Anda di halaman 1dari 6

Tugas 1 Perpajakan

Merangkum Materi Penghasilan Kena Pajak

Anggota Kelompok :
Anggit Yoga Pratama – 2011070621
Dhea Nuralifiani Safitri – 2011070615
Fitria Windyasari – 2011070623
Nabila Hasba Qolyubi – 2011070613
Kelas : EKA194012 – 1K1A
Program Ekstensi S1 Akuntansi
Penghasilan Kena Pajak
Dasar Pengenaan Pajak
Untuk dapat menghitung PPh, terlebih dahulu harus diketahui dasar pengenaan pajaknya.
Untuk Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang menjadi dasar
pengenaan pajak adalah Penghasilan Kena Pajak. Sedangkan untuk Wajib Pajak Luar Negeri
adalah penghasilan bruto.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak untuk Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto.
Sedangkan untuk Wajib Pajak orang pribadi dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
A. Biaya yang Diperkenankan sebagai Pengurang (Deductible Expense)
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa besarnya
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan termasuk :
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha :
a. Biaya pembelian bahan
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium
c. Bunga, sewa dan royalty
d. Biaya perjalanan
e. Biaya pengolahan limbah
f. Premi asuransi
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
h. Biaya administrasi
i. Pajak kecuali Pajak Penghasilan
Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran-pengeluaran tersebut harus
mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelilhara penghasilan yang merupakan
Objek Pajak. Contoh :
Dana Pensiun A yang pendiriannya telah mendapat pengesahan dari Menteri Keuangan
memperoleh penghasilan bruto yang terdiri atas :
Penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak Rp100.000.000
Penghasilan bruto lainnya Rp300.000.000 (+)
Jumlah Penghasilan bruto Rp400.000.000
Apabila seluruh biaya adalah sebesar Rp200.000.000, biaya yang boleh dikurangkan
untuk mendapatkan, menagih dan memelilhara penghasilan adalah : ¾ x
Rp200.000.000 = Rp150.000.000
Pajak-Pajak yang menjadi beban perusahaan dalam rangka usahanya sebagai
Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai dan Pajak
Restoran, dapat dibebankan sebagai biaya.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai
manfaat lebih dari 1 tahun
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak berwujud
serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortiasi. Pengeluaran menurut
sifatnya merupakan pembayaran dibayar dimuka, misalnya sewa untuk dua tahun yang
dibayar sekaligus.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia
7. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan
8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih
9. Sumbangan dalam rangkan penanggulangan bencana nasional
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial
12. Sumbangan fasilitas Pendidikan
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga

B. Kompensasi Kerugian
Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan tersebut didapat kerugian, kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan lima tahun. Contoh :
PT. A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000, dalam lima
tahun berikutnya laba rugi fiskal PT A sebagai berikut :
2010 Laba Rp200.000.000
2011 Rugi Rp300.000.000
2012 Laba NIHIL
2013 Rugi Rp100.000.000 – menerapkan PPh Final PP No. 46 Tahun 2013
2014 Rp800.000.000
Perhitungan Kompensasi Kerugian PT. ABC dilakukan sebagai berikut :
Rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.200.000.000)
Laba fiskal tahun 2010 Rp 200.000.000 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000)
Rugi fiskal tahun 2011 (Rp300.000.000)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2012 NIHIL (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000)
Rugi fiskal tahun 2013 (Rp100.000.000) (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp1.000.000.000)
Laba fiskal tahun 2014 Rp800.000.000 (+)
Sisa rugi fiskal tahun 2009 (Rp200.000.000)
Penjelasan :
1. Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp200.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun
2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015 karena jangka
waktu 5 tahun telah selesai di tahun 2014
2. Rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan
dengan laba fiskal tahun 2015 dan tahun 2016, karena jangka waktu lima tahun yang
dimulai sejak tahun 2012 dan berakhir pada akhir tahun 2016
3. Pada tahun 2014, perusahaan menerapkan ketentuan PPh Final berdasarkan PP
No.46 Tahun 2013. Maka rugi fiskal tahun 2013 sebesar Rp100.000.000 tidak boleh
dikompensasikan. Hal ini sesuai dengan PP No.46/2013 Pasal 8 bahwa kerugian
pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final
berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun
Pajak berikutnya
4. Sehingga untuk Tahun Pajak 2009 sampai dengan 2014 tidak ada PPh Badan yang
terutang
C. Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non-Deductible Expense)
Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran
yang sifatnya sebagai pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.
Pengeluaran yang diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Psal 6
ayat (1) UU PPh. Pengeluaran yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan
bruto bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, sesuai Pasal 9 ayat (1) UU
Nomor 36 Tahun 2008 adalah :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham,
sekutu atau anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali :
a. Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang
menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen dan perusahaan anjak piutang
b. Cadangan untuk usaha asuransi yang meliputi cadangan premi tanggungan dan
klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan asuransi kegiatan dan cadangan premi
untuk perusahaan asuransi jiwa
c. Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjaminan Simpanan yaitu cadangan
penjaminan untuk lembaga yang berfungsi menjamin simpanan nasabah
penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas system perbankan sesuai
dengan kewenangannya
d. Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan yaitu cadangan biaya atas
kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdaya
guna sesuai peruntukannya
e. Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan yaitu cadangan biaya
penanaman kembali bagi perusahaan yang diwajibka melakukan penanaman
kembali atas hutan yang telah dieksploitasi untuk usaha yang terkait dengan system
pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan
yang diselenggarakan secara terpadu
f. Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industry
untuk usaha pengelohan limbah indusrti yaitu cadangan biaya penutupan dan
pemeliharaan bagi perusahaan yang mengolah limbah industry yang mencakup
kegiatan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemnafaatan, pengolahan
limbah industry dan penimbunan hasil pengolahan limbah
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakan, asuransi jiwa,, ausransi dwiguna dan
asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi kecuali dibayar oleh
pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan. Namun berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan pemberian natura dan
kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan
bukan merupakan penghasilan pegawai yang menerimanya :
a. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan
berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut dalam rangka
menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
terpencil
b. Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan (satpam), antar jemput karyawan, serta penginapan
untuk awak kapal dan yang sejenisnya
c. Pemberiaan atau penyediaan makanan dan atau minuman bagi seluruh pegawai
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan
dengan Keputusan Menteri Keuangan
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
Contoh : Seorang tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan
memberikan jasa kepada tenaga tersebut dengan memperoleh imbalan sebesar
Rp50.000.000. Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahlil lain
yang setara dibayar sebesar Rp20.000.000, jumlah sebesar Rp30.000.000 tidak boleh
dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai pemegang saham
tersebut jumlah sebesar Rp30.000.000 dimaksud dianggap sebagai dividen
7. Harta yang dihibahkan,bantuan atau sumbangan dan warisan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf I sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat
yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagaman yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah
8. Pajak Penghasilan yaitu Pajak Penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak. Contoh :
PT. Perdana selama tahun 2008 telah membayar angsuran PPh Pasal 25 sebesar
Rp12.000.000, jumlah ini tidak boleh dikurangkan dengan penghasilan bruto tahun
2008.
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau
orang yang menjadi tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan mengatur pula mengenai pengeluaran
dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak
Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap termasuk :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Objek Pajak
2. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final
3. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan
pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan
Khusus (Perhatikan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang PPh)
4. Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan, kecuali pajak atas
penghasilan yang dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak Penghasilan tersebut
ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk pemotongan pajak
5. Kerugian dari harta atau hutang yang tidak dimiliki dan tidak dipergunakan dalam
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak

Daftar Pustaka :

Prof. Dr. Mardiasmo, M. A. (2013). Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.


Resmi, S. (2014). Perpajakan Teori & Kasus - Edisi 8, Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai