Anda di halaman 1dari 2

UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN 2021

PROGRAM S1 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA
R PERB PERBANAS

MATA UJIAN/KEL : SISTEM INFORMASI MANAJEMEN


KODE/SKS : EKF194150
PROGRAM STUDI : S1 AKUNTANSI
HARI/TANGGAL : SABTU / 20 FEBRUARI 2021
WAKTU/RUANG : 11.00 – 13.00 WIB
DOSEN/NO. REG : Fangky A. Sorongan., ST., MM
JENIS SOAL : ESAI
SIFAT UJIAN : TAKE HOME

PERHATIAN:
1. Seluruh lembar soal ujian dikembalikan kepada Pengawas Ujian
2. Jawablah soal ujian pada kertas lembar jawaban yang disediakan
3. Kode ujian sesuai dengan Kode Mata Kuliah yang ada pada kartu ujian
4. Risiko kesalahan penulisan Mata Ujian dan Kode Ujian menjadi tanggung jawab peserta ujian sendiri
5. Soal ujian terdiri dari …2.. Jenis

I. SOAL MULTIPLE CHOICE (50%) : Dilaksanakan online via daring.perbanas.id

II. SOAL KASUS (50%): Jawaban di tulis tangan lalu di upload maksimal pukul 13.00 WIB

SOAL 1 (10%)
Pengetahuan diperlukan perusahaan karena merupakan aset produktif dan strategis yang sentral dalam
perekonomian informasi masa kini, di samping itu pengetahuan dapat dijadikan keunggulan kompetitif
sebuah perusahaan.
Mengapa pengetahuan merupakan aset produktif? Jelaskan!

SOAL 2 (10%)
Manajemen rantai pasokan lebih sedikit tentang mengelola pergerakan fisik barang dan lebih banyak
tentang mengelola informasi. Jelaskan dan mengapa ?

SOAL 3 (10%)
Jika saudara sebagai CEO dalam sebuah Perusahaan, Aplikasi perusahaan manakah yang harus saudara
instal terlebih dahulu dalam perusahaan: ERP, SCM, atau CRM? Jelaskan ! Berikan minimal 3 hal yang
perlu dipertimbangkan untuk mengsintal aplikasi tersebut.

KASUS 4 (20%)

Garuda Indonesia dan Anak-Anak Muda Melawan Logika Bisnis Lama

Heboh tentang Garuda yang sedang menghadapi gempuran opini agar kerja samanya dengan startup
Mahata dibatalkan, membuat saya senyum-senyum sendiri. GO-JEK dan hampir semua super-apps
lainnya termasuk Google, Grab, Traveloka, Tokopedia sedang cash rich. Punya banyak uang. Di sana
berkumpul orang-orang progresif, yang tahu bagaimana memanjakan penumpang dan tahu uangnya ada
di mana. Mereka tidak se-rigid orang-orang lama yang sok tahu. GO-JEK membutuhkan 4 tahun untuk
mendapatkan lebih dari 100 juta partisipan yang mengunduh apps-nya dan menjadikannya super-apps.

Susahnya Meyakinkan Orang-orang Lama

Namun, yang menjadi catatan saya, memang paling sulit meyakinkan bisnis cara baru pada orang-
orang tua yang pernah sukses dengan cara lama. Padahal cara lama itu sudah obsolote digerus teknologi
dan data. Tetapi mereka selalu merasa paling benar. Contohnya terkait Garuda Indonesia dan laporan
keuangannya terkait kerja sama dengan sebuah start up penyedia layanan internet, Mahata.
Belakangan, kerja sama itu dipermasalahkan sebagai buntut dari ribut-ribut laporan keuangan maskapai
ini. Celakanya, orang-orang yang selama ini mempermasalahkan Mahata dan laporan keuangan
Garuda, jika diberi tahu, mereka cepat sekali naik pitam dan ingin cepat-cepat bilang fraud-lah, salah-
lah, tidak boleh, batalkan, tidak ada duit-lah, modalnya terlalu kecil, dan seterusnya. Namun coba, jika
start-up itu ditawarkan ke super-apps seperti Google, GO-JEK, atau Traveloka, saya kok yakin mereka
akan dengan cepat menerimanya. Anak-anak muda itulah yang tahu bagaimana cara menciptakan value
pada airlines plat merah milik BUMN itu. Caranya riil, bukan “digoreng-goreng” sahamnya seperti
yang dilakukan orang-orang yang berbisnis dengan logika lama.

Ini adalah era MO, pakai tagar menjadi #MO. Artinya, orang pakai tagar dengan tujuan mobilisasi dan
orkestrasi sebab pada era baru, #MO membuat bisnis harus hidup dari cara mobilisasi dan orkestrasi
ekosistem pakai data. Era #MO itu peradaban entrepreneurship anak-anak muda yang berbasis
teknologi. Untuk membuat dampak besar dan ekonomi heboh tak perlu modal besar karena peradaban
ini didukung oleh 6 pilar. Artificial intelligence, big data, super-apps, broadband network, Internet of
Things dan cloud computing. Mereka dapat duit dengan mengorkestrasikan ekosistem, bukan
menguasai aset yang besar seorang diri. Kata kuncinya kolaborasi, sehingga asetnya light. Ini berbeda
dengan bisnis orang-orang tua yang heavy asset dan tampak gede di model akunting konvensional.

Tidak Cengeng dan Tidak Mudah Menyalahkan

Hal ini pula yang menjadi biang keributan akuntansi. Oleh karena itu, di New York Stock Exchange,
orang-orang sedang ramai membicangkan buku dari guru besar akuntansi senior dari Stern, Baruch
Lev: The End of Accounting. Masalahnya, standar akuntansi yang kita kenal belum mampu meng-
capture “nilai” yang diciptakan oleh start-up yang disebut sebagai network effect value. Ini persis sama
dengan ramainya perdebatan tentang intangible yang didebatkan boleh atau tidak dihitung di dalam
perolehan aset 30 tahun lalu. Perusahaan-perusahaan lama itu tak ada network effect value-nya karena
produknya stand-alone. Ini persis seperti kita membandingkan Nokia dengan iPhone atau Adidas
dengan Nike, atau ITB dengan Harvard/TEDx. Dari produk-produk yang saya sebut di atas itu, yang
satu cuma jual produk atau jasa. Nokia dapat duit dari gadget belaka. Dia stand-alone. Sementara
iPhone dapat duit dari gadget plus dari Apple Store yang punya jejaring dan data capture-nya.
Begitulah cara kerja start-up. Demikian juga antara Adidas dan Nike. Adidas cuma jual sepatu. Nike
jual sepatu plus fitness wearable yang memberikan data dan business opportunity baru dari data.
Menjadikan sepatu bagian dari business wellness dan sekaligus membongkar model bisnis industri
farmasi.

Demikian pula dengan ITB dan UI yang hanya kasih kuliah untuk mahasiswa yang terdaftar dan
diterima. Harvard dan TEDx kasih bahan-bahan gratis yang mendatangkan data dan bisnis-bisnis baru.
Tentu masih banyak contoh lainnya. Saya bisa sebutkan mulai dari NASA, GE, Kalbe, Halodoc,
Prudential, sampai bisnis-bisnis anak muda seperti Wahyoo, Reblood, dan Cari Ustadz. Semua hidup
dan menghidupkan ekosistem. Bedanya, mereka tidak cengeng atau saling menyalahkan.

Oleh karena itu, pada era #MO ini, perlu cara-cara baru untuk memanjakan pelanggan. Di dalam bisnis
airlines juga demikian. Sudah bukan jamnya lagi membebani pelanggan agar mereka bisa mengakses
layanan lebih seperti halnya internet. Dengan menggandeng start-up, maka layanan dapat menjadi lebih
murah dan penumpang happy. Maskapai pun juga meraih pendapatan tambahan.

Dikutip dengan penyuntingan dari:


https://www.rumahperubahan.co.id/blog/2019/07/11/garuda-indonesia-dan-anak-anak-melawan-logika-
bisnis-lama-kompas-com/

Pertanyaan

1. Coba Saudara jelaskan, apa maksud dari “bisnis harus hidup dari cara mobilisasi dan orkestrasi
ekosistem pakai data”; kaitkan dengan judul artikel ini (Garuda Indonesia dan Anak-Anak Muda
Melawan Logika Bisnis Lama).
2. Mengapa sukses cara lama tidak dapat digunakan untuk menggapai sukses saat ini? Apa kata kuncinya?

== good luck ==

==== ┐(ˇ⌣ˇ┐) (┌ˇ⌣ˇ)┌ =====

Anda mungkin juga menyukai