Anda di halaman 1dari 3

Kelainan Tumbuh Kembang

Gangguan pertumbuhan ialah suatu keadaan apabila pertumbuhan anak secara bermakna lebih
rendah atau pendek dibandingkan anak seusianya yang berdasarkan indeks tinggi badan (TB/U)
berada di bawah – 2SD kurva pertumbuhan WHO 2005 (Kemenkes RI, 2010).
Gangguan Pertumbuhan juga dapat menyebabkan anak terlihat kurus karena kekurangan gizi
Protein. Kejadian gangguan pertumbuhan pada 2 tahun pertama kehidupan dapat menyebabkan
kerusakan organ otak tidak dapat diperbaiki, balita gagal tumbuh (BBLR, kecil, pendek, kurus),
hambatan perkembangan kogntif, menurunkan produktivitas pada usia dewasa, balita gizi buruk
memiliki sistem daya tahan tubuh yang lemah sehingga mereka sering sakit (lebih sering
menderita penyakit yang parah) dan kemungkinan meninggal dunia.
Di Indonesia, prevalensi anak yang pendek atau stunting pada balita meningkat dari 35,6 persen
pada tahun 2010 menjadi 37,2 persen pada tahun 2013. 3,4 Prevalensi keterlambatan
perkembangan pada anak usia 0,5 – 5,9 tahun berdasarkan studi SEANUT adalah 21,6 persen,
yang terdiri dari 11,5 persen, 14,5 persen, 11,8 persen dan 15,8 persen masing-masing untuk
perkembangan motorik kasar, sosial personal, motorik halus dan perkembangan bahasa.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum dipengaruhi oleh pemberian ASI ekslusif,
konsumsi makanan yang kaya gizi, pemberian makanan secara rutin, kurangnya penyakit infeksi
dan stimulasi mental antara lain pola asuh makan yang baik. 1 Asupan gizi yang cukup dan
stimulasi mental diperlukan untuk perkembangan otak yang normal. Pemenuhan kebutuhan zat
gizi dan stimulasi mental sangat penting selama kehamilan dan bayi, yang merupakan periode
penting untuk dasar pembentukan perkembangan kognitif, motorik, dan sosio-emosional,
keterampilan sepanjang masa dan dewasa. Kekurangan zat gizi selama kehamilan dan minimnya
stimulasi mental kepada bayi akan memengaruhi kognisi, perilaku, dan produktivitas pada usia
sekolah dan dewasa.
Berbagai penelitian menunjukkan anak dengan asupan makanan yang kurang mempunyai berat
badan yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup. Perkembangan (motor atau
mental anak dipengaruhi oleh status gizi anak, stimulasi mental dan kualitas makanan anak.
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit utama pada penyebab
kematian bayi dan balita di Indonesia Menurut (Sutanto, 2011, p. 104) diare juga salah satu
penyakit langganan bayi atau anak disebabkan oleh infeksi usus dimana fases bayi menjadi
encer/berair dengan frekuensi tiga atau lebih perhari. Pengobatan diare biasanya dengan
memberikan oralit untuk anak-anak pada bayi atau anak.
a. Gangguan pertumbuhan fisik
Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan asupan protein <80% angka kecukupan gizi
(AKG). Pertumbuhan anak yang digambarkan dengan kejadian stunting yang
menunjukkan bahwa anak dengan konsumsi protein <80% berisiko 2,2 kali untuk
menjadi stunting dibanding anak dengan konsumsi ≥ 80%. Salah satu fungsi protein
adalah untuk pembentukan tulang dan otot pada anak-anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan. Selain itu protein juga berfungsi sebagai 1) sumber energi dan sebagai
cadangan makanan, 2) pembentukan dan perbaikan sel dan jaringan, 3) pengatur
keseimbangan kadar asam basa dalam sel, 4) sintesis hormon, enzim, dan antibodi, 4)
menjaga kekebalan tubuh sehingga kekurangan protein pada masa pertumbuhan akan
menyebabkan terjadinya stunting, gizi buruk dll.

Gangguan pertumbuhan dapat diakibatkan oleh penyebab primer dan sekunder. Penyebab
primer antara lain kelainan pertumbuhan tulang (osteokondroplasia, osteogenesis
imperfekta), kelainan kromosom (sindrom Turner, Down, dan lain-lain), kelainan
metabolik (mukopolisakaridosis, mukolipidosis), dan faktor keturunan (genetik, familial).
Gangguan pertumbuhan akibat penyebab primer umumnya sulit diperbaiki. Penyebab
sekunder antara lain retardasi pertumbuhan intra uterin, malnutrisi kronik, penyakit-
penyakit kronik (infeksi, kelainan jantung, paru, saluran cerna, hati, ginjal, darah dan
lain-lain)
Perhatikan ukuran, bentuk dan simetri kepala. Mikrosefali (lingkar kepala lebih kecil dari
persentil ) mempunyai korelasi kuat dengan gangguan perkembangan kognitif, sedangkan
mikrosefali progresif berkaitan dengan degenerasi SSP. Makrosefali (lingkar kepala lebih
besar dari persentil ) dapat disebabkan oleh hidrosefalus, neurofibromatosis dan lain-lain.
Bentuk kepala yang ‘aneh’ sering berkaitan dengan sindrom dengan gangguan tumbuh
kembang.
b. Gangguan Kognitif
Zat gizi yang memiliki efek lebih besar pada perkembangan otak daripada yang lainnya
adalah protein, energi, lemak tertentu, zat besi, seng, tembaga, yodium, selenium, vitamin
A, kolin, dan folat. Zat gizi ini yang secara bersama-sama mempengaruhi perkembangan
kognitif dan sosio emosional. Kekurangan gizi pada masa kanak-kanak dapat
mempengaruhi tidak hanya fungsi susunan syaraf pusat (SSP) tetapi juga pengembangan
struktural SSP dan pengembangan sistem neurotransmitter. Anak dengan SES rendah
dan digendong > 2 jam sehari berisiko mengalami stunting dan gangguan perkembangan
6,9 kali dibanding anak dari SES tinggi dan digendong < 2 jam sehari.
Penyebab keterlambatan perkembangan anak yaitu salah satunya faktor internal.
Kurangnya stimulasi akan mengakibatkan akan mengakibatkan jaringan otak akan
mengecil sehingga fungsi otak akan menurun. Tumbuh kembang anak mulai dari
konsepsi sampai dewasa dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor
genetik dan faktor lingkungan bio-fisiko-psikososial, yang bisa menghambat atau
mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Amalia, P.dan Widawati. (2018). Hubungan Pengetahuan dan Sikap tentang Gizi dengan
Keaktifan Ibu Membawa Balita ke Posyandu di Desa Makmur Kecamatan Gunung
Sahilan.Jurnal Gizi,Vol 2 (2), pp. 196-210

Febrianti,Wahyuni, R.S. dan Dele, D.S.(2019). Pemeriksaan Pertumbuhan Tinggi Badan


dan Berat Badan Bayi dan Balita. Elebes Abdimas:Jurnal Pengabdian Kepada
Masyarakat, Vol 1 (1), pp. 15-20
Heryudarini Harahap, d. (2018). Gangguan Pertumbuhan Dan Perkembangan Pada Anak Usia
0,5-1,9 Tahun Terkait Dengan Asupan Makanan Dan Pengasuhan Yang Kurang. Journal
of The Indonesian Nutrition Association, 41(1):49-58.

Anda mungkin juga menyukai