Anda di halaman 1dari 16

DIET PADA KILEN

DENGAN
GANGGUAN
SALURAN
PENCERNAAN
BY: NOVITASARI TS. FUADAH, S.KEP., NERS, M,KEP
GANGGUAN SALURAN
PENCERNAAN
Gangguan saluran cerna merupakan masalah
kesehatan yang paling umum terjadi. Saluran cerna
diawali dari mulut dan berakhir di anus. Dengan
demikian gangguan saluran cerna dapat terjadi di
banyak tempat antara mulut sampai anus. Kebiasan
makan dan beberapa makanan spesifik berperan
penting sebagai penyebab, terapi dan pencegahan
sebagain besar gangguan saluran cerna. Terapi gizi
merupakan bagian integral dalam pencegahan, terapi
untuk malnutrisi dan defisiensi yang dapat
berkembang dari ganggan saluran cerna. Diet dan
modifikasi gaya hidup dapat meningkatkan kualitas
hidup pasien dengan mengurangi atau menghilangkan
02
gejala-gejala pada gangguan saluran cerna.
ANATOMI
SALURAN CERNA
Saluran cerna diawali dari mulut, rongga mulut,
esofagus, lambung, usus halus, usus besar dan
berakhir pada rektum dan anus.
PENYAKIT PADA SALURAN CERNA ATAS
1. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
GERD terjadi sebagai hasil dari refluks atau kembalinya isi gaster atau
lambung ke esofagus. Lower esophageal sphincter (LES) secara normal
berfungsi sebagai penghalang antara esofagus dan lambung. Tanda-tanda
dan gejala-gejala berhubungan dengan refluks asam lambung dan pepsin, dan
terjadi selama relaksasi LES. Gejala GERD meliputi disfagia (kesulitan menelan),
heartburn (rasa panas terbakar di esofagus) peningkatan produksi saliva, dan
bersendawa.
Terapi untuk GERD ada tiga tujuan:
1) meningkatkan kemampuan LES;
2) menurunkan keasaman lambung, sehingga menurunkan gejala;
3) meningkatkan pengosongan makanan di esofagus.
Asuhan Gizi pada GERD

Intervensi Gizi:
Tujuan terapi gizi meliputi menurunkan asam lambung dan pembatasan
makanan yang menurunkan tekanan LES. Hindari merica, kopi (baik caffeinated
dan decaffeinated), dan alkohol, karena makanan tersebut dapat menstimulasi
produksi asam lambung. Makanan dengan porsi besar cenderung
meningkatkan produksi asam lambung, memperlambat pengosongan lambung,
dan meningkatkan risiko refluks. Sebaiknya diberikan makanan porsi kecil
dengan pemberian sering. Makanan yang terindikasi secara potensial
menurunkan tekanan LES juga dihindari. Awali dengan menghindari coklat,
mint, dan makanan yang tinggi lemak. Hindari juga makanan yang terindikasi
oleh pasien mengiritasi.
Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan adalah suatu gejala yang disebabkan oleh
berbagai gangguan. Gejala tergantung dari gangguan menelan yang terjadi. Jika
masalah terjadi pada fase oral preparation, makanan dapat tersimpan di buccal
mucosa (area pipi) karena penderita tidak dapat menggerakkan bolus makanan
secara efektif dari bagian depan rongga mulut ke area faring. Gejala umum
lainnya termasuk mengeluarkan air liur, batuk, dan tersedak. Banyak penderita
mengalami kehilangan berat badan dan malnutrisi karena asupan gizi yang
inadekuat. Aspirasi atau inhalasi dari isi oropharyngeal merupakan kompllikasi
utama dari disfagia. Ini yang dapat menyebabkan aspirasi pneumonia yang
menyertai infeksi dan ini yang menjadi alasan direkomendasikannya dukungan
gizi dalam bentuk makanan enteral. Diagnosa dan terapi disfagia melibatkan
banyak anggota dari tim kesehatan, seperti dokter, perawat, terapis wicara,
dietisien, terapis fisik, dan terapis okupasi.
Intervensi Gizi Disfagia
Tujuan intervensi gizi pada pasien dengan disfagia adalah:
1) menurunkan risiko aspirasi akibat masuknya makanan ke dalam saluran
pernafasan
2) mencegah dan mengoreksi defisiensi zat gizi dan cairan.
Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dilakukan dengan memberikan
makanan:
1) Cukup energi, protein dan zat gizi lainnya. 2) Mudah dicerna dengan porsi
makanan kecil dan diberikan dengan frekuensi sering. 3) Cukup cairan. 4)
Bentuk makanan bergantung kemampuan menelan dan diberikan secara
bertahap, mulai dari makanan cair penuh atau cair kental, makanan saring,
kemudian makanan lunak.
Catatan : Makanan Cair Jernih tidak diberikan karena sering menyebabkan
tersedak atau aspirasi dengan makanan dapat secara oral atau melalui pipa.
Indigesti
Indigesti atau dispepsia, bukan suatu kondisi khusus. Sebagian besar orang
menggunakan istilah “indigesti” untuk menunjukkan sekumpulan gejala yang
meliputi nyeri abdomen, perut terasa penuh, bergas, kembung, bersendawa,
mual, atau kadang termasuk refluks gastroesofageal.

Mual dan Muntah


Nausea / mual adalah sensasi tidak nyaman yang menunjukkan adanya
keinginan untuk muntah. Muntah adalah keluarnya isi lambung.
Intervensi Gizi Nausea dan Muntah

Terapi gizi meminimalkan gejala dan ketidaknyamanan karena nausea dan


muntah. Terapi gizi dapat membantu dalam menjaga status gizi selama nausea dan
muntah terjadi. Beberapa minuman dan makanan dapat mengurangi nausea dan
muntah. Minuman yang dapat diberikan setelah muntah berhenti adalah air, jus
apel, sport drinks, teh hangat atau dingin, dan lemonade. Jika dapat ditoleransi
mulai dengan memberikan 1 sdt setiap 10 menit. Lalu tingkatkan menjadi 1 sdm
setiap 20 menit. Jika dapat ditoleransi tingkatkan volume pemberian menjadi 2 kali
lipatnya setiap 1 jam. Dapat diberikan jenis minuman lainnya jika air dapat
ditoleransi. Jika terdapat diare, berikan minuman rehidrasi, seperti oralit. Untuk
makanan padat, setelah muntah tidak muncul lagi dalam 8 jam, berikan bertahap
dengan porsi kecil. Hindari makanan yang tinggi lemak atau serat, termasuk
makanan yang berbau tajam dan yang menghasilkan gas. Jahe dapat digunakan
untuk mengatasi nausea dan muntah. Makanan yang dapat diberikan segera
setelah muntah hilang adalah yang kering seperti krekers, roti bakar.
Gastritis
Gastritis merupakan inflamasi atau peradangan mukosa lambung. Kondisi ini
bukan gangguan tunggal dan dapat sebagai hasil dari sejumlah kondisi. Pada
kondisi normal, mukosa lambung terlindungi dari gangguan-gangguan. Produksi
mukus sebagai penghalang yang mencegah kerusakan sel-sel. Gastritits akut
disebabkan iritasi lokal dari mukosa lambung. Iritasi ini dapat disebabkan karena
infeksi, seperti Helicobacter pylori (H. pylori), keracunan makanan konsumsi
alkohol, atau obat-obatan seperti nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs).
Gejala gastritis termasuk bersendawa, anoreksia, nyeri abdomen, muntah, dan
pada kasus yang parah, pendarahan dan hematemesis. Gastritis kronis biasanya
diklasifikasi berdasarkan etiologinya atau bagian dari lambung yang terkena.
a. Gastritis kronis tipe A melibatkan fundus dan berhubungan dengan proses
autoimun, yang menghasilkan pembentukan antibodi melawan sel-sel parietal.
Gastritis kronis tipe A juga terjadi dengan anemia pernisiosa.
b. Gastritis kronis tipe B disebabkan atropi mukosa lambung dan paling sering
berhubungan dengan infeksi dari H. pylori
Ulkus Peptikum

Ulkus Peptikum merupakan luka atau borok dari mukosa lambung atau
duodenum yang dapat menembus submukosanya. Ulkus Peptikum biasanya
terjadi di bagian antrum dari lambung atau beberapa sentimeter bagian awal
duodenum. Sekitar 92% ulkus duodenum dan 70% ulkus lambung disebabkan
oleh H. pylori. Etiologi juga termasuk faktor-faktor yang dapat menurunkan
integritas mukosa, seperti penurunan perlindungan dari prostaglandins karena
penggunaan obat NSAIDs (seperti., ibuprofen) atau alkohol, kelebihan sekresi
glucocorticoid atau obat steroid dan faktor-faktor yang menurunkan suplai
darah, seperti merokok, stres atau shock. Faktor-faktor yang meningkatkan
sekresi asam, termasuk makanan tertentu, pengosongan lambung yang cepat,
atau peningkatan sekresi lambung, juga berkontribusi terhadap perkembangan
penyakit ulkus peptikum.
Intervensi Gizi gastritis dan ulkus peptikum
Tujuan terapi gizi untuk gastritis dan ulkus peptikum adalah mendukung terapi
medis, mempertahankan atau meningkatkan status gizi, dan memberikan
makanan dan cairan secukupnya yang tidak memberatkan lambung serta
mencegah dan menetralkan sekresi asam lambung yang berlebihan. Terapi gizi
pada gastritis dan ulkus peptikum adalah mengatur jadwal makan dan ukuran
porsi makan. Berikan makanan yang mudah cerna, porsi kecil, dengan frekuensi
pemberian sering. Jumlah energi dan protein cukup dan disesuaikan
kemampuan pasien untuk menerimanya.
1) Pada fase akut berikan makanan parenteral selama 24-48 jam untuk
memberi istirahat pada lambung; 2) Toleransi pasien terhadap makanan sangat
individual, perlu dilakukan penyesuaian; 3) Frekuensi makan yang sering, pada
pasien tertentu dapat merangsang pengeluaran asam lambung berlebih; 4)
Perilaku makan tertentu dapat menimbulkan dispepsia, misalnya porsi makan
terlalu besar, makan terlalu cepat, atau berbaring/tidur segera setelah makan
SELAMAT
BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai