Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KESELAMATAN PASIEN DAN K3 DALAM KEPERAWATAN


CASE STUDY

Disusun oleh :
Kelompok 6

Angeline Duana Yashintia Nugroho 1810913220027


Asprilla Fernando 1810913210025
Imam Setyawan 1810913110013
Indrya Anggita Sari 1810913220007
Ketut Sunartiasih 1810913320027
Nurhaliza Maharani Ashar 1810913220026
Nur Maghfirah 1810913220016
Yuni Ayu Lestari 1810913720003
Sri Erna Kristanti 1810913120004
Zakianor Isnarawati 1810913120003

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2019
KATA PENGANTAR

Ungkapan rasa syukur yang sebesar-besarnya kami panjatkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ” Case Study” mata kuliah Keselamatan Pasien dan
Keselamatan Kesehatan Kerja dalam Keperawatan. Untuk itu semua, kami
memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa memberikan
limpahan rahmat-Nya kepada mereka yang telah memberi bimbingan, petunjuk,
nasihat, kemudahan dan do’a kepada kami dengan tulus.
Akhirnya kami menyadari bahwa mungkin saja dalam makalah ini masih
terdapat kekurangan, karenanya kami mengharapkan saran dan kritik yang
sifatnya membangun yang diharapkan akan menyempurnakan makalah ini.
Namun demikian, kami berharap makalah ini tetap memberikan manfaat bagi
pembaca dan menambah khasanah ilmu keperawatan.

Banjarbaru , 2 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah........................................................................................................1
1.3. Tujuan Masalah...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Identifikasi Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD/Advers Event)............................
2.2. Peran Kerja Sama Tim untuk Keselamatan Pasien......................................................
2.3. Transisi dan Alur Pelaporan.........................................................................................
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan .................................................................................................................
3.2. Saran............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Definisi dari patient safety atau keselamatan pasien adalah suatu sistem
yang di buat dalam asuhan pasien di rumah sakit, sehingga pasien menjadi
lebih aman, bila menjalankan sistem ini dengan benar maka pasien akan
terhindar dari terjadinya cidera yang di sebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya
tidak di ambil. Institut of medicine, Amerika Serikat dalam “TO ERR IS
HUMAN” melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah
sakit ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event).
Menurut Depkes (2006) Keselamatan pasien di rumah sakit adalah
suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan bagi pasien sehingga
pasien merasa lebih aman. Salah satu tujuan penting penerapan sistem
keselamatan pasien di rumah sakit adalah mencegah dan mengurangi
terjadinya Incident Keselamatan Pasien, bahwa dalam pelayanan IKP
merupakan situasi yang dapat berpotensi mengakibatkan cidera yang
seharusnya tidak terjadi. IKP meliputi KTD, Kejadian nyaris cidera ( KNC),
kejadian potensial Cidera (KPC). Tujuan utama adalah tercapainya pelayanan
medis prima di rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan
keselamatan pasien. Maka tujuan di lakukan sistem “ patien safety” adalah
tercipta budaya keselamatan pasien di rumah sakit, peningkatan akuntabilitas
rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat: diharapkan terjadinya
penurunan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) di rumah sakit, terlaksananya
program-program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan KTD.

1.2. Rumusan masalah


1) Bagaimana mengidentifikasi kejadian yang tidak diinginkan (KT/Adverse
event)?
2) Bagaimana peran kerjasama tim untuk keselamatan pasien?

1
3) Bagaimana transisi dan alur pelaporan?

1.3. Tujuan
1) Untuk mengidentifikasi kejadian yang tidak diinginkan (KT/Adverse
event)
2) Untuk mengetahui peran kerjasama tim untuk keselamatan pasien
3) Untuk mengetahui transisi dan alur pelaporan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Identifikasi kejadian yang tidak diinginkan (KT/Adverse event)


Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu hal yang
penting karena merupakan faktor yang berhubungan dengan kesehatan
maupun keselamatan dari pekerja itu sendiri. Kejadian kecelakaan sering
dialami oleh petugas kesehatan sehingga menimbulkan luka ataupun cedera.
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja adalah beban
kerja yang terlalu berat. Hal ini juga disebabkan karena kegiatan rumah sakit
yang memiliki resiko bahaya yang cukup tinggi. Perawat merupakan salah satu
pekerja yang rentan dengan cedera tertusuk jarum suntik dan benda tajam medis
lainnya.
Cedera akibat tusukan jarum pada petugas kesehatan merupakan masalah
yang signifikan dalam institusi pelayanan kesehatan dewasa ini diperkirakan
lebih dari satu juta jarum digunakan setiap tahun oleh tenaga perawat. Ketika
perawat tanpa sengaja menusuk dirinya sendiri dengan jarum suntik yang
sebelumnya masuk ke dalam jaringan tubuh pasien, perawat berisiko terjangkit
sekurang-kurangnya dua patogen potensial. Dua patogen yaitu hepatitis B (HBV)
dan menyebabkan masalah ialah virus Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Selain itu juga rawan adalah saat petugas kesehatan melakukan recapping
(memasukan dengan tangan jarum suntik bekas pakai pada tutupnya
sebelum dibuang) Jagger, 1992. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) memperkirakan setiap tahun terjadi 385 kasus kejadian luka akibat benda
tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga kesehatan di rumah sakit di
Amerika Serikat (Sihono, 2012). Terkadang paparan terhadap darah yang
disebabkan oleh tertusuk jarum meningkatkan risiko infeksi virus yang
ditularkan melalui darah seperti virus Hepatitis B (HBV) dengan risiko 5-40%,
virus hepatitis C (HCV) dengan risiko 3-10% dan human immune
deficiency virus (HIV) dengan risiko 0,2 – 0,5% „‟ (World Health Organisation,
2013). Berdasarkan data tercatat 8786 kasus HIV akibat tertusuk jarum suntik

3
dan resiko tertular HIV dari jarum suntik yang terkontaminasi sebesar 0,04%
Depkes RI (2010) dalam khalistiyanti (2014).
2.2. PERAN KERJASAMA TIM UNTUK KESELAMATAN PASIEN

a. Peran kerja tim untuk patient safety

Hubungan kerja yang memiliki tanggung jawab dengan penyedia layanan kesehatan lain
dalam pemberian(penyediaan)asuhan pasien(ANA,1992 dalam kozier,fundamental
keperawatan) tim kesehatan yang terdiri dari berbagai profesi seperti
dokter,perawat,psikiater,ahli giji,farmasi,pendidik di bidang kesehatan dan pekerja
social. tujuan utama dalam tim adalah memberikan pelayanan yang tepat,oleh tim
kesehatan yang tepat,di waktu yang tepat,serta di tempat yang tepat. Elemen penting
dalam kolaborasi tim kesehatan yaitu keterampilan komunikasi yang efektif,saling
menghargai, rasa percaya,dan proses pembuatan keputusan(kozier ,2010) konsep
kolaborasi tim kesehatan itu sendiri merupakan hubungan kerjasama yang kompleks
dan membutuhkan pertukaran pengetahuan yang berorientasi pada pelayanan
kesehatan untuk pasien.
b. Jenis kolaborasi Tim kesehatan
1. fully integrated major: bentuk kolaborasi yang setiap bagian dari tim memiliki
tanggung jawab dan kontribusi yang sama untuk tujuan yang sama.
2. partially integrated major: Bentuk kolaborasi yang setiap anggota dari tim
memiliki tanggung jawab yang berbeda tetapi tetap memiliki tujuan bersama.
3. Join program office : bentuk kolaborasi yang tidak memiliki tujuan bersama
tetapi memiliki hubungan pekerjaan yang menguntungkan bila dikerjakan
bersama.
4. join partnership with affiliated programming : kerja sama yang memberikan jasa
dan umumnya tidak men$ari keuntungan antara satu dan lainnya
5. join partnership for issue advocacy : bentuk kolaborasi yang memiliki misi jangka
panjang tapi dengan tujuan jangka pendek,namun tidak harus membentuk tim
yang baru

c. Pengtinnya kolaborasi tim kesehatan dan patient safety

4
kolaborasi sangatlah penting karena masing-masing tenaga kesehatan memiliki
pengetahuan,keterampilan,kemampuan,keahlian,dan pengelaman yang berbeda.
Dalam kolaborasi tim kesehatan ,mempunyai tujuan yang sama yaitu sebuah
keselamatan untuk pasien. selain itu ,kolaborasi tim kesehatan ini dapat meningkatkan
performa di berbagai aspek yang berkaitan dengan sistem pelayan kesehatan. Semua
tenaga kesehatan dituntut untuk memiliki kualifikasi baik pada bidangnya masing-
masing sehingga dapat mengurangi fakor kesalahan manusia dalam memberikan
pelayanan kesehatan.

d. Kolaborasi penting bagi terlaksananya patient safety


1. pelayanan kesehatan tidak mungkin dilakukan oleh 1 tenaga medis.
2. peningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan.
3. Dapat mengevaluasi kesalahan yang pernah dilakukan agar tidak terulang.
4. Dapat meminimalisirkan kesalahan
5. Pasien akan dapat berdiskusi dan berkomunikasi dengan baik, untuk dapat
menyampaikan keiinginannya.

e. Manfafat kolaborasi tim kesehatan


1. Kemampuan dari pelayanan keehatan yang berbeda dapat terintgrasi
sehingga mampu terbentuk tim yang fungsional
2. Kualitas pelayanan meningkat sehingga masyarakat mudah menjangkau
pelayanan kesehatan.
3. Bagi tim medis saling berbagi peetahuan dari pfofesi kesehatan lainnya dan
menciptakan kerja sama tim yang kompak.
4. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik professional.
5. Memaksimalkan produktivitas serta effectivitas dan efisiensi sumber daya.
6. Meningkatkan kepuasan profesionalisme, loyalitas, dan kepuassaan kerja.
7. Peningktan akses ke berbagai pelayanan kesehatan.
8. Meningktkan efektivitas dan efesiensi pelayanan kesehatan.

5
9. Memberikan kejelasan peran dalam berinteraksi antar tenaga kesehatan
professional sehingga saling menghormati dan bekerja sama.
10. Untuk tim kesehatan memilikim pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman.

Hasil penelitian dari Bunga Fajar Sari (2010) dengan penelitiannya berjudul
“Bentuk Kerjasama Dalam Interaksi Sosial Waria” adalah subyek sebagai kaum yang
minoritas mampu menjalankan berbagai macam bentuk kerjasama dalam berinterkasi
dengan lingkungannya dimana mereka tinggal. Kerjasama yang biasanya mereka lakukan
seperti melakukan gotongroyong, sehingga tujuan yang diinginkan dapat terlasakan
dengan baik sekalipun mereka kaum minoritas tetapi karena memiliki interaksi yang
baik, maka tidak terjadi diskriminasi.

Hasil Penelitian Noor Ariyani (2017) yang berjudul “Komunikasi Efektif Dalam
Praktek Kolaborasi Interprofesi Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan “
adalah komunikasi efektf dalam interprofesi Collaboration Practice sebagai upaya
meningkatkan kualitas pelayanan. Komunikasi yang efektif perlu ditekankan di semua
program perawatan kesehatan profesional untuk menjamin kepuasan pasien.

f. Peran Kolaborasi Perawat dalam Pelaksanaan Farmakologi

Farmakologi dalam prospek pengorganisasian tindakan kolaboratif hendaknya


terlebih dahulu dapat dipahami pengertian farmakologi itu sendiri oleh seorang
perawat. Tujuan pengorganisasian farmakologi adalah agar dokter danperawat
dapat memiliki dan menggunakan obat secara rasional dengan memperhatikan
kemanjuran dan keamanannya. Perawat bertanggung jawab dalam pemberian obat-
obatan yang aman. Perawat harus mengetahui semua komponen dari perintah
pemberian obat dan mempertanyakan perintah tersebut jika tidak lengkap atau
tidak jelas atau dosis yang diberikan diluar batas yang direkomendasikan. Secara
hukum perawat bertanggung jawab jika mereka memberikan obat yang diresepkan
dan dosisnya tidak benar atau obat tersebut merupakan kontraindikasi bagi status
kesehatan klien sekali obat telah diberikan, perawat bertanggung jawab pada efek
obat yang di duga bakal terjadi. Buku – buku referensi obat seperti ; Daftar Obat
Indonesia (DOI), Physicians, Desk reference (PDR), dan sumber daya manusia,

6
seperti ahli farmasi, harus dimanfaatkan perawat jika mersa tidak jelas mengenai
reaksi terapeutik yang diharapkan, kontraindikasi, dosis, efek samping yang mungkin
terjadi, atau reaksi yang merugikan dari pengobatan, (Kee and Hayes, 1996).
Pemberian obat menjadi salah satu tugas kolaboratif perawat yang paling penting,
karena :

a. Perawat merupakan mata rantai terkhir dalam proses pemberian obat

pada pasien.

b. Perawat bertanggung jawab bahwa obat sudah diberikan dan memastikan

bahwa obat itu benar di minum oleh pasien.

c. Perawat yang paling tahu tentang kebutuhan dan respon pasien terhadap

pengobatan. Misalnya : pasien sukar menelan, muntah atau tidak dapat

minum obat tertentu.

d. Perawat hampir 24 jam waktunya disediakan untuk memenuhi kebutuhan

pasien.

g. Prinsip – prinsip pemberian obat

Perawat harus terampil dan tepat saat memberikan obat, tidak sekedar memberikan pil
untuk di minum atau oral atau injeksi obat melalui pembuluh darah (parenteral), namun
juga mengobservasi respon klien terhadap pembeian obat tersebut. Pengetahuan
tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting oleh perawat. Perawat memiliki
peran yang utama dalam meningkatkan dan mempertahankan kesehatan klien dengan
mendorong klien untuk lebih proaktif jika membutuhkan pengobatan. Perawat berusaha
membantu klien dalam membangun pengertian yang benar dan jelas tentang
pengobatan, mengkonsultasikan setiap obat yag dipesankan dan turut serta
bertanggung jawab dalam pengambila keputusan tentang pengobatan bersama dengan
tenaga kesehatan lain. Perawat dalam memberikan obat juga harus memperhatikan

7
resep obat yang di berikan harus tepat, hitungan yang tepat pada dosis yang diberikan
sesuai resep dan selalu menggunakan prinsip 12 benar yaitu :

1. Benar klien

Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien, dan meminta
menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab dengan nama
sembarang atau tidak berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap
klien pada setiap kali pengobatan. Pada keadaan gelang identifikasi hilang, perawat
harus memastikan identitas klien dan meminta klien menyebutkan namanya sendiri.
Beberapa klien akan menjawab dengan nama sembarang atau tidak berespon, maka
gelangidentifikasi harus diperiksa pada setiap klien pada setiap kali pengobatan.Pada
keadaan gelang identifikasi hilang, perawat harus memastikan identitas klien sebelum
setiap obat diberikan. Dalam keadaan dimana klien tidak memakai gelang identifikasi
( sekolah, kesehatan kerja, atau klinik berobat jalan), perawat juga bertanggung jawab
untuk secara tepat mengidentifikasi setiap orang pada saat memberikan pengobatan.

2. Benar obat

a. Klien dapat menerima obat yang telah diresepkan oleh seorang

dokter, dokter gigi, atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin

praktik dengan wewenang dari pemerintah. Pemerintah melalui telepon

untuk pengobatan harus ditanda tangani oleh dokter yang perintah pengobatan
mungkin dirasakan menelepon dalam waktu 24 jam komponen

dari perintah pengobatan adalah :

1. Tanggal dan saat perintah di tulis,


2. Nama obat
3. Dosis obat
4. Rute pemberian obat
5. Frekuensi pemberian, dan
6. Tanda tangan dokter atau pemberian asuhan kesehatan.

8
Meskipun merupakan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang
tepat, tetapi jika salah satu komponen, tidak ada atau perintah pengobatan tidak
lengkap, maka obat tidak boleh diberikan dan harus segera menghubungi dokter
tersebut untuk mengklarifikasi (Kee and Hayes, 1996).

b. Perawat bertanggung jawab untuk mengikuti perintah yang tepat.

c. Perawat harus menghindari kesalahan yaitu dengan membaca label obat

minimal 3x :

1. Pada saat melihat botol atau kemasan obat


2. Sebelum menuang atau mengisap obat
3. Setelah menuang atau mengisap obat

Memeriksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah. Mengetahui alasan


mengapa klien menerima obat tersebut. Memberikan obat-obatan tanda : nama obat,
tanggal kadaluarsa.

3. Benar Dosis Obat

1. Dosis yang diberikan klien sesuai dengan kondisi klien.


2. Dosis yang diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang
bersangkutan.
3. Perawat harus teliti dalam menghitung secara akurat jumlah akurat dosis

yang akan diberikan, dengan mempertimbangan hal-hal sebagai berikut : tersedianya


obat dan dosis obat yang diresepkan atau diminta, petimbangan berat badan klien
(mg/KgBB/hari), jika ragu-ragu dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh
perawat lain. Melihat batas yang direkomendasikan bagi dosis obat tersebut.

4. Benar Waktu Pemberian

Pemberian obat harus sesuai dengan aktu yang telah ditetapkan.

1. Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harusdiberikan.
Dosis obat harian diberikan pada waktu sehingga kadar obat dalam plasma

9
dapat dipertahankan. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan
beberapa kali sehari pada selang waktu tertentu.
2. Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t1/2). Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari, dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan bebeapa kali sehari pada selang waktu
tertentu.
3. Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan
atau besamaan.
4. Memberikan obat seperti kalium da aspirin yang dapat mengiritasi mukosa
lambung bersama-sama dengan makanan.
5. Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah
dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang
merupakan kotraindikasi pemeriksaan obat

5. Benar Cara Pemberian

1. Memperhatikan proses absorbsi obat dalam tubuh harus tepat dan memadai.
2. Memperhatikan kemampuan klien dalam menelan sebelum memberikan obat-
obat peroral.
3. Menggunakan teknik aseptik sewaktu memberikan obat melalui rute parenteral.
4. Memberikan obat pada tempat yang sesuai dan tetap bersama dengan klien
sampai obat oral telah ditelan.

6. Benar Dokumentasikan

Pemberian obat sesuai dengan standar yang berlaku di rumah sakit. Dan selalu
mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan klien terhadap
pengobatan.

7. Benar Pendidikan Kesehatan Perihal Medikasi Klien

Perawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pendidikan

kesehatan pada pasien, keluarga, dan masyarakat luas terutama yang berkaitan dengan
obat seperti manfaat obat secara umum, penggunaan obat yang baik dan benar, alasan

10
terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh, hasil yang diharapkan setelah pemberian
obat, efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat, interaksi obat dengan obat dan
obat dengan makanan, perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan
aktivitas seharihari selamat sakit dan sebagainya.

8. Benar Hak Klien untuk Menolak

Klien berhak untuk menolak dalam pemberian obat. Perawat harus

memberikan inform consent dalam pemberian obat.

9. Benar Pengkajian

Perawat selalu memeriksa ttv sebelum pemberian.

10. Benar Evaluasi

Perawat selalu melihat atau membantu efek kerja dari obat setelah

pemberiannya.

11. Benar Reaksi Terhadap Makanan

Obat memiliki efektivitas jika diberikan pada waktu yang tepat.

Jiak obat itu harus diminum sebelum makan (antecimun atau a.c) untuk memperoleh
kadar yang diperlukan harus beri satu jam sebelum makan misalnya tetrasiklin dan
sebaiknya ada obat hars diminum setelah makan misalnya indometasin.

12. Benar Reaksi Terhadap Obat Lain

Pada penggunaan obat seperti clhorampenicol diberikan dengan omeprazol


penggunaan pada penyakit kronis.

h. Implikasi Keperawatan Dalam Farmakologi

Implikasi keperawatan dalam farmakologi mencakup hal-hal yang

berkaitan dengan proses keperawatan antara lain pengkajian, perencanaan,


pelaksanaan dan evaluasi.

11
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam pengelolaan farmakologi :

a. Keadaan pasien/identifikasi pasien.

1. Usia : bayi, anak-anak, dewasa dan lansia


2. Reaksi : bagaimana reaksi pasien setelah minum obat.
3. Pola kebiasaan : kebiasaan pasien pada waktu minum obat, misalnya
4. dengan memakai air minum, pisang dan lain-lain.
5. Persepsi pasien tentang obat : khasiat obat, sugesti terhadap pasien.

b. Keadaan obat / identifikasi obat

1. Dosis obat sesuai umur pasien


2. Bentuk obat pakai padat, cair suspensi
3. Penggunaan obat : oral, sub-lingual, ditelan atau di kunyah.

c. Efek samping obat (side effect)

d. Etiket

1. Obat luar atau atau obat dalam (obat dalam di beri etiket putih, obat luar diberi
etiket biru).
2. Tanggal/bulan/tahun kadarluasa obat.
3. Jenis obat ( sedative, antihistamine, antibiotik, deuresis,dll)

e. Keadaan pasien

Hal yang perlu dikaji adalah apakah pasien sedang menjalani terapi

khusus :

1. Penderita TBC aktif


2. Penderita kusta aktif
3. Penderita epilepsi
4. Penderita malnutrisi

f. Ada tidaknya riwayat alergi obat

12
Bila mana ada pasien yang tidak tahan akan jenis obat tertentu maka harus
ditulis dengan jelas pada status pasien dengan tinta merah, agar dokter dapat memilih
obat lain yang lebih aman .

3. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kolaborasi

pemberian obat

a) Perawat yang membagi obat harus bekerja dengan penuh konsentrasi dan

tenang.

b) Setelah mengecek perintah pengobatan, bacalah tabel tiga kali ketika

mempersiapkan obat:

1. Saat mengambil obat


2. Saat membuka/ menuang atau mencampur
3. Saat mengembalikan

c) Obat yang sudah lama, lebih-lebih yang sudah hilang etiketnya atau tidak

jelas jangan dipakai.

d) Cara pemberian obat harus memperhatikan prinsip 12 benar.

e) Perhatikan pasien waktu minum obat, jangan meninggalkan obat diatas

meja.

f) Jangan sekali-kali memberikan obat-obatan yang telah disiapkan orang

lain, kecuali jelas di tugaskan kepada kita.

g) Perhatikan reaksi pasien setelah minum obat.

h) Mencatat atau membu buhkan paraf pada waktu atau pada status pasien

setelah memberikan obat.

i) Obat-obatan harus di simpan sesuai dengan syarat-syarat pnyimpanan

13
masing-masing obat, misalnya : lemari es, tempat yang sejuk, gelap dan

lain-lain.

j) Obat-obat yang di beli sendiri ole pasien harus di simpan dalam lemari

obat pada tempat khusus, dengan etiket nama yang jelas.

k) Menuangkan obat-obatan cair, jangan pada sisi yang ada etiketnya dan

sejajar dengan mata.

l) Setiap kali selesai mengambil obbat, tempat obat di tutup kembali.

m) Bila terjadi kesalahan dalam memberikan obat segera dilaporkan kepada

yang bertanggung jawab.

n) Usahakan agar tangan selalu bersih, ketika akan memberikan obat-obatan

Peran dan tanggung jawab perawat sehubungan dengan pemberian

obat :

a. Perawat harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai

mengenai obat

b. Mendukung keefektivitasan obat.

c. Mengobservasi efek samping dan alergi obat

d. Menyimpan, menyiapkan dan administrasi obat

e. Melakukan pendidikan kesehatan tentang obat

f. Perawatan, pemeliharaan dan pemberian banyak obat-obatan merupakan

tanggung jawab besar bagi perawat.

Kesalahan dapat terjadi pada instruksi, pembagian, penamaan dan


penginterprestasian instruksi sesuai dengan penatalaksanaan obat. Obat harus tidak

14
diberikan perawat tanpa membawa resep tertulis kecuali pada saat kegawatan.
Tanggung jawab ini hanya bisa dilimpahkan dengan persetujuan dari petugas yang
memiliki wewenang.

2.3 Transisi Pasien dan Alur Pelaporan


Salah satu tujuan penting dari penerapan sistem keselamatan pasien di
rumah sakit ada- lah mencegah dan mengurangi terjadinya Incident Keselamatan
Pasien (IKP) , bahwa dalam pelayanan kesehatan IKP merupakan kejadian atau
situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera yang
seharusnya tidak terjadi. IKP ini meliputi kejadian tidak diharapkan (KTD),
kejadian nyaris cidera (KNC), kejadian potensial cidera (KPC),kejadian centinel
(KKPRS 2007).
Sejak dahulu kala, ada batas yang tidak jelas antara tindakan yang
termasuk bidang medis yang harus dilakukan oleh profesi kedokteran dan
tindakan yang termasuk wewenang profesi perawat.Terdapat suatu wilayah
bidang yang dilakuka oleh para perawat yang sebenarnya termasuk bidang medis.
Dilihat dari segi perawatan, tampak ada bidang yang saling tumpang tindih. Dasar
hukum pendelegasian ini diberikan dalam suatu arrest hoge raad tanggal 4
November1952 dimana dikatakan bahwa orang yang belum pernah menjadi
dokter (dimaksudkan semi arts) dapat melakukan tindakan kedokteran di bawah
pengawasan. Ketentuan ini diberlakukan juga pada perawat ini disebut juga
perpanjangan lengan dokter atau teori verlengde arm van de arts. Syarat yang
harus dipenuhi untuk delegasi tindakan medis sebagai berikut :
1. Penegakan diagnosis, pemberian atau penentuan terapi serta
penentuan indikasi, harus diputuskan dokter itu sendiri, tidak dapat
didelegasikan.
2. Delegasi tindakan medis itu hanya dibolehkan jika dokter tersebut
sudah sangat yakin bahwa perawat yang menerima delegasi itu sudah
mampu untuk melakukannya dengan baik.
3. Pendelegasian itu harus dilakukan secara tertulis termasuk instruksi
yang jelas tentang pelaksanaannya bagaimana harus bertindak jika
timbul komplikasi dan sebagainya.
4. Harus ada bimbingan atau pengawasan medik pada pelaksanaanya.
Pengawasan tersebut tergantung kepada tindakan yang dilakukan,
Apakah dokter itu harus berada di tempat itu ataukah ia dapat
dipanggil dan dalam waktu singkat berada di tempat.

15
5. Orang yang didelegasikan itu berhak untuk menolak apabila ia
merasa tidak mampu untuk melakukan tindakan medis tersebut
(Leenen).
Dalam praktik, seorang perawat haru membangun relasi dengan pasien
sebagai berikut :
 mengumpulkan data (riwayat kesehatan, dan pemeriksaan fisik
dengan hasil laboratorium atau citra medis).
 menganalisis data.
 membuat rencana perawatan (tes yang harus dijalani berikutnya,
terapi, rujukan).
 merawat pasien.
 memantau, dan menilai jalannya perawatan, dan dapat mengubah
perawatan bila diperlukan.
Semua yang dilakukan perawat harus tercatat dalam sebuah rekam medis,
yang merupakan dokumen yang berkedudukan dalam hukum.
Perawatberkewajiban memberikan informa si yang cukup kepada pasien
memainkan peranan yang penting agar pihak pasien dapat memberikan
putusan persetujuan yang tepat dan nyata ( real consent ). Jika perawat
mengetahui dan mengaplikasikan dengan benar konsep patient safety, perawat
akan sebisa mungkin meminimalisir kesalahan atau mencegah terjadinya kejadian
yang tidak diharapkan. Perawat seharusnya menerapkan prinsip 6 benar dalam
pemberian obat, sebagai berikut :
1. Tepat Obat : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
menanyakan ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan pasien
sebelum dan setelah memberikan obat, mengecek label obat, mengetahui
reaksi obat, mengetahui efek samping obat, hanya memberikan obat yang
didiapkan diri sendiri.
2. Tepat dosis : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
hasil hitungan dosis dengan perawat lain, mencampur/mengoplos
obat.
3. Tepat waktu : mengecek program terapi pengobatan dari dokter, mengecek
tanggal kadarluarsa obat, memberikan obat dalam rentang 30 menit.

16
4. Tepat pasien : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama pasien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
pasien
pada papan/kardeks di tempat tidur pasien.
5. Tepat cara pemberian : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek cara pemberian pada label/kemasan obat.
6. Tepat dokumentasi : mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mencatat nama pasien, nama obat, dosis, cara, dan waktu pemberian obat
(Kozier, B. Erb, G. & Blais, K. (1997)8.
 ALUR PELAPORAN
Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu
caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan sistem analisis.
Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua orang dalam
organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang dapat terjadi
kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk memonitor upaya
pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga diharapkan dapat mendorong
dilakukannya investigasi selanjutnya. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim
Keselamatan Pasien di
RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib
segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak /
akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada
Atasan langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda
laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan
langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan
Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/ Instalasi/ Departemen / Unit).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut :

17
 Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 1 minggu.
 Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu
maksimal 2 minggu
 Grade kuning : Investigasi komprehensif/Analisis akar
masalah/RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
 Grade merah : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah /
RCA oleh Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi
dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
(RCA) dengan melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis
akar masalah / Root Cause Analysis (RCA).
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk /
"Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada
Direksi.
11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan balik
kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di Rumah
Sakit.
12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing – masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.
Tabel 1.
Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity

18
Tabel 2
Penilaian Probabilitas / Frekuensi

Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel


Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands
risiko.
 SKOR RISIKO

SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas

Cara menghitung skor risiko : Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks
grading risiko (tabel 3) :
1) Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2) Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,

19
3) Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan
dampak.
 SKOR RISIKO
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat
warna yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan
menentukanInvestigasi yang akan dilakukan : (tabel 3)
 Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
 Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RC

WARNA BANDS : HASIL PERTEMUAN ANTARA NILAI


DAMPAK YANG DIURUT KEBAWAH DAN NILAI
PROBABILITAS YANG DIURUT
KE SAMPING KANAN

Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti
ini di RS X terjadi pada 2 tahun yang lalu.
Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena pasien meninggal
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu
Skoring risiko : 5 x 3 = 15 Warna Bands : Merah (ekstrim)
Tabel 3
Matriks Grading Risiko

20
Tabel 4
Tindakan sesuai Tingkat dan bands risiko

Formulir Laporan Insiden terdiri dari dua macam :


a) Formulir Laporan Internal Insiden Keselamatan pasien Adalah Formulir
Laporan yang dilaporkan ke Tim KP di RS dalam waktu maksimal 2 x 24
jam / akhir jam kerja / shift. Laporan berisi : data pasien, rincian kejadian,
tindakan yang dilakukan saat terjadi insiden, akibat insiden, pelapor dan
penilaian grading.
b) Formulir Laporan Eksternal insiden Keselamatan Pasien Adalah Formulir
Laporan yang dilaporkan ke KKPRS setelah dilakukan analisis dan
investigasi.

21
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

3.2. Saran

22
DAFTAR PUSTAKA

Rospita A Siregar. 2016. Hubungan Perawat dan Pasien: Implementasi Standar

Keselamatan Pasien. Jurnal Hukum. Vol 2 (1).

Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident

Report). 2015. Jakarta: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit

(KKPRS).

Ida Ayu Desy U.P, Gede Sri Darma. 2018. Kerja Sama Tim Perawat dalam

Meningkatkan Keselamatan Pasien Berbasis Tri Hita Karana. Jurnal

Manajemen Bisnis. Vol 15 (2).

Kozier dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan

Praktik. Ed 7. Jakarta: EGC.

Lestari Siti. 2016. Farmakologi dalam Keperawatan. Modul Bahan Ajar Cetak

Keperawatan.

Cheisy M Pangalila, dkk. 2017. Hubungan Antara Beban Kerja dengan Cedera

Tertusuk Jarum Suntik pada Perawat di Rumah Sakit GMIM Kalooran

Amurang. Vol 6 (4).

23

Anda mungkin juga menyukai