegiatan mengutak-atik
plastik transparan dan berdiskusi. Temuan ini serupa
dengan temuan Elbers (2003) bahwa interaksi in inquiry
Pembelajaran akan merangsang siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuan matematika dan
mendorongnya mereka untuk melakukan proses refleksi.
5) Pada tahap pengujian hipotesis, siswa mulai mengecek
ulang apakah hasil hipotesis yang mereka buat terkait
dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan
pembagian pecahan sesuai dengan hasil percobaan mereka
saat menggunakan media plastik transparan. Di tahap ini
terdiri dari siswa-siswa, siswa-sumber belajar, dan siswa-
guru interaksi. Interaksi tersebut merangsang siswa untuk
terlibat dalam metakognitif kegiatan. Dari hasil temuan,
untuk menambah dan mengurangi pecahan, penyebutnya
haruslah disamakan pada awalnya. Pada tahap ini siswa
melakukan kegiatan metakognitif dengan mengevaluasi
masukan dari teman mereka dan kemudian mengubah
jawaban awal mereka. 6) Pada tahap terakhir
(kesimpulan), siswa menyimpulkan bahwa menjumlahkan
dan mengurangi dua penyebut yang berbeda adalah untuk
6
menyamakan penyebut pada awalnya. Lebih jauh,
perkalian bisa jadi dilakukan dengan mengalikan
pembilang dengan pembilang dan penyebut dengan
penyebut. Pembagian adalah kebalikan dari operasi
perkalian.
B. IDENTITAS JURNAL 2
1. Jurnal Utama
Nama Penulis : Indriati Nurul Hidayah, Cholis Sa'dijah, Subanji,
Sudirman
Judul Artikel : Characteristhics Of Students 'Abductive Reasoning
Insolving Algebra Problems
Nama jurnal : Journal on Mathematics Education (Indonesia-Q2-H index
14)
Volume, Nomor, Tahun,
dan Halaman : Vol. 11 No. 3, 2020, hal. 347-362
7
2. Jurnal Pembanding
Nama Penulis : Mi Kyung Cho, Min Kyeong Kim
Judul Artikel : Investigating Elementary Students'Problem Solving
and Teacher Scaffoldingin Solving an III-Structured
Problem
Nama jurnal : International Journal of Education in Mathematics, Science
and Technology (Turkey-Q2-H index 14)
Volume, Nomor, Tahun,
dan Halaman : Vol. 8 No. 4, 2020, hal. 274-289
8
kerumitan dalam membuat kesimpulan dari fakta-fakta
yang diberikandalam pemecahan masalah. Kegagalan
siswa dalam pemecahan masalah menunjukkan bahwa
pentingnya masalah-pemecahan belum diajarkan dengan
baik dalam pembelajaran matematika. Salah satu faktor
menonjol yang dapat mendukung pemecahan masalah
dalam praktik adalah penalaran. Karena itu, NCTM
(2000) menekankan pentingnya penalaran dan bukti
sebagai aspek fundamental pembelajaran matematika.
Secara teoritis, penalaran diartikan sebagai proses menarik
kesimpulan (Leighton & Sternberg, 2003; Sternberg &
Sternberg, 2012). Penalaran dan bukti dibutuhkan dalam
membangun argumen yang masuk akal untuk
membuktikan kebenaran pernyataan. Penalaran dalam
pembelajaran matematika telah ditemukan bervariasi
seperti penalaran kuantitatif (Moore, 2014), penalaran
kovariasional (Subanji & Supratman, 2015), penalaran
proporsional (Im &Jitendra, 2020 ), penalaran analogi
(Lailiyah, et al., 2018 ), penalaran aljabar (Otten et al.,
2019), dan masih banyak lagi. Sifat berpikir matematis
berfungsi sebagai karakter dalam penalaran. Pada paragraf
selanjutnya dalam penelitian ini, salah satu aspek berpikir
dalam pembelajaran matematika yaitu menarik
kesimpulan dari pelajaran abduktif perspektif dibahas.
Secara khusus, istilah penalaran abduktif digunakan dalam
makalah ini. Penalaran abductif sangat erat kaitannya
dengan kehidupan manusia dalam bentuk konjektur yang
dibuat berdasarkan tentang beberapa fakta. Penalaran
Abduktif juga dieksplorasi secara luas di beberapa bidang,
seperti di bidang medis diagnosis (Alirezaie & Loutfi,
2014 ; Aliseda, 2006), komputer dan pemrograman (Dong
et al., 2015; Maet al., 2008) , dan aktivitas terkait
pemikiran kritis (O'Reilly, 2016 ).
- Penulis menguraikan latar belakang dengan benar, yaitu
dengan menguraikan terlebih dahulu variabel dependen,
dalam artikel ini variabel dependennya adalah pemecahan
masalah. Setelah itu, menjelaskan variabel independennya
yaitu penalaran abduktif. Dan berdasarkan beberapa teori-
teori yang dimasukkan sudah sangat jelas dipahami pada
bagian pengantar.
Pembahasan
Metode - Partisipan dalam penelitian ini adalah 58 mahasiswa tahun
kedua dari universitas negeri di Malang, Jawa Timur,
Indonesia. Pada 12 Maret 2020, mereka diminta
menyelesaikan soal aljabar. Solusi mereka dimasukkan
dalam empat kelompok berdasarkan penalaran abduktif
menggunakan fakta. Selanjutnya untuk mengeksplorasi
karakteristik masing-masing kelompok, kami melakukan
wawancara berbasis tugas dengan satu siswa dari setiap
9
kelompok. Jadi, ada empat mahasiswa yang akan
diwawancarai. Mereka dipilih karena (1) mereka
memenuhi indikator penalaran abduktif dengan
menggunakan fakta, (2) memiliki kemampuan komunikasi
yang baik, dan (3) mereka bersedia berpartisipasi dalam
penelitian ini. Untuk mengamati proses penalaran abduktif
siswa dan merekam wawancara, observasi lembar
digunakan.
- Instrumen telah diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum
diolah. Validasi isi soal dan lembar wawancara dilakukan
oleh dua orang ahli matematika dan dua pakar pendidikan.
Item validitas instrumen termasuk kelayakan item tes,
kebenaran konsep, multitafsir, dan instruksi yang tepat
untuk melakukan abduktif pemikiran. Soal aljabar
memberikan beberapa fakta, dan peserta diminta untuk
memeriksanya apakah suatu properti benar atau tidak
berdasarkan fakta.
- Dalam sub pokok bahasan diatas penulis belum
menjelaskan dengan sangat rinci bagaimana penelitian
tersebut dilaksanakan. Analisis data yang dipakai juga
tidak jelas sehingga pembahasan yang dilakukan oleh
penulis belum dapat dipahami maksud dan tujuannya oleh
pembaca.
Hasil dan Diskusi - Dari empat kelompok dengan jenis jawaban berbeda,
kelompok pertama melibatkan satu siswa yang bisa
memunculkan dugaan baru di luar pertanyaan yang terkait
dengan masalah. Kelompok kedua yang terlibat dua puluh
siswa menggunakan fakta yang "benar" di luar masalah
untuk memecahkan masalah. Kelompok ketiga itu
melibatkan dua belas siswa, gunakan fakta yang "salah" di
luar masalah untuk memecahkan masalah. Yang keempat
kelompok yang melibatkan dua puluh lima siswa
menganggap hal yang dipertanyakan sebagai fakta yang
diberikan. Semua dilakukan dengan tahap wawancara.
- Keunikan siswa dengan "konjektur kreatif," adalah
menulis dugaan baru. Yang baru dugaan berada di luar
pertanyaan tentang masalah yang terkait dengan
pertanyaan tersebut. Mahasiswa pengoptimalan fakta
memecahkan masalah dengan menggunakan semua fakta
di dalam masalah, tahu apa yang ditanyakan tentang, dan
menggunakan fakta yang “benar” di luar masalah untuk
memecahkan masalah pengetahuan yang tidak tertulis di
dalam masalah (yaitu ℤ bukan grup). Karena ilmu lain
yang diambil adalah ilmu yang benar dan semua fakta
diketahui, maka kesimpulan fakta sudah tepat, sehingga
perencanaan solusinya juga tepat. Pada kelompok dengan
"kesalahan faktual", mereka menggunakan semua fakta.
saat mereka membuat dugaan, kelompok ini ditambahkan
pengetahuan lain, yang tidak terkandung dalam masalah,
10
yaitu kebalikan dari konsep elemen. Konsep yang diambil
salah karena tidak semua elemen di ℤ memiliki invers
perkalian. Menambahkan kesalahan fakta masalah akan
menjadi produk dari dugaan yang salah sehingga
perencanaan masalah tersebut salah. Pada kelompok
dengan “Kesalahan Fakta”, siswa menyimpulkan bahwa
dengan menggunakan pertanyaan hal sebagai fakta yang
diberikan. Jawabannya memang salah, tapi menarik untuk
dianalisa karena mahasiswanya banyak lakukan.
- Pada hasil diskusi nya sudah tepat namun dari kalimat
kata dari penelitian masih kurang dapat dipahami.
11
mungkin sedikit berbeda jika dilakukan pada siswa yang
mendaftar di alam murni program matematika. Oleh
karena itu, penyelidikan di masa depan didorong untuk
memeriksa penalaran abduktif siswa dalam program non-
pendidikan.
Jurnal Pembanding : Investigasi Siswa SD Pemecahan Masalah dan Perancah Guru dalam
Memecahkan Masalah yang Tidak Terstruktur
12
memberikan bantuan dalam masalah terstruktur (Chen &
Bradshaw, 2007; Davis & Linn, 2000; Ge, Chen, & Davis,
2005; Ge & Land,2003, 2004; Greene & Land, 2000;
Jang, 2014; Kim, Park, & Lim, 2015; Lee, Chen, &
Chang, 2014; Lagu &Shin, 2010). Studi tersebut
merupakan studi empiris yang menganalisis keefektifan
scaffolding sebagai pengobatan memecahkan masalah
yang tidak terstruktur dan dapat sangat dihargai dalam hal
kontribusi mereka untuk membangun adasar teoritis untuk
perancah dalam memecahkan masalah yang tidak
terstruktur. Namun, karena studi ini berada di lingkungan
belajar berbasis teknologi, isi scaffolding telah ditentukan
sebelumnya dan disajikansecara sepihak. Ada batasan
yang tidak menunjukkan hasil yang konsisten mengenai
keefektifan atau metodememanfaatkan perancah. Salah
satu tujuan matematika sekolah di Korea adalah untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan
inijuga dinyatakan dan ditekankan dalam kurikulum
negara lain (CCSSI, 2010; Kementerian Pendidikan,
2015). Tujuannya adalah untuk membantu mentransfer
keterampilan pemecahan masalah yang dipelajari dalam
buku teks ke dalam kehidupan sehari-hari, dan untuk
melakukan ini, penggunaannya masalah tidak terstruktur
di kelas matematika akan memiliki implikasi pendidikan
untuk ini. Namun, studi tentang memecahkan masalah
yang tidak terstruktur dan menyediakan perancah, seperti
yang dilakukan studi sebelumnya, belum
dilakukandilakukan di kelas. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini, dalam rangka membantu siswa
mengembangkan keterampilan pemecahan masalahnya.
Memanfaatkan masalah tidak terstruktur di kelas
matematika, guru menyediakan perancah sesuai
kebutuhan.
- Penulis menguraikan latar belakang dengan benar, yaitu
dengan menguraikan terlebih dahulu variabel dependen,
dalam artikel ini variabel dependennya adalah
memecahkan masalah yang tidak terstruktur. Setelah itu,
menjelaskan variabel independennya yaitu pemecahan
masalah dan perancah guru. Dan berdasarkan beberapa
teori-teori yang dimasukkan sudah sangat jelas dipahami
pada bagian pengantar.
Metode
- Peserta - Partisipan dipilih secara purposive sampling (Creswell,
2012) untuk mendapatkan informasi mendalam tentang
caranya menyediakan perancah bekerja dalam
memecahkan masalah yang tidak terstruktur dalam
matematika sekolah dasar kelas. Pertama, dipilih siswa
kelas 6 sebagai peserta dengan alasan sebagai berikut:
secara umum, domain pengetahuan khusus diperlukan
13
untuk memecahkan masalah yang tidak terstruktur
(Jonassen, 1997; Voss et al., 1991), dan masalah rasio dan
proporsi yang dikembangkan dalam penelitian ini
termasuk dalam kurikulum kelas enam di Korea. Kedua,
ada empat peserta (dua laki-laki, Tom dan Jack, dan dua
perempuan, Emily dan Jane) yang dipilih dari sebuah
sekolah dasar di Seoul. Mereka secara sukarela
menyatakan kesediaannya untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini dan telah direkomendasikan oleh wali kelas
mereka berdasarkan pengalaman mereka secara aktif
berpartisipasi dalam kolaboratif kegiatan pemecahan
masalah dalam kehidupan sekolah. Juga, sekolah ini
mengoperasikan kurikulum sains berdasarkan Soal-
Berbasis Pembelajaran dan melakukan sejumlah besar
kegiatan pendidikan berdasarkan kegiatan kolaboratif di
antara semua siswa. Untuk itulah, siswa di sekolah ini
dipilih karena dinilai sebagai interaksi verbal akan
dilakukan secara aktif di antara siswa yang berpartisipasi.
- Studi ini juga dilakukan dengan Memecahkan Masalah
yang Tidak Terstruktur dengan dilakukan wawancara semi
terstruktur. Dan juga penelitian dilakukan dengan Desain
Scaffolding yaitu: Pertama, penelitian ini direncanakan
untuk menyediakan scaffolding mempertanyakan. Kedua,
penelitian ini direncanakan menggunakan scaffolding
konseptual, strategis, dan metakognitif. Ketiga, file
rencana penyediaan scaffolding dapat diubah sesuai
dengan kebutuhan peserta.
14
Hogan, Nastasi, & Pressley, 1999). Setiap episode dimulai
ketika topik wacana dimulai berubah dan terdiri dari dua
atau lebih pengambilan giliran berturut-turut. Durasi
episode bervariasi tergantung pada berapa lama wacana
peserta berlanjut pada topik wacana.
- Dalam sub pokok bahasan diatas sudah sangat jelas
metode penelitian yang dipakai dan Analisis data yang
dipakai juga cukup jelas sehingga pembahasan yang
dilakukan oleh penulis sudah dapat dipahami maksud dan
tujuannya oleh pembaca.
15
masalah yang tidak terstruktur pemecahan di kelas
matematika sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana perancah guru membantu siswa
sekolah dasar memecahkan masalah yang tidak terstruktur
di kelas matematika dan kesulitan apa yang mereka alami
dalam proses memecahkan masalah yang tidak terstruktur.
Pertama, dalam studi ini, telah ditunjukkan dua kesulitan
utama dalam memecahkan masalah yang tidak terstruktur:
satu tentang kesulitan dalam fase mengidentifikasi dan
mengatur informasi yang diperlukan dari situasi masalah,
dan yang lainnya tentang tidak memantau atau tidak
mengevaluasi kesesuaian dari solusi akhir yang dipilih. Itu
Alasan untuk kesulitan ini adalah karena karakteristik dari
masalah yang tidak terstruktur itu sendiri: satu atau lebih
masalah elemen masalah tidak diketahui atau didefinisikan
secara samar, dan ruang masalah besar karena tujuan yang
tidak jelas dan kondisi yang tidak muncul secara langsung
dalam situasi masalah (Jonassen, 1997; Kitchner, 1983;
Spiro, Coulson,Feltovich, & Anderson, 1988; Wood,
1983). Mempertimbangkan kesulitan yang disajikan dalam
penelitian ini secara mendalam pemahaman tentang situasi
masalah penting dalam menyelesaikan masalah yang tidak
terstruktur, sehubungan dengan studi sebelumnya (Artzt &
Yaloz-Femia, 1999; Kim et al., 2012; Kintsch & Greeno,
1985; Voss & Post, 1988) yang mengungkapkan bahwa
solusi berbeda tergantung pada bagaimana pemahaman
situasi masalah dicapai, Kedua, sebelum memberikan
scaffolding, peserta menyelesaikan masalah yang tidak
terstruktur tanpa bantuan apa pun. Meskipun tujuan
penyediaan setiap scaffolding berbeda-beda, dianalisis
bahwa perubahan yang dilakukan oleh scaffolding
umumnya memfasilitasi pemecahan masalah yang tidak
terstruktur setelah menyediakan perancah. Dalam studi ini,
metakognitif scaffolding membantu mengatur ulang tujuan
dan mengembangkan solusi untuk pemecahan masalah
yang tidak terstruktur, dan strategis perancah membantu
mengatur informasi dan memanfaatkannya dengan baik
untuk membahas kesesuaian solusi. Ini adalah konsisten
dengan temuan Ge & Land (2003) dan Jonassen (1997)
yang mengatakan bahwa tahapan monitoring dan
pembenaran diperlukan untuk memecahkan masalah yang
tidak terstruktur. Seperti yang dilaporkan dalam studi
sebelumnya (Araiku et al., 2019; Chen &Bradshaw, 2007;
Davis & Linn, 2000; Kim dkk., 2015; Ge & Land, 2003,
2004; Ge et al., 2005; Greene &Tanah, 2000; Jonassen,
1997; Lee et al., 2014), memberikan perancah dapat
efektif dalam struktur yang tidak baik pemecahan masalah
dan secara kualitatif meningkatkannya. Selanjutnya, fakta
yang memfasilitasi masalah yang tidak terstruktur
Pemecahan dengan scaffolding berarti scaffolding yang
16
disediakan dalam penelitian ini bergantung pada keadaan
pemecahan masalah yang tidak terstruktur. Di sini, fakta
bahwa perancah disediakan menurut keadaan pelajar
artinya dengan bantuan scaffolding, pelajar dapat
melakukan apa yang tidak dapat dia lakukan sendiri.
Kemudian, perancah secara bertahap akan berkurang, dan
ruang lingkup pengalihan tanggung jawab untuk peserta
didik sendiri akan memperluas.
Kekuatan Penelitian - Teori yang digunakan sudah tepat.
- Metode penelitian jelas dan mudah dipahami.
- Hasil penelitian dan kesimpulan sudah jelas dan tepat.
Keunggulan Penelitian - Penulis sudah lengkap dalam menyimpulkan keseluruhan
isi dari jurnal ini.
- Bahasa yang digunakan juga jelas dan mudah dipahami isi
dan tujuannya.
- Daftar pustaka sesuai dengan urutan nama pada
sistematika penulisan.
Kelemahan Penelitian - Referensi daftar pustaka yang dimuat sedikit.
Dengan judul penelitian yang sama yang berkaitan dengan matematika tentu 2 jurnal ini
memiliki perbedaan yang mendasar yaitu:
Perbedaan Jurnal Utama dan Jurnal Pembanding
Jurnal Utama Jurnal Pembanding
- Bahasa yang digunakan oleh penulis - Bahasa yang digunakan jelas (tidak
sulit dipahami maksud dan tujuannya baku) dan mudah dipahami isi dan
oleh pembaca. Analisisnya belum tujuannya.
dijelaskan secara rinci sehingga belum - Metode dan analisis yang digunakan
dapat dipahami. Analisis yang digunakan cukup jelas.
juga belum jelas dan sulit dipahami. - Daftar pustaka yang dimuat sedikit.
- Daftar pustaka yang dipakai cukup
relevan dan banyak.
F. IDENTITAS JURNAL 3
17
Volume, Nomor, Tahun,
dan Halaman : Vol. 45 No. 8, 2020, hal. 93-110
18
memastikan kami berkualitas tinggi, pendidik guru
kontemporer, dan praktik peneliti informasi? Pertanyaan
ini menyatukan kami semua dengan keinginan untuk
mengembangkan kami praktik pengajaran dan penelitian
secara bersamaan dan kolegial. Namun, pertanyaannya
yang dibahas dalam makalah ini lebih fokus: Bagaimana
kita bisa menegakkan dan memahami pengajaran kita dan
praktik pendidikan guru sebagai kelompok belajar
mandiri kolaboratif? Kami berbagi kolaborasi kami model
yang mencerminkan praktik penelitian kami yang
disempurnakan, bersama dengan bukti dari meta-strategi
dan data reflektif dari kegiatan kolaboratif, untuk
memberi contoh dan membenarkan masing-masing
komponen model. Kami membahas beberapa keberhasilan
dan kegagalan yang kami alami melakukan penelitian
semacam ini.
- Penulis menguraikan latar belakang dengan benar, yaitu
dengan menguraikan terlebih dahulu variabel dependen,
dalam artikel ini variabel dependennya adalah model
untuk kolaborasi. Setelah itu, menjelaskan variabel
independennya yaitu menggabungkan pemikiran dan
praktek. Dan berdasarkan beberapa teori-teori yang
dimasukkan sudah sangat jelas dipahami pada bagian
pengantar.
Pembahasan
- Kerangka Teoritis - Gagasan tentang organisasi-diri yang muncul sering
muncul dalam studi-mandiri kolaboratif (lihat misalnya
Jess, Atencio, & Carsel, 2016). Namun, ada model yang
dikembangkan untuk memfasilitasi kolaborasi dalam
kelompok belajar mandiri, contohnya adalah model proses
Louie, Drevdahl, Purdy dan Stackman (2003) yang
menggunakan penelitian tindakan siklus. Mengingat
kurangnya model umum dan generatif dari studi mandiri
kolaboratif, ada kebutuhan untuk model yang akan
dikembangkan yang dapat digunakan untuk menyusun
dan memfasilitasi studi mandiri kolaboratif dan dalam
semangat inilah kami menawarkan analisis model yang
dikembangkan oleh Kolaboratif Pengalaman dan Praktek
Reflektif dalam Kelompok Penelitian Fakultas Pendidikan
(CREPE). Saat muncul, model kami dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip berikut: Sebuah.Komunitas
praktik: Akuntabilitas horizontal melalui kegiatan
bersama dannegosiasi, pengakuan atas dukungan kolegial,
dan komitmen untuk kolaboratifbeasiswa (Wenger, 1998;
Wenger, McDermott & Snyder, 2002)
- Dalam sub pokok bahasan diatas penulis menjelaskan
dengan sangat rinci bagaimana penelitian tersebut
dilaksanakan. Pembahasan yang dilakukan oleh penulis
19
mudah dipahami maksud dan tujuannya oleh pembaca.
- Metodologi Belajar
- Metodologi yang dilakukan dengan belajar mandiri yang
Sendiri digunakan untuk mengembangkan wawasan ke dalam
beasiswa pengajaran dan untuk memberlakukan refleksi
melalui praktik (Russell, 2010). Kami menggunakan
belajar mandiri dalam mengajar dan metodologi praktik
pendidikan guru karena mereka melibatkan kita masing-
masing secara pribadi inquiry (Samaras, 2011), namun
mendorong kami untuk beroperasi bekerja sama dengan
satu atau lebih dari kami rekan kerja. Metodologi
menyiratkan studi tentang diri sendiri, tindakan seseorang,
ide-ide seseorang, jugayang 'bukan diri' (Hamilton &
Pinnegar, 1998, hlm. 265) memungkinkan untuk
pertumbuhan, perkembangan, danperubahan dalam
praktik kita. Bekerja dalam kolaborasi untuk membongkar
ide kami menghasilkan rasakeaslian dan niat untuk
penelitian dan beasiswa kami. Riset belajar mandiri
memungkinkan kamiuntuk: mencerahkan perjalanan
reflektif individu melalui kolaborasi; gunakan lensa
kritiskekuasaan dan wacana; merayakan kesuksesan;
merepotkan kerumitan; dan, berkontribusi lebih
banyaksecara luas untuk pendidikan guru.
- Teman Kritis - Inti dari penelitian belajar mandiri ini adalah kolaborasi
dan pembentukan kritis persahabatan (Loughran, 2007).
Kami menggunakan metode teman kritis (Bullough &
Pinnegar, 2007; Handal, 1999) untuk "mencegah
penipuan diri sendiri" (Lomax, 1991, p. 14) dan melihat
praktik kami melalui lensa orang lain (Samaras, 2011).
Teman yang kritis bisa ada sebagai pasangan atau
kelompok yang datang bersama-sama untuk memberikan
umpan balik yang jujur dalam lingkungan yang
mendukung. Kritis kelompok pertemanan biasanya adalah
komunitas, belajar bersama menggunakan protokol dan
memberiperhatian pada fasilitasi terpandu (Breidenstein,
Fahey, Glickman & Hensley, 2012).
- Pengumpulan Data
- Studi ini bersifat eksploratif, membangun teori dari tema
dan pola yang muncul melalui eksplorasi yang cermat
terhadap pengembangan kolaborasi di dalam grup. Data
diambil dari: (1) Rekaman pertemuan konferensi video
bulanan kami; (2) Benang diskusi dan dokumen disimpan
di situs manajemen pembelajaran kami; (3) Wawancara
dengan semua anggota kelompok; dan (4) Refleksi
transkrip wawancara oleh: sebuah anotasi individu; dan
diskusi kelompok.
- Pertemuan Kelompok
dan Diskusi Bacaan - Kami mengatur pertemuan bulanan yang dapat kami
hadiri secara tatap muka dengan mereka di kampus, atau
20
melalui video atau telepon untuk mereka yang berada di
luar kampus atau berada di kampus yang berbeda. Setiap
pertemuan memiliki agenda yang jelas dan membutuhkan
persiapan dalam cara membaca (disarankan oleh anggota
pada gilirannya), dan tanggapan berbasis seni. Pertemuan
itu penting untuk menjaga proyek penelitian terfokus
menyeluruh dan kecil tetap pada jalurnya dan memang
diperlukan sesuatu yang kami rasa harus dihadiri. Dalam
pertemuan ini kami masing-masing melaporkan kemajuan
proyek penelitian fokus kami dan membagikan artefak
kami sebagai tanggapan atas set tugas berbasis seni untuk
bulan tersebut dan dibahas bacaan kami. Kami juga
membahas lintasan kami dan merefleksikan temuan kami
yang menyeluruh. Ini adalah pengaturan arah dan
pertemuan reflektif.
Diskusi dan Kesimpulan - Kami berangkat dengan keinginan untuk bekerja secara
kolektif untuk mendukung inovasi dan meningkatkan
kualitas kami pembelajaran siswa dan dengan demikian
mengeksplorasi bagaimana nilai-nilai dan keyakinan kami
menginformasikan profesional kami praktik dan
bagaimana kita dapat mengganggu praktik dan ideologi
kita saat ini. Saat kami mengembangkan dan
memberlakukan model kolaborasi kami dan berusaha
memberlakukan beasiswa, meningkatkan pengajaran
kami, dan menghasilkan luaran penelitian, muncul
sejumlah isu: mempertahankan kepemimpinan yang
dilimpahkan dan fleksibel; tetap terbuka dan fleksibel
terhadap kekuatan dan minat kelompok yang terus
berkembang; dan diseminasi dan jaringan di luar grup
untuk memperkaya kolaborasi kami dan penelitian.
Kepemimpinan, awalnya, tidak diatur dengan ketat.
Idenya adalah untuk memelihara platform yang
dilimpahkan penelitian bersama / rekan peneliti. Namun,
menjadi lebih mudah jika satu orang mengatur koordinasi
dan organisasi; jika hanya untuk diterima oleh Asisten
Riset instruksi yang konsisten dan untuk melaporkan
kepada satu orang. Dalam pemberlakuan penelitian kami,
kepemimpinan memiliki tetap dilimpahkan. Pada waktu
yang berbeda, anggota kelompok yang berbeda telah
mengambil tindakan tanggung jawab untuk menyajikan
seminar; mengambil penulis utama dari proyek menulis;
21
bertindak sebagai mentor / teman kritis untuk grup
CREPE ; atau mengorganisir pertanyaan berbasis seni.
Meskipun ada cegukan, model kepemimpinan
terdistribusi (Spillane, 2013) menantang anggota untuk
melakukannya menanggapi secara kreatif peluang yang
muncul dan terus mengembangkan model kami.
- Meskipun model kolaborasi ini bergantung pada sejarah
dan konteks sosialnya, hal ini berimplikasi pada praktik
kolaborasi lintas pendidikan guru secara lebih umum.
Proyek penelitian kolaboratif menyeluruh bekerja untuk
menciptakan ruang yang aman dan kritis hubungan
pertemanan yang melaluinya kami membenamkan diri ke
dalam proyek penelitian terfokus,serta menyediakan
meta-analisis dan refleksivitas yang lebih dalam yang
menyuarakan praktik kami sebagai pendidik guru. Ini
menghasilkan pengetahuan baru tentang sifat dan proses
kolaborasi dan pengembangan agen epistemik baik secara
kolektif maupun individual (Damşa, Kirschner,
Andriessen, Erkens & Sins, 2010; Raphael, Hannigan, &
White, 2016). Perpaduan antara keterlibatan sosial dan
profesional yang mencerahkan dan mengalami dan
menghasilkan hubungan yang lebih kuat. Keceriaan ini
memberi kebebasan bereksperimen dengan pertanyaan
berbasis seni selama pertemuan bulanan kami, serta
penelitian dan penulisan retret. Di masa yang bergejolak,
pertanyaan berbasis seni ini tidak hanya menjadi sesuatu
yang peneliti menantikan dan menikmati, tetapi juga
menghasilkan data untuk mengungkapkan individu kita
suara, kadang-kadang kontras dan sering kali dalam
harmoni, tetapi selalu memancing pemikiran dan
percakapan. Bersama dengan data yang dihasilkan dalam
proyek individu dan menyeluruh kami, baru pemahaman
tentang praksis kami terungkap sebagai tanggapan atas
tantangan yang kami hadapi sebagai guru pendidik. Inti
dari komunitas praktik kami adalah melintasi batas
disiplin dan 'berbicara kembali' ke latihan kami, kami
membuka pintu ke ruang kelas kami dan mengundang
kami rekan kerja dan ini menciptakan ruang ketiga
(Gutiérrez, Baquedano ‐ López & Tejeda, 1999), satu di
mana kami menemukan kemungkinan dan potensi baru,
selalu dengan komitmen memajukan praktik mengajar
kami dan meningkatkan pembelajaran siswa kami.
- Dalam pokok bahasan diskusi dan kesimpulan sudah
memberikan hasil penelitian dan kesimpulan yang cukup
jelas.
Kekuatan Penelitian - Teori berdasarkan kerangka teoritis sudah jelas dan
metode yang digunakan juga sudah jelas.
- Penulis merinci satu-satu hasil penelitian berdasarkan
diskusi, dan beberapa teori para ahli.
Kelemahan Penelitian - Penulis tidak memberikan secara rinci populasi dan
22
sampel untuk menyebarkan angket ke beberapa orang
yang akan diwawancara.
- Bahasa yang digunakan juga masih baku dan sulit
dipahami.
G. IDENTITAS JURNAL 4
23
tingkat di mana orang tua mereka dapat menemukan dan
mengakses pendidikan usia dini program untuk mereka
(Davis-Kean, 2005; Hart & Risley, 1995; Magnuson,
Meyers, Ruhm, & Waldfogel, 2004; Penelitian Perawatan
Anak Dini NICHD Jaringan [ECCRN], 2002 ). Di
beberapa domain keterampilan akademis, banyak anak
dari kalangan berpenghasilan rendah keluarga tidak
dianggap oleh guru untuk siap sekolah ketika mereka
masuk taman kanak-kanak, dan, sebagai akibatnya,
mereka sering kali memotong jalur kisah pencapaian
pendidikan (Duncan et al., 2007; Entwisle et al., 2005;
Lee & Burkham, 2003; Magnuson et al., 2004; Pianta &
Walsh, 1996; Reynolds, Temple, Ou, Arteaga, & White,
2011 ; Winsler et al., 2008). Dimulai dengan komponen
instruksi anak × instruksi × con-model teks, satu strategi
pembelajaran umum di taman kanak-kanak, fonik,
melibatkan secara sistematis mengajar anak-anak tentang
hubungan antara lisan kata-kata dan huruf tertulis, yang
meningkatkan pengenalan dan penguraian kode kata-kata
dalam teks serta keterampilan mengeja dan literasi
lainnya. Penguasaan fonik kemudian mendukung
keterampilan yang lebih maju seperti pemahaman
membaca dan kefasihan bergerak kedepan (Armbruster et
al., 2001 ; Sonnen schein, Stapleton, & Benson, 2010). Di
ruang kelas melayani banyak anak dari berpenghasilan
rendah keluarga, oleh karena itu, sebagian besar tetapi
tidak semua mungkin mendapat manfaat ketika guru
menekankan ukuran fonik À instruksi seperti itu mungkin
cocok untuk beberapa anak dari keluarga berpenghasilan
rendah tetapi tidak cocok untuk orang lain. Di sini, kami
menawarkan twist tekstual pada pendekatan konvensional
dari developmentalists bagaimana aguru menyesuaikan
instruksi sesuai dengan kebutuhan akademis tertentu dari
siswa, alih-alih mempertimbangkan bagaimana dia
menyesuaikannya menurut kebutuhan akademis kelas
secara keseluruhan. Salah satu mekanisme kunci dalam
model transisi sekolah menghadiri prasekolah À
kemungkinan merupakan alasan mengapa anak-anak dari
latar belakang sosial ekonomi yang sama memiliki
pendidikan yang berbeda. Kebutuhan nasional di taman
kanak-kanak (Alexander & Entwisle, 1988). Meskipun
anak-anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan
rendah lebih kecil kemungkinannya dibandingkan
populasi umum untuk menghadiri prasekolah, banyak
yang melakukannya, sering kali dalam program bersubsidi
atau publik. Seperti itu kehadiran tampaknya secara
signifikan meningkatkan bacaan masuk taman kanak-
kanak mereka keterampilan. Keuntungan ini,
bagaimanapun, memudar saat mereka pindah ke dan
melalui sisa kelas dasar, sebagian karena praktik
24
pembelajaran dinilai-nilai ini tidak membangun
keterampilan yang dimiliki lulusan berpenghasilan rendah
dariprogram sekolah membawanya ke taman kanak-kanak
(Brooks-Gunn, 2003; Duncan & Magnuson, 2013).
- Penulis menguraikan latar belakang dengan benar, yaitu
dengan menguraikan terlebih dahulu variabel dependen,
dalam artikel ini variabel dependennya adalah keluarga
berpenghasilan rendah. Setelah itu, menjelaskan variabel
independennya yaitu Pendaftaran Preschool, Instruksi
Kelas, Konteks Sekolah Dasar, Dan Membaca Prestasi
Anak. Dan berdasarkan beberapa teori-teori yang
dimasukkan sudah sangat jelas dipahami pada bagian
pengantar.
Metode Penelitian
- Sampel - ECLS-K adalah sampel perwakilan nasional anak-anak
Amerika di TK selama tahun ajaran 1998-1999 (Denton &
West, 2002). Pusat Statistik Pendidikan Nasional (NCES)
membuat sampel dengan desain multistage dual-frame.
Pengambilan sampel dimulai dengan pemilihan 100 unit
pengambilan sampel utama (biasanya kabupaten) dari
seluruh Amerika SerikatSerikat dan kemudian sekitar
1.000 sekolah dengan taman kanak-kanak dalam unit-unit
ini. Sampel utama untuk penelitian ini difokuskan pada
subset anak-anak diECLS-K dari keluarga dengan
pendapatan tahunan pada atau di bawah 185% dari garis
kemiskinan eral untuk ukuran rumah tangga mereka
selama pengumpulan data taman kanak-kanak leksi (n =
7,710). Di sepanjang manuskrip ini, n dibulatkan
keterdekat 10, sesuai dengan persyaratan NCES untuk
data penggunaan terbatas.
- Pengukuran
- Mengandalkan data ECLS-K dari wawancara dengan
guru, administrasitors, dan orang tua serta penilaian anak
langsung.
Hasil Penelitian
- Menurut hasil penelitian ini, pencapaian manfaat terjadi
melalui taman kanak-kanak di ruang kelas yang umumnya
bercirikan fonik instruksi keterampilan tergantung pada
apa yang telah dilakukan anak-anak sebelum mereka
masuk sekolah serta konteks sekolah yang lebih besar di
mana ruang kelas mereka berada terletak. Kompleksitas
pola ini mengisyaratkan nilai sosiologis pendekatan
kebijakan pendidikan yang menekankan efek interaktif
25
proses dan konteks pendidikan yang berbeda (dari anak ke
prasekolah hingga sekolah) di mana karir pendidikan dan
transisi ke K-12 sekolah khususnya terungkap.
Membangun kekuatan pengembang-teori dengan wawasan
dari perspektif sosiologis yang menekankan konteks dan
ketidaksetaraan dengan cara ini penting karena
mengalihkan fokusnya orang tua berpenghasilan rendah
dan apa yang mungkin mereka lakukan atau tidak lakukan
dan bergeser untuk aspek konteks kelembagaan yang
sesuai dengan kebijakan intervensi.
Diskusi dan Kesimpulan - Untuk meringkas, anak-anak dari keluarga berpenghasilan
rendah yang bersekolah sebelum sekolah biasanya
memasuki ruang kelas sekolah dasar dengan tingkat tinggi
instruksi fonik dalam membaca, dan mereka memiliki
keterampilan membaca yang lebih berkembang pada awal
sekolah dasar dan mencatat peningkatan yang lebih besar
dalam keterampilan membaca pada akhir taman kanak-
kanak dibandingkan anak-anak lain dari keluarga
berpenghasilan rendah. Padahal, sesuai ekspektasi, tren ini
termasuk variasi pola agak ortogonal menurut komposisi
sosial ekonomi-dari sekolah dasar tempat kelas taman
kanak-kanak berada tertanam. Secara umum, instruksi
fonik terkait dengan keuntungan membaca (mendukung
hipotesis pertama), tetapi instruksi kelas x anak kecocokan
tampaknya tidak membedakan anak-anak dalam prestasi
membaca (con-memperdagangkan hipotesis kedua).
Namun, anak × instruksi kelas × sekolah cocok
(mendukung hipotesis ketiga). Dalam kemiskinan tinggi
sekolah, taman kanak-kanak dari keluarga berpenghasilan
rendah yang tidak hadir prasekolah pada tahun
sebelumnya tampaknya mendapatkan lebih banyak
manfaat dari fonik instruksi daripada anak-anak taman
kanak-kanak dari keluarga berpenghasilan rendah yang
memiliki menghadiri prasekolah. Di sekolah-sekolah
miskin, beberapa bukti menunjukkan hal itu peserta
prasekolah menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
- Seperti yang telah dibahas, menarik kesimpulan kuat dari
analisis data pengamatan itu menantang. Kemampuan
untuk melakukannya di sini dibatasi oleh beberapa faktor
umum untuk jenis pekerjaan ini, termasuk tingkat
kesulitan menangani ancaman secara memadai terhadap
kesimpulan kausal yang ditimbulkan oleh tidak diketahui
atau pembaur yang tidak dapat diukur, seperti sifat yang
diturunkan secara genetik atau lokal dankebijakan dan
program negara bagian (Duncan, Magnuson, & Ludwig,
2004; Raudenbush, 2008). Yang juga perlu diperhatikan
adalah tidak adanya penilaian kualitas pengajaran kelas
taman kanak-kanak. Misalnya, evaluasi sebelumnya Tions
instruksi fonik menunjukkan bahwa ia bekerja melalui
sistematik dan rencana eksplisit yang menghubungkan
26
serangkaian aktivitas dalam urutan logis yang
menyeimbangkan instruksi dan praktek ances (Armbruster
et al., 2001). Begitu pula dengan nasional dan penelitian
lokal telah mendokumentasikan variabilitas ekstrim dalam
kualitas pengaturan prasekolah, terutama dalam kaitannya
dengan stimulasi kognitif. Prasekolah juga mungkin
berbeda dalam hal apakah mereka secara eksplisit
mempersiapkan tren untuk sekolah serta sejauh mana
mereka menekankan dukungan perkembangan sosial
versus perolehan keterampilan kognitif atau mencoba
menyeimbangkan dua tujuan ini (Clarke-Stewart, &
Allhusen, 2005; Duncan & Magnuson, 2013; Gormley,
Gayer, Phillips, & Dawson, 2005; NICHDECCRN,
2005a). Jadi, tidak semua kehadiran prasekolah setara,
terbukti dipengaruhi oleh perbedaan hasil untuk Head
Start dan non-Head Start prasekolah. Perbedaan itu hanya
satu sumber keanekaragaman di antara pra-sekolah yang
dihadiri oleh anak-anak berpenghasilan rendah, yang perlu
diperiksa lebih dalam.
- Dari hasil diskusi dan kesimpulan sudah memberikan hasil
penelitian dan kesimpulan yang cukup jelas.
Kekuatan Penelitian - Teori berdasarkan pengantar sudah jelas dan metode
pengukuran sampel dan data yang digunakan juga sudah
jelas.
- Penulis merinci satu-satu hasil penelitian berdasarkan
diskusi, dan beberapa teori para ahli.
- Bahasa yang digunakan sudah cukup dimengerti.
Kelemahan Penelitian - Daftar pustaka yang dibuat tidak sesuai abjad nama pada
sistematika penulisan.
H. IDENTITAS JURNAL 5
27
Abstrak - Judul yang berjudul “Cultural Insight into the
Development of Teacher Autonomy Support Scale: A Self
Determination Theory Perspective” ini berisi tentang
eksplorasi berurutan campuran metode studi yang
dilakukan untuk membangun dan memvalidasi skala
untuk menyelidiki bagaimana, di Malaysia Konteksnya,
konstruksi otonomi dikonseptualisasikan dibandingkan
dengan skala yang ada karena variasi budaya.
- Abstrak pada artikel ini sudah mencantumkan tujuan,
metode penelitian, serta temuan dan hasil penelitian yang
jelas.
- Kata kunci sudah sesuai dengan judul artikel.
28
otonomi yang didalilkan oleh SDT dapat secara kultural
peka, maka untuk penelitian ini penggunaan mixed design
menjadi tepat karena memudahkan triangulasi
menggunakan beberapa sudut pandang dan menawarkan
sudut pandang fenomena yang lebih jelas. Artikel ini
melaporkan konstruksi dan validasi skala Dukungan
Otonomi Guru di Konteks Malaysia menggunakan
kerangka kerja untuk mencampur metode untuk
mengembangkan dan memvalidasi pengukuran kuantitatif
(Luyt, 2010). Dihipotesiskan bahwa penelitian ini akan
membantu mengeksplorasi dimensi yang dapat
menjelaskan dengan lebih baik dukungan otonomi guru
sebagai gaya motivasi dalam konteks budaya Malaysia.
Penilaian otonomi lintas budaya secara luas dianggap
sebagai sebuah konstruksi motivasi, karenanya
membangun skala dan membangun validitas konstruknya
akan semakin memperluas signifikansi dan nilai otonomi
dari perspektif lintas budaya.
- Penulis menguraikan latar belakang dengan benar, yaitu
dengan menguraikan terlebih dahulu variabel dependen,
dalam artikel ini variabel dependennya adalah dukungan
otonomi guru. Setelah itu, menjelaskan variabel
independennya yaitu wawasan budaya. Dan berdasarkan
beberapa teori-teori yang dimasukkan sudah sangat jelas
dipahami pada bagian pengantar.
29
- Setelah mengidentifikasi cluster, jumlah siswa untuk
kuantitatif studi dipilih berdasarkan analisis daya. 378
siswa dari 14 sekolah menengah di dua negara bagian
utara Malaysia berpartisipasi dalam studi kuantitatif.
Mengikuti campuran paralel metode pendekatan
pengambilan sampel (seperti dalam, Knaggs, Sondergeld
dan Schardt, 2015) secara purposive pengambilan sampel
dari populasi yang sama digunakan untuk studi kualitatif.
Siswa untuk studi kualitatif dipilih atas dasar kemampuan
verbal dan kemauan untuk berbagi opini. Izin formal
untuk siswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini
diperoleh dari sekolah dan orang tua. Data kualitatif dan
kuantitatif dikumpulkan selama jam sekolah di tahun
2008.
- Dalam sub pokok bahasan diatas penulis menjelaskan
dengan sangat rinci bagaimana penelitian tersebut
dilaksanakan. Populasi dan sampel sudah cukup jelas.
Pengumpulan Data
- Data untuk studi kualitatif dikumpulkan dengan
menggunakan kelompok fokus selama tujuh bulan. Dari
ketiga peneliti tersebut, dilakukan dua orang peneliti,
dengan bantuan seorang asisten peneliti wawancara
kelompok fokus. Tujuan dari wawancara tersebut adalah
untuk meminta siswa sekolah menengah Malaysia
persepsi siswa tentang dukungan otonomi dari guru di
kelas. Untuk mendapatkan tujuaninformasi dalam batas-
batas wawancara kelompok fokus, pedoman wawancara
dengan seperangkat pertanyaan terbuka dan semi
terstruktur dirumuskan.
Analisis Data
30
Diskusi kategori (Braun dan Clarke, 2013). Data dianalisis
menggunakan SPSS versi 14.0.
31
siswa sangat dipengaruhi oleh budaya mereka milik
(Charlesworth, 2008; Hardaker dan A'ishah, 2012; Wang
dan Li, 2008). Namun, dalam tidak adanya pemahaman
yang tepat tentang budaya siswa atau preferensi belajar
mereka, perpecahan dapat terjadi antara guru dan siswa
yang dapat merusak keterkaitan mereka juga proses
pembelajaran. Kemungkinan konstruksi psikologis seperti
otonomi bisa jadi disalah artikan dalam pengaturan
budaya yang berbeda, oleh karena itu, kami percaya
bahwa siswa Malaysia perspektif ke dalam konstruksi
otonomi akan memberikan wawasan penting tentang
bagaimana praktik pengajaran dapat dirancang atau
disesuaikan untuk mendukung perkembangan otonom dan
siswa termotivasi dalam konteks Malaysia.
- Studi ini menawarkan wawasan yang berguna tentang
penggunaan pendekatan metode campuran untuk
pengembangan survei tentang konstruksi psikologis yang
dianggap sensitif secara budaya sebagai Pendekatan
konstruktivis memfasilitasi eksplorasi fenomena yang
sangat diperdebatkan perbedaan konseptual yang mungkin
ada antara budaya timur dan barat. Namun, keterbatasan
penelitian ini harus dipertimbangkan kapan menafsirkan
temuan. Validitas eksternal untuk generalisasi dimensi
yang diidentifikasi untuk dukungan otonomi guru terbatas
pada konteks budaya Malaysia. Kedua, file tanggapan
yang didapat melalui kelompok fokus mungkin tidak
sepenuhnya dapat dipercaya sebagai peserta dalam
kelompok mungkin berusaha menyesuaikan diri dengan
norma-norma kelompok atau menampilkan diri dengan
cara yang diinginkan secara sosial (Seal, Bogart dan
Ehrhardt, 1998). Di masa depan mereplikasi studi ini di
Malaysia atau serupa konteks budaya menggunakan
metode kualitatif lain dapat memperluas bukti validitas
untuk temuan.
- Kesimpulan sudah memberikan hasil penelitian dan
kesimpulan yang cukup jelas dan juga memberikan saran
untuk dimasa depan.
Kekuatan Penelitian - Teori berdasarkan pengantar sudah jelas dan metode
pengukuran sampel dan analisis data yang digunakan juga
sudah jelas.
- Bahasa yang digunakan sudah cukup dimengerti.
Kelemahan Penelitian - Daftar pustaka yang dibuat tidak sesuai abjad nama pada
sistematika penulisan.
- Hasil penelitian tidak ada diuraikan sehingga masih
membuat bingung pembaca.
32
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang saya dapat ambil dari critical jurnal review ini adalah bahwa
jurnal yang saya bahas memiliki kelebihan dan kekurangan. Di satu sisi kelebihan
jurnal ini adalah pembahasannya yang sangat bagus dan detail yang membuat Jurnal
ini cocok digunakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Dasar sebagai panduan dan
pedoman untuk menambah pengetahuan tentang penelitian sebuah kajian
Psikolinguistik baik dalam pembelajaran maupun dalam aplikasinya.
B. Saran
Saya menyadari bahwa kajian review yang telah saya lakukan ini tidak
terlepas dari kekurangan, seperti halnya pepatah yang mengatakan, “tak ada gading
yang tak retak, tak ada satupun manusia yang sempurna”. Maka saran dan kritik yang
bersifat membangun dari pembaca sangat saya harapkan sehingga dapat dijadikan
bahan evaluasi untuk kedepannya lebih baik. Akhirnya, semoga kajian ini
memberikan manfaat bagi pembaca dalam menambah wawasan dalam keilmuan
tentang pengkajian sebuah jurnal. Amin.
33
DAFTAR PUSTAKA
Awang-Hashim, R., Thaliah, R., & Kaur, A. (2017). A cultural insight into the development
of teacher autonomy support scale. Journal for Multicultural Education.
Cho, M. K., & Kim, M. K. (2020). Investigating elementary students’ problem solving and
teacher scaffolding in solving an ill-structured problem. International Journal of
Education in Mathematics, Science and Technology, 8(4), 274-289.
Crosnoe, R., Benner, A. D., & Davis-Kean, P. (2016). Preschool enrollment, classroom
instruction, elementary school context, and the reading achievement of children from
low-income families. In Family environments, school resources, and educational
outcomes. Emerald Group Publishing Limited.
Hastuti, I. D., & Surahmat, S. Dafik.(2020). The Effect of Guided Inquiry Learning in
Improving Metacognitive Skill of Elementary School Students. International Journal
of Instruction, 13(4), 315-330.
Hidayah, I. N., Sa'dijah, C., Subanji, S., & Sudirman, S. (2020). CHARACTERISTICS OF
STUDENTS’ABDUCTIVE REASONING IN SOLVING ALGEBRA PROBLEMS.
Journal on Mathematics Education, 11(3), 347-362.
White P., Raphael, J., Hanigan, S., & Clark, J. (2020). Entangling Our Thinking and Practice:
A Model for Collaboration Entangling Our Thinking and Practice: A Model for
Collaboration in Teacher Education. Australian Journal of Teacher Education. 45 (8),
93-110.
34