Makalah Akep Dimensia Pada Lansia
Makalah Akep Dimensia Pada Lansia
Oleh Kelompok 5:
PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TA 2020/2021
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ilmu dasar keperawatan
2 ini yang berjudul ”Askep dimensia pada lansia” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Pada kesempatan ini juga kami berterima kasih atas bimbingan dan masukan dari semua
pihak yang telah memberi kami bantuan wawasan untuk dapat menyelesaikan makalah ini
baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Kami menyadari isi makalah ini masih jauh dari kategori sempurna, baik dari segi
kalimat, isi maupun dalam penyusunan. oleh karen itu, kritik dan saran yang membangun dari
dosen mata kuliah yang bersangkutan dan rekan-rekan semuanya, sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini dan makalah-makalah selanjutnya.Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG………………………………………………………….. 1
B.RUMUSAN MASALAH…………………………………………………………. 2
C.TUJUAN DAN MANFAAT……………………………………………………… 2
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DEMENSIA……………………………………………………….. 3
B.ETIOLOGI DEMENSIA……………………………………………………………… 5
C. KLASIFIKASI………………………………………………………………………… 6
D. PATOFISIOLOGI…………………………………………………………………… 8
Pathway demensia……………………………………………………………. 10
E.GEJALA KLINIS……………………………………………………………………… 12
F.DIAGNOSIS…………………………………………………………………………... 14
G. PENATALAKSANAAN…………………………………………………………….. 16
H. PENCEGAHAN DEMENSIA………………………………………………………. 18
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN……………………………………………………………………….. 63
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 65
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1
B . RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, adapun permasalahan yang hendak
kelompok kemukakan dalam penulisan makalah ini, yaitu mengenai bagaimana
gambaran klinis dari polisitemia serta bagaimana proses asuhan keperawatan pada klien
dengan demensia ?
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer,
L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia
bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang disebabkan
beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan
tingkah laku.
Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan
kerusakan fungsi kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi
aktivitas social dan okupasi yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
(Mickey Stanley, 2006)
Demensia tipe alzhimer adalah proses degenerative yang terjadi pertama-tama
pada sel yang terletak pada dasar otak depan yang mengirim informasi ke korteks
serebral dan hipokampus. Sel yang terpengaruh pertama kali kehilangan
kemampuannya untuk mengeluarkan asetilkolin lalu terjadi degenerasi. Jika
degenerasi ini mulai berlangsung, dewasa ini tidak ada tindakan yang dapat dilakukan
untuk menghidupkan kembali sel-sel atau menggantikannya.(Kushariyadi, 2010)
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas
bila mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai
latarbelakang pendidikan mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang
rawatan untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh
diperolehi.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
3
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya
sel-sel otak. Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia
diatas 60 tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang
normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan
penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi. Lupa pada usia lanjut bukan merupakan pertanda dari demensia maupun
penyakit Alzheimer stadium awal. Demensia merupakan penurunan kemampuan
mental yang lebih serius, yang makin lama makin parah. Pada penuaan normal,
seseorang bisa lupa akan hal-hal yang detil; tetapi penderita demensia bisa lupa akan
keseluruhan peristiwa yang baru saja terjadi.
B. Etiologi Demensia
Disebutkan dalam sebuah literatur bahwa penyakit yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala demensia ada sejumlah tujuh puluh lima. Beberapa penyakit dapat
disembuhkan sementara sebagian besar tidak dapat disembuhkan (Mace, N.L. &
Rabins, P.V. 2006). Sebagian besar peneliti dalam risetnya sepakat bahwa penyebab
utama dari gejala demensia adalah penyakit Alzheimer, penyakit vascular (pembuluh
darah), demensia Lewy body, demensia frontotemporal dan sepuluh persen
diantaranya disebabkan oleh penyakit lain.
Lima puluh sampai enam puluh persen penyebab demensia adalah penyakit
Alzheimer. Alzhaimer adalah kondisi dimana sel syaraf pada otak mati sehingga
membuat signal dari otak tidak dapat di transmisikan sebagaimana mestinya
(Grayson, C. 2004). Penderita Alzheimer mengalami gangguan memori, kemampuan
membuat keputusan dan juga penurunan proses berpikir
Untuk demensia tipe Alzheimer ada beberapa penyebab yang telah dihipotesa
adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi
udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament predisposisi
heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal,
kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi
kongnitif dengan penurunan daya ingat secara progresif. Adanya defisiensi faktor
pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam kematian selektif neuron.
4
Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya
peningkatan kalsium intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi
radikal bebas atau terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit
Alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan
bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.
Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat berperan dalam
kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut mengalami degenerasi yang
diakibatkan oleh adanya peningkatan calcium intraseluler, kegagalan metabolisme
energi, adanya formasi radikal bebas atau terdapatnya produksi protein abnormal yang
non spesifik. Penyakit alzheimer adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian
telah membuktikan bahwa peran faktor genetika, tetapi beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat,
dimana faktor lingkungan hanya sebagai pencetus factor genetika.
Beberapa factor lain yang menyebabkan alzeimer :
Faktor genetic
Faktor infeksi
Faktor lingkungan
Faktor imunologis
Faktor trauma
Faktor neurotransmitter
C. Klasifikasi
5
Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),
Kehilangan inisiatif.
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan Alzheimer
tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti :
Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada lansia,
sehingga perlu dibedakan dengan demensi Alzheimer.
Menurut Umur:
6
Menurut perjalanan penyakit:
1. Reversibel
2. Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, vit B
Defisiensi, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb.
Menurut kerusakan struktur otak
1. Tipe Alzheimer
2. Tipe non-Alzheimer
3. Demensia vaskular
4. Demensia Jisim Lewy (Lewy Body dementia)
5. Demensia Lobus frontal-temporal
6. Demensia terkait dengan SIDA(HIV-AIDS)
7. Morbus Parkinson
8. Morbus Huntington
9. Morbus Pick
10.Morbus Jakob-Creutzfeldt
11.Sindrom Gerstmann-Sträussler-Scheinker
12.Prion disease
13.Palsi Supranuklear progresif
14.Multiple sklerosis
15.Neurosifilis
16. Menurut sifat klinis:
17. Demensia proprius
18. Pseudo-demensia
D. Patofisiologi
Terdapat beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai
pada penyakit Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron
yang tidak berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran otak.
Secara maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat
neuron korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural) dan
biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri khas lesi yang
7
pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson dan atau dendrit.
Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris yaitu struktur intraselular
yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri dari protein “tau”. Dalam SSP,
protein tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara kimia
menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada mikrotubulus
secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke filament heliks ganda
yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan kolapsnya system transport
internal, hubungan interseluler adalah yang pertama kali tidak berfungsi dan akhirnya
diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan berkembangnya neuron
yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta)
yang terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.
A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya A-beta,
fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut. Gumpalan
tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya membentuk fibril –
fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut, dan diyakini beracun bagi
neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan radikal bebas
sehingga menggagu hubungan intraseluler dan menurunkan respon pembuluh darah
sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD. Secara
neurokimia kelainan pada otak
8
Pathway demensia
Pembentukan β-amyloid
9
Perubahan kesejahteraan psikososial, kewaspadaan Perubahan kesehatan atau pemeliharaan
ps thd kesalahan persepsi pada reaksi klg kesehatan , penatalaksanaan
pemeliharaan rumah
10
E. Gejala Klinis
11
mengendalikan buang air besar/ kecil, kegiatan sehari-hari membutuhkan bantuan
ornag lain, kematian terjadi akibat infeksi atau trauma.
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia adalah adanya perubahan
kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi aktivitas sehari-hari.. Penderita
yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah Lansia dengan usia enam puluh lima tahun
keatas. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala yang menonjol pada
tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya mengalami proses penuaan
dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh penderita itu sendiri, mereka sulit
mengingat nama cucu mereka atau lupa meletakkan suatu barang.
Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan meyakinkan diri sendiri
bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan berikutnya mulai
dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama, mereka merasa khawatir
terhadap penurunan daya ingat yang semakin menjadi, namun sekali lagi keluarga
merasa bahwa mungkin Lansia kelelahan dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka
belum mencurigai adanya sebuah masalah besar di balik penurunan daya ingat yang
dialami oleh orang tua mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada Lansia,
mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi seperti ini dapat
saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan memperparah kondisi
Lansia. Pada saat ini mungkin saja Lansia menjadi sangat ketakutan bahkan sampai
berhalusinasi. Di sinilah keluarga membawa Lansia penderita demensia ke rumah
sakit di mana demensia bukanlah menjadi hal utama fokus pemeriksaan.
Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan tidak terkaji oleh tim kesehatan.
Tidak semua tenaga kesehatan memiliki kemampuan untuk dapat mengkaji dan
mengenali gejala demensia. Mengkaji dan mendiagnosa demensia bukanlah hal yang
mudah dan cepat, perlu waktu yang panjang sebelum memastikan seseorang positif
menderita demensia. Setidaknya ada lima jenis pemeriksaan penting yang harus
dilakukan, mulai dari pengkajian latar belakang individu, pemeriksaan fisik,
pengkajian syaraf, pengkajian status mental dan sebagai penunjang perlu dilakukan
juga tes laboratorium.
Pada tahap lanjut demensia memunculkan perubahan tingkah laku yang semakin
mengkhawatirkan, sehingga perlu sekali bagi keluarga memahami dengan baik
perubahan tingkah laku yang dialami oleh Lansia penderita demensia. Pemahaman
12
perubahan tingkah laku pada demensia dapat memunculkan sikap empati yang sangat
dibutuhkan oleh para anggota keluarga yang harus dengan sabar merawat mereka.
Perubahan tingkah laku (Behavioral symptom) yang dapat terjadi pada Lansia
penderita demensia di antaranya adalah delusi, halusinasi, depresi, kerusakan fungsi
tubuh, cemas, disorientasi spasial, ketidakmampuan melakukan tindakan yang berarti,
tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri, melawan, marah, agitasi,
apatis, dan kabur dari tempat tinggal (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E. 1998).
F. Diagnosis
Diagnosis difokuskan pada hal-hal berikut ini:
Pembedaan antara delirium dan demensia
Bagian otak yang terkena
Penyebab yang potensial reversibel
Perlu pembedaan dan depresi (ini bisa diobati relatif mudah)
Pemeriksaan untuk mengingat 3 benda yg disebut
Mengelompokkan benda, hewan dan alat dengan susah payah
Pemeriksaan laboratonium, pemeriksaan EEC
Pencitraan otak amat penting CT atau MRI
Peran Keluarga
13
Keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam perawatan lansia
penderita demensia yang tinggal di rumah. Hidup bersama dengan penderita
demensia bukan hal yang mudah, tapi perlu kesiapan khusus baik secara mental
maupun lingkungan sekitar. Pada tahap awal demensia penderita dapat secara
aktif dilibatkan dalam proses perawatan dirinya. Membuat catatan kegiatan sehari-
hari dan minum obat secara teratur. Ini sangat membantu dalam menekan laju
kemunduran kognitif yang akan dialami penderita demensia.
Keluarga tidak berarti harus membantu semua kebutuhan harian Lansia,
sehingga Lansia cenderung diam dan bergantung pada lingkungan. Seluruh
anggota keluargapun diharapkan aktif dalam membantu Lansia agar dapat
seoptimal mungkin melakukan aktifitas sehari-harinya secara mandiri dengan
aman. Melakukan aktivitas sehari-hari secara rutin sebagaimana pada umumnya
Lansia tanpa demensia dapat mengurangi depresi yang dialami Lansia penderita
demensia.
Merawat penderita dengan demensia memang penuh dengan dilema,
walaupun setiap hari selama hampir 24 jam kita mengurus mereka, mungkin
mereka tidak akan pernah mengenal dan mengingat siapa kita, bahkan tidak ada
ucapan terima kasih setelah apa yang kita lakukan untuk mereka. Kesabaran
adalah sebuah tuntutan dalam merawat anggota keluarga yang menderita
demensia. Tanamkanlah dalam hati bahwa penderita demensia tidak mengetahui
apa yang terjadi pada dirinya. Merekapun berusaha dengan keras untuk melawan
gejala yang muncul akibat demensia.
Saling menguatkan sesama anggota keluarga dan selalu meluangkan waktu
untuk diri sendiri beristirahat dan bersosialisasi dengan teman-teman lain dapat
menghindarkan stress yang dapat dialami oleh anggota keluarga yang merawat
Lansia dengan demensia.
G. Penatalaksanaan
Beberapa kasus demensia dianggap dapat diobati karena jaringan otak yang
disfungsional dapat menahan kemampuan untuk pemulihan jika pengobatan
dilakukan tepat pada waktunya. Riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik,
dan tes laboratorium, termasuk pencitraan otak yang tepat, harus dilakukan segera
14
setelah diagnosis dicurigai. Jika pasien menderita akibat suatu penyebab demensia
yang dapat diobati, terapi diarahkan untuk mengobati gangguan dasar.
Pendekatan pengobatan umum pada pasien demensia adalah untuk
memberikan perawatan medis suportif, bantuan emosional untuk pasien dan
keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik, termasuk gejala
perilaku yang mengganggu. Pemeliharaan kesehatan fisik pasien, lingkungan yang
mendukung, dan pengobatan farmakologis simptomatik diindikasikan dalam
pengobatan sebagian besar jenis demensia. Pengobatan simptomatik termasuk
pemeliharaan diet gizi, latihan yang tepat, terapi rekreasi dan aktivitas, perhatian
terhadap masalah visual dan audiotoris, dan pengobatan masalah medis yang
menyertai, seperti infeksi saluran kemih, ulkus dekubitus, dan disfungsi
kardiopulmonal. Perhatian khusus karena diberikan pada pengasuh atau anggota
keluarga yang menghadapi frustasi, kesedihan, dan masalah psikologis saat mereka
merawat pasien selama periode waktu yang lama.
Jika diagnosis demensia vaskular dibuat, faktor risiko yang berperan pada
penyakit kardiovaskular harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara terapetik.
Faktor-faktor tersebut adalah hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, penyakit jantung,
diabetes dan ketergantungan alkohol. Pasien dengan merokok harus diminta untuk
berhenti, karena penghentian merokok disertai dengan perbaikan perfusi serebral
dan fungsi kognitif.
15
Defisit asetilkolin di korteks dan hipokampus pada demensia Alzheimer dan
hipotesis tentang sebab dan hubungannya dengan memori mendorong peneliti
untuk mengarahkan perhatiannya pada neurotransmitter. Pemberian prekursor,
cholinedan lecithin merupakan salah satu pilihan dan memberi hasil lumayan,
namun demikian tidak memperlihatkan hal yang istimewa. Dengancholine ada
sedikit perbaikan terutama dalam fungsi verbal dan visual. Denganlecith in
hasilnya cenderung negatif, walaupun dengan dosis yang berlebih sehingga kadar
dalam serum mencapai 120 persen dan dalam cairan serebrospinal naik sampai 58
persen.
c. Neuropeptide, vasopressin dan ACTH
Pemberian neuropetida, vasopressin dan ACTH perlu memperoleh
perhatian. Neuropeptida dapat memperbaiki daya ingat semantik yang berkaitan
dengan informasi dan kata-kata. Pada lansia tanpa gangguan psiko-organik,
pemberian ACTH dapat memperbaiki daya konsentrasi dan memperbaiki keadaan
umum.
d. Nootropic agents
Dari golongan nootropic substances ada dua jenis obat yang sering
digunakan dalam terapi demensia, ialahnicer goline dan co-dergocrine mesylate.
Keduanya berpengaruh terhadap katekolamin. Co-dergocrine mesylate
memperbaiki perfusi serebral dengan cara mengurangi tahanan vaskular dan
meningkatkan konsumsi oksigen otak. Obat ini memperbaiki perilaku, aktivitas,
dan mengurangi bingung, serta memperbaiki kognisi. Disisi lain,nicergoline
tampak bermanfaat untuk memperbaiki perasaan hati dan perilaku.
e. Dihydropyridine
Pada lansia dengan perubahan mikrovaskular dan neuronal, L-type calcium
channels menunjukkan pengaruh yang kuat. Lipophilic dihydropyridine bermanfaat
untuk mengatasi kerusakan susunan saraf pusat pada lansia. Nimodipin bermanfaat
untuk mengembalikan fungsi kognitif yang menurun pada lansia dan demensia
jenis Alzheimer. Nimodipin memelihara sel-sel endothelial/kondisi mikrovaskular
tanpa dampak hipotensif; dengan demikian sangat dianjurkan sebagai terapi
alternatif untuk lansia terutama yang mengidap hipertensi esensial
16
H. Pencegahan demensia
Hal yang dapat kita lakukan untuk menurunkan resiko terjadinya demensia
ataupun menunda terjadinya demensia diantaranya adalah menjaga ketajaman daya
ingat dan senantiasa mengoptimalkan fungsi otak, seperti :
1. Mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-sel otak seperti
alkohol dan zat adiktif yang berlebihan
2. Membaca buku yang merangsang otak untuk berpikir hendaknya
dilakukan setiap hari.
3. Melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita sehat dan aktif
Kegiatan rohani & memperdalam ilmu agama.
Tetap berinteraksi dengan lingkungan, berkumpul dengan
teman yang memiliki persamaan minat atau hobi
17
kacangan tertentu dapat memiliki efek perlindungan dan menurunkan
resiko terkena demensia.
9. Dapatkan vaksinasi. Mereka yang menerima vaksinasi untuk
influenza,tetanus,difteri dan polio tampaknya secara signifikan
mengurangi resiko demensia karena memiliki efek perlindungan
terhadap berkembangnya demensia.
18
BAB III
ASKEP DIMENSIA PADA LANSIA
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat penyakit vaskuler serebral/sistemik. hipertensi, episode emboli (merupakan
factor predisposisi).
c. Integritas ego
Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi/orang khayalan, kesalahan persepsi terhadap
lingkungan, kesalahan identifikasi terhadap objek dan orang, penimbunan objek : meyakini
bahwa objek yang salah penempatannya telah dicuri. kehilangan multiple, perubahan citra
tubuh dan harga diri yang dirasakan.
Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan ( banyak alasan tidak mampu untuk melakukan
kewajiban, mungkin juga tangan membuka buku namun tanpa membacanya) , duduk dan
menonton yang lain, aktivitas pertama mungkin menumpuk benda tidak bergerak dan emosi
stabil, gerakan berulang ( melipat membuka lipatan melipat kembali kain ), menyembunyikan
barang, atau berjalan-jalan.
d. Eliminasi
Gejala: Dorongan berkemih
Tanda: Inkontinensia urine/feaces, cenderung konstipasi/ imfaksi dengan diare.
e. Makanan/cairan
19
Gejala: Riwayat episode hipoglikemia (merupakan factor predisposisi) perubahan dalam
pengecapan, nafsu makan, kehilangan berat badan, mengingkari terhadap rasa lapar/
kebutuhan untuk makan.
Tanda: Kehilangan kemampuan untuk mengunyah, menghindari/menolak makan (mungkin
mencoba untuk menyembunyikan keterampilan). dan tampak semakin kurus (tahap lanjut).
f. Hiygene
Gejala : Perlu bantuan /tergantung orang lain
Tanda : tidak mampu mempertahankan penampilan, kebiasaan personal yang kurang,
kebiasaan pembersihan buruk, lupa untuk pergi kekamar mandi, lupa langkah-langkah untuk
buang air, tidak dapat menemukan kamar mandi dan kurang berminat pada atau lupa pada
waktu makan: tergantung pada orang lain untuk memasak makanan dan menyiapkannya
dimeja, makan, menggunakan alat makan.
g. Neurosensori
Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif,
dan atau gambaran yang kabur, keluhan hipokondria tentang kelelahan, pusing atau kadang-
kadang sakit kepala. adanya keluhan dalam kemampuan kognitif, mengambil keputusan,
mengingat yang berlalu, penurunan tingkah laku ( diobservasi oleh orang terdekat).
Kehilangan sensasi propriosepsi ( posisi tubuh atau bagian tubuh dalam ruang tertentu ). dan
adanya riwayat penyakit serebral vaskuler/sistemik, emboli atau hipoksia yang berlangsung
secara periodic ( sebagai factor predisposisi ) serta aktifitas kejang ( merupakan akibat
sekunder pada kerusakan otak ).
Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia; kesulitan dalam menemukan kata- kata
yang benar ( terutama kata benda ); bertanya berulang-ulang atau percakapan dengan
substansi kata yang tidak memiliki arti; terpenggal-penggal, atau bicaranya tidak terdengar.
Kehilangan kemampuan untuk membaca dan menulis bertahap ( kehilangan keterampilan
motorik halus ).
h. Kenyamanan
Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius ( mungkin menjadi factor predisposisi
atau factor akselerasinya), trauma kecelakaan ( jatuh, luka bakar dan sebagainya).
Tanda : Ekimosis, laserasi dan rasa bermusuhan/menyerang orang lain
i. Interaksi social
Gejala : Merasa kehilangan kekuatan. factor psikososial sebelumnya; pengaruh personal dan
individu yang muncul mengubah pola tingkah laku yang muncul.
20
Tanda : Kehilangan control social,perilaku tidak tepat.
Demensia terjadi akibat kerusakan yang terjadi di dalam susunan saraf pusat terkait
dengan proses penuaan. Pada pengkajian Lansia dengan masalah demensia bisa
digolongkan dalam pengkajian sistem saraf secara umum.
Perubahan umum dari sistem saraf yang terkait dengan Proses Menua adalah sebagai
berikut:
Struktur Otak:
Kehilangan berat otak karena penuaan menyebabkan pengurangan jumlah dari neuron
dengan kehilangan area yang besar dari cortex dan cerebellum.
Atrofi dari tegangan dengan perluasan sulci dan gyri paling banyak di daerah frontal.
Dilatasi dari ventrikel karena proses menua.
Peningkatan akumulasi intrasel dari pigmen lipofuscin menyebabkan intisel
mengasumsikan posisi yang abnormal.
Perkembangan dari senile plaques atau lesi yang anatomik terkait dengan penuaan.
Fungsi Metabolik dan Fisiologik
Menurunnya konsumsi oksigen menyebabkan penurunan energi intraseluler,
penggunaan glukosa, aliran darah.
Perubahan metabolik dari kompleks sinaptik menyebabkan efek neurotransmiter
berhubungan dengan fungsi otak dengan tidur, kontrol temperatur, mood
mengakibatkan gangguan tidur, intoleransi terhadap dingin dan depresi.
Penurunan kadar norepinephrine, peningkatan kadar serotonin dan monoamin
oksidase menyebabkan perubahan dalam fungsi neurotransmiter dan depresi,
penurunan kadar dopamin menyebabkan penyakit parkinson’s.
Perubahan umum dalam sirkulasi otak menyebabkan kekacauan mental (association
retrieval, recall, memory dan kemampuan kognitif), dalam pergerakan (kekuatan
motorik, kelincahan dan ketangkasan), pada interpretasi sensory (penglihatan,
pendengaran, penciuman, peraba dan perasa), kemampuan dalam koping dengan
kejadian multipel (depresi, afek, komunikasi).
Penurunan jumlah neuron menyebabkan penurunan dalam kekuatan transmisi dari
otak ke anggota badan dan mengakibatkan perubahan ambang bekerja dari organ dan
sistem.
21
Peningkatan recovery time dari susunan saraf otonom menyebabkan pemanjangan
waktu untuk kembali ke fungsi organ awal setelah stimulasi mengakibatkan
kecemasan dan ketegangan akibat stimulasi yang berlebihan.
Penurunan dendrites pada saraf, sinap, lesi pada akson menyebabkan penurunan pada
hantaran saraf tepi dan memperlambat waktu reaksi.
Perubahan ekstra piramidal menyebabkan perubahan affect, mengurangi pergerakan
dan berkedip.
Perubahan Electroencephalographic (EEG)
Pada pembacaan menampakkan satu siklus yang lebih rendah daripada tahap lain
yang matang.
Fungsi dan Struktur Sensori
Penurunan ukuran pupil dan perubahan respon cahaya yang minimal menyebabkan
kesulitan melihat dalam gelap, pada malam hari atau adaptasi yang lambat untuk
melihat dalam gelap.
Penurunan dalam sensitivitas dari cones di retina terhadap warna menyebabkan
kesulitan dalam membedakan warna (merah dan hijau menjadi hitam).
Perubahan Pola Tidur
Tetap pada tahap I dan II untuk jangka waktu yang lama dan mungkin membutuhkan
waktu yang lama untuk tertidur.
Tahap III tetap sama, waktu tahap IV sangat berkurang atau terlewati semua dengan
penuaan, menyebabkan frekuensi bangun saat malam hari dan penurunan intensitas
dari tidur membuat lebih mudah untuk bangun dan tidak mendapatkan tidur yang
cukup.
Waktu tidur REM sebanding dengan tahap lain dari masa dewasa tetapi penuaan
mengakibatkan mimpi kurang dan pengurangan pada REM mengakibatkan mudah
terangsang, letargi dan depresi.
Pengurangan pada tahap IV menyebabkan rasa lemas, capek, cemas dan tegang.
Insomnia, sleep apnea dan tidur sebentar, meningkat dengan usia menyebabkan
gangguan pola tidur dan penyimpangan.
1. Diagnosa Keperawatan
22
1) Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis (degenerasi
neuron ireversibel) ditandai dengan hilang ingatan atau memori, hilang konsentrsi,
tidak mampu menginterpretasikan stimulasi dan menilai realitas dengan akurat.
2)Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi atau
integrasi sensori (penyakit neurologis, tidak mampu berkomunikasi, gangguan tidur,
nyeri) ditandai dengan cemas, apatis, gelisah, halusinasi.
3)Sindrom stress relokasi berhubungan dengan perubahan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari ditandai dengan kebingungan, keprihatinan, gelisah, tampak cemas,
mudah tersinggung, tingkah laku defensive, kekacauan mental, tingkah laku curiga,
dan tingkah laku agresif.
4)Perubahan pola tidur berhubungan dengan perubahan pada sensori ditandai dengan
keluhan verbal tentang kesulitan tidur, terus-menerus terjaga, tidak mampu
menentukan kebutuhan/ waktu tidur.
5)Kurang perawatan diri berhubungan dengan penurunan kognitif, frustasi atas
kehilangan kemandiriannya ditandai dengan penurunan kemampuan melakukan
perawatan diri.
6)Koping individu tidak efektif berhubungan dengan pemecahan masalah tidak
adekuat ditandai dengan cepat marah, curiga, mudah tersinggung.
7)Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan persepsi ditandai
dengan disorientasi tempat, orang dan waktu.
8)Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mudah lupa, kemunduran hobi, perubahan sensori.
9)Risiko terhadap cedera berhubungan dengan kesulitan keseimbangan, kelemahan,
otot tidak terkoordinasi, aktivitas kejang.
23
2. Intervensi
f. Panggil klien
dengan namanya
g. Gunakan suara
yang agak rendah
dan berbicara
dengan perlahan
pada klien
h. Gunakan kata-kata
pendek, kalimat
dan Ulangi
instruksi tersebut
sesuai kebutuhan
i. Berhenti sejenak di
antara
kalimat/pertanyaan.
26
Beri isyarat
tertentu, gunakan
kalimat terbuka
j. Dengarkan dengan
penuh perhatian
pembicaraan klien.
Interpretasikan
pertanyaan, arti,
dan kata. Beri kata
yang benar
k. Hindari kritikan,
argumentasi, dan
konfrontasi
negative
Kolaborasi
a. Dapat digunakan untuk mengontrol agitasi, halusinasi.
Mallril jarang digunakan karena adanya beberapa efek
samping yang bersifat ekstrapiramidal, meningkatkan
kekacauan mental; masalah penglihatan dan terutama
gangguan berdiri dan berjalan.
l. Gunakan distraksi.
b. Dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan
Bicarakan tentang
27
kejadian yang penelitian lebih lanjut.
sebenarnya saat c. Dalam penelitian merupakan cara yang dilakukan terus
klien menerus untuk menyelidiki kemanfaatan dari tiamin
mengungkapkan dosis tinggi selama fase awal penyakit untuk
ide yang salah, jika memperlambat berkembangnya gangguan/meningkatan
tidak meningkatkan keadaan kognisi secara sederhana
kecemasan
m. Hindari klien dari
aktivitas dan
komunikasi yang
dipaksakan
n. Gunakan hal yang
humoris saat
berinteraksi pada
klien
Kolaborasi
a. Antisiklotik,
seperti
haloperidol
(haldol);
tioridazin
28
(Mallril)
b. Vasodilator,
seperti
siklandelat
(Cyclospasmol)
c. Titamin
33
i. Pertahankan
keadaan tenang.
Tempatkan dalam
lingkungan tenang
yang memberikan
kesempatan untuk
“beristirahat”
34
sesaat
36
f. Berikan kesempatan
untuk tidur sejenak,
anjurkan latihan
saat siang hari,
turunkan aktivitas
mental/fisik pada
sore hari
g. Hindari penggunaan
“pengikatan” secara
terus menerus
h. Evaluasi tingkat
37
stress/orientasi
sesuai
perkembangan hari
demi hari
j. Berikan makanan
kecil sore hari, susu
hangat, mandi, dan
38
masase punggung
k. Turunkan jumlah
minuman sore.
Lakukan berkemih
sebelum tidur
l. Putarkan musik
yang lembut atau
“suara yang jernih”
39
melakukan pribadi/ komunitas kebersihan diri dan
aktivitas yang dapat berikan bantuan c.Kehilangan sensori dan penurunan fungsi bahasa
sehari-hari. memberikan bantuan. sesuai kebutuhan menyebabkan klien mengungkapkan kebutuhan perawatan
dengan perawatan diri dengan cara nonverbal, seperti terengah-engah, ingin
rambut/kuku/ kulit, berkemih dengan memegang dirinya.
bersihkan kaca d. Pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat
mata, dan gosok karena penurunan motorik dan perubahan kognitif.
gigi.
c. Perhatikan adanya e.Meningkatkan kepercayaan untuk hidup.
tanda-tanda
nonverbal yang
fisiologis.
40
e. Bantu mengenakan
pakaian yang rapi
dan indah.
6. Koping Setelah diberikan Mandiri Mandiri
individu tidak asuhan keperawatan a. Kaji perubahan dari a. Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
efektif diharapkan koping gangguan persepsi perawatan atau pemilihan intervensi.
berhubungan individu menjadi dan hubungan
dengan efektif dengan kriteria dengan derajat b.Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu
pemecahan hasil : ketidakmampuan memperlambat kemajuan penyakit. Dukungan dan sumber
masalah tidak - Mampu bantuan dapat diberikan melalui ketekunan berdoa dan
adekuat menyatakan atau b. Dukung kemampuan penekanan keluar terhadap aktivitas dengan mepertahankan
ditandai mengkomunikasika koping patisipasi aktif
dengan cepat n dengan orang c. Membantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima
marah, curiga, terdekat tentang kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengizinkan
mudah situasi dan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima
tersinggung. perubahan yang situasi baru.
sedang terjadi
- Mampu
menyatakan d.Klien Demensia sering merasa malu, apatis, tidak adekuat,
penerimaan diri bosan dan merasa sendiri. Perasaan ini dapat disebabkan
41
terhadap situasi akibat keadaan fisik yang lambat dan upaya yang besar
- Mengakui dan dibutuhkan terhadap tugas-tugas kecil. Klien dibantu dan
menggabungkan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan (seperti
perubahan ke dalam c. Pernyataan meningkatnya mobilitas)
konsep diri dengan pengakuan terhadap e. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk
cara yang akurat penolakan tubuh, mencegha waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat
tanpa haraga diri mengingatkan mengarah padda tidak adanya keinginan dari apatis. Setiap
yang negatif kembali fakta upaya dibuat untuk mendukung klien keluar darii tugas-tugas
kejadian tentang yang termasuk koping dengan kebutuhan mereka setiap hari
realitas bahwa masih dan untuk membentuk klien mandiri. Apapun yang dilakukan
dapat menggunakan hanya untuk keamanan sewaktu mencapai tujuan dengan
sisi yang sakit dan meningkatnya kemampuan koping.
belajar mengontrol f. Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu
sisi yang sehat perkembangan harga diri serta mempengaruhi proses
d. Beri dukungan rehabilitasi.
psikologis secara g.Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian
menyeluruh tentang peran individu masa mendatang.
42
Kolaborasi
a. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk
perkembangan perasaan. Kerjasama fisioterapi,
psikoterapi, terapi obat-obatan, dan dukungan partisipasi
kelompok dapat menolong mengurangi depresi yang
juga sering muncul pada kejadian ini.
e. Bentuk program
aktivitas pada
keseluruhan hari
43
f. Anjurkan orang yang
terdekat untuk
mengizinkan klien
melakukan hal-hal
untuk dirinya
semaksimal mungkin
g. Dukung perilaku
atau usaha seperti
peningkatan minat
atau partisipasi
dalam aktivitas
rehabilitasi
h. Monitor gangguan
tidur peningkatan
44
konsentrasi, letargi,
dan withdrawal
Kolaborasi
a. Rujuk pada ahli
neuropsikologi
dan konseling
bila ada indikasi
Kolaborasi
a. Kolaborasi
dengan ahli
wicara bahasa.
47
sensori. sesuai. d. Hindari makanan keseimbangan diet dan menemukan kebutuhan / makan
Ikut serta dalam yang terlalu panas yang disukai
aktifitas yang b. Pertolongan utama terhadap fungsi bowell atau BAB
mempermudah
koping adaptif. Kolaborasi :
a. Rujuk atau
konsultasikan
dengan ahli gizi
b. Pemberian
suppositoria dan
pelumas
faeces /
pencahar.
49
c. Alihkan perhatian
saat perilaku
teragitasi
d. Gunakan pakaian
sesuai dengan
lingkungan
fisik/kebutuhan
klien
51
52
3. Implementasi
(implementasi sesuai dengan intervensi)
4. Evaluasi
No
. Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Dx
1. Perubahan proses pikir berhubungan Mampu memperlihatkan
dengan perubahan fisiologis kemampuan kognitifuntuk
(degenerasi neuron ireversibel) menjalani konsekuensi kejadian
ditandai dengan hilang ingatan atau yang menegangkan terhadap emosi
memori, hilang konsentrsi, tidak dan pikiran tentang diri
mampu menginterpretasikan Mampu mengembangkan strategi
stimulasi dan menilai realitas dengan untuk mengatasi anggapan diri yang
akurat. negative
Mampu mengenali perubahan dalam
berpikir atau tingkah laku dan factor
penyebab
Mampu memperlihatkan penurunan
tingkah laku yang tidak diinginkan,
ancaman, dan kebingungan
54
beristirahat yang cukup
55
aktivitas kejang. trauma/cedera
Tidak mengalami trauma/cedera
Keluarga mengenali potensial di
lingkungan dan mengidentifikasi
tahap-tahap untuk memperbaikinya
56
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada sebagian besar demensia stadium lanjut terjadi penurunan fungsi otak yang hampir
menyeluruh. Penderita lebih menarik dirinya dan tidak mampu mengendalikan perilakunya.
Suasana hatinya sering berubah-ubah dan senang berjalan-jalan (berkelana). Pada akhirnya
penderita tidak mampu mengikuti suatu percakapan dan bisa kehilangan kemampuan
berbicara.
57
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 2003. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Lumbantobing. 2006. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta: FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta
58