Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

HIV-AIDS

Disusun Oleh:
Dewi Sunandar Wati 12190001
Dhea Anestia 12190003
Widya Andari 12190011

S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI WALUYA
JL.Yulius Usman No. 62 MALANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit AIDS (Acquired Immuno deficiency Syndrome) merupakan suatu
syndrome /kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Retrovirus yang
menyerang sistem kekebalan atau pertahanan tubuh. Dengan rusaknya sistem
kekebalan tubuh, maka orang yang terinfeksi mudah diserang penyakitpenyakit lain
yang berakibat fatal, yang dikenal dengan infeksi oportunistik. Kasus AIDS pertama
kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada tahun 1981 dan virusnya
ditemukan oleh Luc Montagnier pada tahun 1983.
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit dihampir setiap negara didunia
(pandemi), termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan
telah terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yangterdiri dari 6,7 juta orang
dewasa dan 1,7 juta anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data data yang bersumber
dari Direktorat Jenderal P2M dan PLP Departemen Kesehatan RI sampai dengan 1
Mei 1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23
propinsi di Indonesia. Data jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia pada dasarnya
bukanlah merupakan gambaran jumlah penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini
berlaku teori “Gunung Es“ dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil
dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa dibalik 1 penderita
yang terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum
diketahui.
Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu
singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak,negara.
Dikatakan pula bahwa epidemi yang terjadi tidak saja mengenai penyakit (AIDS),
virus (HIV) tetapi juga reaksi/dampak negatif berbagai bidang seperti kesehatan,
sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini merupakan tantangan
yang harus dihadapi baik oleh negara maju maupun negara berkembang. Sampai saat
ini obat dan vaksin yang diharapkan dapat membantu memecahkan masalah
penanggulangan HIV/AIDS belum ditemukan. Salah satu alternatif dalam upaya
menanggulangi problematik jumlah penderita yang terus meningkat adalah upaya
pencegahan yang dilakukan semua pihak yang mengharuskan kita untuk tidak terlibat
dalam lingkungan transmisi yang memungkinkan dapat terserang HIV.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. Insiden dan Prevalensi Penyakit


Secara global, insiden HIV telah mengalami penurunan dari 0,4 menjadi 0,26
per 1000 populasi yang tidak terinfeksi antara tahun 2005 (puncak epidemi HIV) dan
2016 . Penurunan ini adalah hasil upaya penguatan pada program pencegahan dan
pengobatan yang juga berdampak pada penurunan transmisi HIV. Namun capaian
penurunan ini jika dibandingkan dengan target SDGs di tahun 2030 (mengakhiri
epidemi AIDS) dapat dikatakan masih lambat. Terkait dengan penularan HIV di
Indonesia, sebagian besar terkonsentrasi pada kelompok populasi kunci, yaitu wanita
pekerja seks (WPS), pengguna NAPZA suntik (penasun), laki-laki berhubungan seks
dengan laki-laki (LSL), transgender, dan tahanan (Kemenkes RI, 2017). Selain itu,
terdapat juga infeksi baru yang sebagian besar berasal dari populasi kunci dan
pasangan seksual mereka.

2.2. Patofisiologi Kondisi Terminal


Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS diperkirakan
antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan mencapai 70%
dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus lain yang
menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIV menyerang sel target dalam
jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel, dalam hal
ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus dimasukkan ke dalam
DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus berkembangbiak dan pada akhirnya
menghancurkan sel serta melepaskan partikel virus yang baru. Partikel virus yang
baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit. Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau limfosit
T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur sel-sel
lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T
sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan
organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga
terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infeksi dan
kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama setelah
terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini
penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel virus yang
terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak
mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus di dalam
darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan
sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel
virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter dalam
menentukan orang-orang yang beresiko tinggi menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum
terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun drastis. Jika kadarnya
mencapai 200 sel/mL darah, maka penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan, penghancuran
limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem kekebalan
tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus diserang.
Setelah virus HIV masuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6 bulan
sebelum titer antibodi terhadap HIV positif. Fase ini disebut “periode jendela”
(window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang selama lebih
kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya terhadap HIV tetap
positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian baru timbul gambaran
klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan gejala). Perjalanan
penyakit infeksi HIV sampai menjadi AIDS membutuhkan waktu sedikitnya 26
bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui HIV positif.

2.3. Perawatan Paliatif Yang Sesuai


1. Karakteristik Perawatan Paliatif pada HIV
a. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
b. Meningkatkan kualitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi
perjalanan penyakit.
c. Merupakan komponen esensl dari perawatan komperhensif kontnu ODHA
d. Perawatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat
disemuhkan.
e. Pendekatan holistic :fisik, mental, spiritual social
f. Pendekatan multi-disipliner medis, non-medis, keluarga.
2. Manfaat Perawatan Paliatif pada HIV-AIDS
a. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dan keluarganya
b. Mengurangi penderitaan pasien
c. Mengurangi frekuensi kunjungan kerumah sakit
d. Meningkatkan kepatuhan pengobatan

3. Jenis Perawatan Paliatif pada HIV-AIDS

a. Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-


gejala lain

b. Perawatan psikososial berupa

1. Psikologis

2. Sosial

3. Spiritual

4. Rencana tindakan perawatan paliatif yang akan dilakukan kelompok pada


Pasien HIV-AIDS

Ada 2 hal penting yang harus diperhatikan dan dilakukan perawat pada ODHA
yaitu

a. Memfasilitasi strategi koping

1) Memfasilitasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respons penerimaan


sesuai tahapan dari kubler-ross.

2) Teknik kognitif, dapat berupa upay untuk membantu penyelesaia masalah,


memberikan harapan yang realistis, dan mengingatkan pasien agar pandai
mengambil hikmah.
3) Teknik perilaku, dilakukan dengan cara mengajarkan perilaku yang
mendukung kesembuhan, seperti kontrol dan minum obat teratur, konsumsi
nutrisi seimbang, istirahat dan aktifitas teratur.

4) Menghindari konsumsi atau tindakan yang dapat menambah parah sakitnya.

b. Dukungan social

1) Dukungan emosional, agar pasien merasa nyaman dihargai dicintai dan


diperhatikan.

2) Dukungan informasi, untuk meningkatkan pengetahuan dan penerimaan


pasien terhadap sakitnya.

3) Dukungan material, untuk bantuan kemudahan akses dalam pelayanan


kesehatan pasien.

Aspek psikologis pada penderita HIV-AIDS seperti ketakutan yang irasional,


ketidak yakinan akan proses kesembuhan, kekhawatiran perjalanan penyakit,
kemungkinan keberhasilan pengobatan, dan kekhawatiran diskriminasi masyarakat
merupakan kecemasan yang sering dihadapi penderita.

Aspek psikologis seperti stres dapat mempengaruhi sistem imun.Penerimaan


diri membantu proses penyembuhan penyakit. Penerimaan diri adalah kesediaan
seseorang mengahadapi dan mengelola kenyataan tanpa Menyalahkan kenyataan atas
problem-problemnya.

Salah satu perawatan psikososial atau terapi nonfarmakologi pada pasien HIV-
AIDS yaitu dari aspek psikologis dan spiritual. Oleh karena itu kelompok memilih
untuk melakukan terap irelaksasi dengan musik pada pasien HIV-AIDS melalui
pendekatan spiritual beserta motivasi yang dapat memberikan kekuatan dan semangat
pada ODHA tujuan dari terapi relaksasi menggunakan musik ini yaitu untuk
mengurangi stress pada ODHA serta meningkatkan semangat hidup serta penerimaan
ODHA terhadap penyakitnya.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
AIDS disebabkan oleh virus yang bernama HIV, Human Immunodeficiency
Virus. Jika Anda terinfeksi HIV, maka tubuh Anda akan mencoba melawan infeksi
tersebut. Tubuh akan membentuk "antibodi", yaitu molekul-molekul khusus untuk
melawan HIV. Tes darah untuk HIV bekerja untuk menemukan keberadaan antibodi
tersebut. Jika anda memiliki antibodi dalam tubuh anda, maka artinya anda telah
terinfeksi HIV Orang yang memiliki antibodi HIV disebut ODHA. Menjadi HIV-
positif, atau terkena HIV, menggambarkan sama dengan terkena AIDS. Banyak
orang yang HIV-positif tetapi tidak menunjukkan gejala sakit selama bertahun-tahun.
Namun selama penyakit HIV berlanjut, virus tersebut secara perlahan-lahan merusak
sistem kekebalan tubuh. kekebalan tubuh anda rusak, berbagai virus, parasit, jamur,
dan bakteria yang biasanya tidak mengakibatkan masalah dapat membuat anda
sangat sakit. Inilah yang disebut "infeksi oportunistik". Menurut pandangan agama
HIV / AIDS itu buruk, karena penularannya pun terjadi melalui cara yang dilarang
oleh agama. Salah satunya HIV/AIDS yang ditularkan melalui hubungan seks bebas.
3.2. Saran
Penyakit HIV/AIDS telah menjadi pandemi yang mengkhawatirkan masyarakat
dunia, karena belum ditemukan obat dan vaksin untuk pencegahan samping,
penyakit ini juga memiliki "masa jendela" dan fase asimtomatik (tanpa gejala) yang
relatif panjang dalam perjalanan penyakitnya. Oleh karena itu, agar tidak meluasnya
penyakit ini, diharapkan agar masyarakat dapat sadar akan bahayanya penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA

Pencegahan 1992. Syarifuddin Djalil "Pelayanan Laboratorium Kesehatan Untuk


Pemeriksaan Serologis AIDS" AIDS; Petunjuk Untuk Petugas Kesehatan, Departemen
Keschatan RI, Jakarta 2016

Zhao, Y., Wu, Z., McGoogan, J. M., Shi, C. X., Li, A., Dou, Z., ... Montaner, J. S. G. (2018).
Immediate antiretroviral therapy decreases mortality among patients with high CD4 counts in
China: A Nationwide, Retrospective Cohort Study. Clinical Infectious Diseases, 66(5), 727–
734

Avert. (2018). Global HIV targets. Diakses September 6, 2018,

Kemenkes RI. (2017). Kajian epidemiologi HIV Indonesia 2016. Jakarta.

Utami, S., Sawitri, A. A. S., Wulandari, L. P. L., Artawan Eka Putra, I. wayan G., Astuti, P.
A. S., Wirawan, D. N., ... Mathers, B. (2017). Mortality among people living with HIV on
antiretroviral treatment in Bali, Indonesia: incidence and predictors.

Anda mungkin juga menyukai