Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah pleno dengan judul “Asuhan Keperawatan Luka
Bakar” dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Terimakasih kepada dosen pembimbing, ibu Ns. Ade Dilaruri, MNSc yang telah
memberikan penugasan dan kesempatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1. STEP I.............................................................................................................4
2.2. STEP II...........................................................................................................5
2.3. STEP III..........................................................................................................6
2.4. STEP IV..........................................................................................................8
2.5. STEP V...........................................................................................................9
2.6. STEP VI..........................................................................................................9
2.7. STEP VII........................................................................................................9
BAB III PENUTUP..............................................................................................39
3.1. Kesimpulan...................................................................................................39
3.2. Saran.............................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................42
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
(high cost). Tata laksana luka bakar di berbagai rumah sakit juga bervariasi (high
variability).
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan yang ikut menangani permasalahan
pada pasien luka bakar harus mengetahui asuhan keperawatan yang akan dilakukan.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan dalam penatalaksanaan combustio
meliputi, pengkajian kasus, analisa data, perioritas diagnosa, intervensi, implementasi
serta evaluasi tindakan keperawatan tersebut. Oleh karena itu perawat perlu
mempelajari konsep serta asuhan keperawatan pada luka bakar atau comubustio untuk
mengurangi tingkat prevelensi luka bakar di Indonesia. (KEMENKES RI, 2019)
2
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulisan makalah inibertujuan untuk:
1. Mengetahui dan memahami definisi luka bakar
2. Mengetahui dan memahami etiologi luka bakar
3. Mengetahui dan memahami klasifikasi luka bakar berdasarkan kedalaman,
keparahan, agen penyebab, lokasi, dan ukurannya
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi luka bakar
5. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis luka bakar
6. Mengetahui dan memahami proses penyembuhan luka bakar
7. Mengetahui dan memahami indikasi rawat inap pada pasien luka bakar
8. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan luka bakar
9. Mengetahui dan memahami prinsip penanganan luka bakar
10. Mengetahui dan memahami tindakan primary survey dan secondary survey pada
luka bakar
11. Mengetahui dan memahami mekanisme injury pada luka bakar
12. Mengetahui dan memahami tingkat keberhasilan perawatan luka bakar
13. Mengetahui dan memahami 4 diagnosa prioritas dari scenario
14. Mengetahui dan memahami luas luka bakar dari skenario
15. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien luka bakar
16. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang luka bakar
17. Mengetahui dan memahami komplikasi luka bakar
18. Mengetahui dan memahami cara menghitung kebutuhan cairan pada pasien luka
bakar
3
BAB II
PEMBAHASAN
Skenario:
Bpk D, 35 th, 85 kg, dibawa ke IGD dengan kondisi mengalami luka di seluruh lengan
kanan, punggung, dada, leher dan wajah disebabkan oleh HP yang meledak 8 jam yang
lalu. Bpk D sadar namun tampak sangat sesak, mengeluh nyeri dengan suara yang serak
dan kalimat yang pendek-pendek. Luka di lengan dominan dengan luka derajat II dan
III dan mengalami hypoestesia namun telah diberikan salep burnazim. Luka
dipunggung dan dada dominan dengan luka derajat II dan I, sudah dibalut dan juga
diberi salep burnazim. Pasien mengalami hyperestesia dengan skala 9 pada luka bagian
leher dan dada. Saat dilakukan pemeriksaan, tekanan darah Bpk D 90/60 mg/dl, Nadi:
105x/pemenit, Frekwensi Nafas; 27x/menit, Suhu 38°C. dari hasil laboratorium
didapatkan Hb 13,5 g/dl, Leukosit 30000/pl, Na 120mmol/L, CI 112 mmol/L, K 3,2
mmol/L. Sebagai perawat magang di ruang perawatan tersebut, Anda melihat bahwa
terdapat eritema pada wajah dan leher serta ditemukan beberapa bula yang berair
bahkan sudah pecah sehingga perawat magang mulai menghitung kebutuhan cairan
pasien menggunakan rumus baxter.
1.
2.1. STEP I
Istilah Khusus :
1. Hypoestesia adalah masalah distori sensori, tampakny ada pengurangan
sensitivitas kulit secara parsial atau total. Seorang pasien dengan hypoestesia
mungkin kurang sensitif terhadap rasa sakit, terhadap perubahan suhu, atau
meangkap rangsangan taktil dengan cara dilemahkan.
2. Hyperestesia adalah peka terhadap rangsangan. Peka terhadap rangsangan itu
seperti sentuhan, nyeri, rangsangan sensorik, dan lain-lain. Contoh perabaan:
gesekan celana ketat dengan badannya.
3. Eritema adalah pelebaran pembuluh darah di bawah kulit. Eritema merupakan
kemerahan pada kulit baik di area tertentu ataupun di seluruh tubuh karena hal-
hal diluar penyakit. Contoh: terbakar sinar matahari, gesekan pakaian yang tidak
pas ukurannya, pijat, terlalu banyak tekanan pada area, memerah, dan
berolahraga.
4
4. Rumus Baxter adalah rumus yang digunakan untuk menghitung cairan resusitasi
pada pasien yang mengalami luka bakar. Besar larutan resusitasi yang dibutuhkan
= 4 ml x BB (Kg) x luas luka bakar.
5. Salep Burnazim adalah obat untuk mengobati atau mencegah infeksi pada luka
bakar. Salep ini digunakan untuk meredakan infeksi dari luka bakar.
6. Bula merupakan area kulit yang melepuh atau berisi cairan. Penyebab dari bula
adalah hal-hal diluar penyakit, seperti luka bakar, dan trauma.
7. Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain. Luka adalah cedera yang disebabkan oleh hancurnya ikatan antar sel
dna bisa mengakibatkan kerusakan sel. Ketika luka timbul, beberapa efek akan
muncul seperti: hilangnya seluruh atau sebagaian fungsi organ, respon stress
simpatis, perdarahan, serta oembekuan darah, kontaminasi bakteri dan kematian
sel.
8. Luka Derajat I, II, III yaitu luka bakar dengan derajat I (erytema) dimana hanya
memengaruhi epidermis atau lapisan kulit luar saja atau hanya mengenai lapisan
kulit paling atas, tanda-tanda seperti kulit kemerahan, bengkak ringan, kult kering
biasanya akan hilang saat sel-sel kulit mati terkelupas dan tergantikan dengan
yang baru. Luka bakar dengan derajat II (bullosa) dimana terjadi pada epidermis
dan sebagian lapisan dermis. Luka bakar derajat III dimana kerusakan jaringan di
seluruh epidermis dan dermis.
2.2. STEP II
Pertanyaan per-kalimat :
1. Apakah ada hubungan antara nyeri dengan sesak nafas?
2. Bagaimanakah tata laksana dari luka yang dialami pasien?
3. Untuk luka derajat II dan III, apakah ketika diberikan salep akan dibalut juga
dengan perban atau tidak?
4. Apakah tindakan yang pertama kali dilakukan pada pasien dengan skala nyeri 9.
Apakah ada perbedaan tindakan antara pasien yang mengalami nyeri berat dengan
nyeri ringan?
5. Mengapa hyperestesia dan hypoestesia bisa terjadi pada tempat yang berbeda ?
Padahal area tersebut sama-sama mengalami luka bakar
6. Apakah hubungan peningkatan leukosit dan penurunan kadar natrium terhadap
keadaan pasien?apakah hal tersebut mempengaruhi luka pasien itu?
5
7. Bagaimana bula bisa muncul pada luka bakar tersebut?
8. Sebagai perawat apa saja tata laksana yang diberikan pada eritema yang terdapat
pada wajah dan leher pasien?
9. Apakah tujuan dari pemberian kebutuhan cairan pada pasien tersebut?
10. Apa yang harus dilakukan perawat, pada bula-bula yang belum pecah supaya
tidak pecah?
11. Berapakah total luas luka bakar yang dialami pasien pada kasus diatas?
6
tersebut. Pada luka bakar derajat sedang, umumnya akan muncul bula pada
tempat-tempat yang terkena paparan panas. Bula ini adalah cairan yang dilapisi
oleh dinding tipis. Timbulnya bula ini umumnya disebabkan oleh terjadinya
kerusakan pada lapisan atas dan tengah kulit. Di lapisan tengah, terdapat kelenjar-
kelenjar keringat yang memproduksi cairan. Karena lapisan atasnya sudah rusak,
maka cairan-cairan produksi kelenjar keringat ini akan menumpuk di bagian luar
kulit hingga membentuk bulla. bula umumnya muncul saat masa pemulihan luka
bakar. Sebaiknya bula ini tdak di pecahkan sendiri karena beresiko menimbulkan
infeksi. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa bula/Kepuh ini gelembung yang
berisi cairan yang muncul, sesuai dg kondisi pasien pada skenario bahwa pasien
ini mengalami luka yang disebabkan oleh Hp yang meledak, kondisi seperti ini
bisa menimbulkan buka karena terjadi setelah paparan terhadap suhu yang panas
akibat luka bakar dari Hp tersebut.
8. Eritema juga termasuk luka derajat 1, jd lukanya tidak sampai ke dermis dan
hanya berada diluar lapisan saja. jd hal yg bisa dilakukan oleh perawat yaitu
kolaborasi pada dokter untuk memberikan salap dan dibalut untuk melembapkan
kulit pasien.
9. Untuk mengganti cairan tubuh pasien kritis seperti di skenario baik dalam bentuk
air maupun darah. Pemberian cairan harus disegerakan agar cairan tetap terjaga
keseimbangannya. pasien luka bakar kehilangan banyak cairan garam dan air,
sehingga itu perlu diganti secepatnya. akses intravena atau pemerian yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian-bagian yang tidak terkena luka bakar.
10. Tidak ada tindakan khusus dalam pencegahan agar bula tidak pecah karna hal ini
sulit dilakukan. Jadi apabila beberapa bulla sudah pecah akan lebib baik
disingkirkan saja semuanya menggunakan teknik debridement lalu berikan krim
silver sulvadiazine dan tutup luka.
11. Total luka bakar pada pasien 63% dengan penjabaran luka bakar pada lengan
kanan 18%, punggung 18%, dada 18%, leher dan wajah 9%.
7
2.4. STEP IV
Skema:
Dibawa ke IGD
Dilakukan pemeriksaan
8
2.5. STEP V
Learning Objective:
1. Definisi Luka Bakar
2. Etiologi Luka Bakar
3. Klasifikasi Luka Bakar
4. Patofisiologi Luka Bakar
5. Manifestasi Klinis Luka Bakar
6. Proses Penyembuhan Luka Bakar
7. Indikasi Rawat Inap Pada Pasien Luka Bakar
8. Penatalaksanaan Luka Bakar
9. Prinsip Penanganan Luka Bakar
10. Tindakan Primary Survey Dan Secondary Survey
11. Mekanisme Injury Luka Bakar
12. Tingkat Keberhasilan Perawatan Luka Bakar
13. 4 Diagnosa Prioritas Dari Skenario
14. Luas Luka Bakar Dari Skenario
15. Asuhan Keperawatan Luka Bakar
16. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar
17. Komplikasi Luka Bakar
18. Cara Menghitung Kebutuhan Cairan Pasien Luka Bakar
2.6. STEP VI
Diskusi Mandiri
9
c. Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam.
d. Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat
disebabkan oleh terpapar langsung oleh panas (api, cairan atau lemak
panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar merupakan jenis
trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh. Luka bakar
adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan dengan
benda-benda yang menghasilkan panas baik kontak secara langsung
maupun tidak langsung. (Anggowarsito 2014).
e. Menurut Hatta (2015), Luka Bakar adalah cedera terhadap jaringan yang
disebabkan oleh kontak terhadap panas kering (api). Panas Lembab (uap
atau cairan Panas), kimiawi (seperti bahan-bahan korosif), bahan elektrik
(arus litrik atau lampu), Friksi, atau energy Elektromagnetik dan radian.
Luka Bakar merupakan satu jenis trauma yang memiliki morbiditas dan
mortalitas yang tinggi sehingga memerlukan perawatan yang khusus
mulai fase awal hingga fase lanjut.
f. Luka bakar dengan ketebalan parsial merupakan luka bakar yang tidak
merusak epitel kulit maupun hanya merusak sebagian dari epitel.
Biasanya dapat pulih dengan penanganan konservatif. Luka bakar dengan
ketebalan penuh merusak semua sumber-sumber pertumbuhan kembali
epitel kulit dan bisa membutuhkan eksisi dan cangkok kulit jika luas.
10
Luka bakar thermal merupakan luka bakar disebabkan oleh paparan
panas yang berlebih, seperti kontak langsung dengan air panas (scald
burn), permukaan benda yang panas, hingga kobaran api (flame burn).
Luka bakar jenis ini dapat merusak kulit hingga bagian epidermis,
sehingga dapat digolongkan sebagai luka bakar grade I (Superficial
Partial Thickness Burn). Luka bakar jenis ini dapat menyebabkan pasien
mengalami luka hingga bagian subkutis, sehingga dapat digolongkan
sebagai luka bakar grade III (Full Thickness Burn) (Belleza, 2016).
2. Luka Bakar akibat Bahan Kimia
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh alkali atau asam kuat yang
biasa digunakan dalam bidang insdustri pembersih yang biasa digunakan
untuk keperluan rumah tangga dan industry militer (Moenadjat, 2009).
3. Luka Bakar akibat Aliran Listrik
Listrik dapat menyebabkan kerusakan yang dibedakan akibat dari
arus, ledakan dan api. Luka bakar ini dapat dibagi menjadi 2 kategori
berdasar kekuatan tegangannya yaitu lebih dari 1.000 volt (high voltage)
dapat mengakibatkan terbentuknyan ulser dan scars dan kurang dari 1.000
volt (low voltage) luka bakar terbatas pada kulit namun dapat merusak
hingga jaringan lebih dalam. Pada kasus 8 luka bakar akibat sambaran
petir, area nekrosis dimulai dari arus masuk dan berjalan mengikuti aliran
(Moenadjat, 2009).
4. Luka Bakar akibat Radiasi
Luka bakar ini disebabkan karena paparan dari sumber material
radioaktif. Paparan radioaktif dalam dosis tinggi dapat menyebabkan
kematian sel mendadak. Jenis injury ini disebabkan oleh penggunaan
radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia industri dan kedokteran.
Terpapar matahari dengan waktu yang lama juga akan menyebabkan
kerusakan pada kulit (Moenadjat, 2009).
5. Cedera inhalasi
Paparan terhadap gas asfiksian (misalnya karbon monoksida) dan asap
pada umumnya terjadi pada cedera api. Perubahan patofisiologi pulmonal
yang terjadi pada cedera inhalasi bersifat multifaktor dan berhubungan
dengan keparahan dan jenis gas atau asap yang terhirup (Black & Hawks,
2014).
11
Adapun menurut Ledoh (2019), luka bakar disebabkan oleh dari sumber
panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin di pindahkan melalui konduksi atau
radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar,
beratnya luka bakar jug dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan
sumber panas (misalnya suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang
terbakar, sumber panas: api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia,
radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup.
Faktor yang mempengaruhiberatnya luka bakar antara lain:
1. Keluasan luka bakar
2. Kedalaman luka bakar
3. Umur pasien
4. Agen penyebab
5. Fraktur atau luka lain yang menyertai
6. Penyakit yang dialami terdahulu seperti diabetes, ginjal, jantung, dan lain-
lain.
7. Obesitas
8. Adanya trauma inhalasi
12
Menurut KEMENKES RI (2019) luka bakar berdasarkan
kedalamannya terbagi menjadi :
1) Luka bakar superfisial
Luka bakar superfisial adalah luka bakar yang dapat sembuh secara
spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar superfisial dibagi dua
yaitu luka bakar epidermal dan superficial dermal.
̵ Luka bakar epidermal
Luka bakar yang hanya terkena pada bagian epidermis pasien.
Penyebab tersering luka bakar ini adalah matahari dan ledakan
minor. Lapisan epidermis yang bertingkat terbakar dan mengalami
proses penyembuhan dari regenerasi lapisan basal epidermis.
Akibat dari produksi mediator inflamasi yang meningkat, luka
bakar ini menjadi hiperemis dan cukup menyakitkan. Dapat
sembuh dalam waktu cepat (7 hari), tanpa meninggalkan bekas
luka kosmetik.
̵ Luka bakar superfisial dermal
Luka bakar yang terkena pada bagian epidermis dan bagian
superfisial dermis (dermis papiler). Ciri khas dari tipe luka bakar
ini adalah munculnya bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah
mati dan terpisahkan dari bagian yang masih viable dengan
membentuk edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik yang
disebut bula. Bula dapat pecah dan mengekspos lapisan dermis
yang dapat meningkatkan kedalaman dari jaringan yang rusak pada
luka bakar. Oleh karena saraf sensoris yang terekspos, luka bakar
kedalaman ini biasanya sangat nyeri. Dapat sembuh secara spontan
dengan bantuan epitelisasi dalam 14 hari yang meninggalkan defek
warna luka yang berbeda dengan kulit yang tidak terkena. Namun
eskar tidak terjadi dalam tipe luka bakar ini.
2) Luka bakar mid-dermal
Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak
diantara luka bakar superficial dermal dan deep dermal. Pada luka
bakar mid-dermal jumlah sel epitel yang bertahan untuk proses re-
epitelisasi sangat sedikit dikarenakan luka bakar yang agak dalam
13
sehingga penyembuhan luka bakar secara spontan tidak selalu terjadi.
Capillary refilling pada pasien dengan luka bakar kedalaman ini
biasanya berkurang dan edema jaringan serta bula akan muncul. Warna
luka bakar pada kedalaman ini berwarna merah muda agak gelap,
namun tidak segelap pada pasien luka bakar deep dermal. Sensasi juga
berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yang menunjukkan adanya
kerusakan pleksus dermal dari saraf cutaneous.
3) Luka bakar deep
Luka bakar deep memiliki derajat keparahan yang sangat besar.
Luka bakar kedalaman ini tidak dapat sembuh spontan dengan bantuan
epitelisasi dan hanya dapat sembuh dalam waktu yang cukup lama dan
meninggalkan bekas eskar yang signifikan.
̵ Luka bakar deep-dermal
Luka bakar dengan kedalaman deep dermal biasanya memiliki
bula dengan dasar bula yang menunjukkan warna blotchy red pada
reticular dermis. Warna blotchy red disebabkan karena ekstravasasi
hemoglobin dari sel darah merah yang rusak karena rupturnya
pembuluh darah. Ciri khas pada luka bakar kedalaman ini disebut
dengan fenomena capillary blush. Pada kedalaman ini, ujung-ujung
saraf pada kulit juga terpengaruh menyebabkan sensasi rasa nyeri
menjadi hilang.
̵ Luka bakar full thickness
Luka bakar tipe ini merusak kedua lapisan kulit epidermis dan
dermis dan bisa terjadi penetrasi ke struktur-struktur yang lebih
dalam. Warna luka bakar ini biasanya berwarna putih dan waxy
atau tampak seperti gosong. Saraf sensoris pada luka bakar full
thickness sudah seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi
pinprick. Kumpulan kulit-kulit mati yang terkoagulasi pada luka
bakar ini memiliki penampilan leathery, yang disebut eskar.
b. Luka Bakar Berdasarkan Keparahan
Menurut KEMENKES RI (2019) luka bakar berdasarkan tingkat
keparahan adalah :
1. Luka bakar ringan
Kriteria luka bakar ringan :
14
a. TBSA ≤15% pada dewasa
b. TBSA ≤10% pada anak
c. Luka bakar full-thickness dengan TBSA ≤2% pada anak maupun
dewasa tanpa mengenai daerah mata, telinga, wajah, tangan, kaki,
atau perineum.
2. Luka bakar sedang
Kriteria luka bakar sedang :
a. TBSA 15–25% pada dewasa dengan kedalaman luka bakar full
thickness <10%
b. TBSA 10-20% pada luka bakar partial thickness pada pasien anak
dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun, atau luka bakar
full-thickness <10%
c. TBSA ≤10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau dewasa
tanpa masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga,
tangan, kaki, atau perineum
3. Luka bakar berat
Kriteria luka bakar berat:
a. TBSA ≥25%
b. TBSA ≥20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia
diatas 40 tahun
c. TBSA ≥10% pada luka bakar full-thickness
d. Semua luka bakar yang mengenai daerah mata, wajah, telinga,
tangan, kaki, atau perineum yang dapat menyebabkan gangguan
fungsi atau kosmetik.
e. Semua luka bakar listrik
f. Semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi
g. Semua pasien luka bakar dengan kondisi buruk
15
3. Luka bakar tingkat 3 : ketebalan kulit yang meluas dengan bercak
warna putih dan membuat permukaan kulit menjadi kasar
4. Luka bakar tingkat 4 : luka bakar yang meluas hingga tendon (otot)
dan tulang, serta terlihat kehitaman.
16
Disebabkan oleh hirupan gas panas, cairan panas/produk berbahaya
hasil pembakaran yg tidak sempurna
d. Luka Bakar Berdasarkan Lokasi
Menurut Rahayuningsih (2012) berat ringannya luka bakar dipengaruhi
pula oleh lokasi luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan
dada seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang
menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang
mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan
occupasi dan dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu
bekerja dan atau ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka
bakar yang mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau
feces. Sedangkan luka bakar yang mengenai daerah torak dapat
menyebabkan tidak adekuatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.
e. Luka Bakar Berdasarkan Ukuran
Menurut Ledoh (2019), Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau
kelipatan 9 yang terkenal dengan Rule of Nine of Wallace yaitu :
1. Kepala dan leher : 9%
2. Lengan masing-masing 9% : 18%
3. Badan depan : 18%
4. Badan bagian belakang : 18%
5. Tungkai masing-masing 18 %: 36%
6. Genitalia/perinium : 1%
17
hasilnya. Prostaglandin menghambat pelepasan norepinefrin dan dengan
demikian menjadi penting dalam memodulasi sistem saraf adregenik yang
diaktifkan sebagai respons terhadap cedera termal. Interpretasi morfologi dari
perubahan ultrastruktur fungsional getah bening setelah cedera termal
menimbulkan peningkatan vakuola dan banyak interselular endothelium
terbuka (Gynaecol, 1980).
Selanjutnya, perubahan jaringan interstisial setelah trauma luka bakar
harus diperhatikan. Kehilangan cairan terus menerus dari sirkulasi darah pada
jaringan yang rusak secara termal menyebabkan peningkatan kadar hematokrit
dan penurunan curah jantung dan hipoperfusi pada tingkat sel. Jika cairan
tidak pulih secara memadai, syok akibat luka bakar akan meluas.
Selain itu, luka bakar yang menyebabkan cedera akan menimbulkan
denaturasi sel protein. Sebagian sel mati karena mengalami nekrosis traumatis
atau iskemik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses
denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotic dan hidrostatik yang
abnormal dan menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke dalam ruang
interstisial. Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut
menimbulkan peningktan permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak,
2011).
Jaringan kulit yang rusak akibat luka bakar akan terbentuk tiga zona, yaitu
[ CITATION Ika19 \l 1033 ]:
1. Zona hiperemia, zona statis, dan zona koagulasi. Zona hiperemia
merupakan zona dengan minimal kerusakan jaringan, tetapi pada zona ini
terjadi vasodilatasi dan respon inflamasi akut.
2. Zona statis merupakan zona dimana sel-sel mengalami injury akibat panas
dan berusaha bertahan. Akan tetapi sel-sel tersebut akan mati pada 48 jam
pertama setelah kontak dengan agen. Pada 48 jam pertama ini zona stasis
mengalami fase konstruksi dan terbentuknya mikrotrombus yang dapat
mengurangi suplai darah ke jaringan.
3. Zona koagulasi merupakan pusat dari luka bakar, di mana sel-sel di area
ini sudah mengalami kerusakan akibat agen termal dan terbentuknya area
yang tidak ada vaskularisasi.
18
Manifestasi klinis luka bakar secara umum yaitu :
1. Nyeri
a. Luka bakar derajat 1: sensitif terhadap sentuhan, tekanan, pergerakan
udara dan perubahan suhu
b. Luka bakar derajat 2 sangat nyeri yang tergantung dari keutuhan ujung
saraf
c. Luka bakar derajat 3 : tidak nyeri
2. Perubahan suara (serak), terdapat batuk-batuk, terdapat mengi, adanya
jelaga pada (karbon), gangguan menelan, produksi sekresi oral, serta
adanya sianosis: berkaitan dengan cedera pada saluran napas.
3. Adanya oedema jaringan pada area injury
4. Hipotensi, nadi cepat dan lemah, tanda syok hipovomik
5. Disritmia, kulit putih dan dingin : syok listrik
6. Keluaran urine menurun atau tidak ada pada fase akut
7. Kesemutan
8. Terjadi kejang (syok listrik)
9. Laserasi di bagian kornea, adanya kerusakan retina, penurunan visus, serta
pecahnya membran timpani
10. Efek sistem yang ditemukan pada luka bakar berat seperti syok, hipotermi,
perubahan uji metobolik Dan Darah
11. Mordibitas yang akan muncul mengikuti trauma awal, kemerahan bula,
edema,nyeri atau perubahan sensasi
19
Manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan
kerusakannya :
1. Fase Inflamatori
Fase pertama ini akan dialami pengidap setelah
terbentuknya luka dan akan berakhir pada 3 - 4 hari. Dalam
fase inflamatori terdapat dua proses, yaitu hemostasis dan
fagositosis. Hemostasis adalah penghentian pendarahan di
daerah luka. Dalam proses hemostasis terbentuk scab di
permukaan luka (jaringan yang dibentuk di permukaan luka,
berwarna merah agak tua dan agak keras) agar tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme. Respons peradangan ini
sangat penting dalam proses penyembuhan karena setelahnya,
terjadi proses pembekuan darah untuk mencegah kehilangan
darah. Fase ini tidak akan berlangsung lama jika tidak
terjadi infeksi.
2. Fase Proliferatif
Fase kedua ini muncul setelah fase inflamatori yang
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-21. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut
proteoglikan setelah 5 hari terjadinya luka. Kolagen adalah
protein penyusun tubuh manusia yang dapat menambah tegangan
permukaan dari luka. Semakin banyak jumlah kolagen, semakin
bertambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan
20
luka menjadi terbuka. Jaringan epitel tumbuh melintasi luka
(epitelisasi), meningkatkan aliran darah yang memberikan
oksigen dan nutrisi penting bagi proses penyembuhan luka.
Mediator kimia akan mengaktifkan neutrofil untuk bergerak
ke area luka dan memulai proses penyembuhan. Tahap
selanjutnya ialah perbaikan integritas struktur sel
jaringan.
3. Fase Maturasi
Fase ini dimulai dari hari ke-21 dan berakhir sekitar 1 -
2 tahun. Fibroblas terus - menerus mensintesis kolagen,
kemudian bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas,
dan meninggalkan garis putih. Terbentuknya kolagen yang baru
mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan.
Terbentuk jaringan parut yang hampir sama kuat dengan
jaringan sebelumnya. Selanjutnya, terdapat pengurangan
secara bertahap pada aktivitas seluler dan vaskularisasi
jaringan yang mengalami perbaikan.
2.7.7. Indikasi Rawat Inap pada Pasien Luka Bakar
Menurut Purwanto (2016) indikasi pasien dengan luka bakar untuk rawat
inap adalah:
- Dewasa : >15%
- Anak : >10%
b. Luka bakar pada anak (<5 tahun) atau usia lanjut (>60 tahun).
c. Luka bakar derajat III dan IV.
d. Luka bakar di wajah, tangan, kaki dan perineum.
e. Luka bakar di area fleksor (leher, aksila, lipat siku, pergelangan tangan,
lipat lutut, lipat kaki).
f. Sebab luka bakar :
- Luka bakar karena zat kimia dengan luas luka bakar >5% luas
permukaan tubuh atau >1% luas permukaan tubuh jika konsentrasi zat
kimia >50%.
21
- Paparan radiasi terionisasi/ radioaktif.
Kriteria Rujukan:
1. Luka bakar lebih dari 10% Total Body Surface Area (TBSA)
2. Luka bakar lebih dari 5% TBSA pada anak
3. Luka bakar full thickness lebih dari 5% TBSA
4. Luka bakar pada area khusus (Wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum,
sendi utama, dan luka bakar yang mengelilingi ekstremitas serta luka bakar
pada dada)
5. Luka bakar dengan trauma inhalasi
6. Luka bakar listrik
7. Luka bakar karena zat kimiawi
8. Luka bakar dengan penyakit yang menyertai sebelumnya
9. Luka bakar yang disertai trauma mayor
10. Luka bakar pada usia ekstrem: anak sangat muda dan orang tua
11. Luka bakar pada wanita hamil
12. Luka bakar bukan karena kecelakaan
22
a. Pasien dengan luka bakar dengan luas dan dalam harus mendapatkan
perawatan yang lebih intens yaitu dengan merujuk ke RS yang memiliki
fasilitas sarana pelayanan luka bakar yang memadai.
b. Sebelum dilakukan transfer pasien, harus dilakukan assessment segera dan
stabilisasi di rumah sakit yang terdekat
c. Tata laksana awal mencakup survei primer dan sekunder serta evaluasi
pasien untuk kemungkinan rujukan
d. Seluruh assessment dan tata laksana yang diberikan harus dicatat sebelum
dilakukan transfer pasien ke unit luka bakar
e. Lakukan komunikasi via telepon segera dengan unit tujuan rujuk sebelum
transfer pasien ke rumah sakit
2.7.8. Penatalaksanaan Luka Bakar
1) Menghentikan proses pembakaran : jika dalam keadaan terbakar maka
harus segera dilakukan pemadaman dgn cara menyiram air dalam jumlah
banyak, menggulingkan penderita di tanah atau menutup dgn selimut basah
2) Perawatan luka bakar : luka bakar harus ditutup dengan cepat untuk
memperkecilkan kemungkinan terkontaminasi bakteri dan mengurangi rasa
nyeri dengan mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit
yang terbakar. perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari
luka
Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar. Tindakan ini
memiliki dua tujuan:
23
a) Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menutup bagian yang terbakar untuk memasok pasokan oksigen
pada api yang menyala
b) Singkirkan baju, dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket,
karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
c) Setelah sumber panas menghilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama minimal lima belas menit.
d) Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Tidak seharusnya diberikan langsung
pada luka bakar apapun.
e) Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survei sekunder
24
Pada pasien luka bakar,pemberian nutrisi enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini.
25
dapat mencapai 30liter dalam 24 jam. Tingginya pemberian cairan ini juga
mencegah penurunan perfusi ginjal dan mengurangi risiko gagal ginjal.
Penatalaksanaan luka bakar tergantung pada tingkat keparahan nya.
Pertama luka bakar ringan, derajat ringan jika luas kurang dari 50%. Bagian
yang terkena panas segera dikompres dg air dingin atau dialiri air dingin dan
tidak dianjurkan mengoles luka bakar dengan odol atau komfer. Kedua, luka
bakar sedang, dan ketiga luka bakar berat, lebih parah dan lebih luas dari
kondisi luka bakar sedang, dan untuk luka bakar karena zat kimia
membutuhkan penatalaksanaan secara khusus, dialiri air dingin lebih lama
(20-30 menit) ditutup dengan kain halus dan rujuk ke rumah sakit
Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala
sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa
diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya adalah menegakkan
diagnosis yang tepat.
a. Riwayat penyakit
Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang diderita
pasien sebelum terjadi trauma:
b. Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan
lingkungan:
1) Luka bakar:
a. Durasi paparan
b. Jenis pakaian yang digunakan
c. Suhu dan Kondisi air, jika penyebab luka bakar adalah air panas
d. Kecukupan tindakan pertolongan pertama
2) Trauma tajam:
a. Kecepatan proyektil
b. Jarak
26
c. Arah gerakan pasien saat terjadi trauma
d. Panjang pisau, jarak dimasukkan, arah
3) Trauma tumpul:
a. Kecepatan dan arah benturan
b. Penggunaan sabuk pengaman
c. Jumlah kerusakan kompartemen penumpang
d. Ejeksi (terlontar)
e. Jatuh dari ketinggian
f. Jenis letupan atau ledakan dan jarak terhempas
c. Pemeriksaan survei sekunder
1) Lakukan pemeriksaan head to toe examination merujuk pada
pemeriksaan sekunder ATLS course (advanced trauma life support)
2) Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
3) Persiapkan dokumen transfer
27
2. Alirkan air mengalir di lokasi luka bakar sampai nyerinya berkurang.
3. Tutup dengan perban tipis.
4. Parasetamol atau ibuprofen boleh diberikan untuk meredakan nyeri
5. Jangan oleskan salep, bubuk, ramuan atau barang apapun karena dapat
membuat luka bakar memburuk.
6. Jangan memecahkan lenting-lenting kulit yang terbentuk.
28
b. Breathing : Pernapasan dan ventilasi
Derajat kesadaran :
a. Riwayat penyakit
29
L (Last meal) : Makan terakhir
c. Mekanisme trauma
1) Luka bakar :
̵ Durasi paparan
2) Trauma tajam :
̵ Kecepatan proyektil
̵ Jarak
3) Trauma tumpul :
̵ Ejeksi (terlontar)
30
̵ Monitoring / Chart / Hasil resusitasi tercatat
31
keberhasilan perawatan luka dengan tetap menjalankan prosedurnya. Begitu
pula sebaliknya, apabila perawatan luka bakar tidak dilakukan dengan
semestinya maka akan berdampak pada pasien itu sendiri.
Keberhasilan perawatan luka bakar ditentukan oleh sterilitas ruangan,
sterilitas perawat, sprei yang steril, hindari serangga, dan suhu kamar terjaga
antara 24 sampai 25 derajat. Tingkat keberhasilan perawatan penderita luka
bakar juga sangat dipengaruhi oleh cara penanganan, kerjasama dan kecekatan
tim kesehatan yang merawat disamping faktor-faktor lain (usia penderita,
riwayat kesehatan, penyebab luka bakar,cedera lain yang menyertai dan
kebiasaan hidup). Dengan makin berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi maka makin berkembang pula teknik atau cara penanganan luka
bakar sehingga makin meningkatkan kesempatan untuk sembuh bagi penderita
luka bakar.
Usia klien sendiri juga turut mempengaruhi berat ringannya luka bakar.
Angka kematiannya (mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia
kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang
berusia di atas 65 tahun. Tingginya statistic mortalitas dan morbiditas pada
orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari berbagai
gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai,
dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-bahaya
lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan terhadap injury
luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan terjadi athropi pada bagian-
bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti ketika mandi dan memasak dapat
menyebabkan terjadinya luka bakar.
2.7.13. 4 Diagnosa Prioritas dari Skenario
Diagnosa Prioritas :
1. Dx : Gangguan Rasa Nyaman b.d nyeri
a. Data Subjektif : Pasien mengeluh nyeri
b. Data Objektif :
̵ Tampak luka diseluruh lengan kanan, punggung, dada, leher dan
wajah
̵ Suhu 38°c
̵ Eritema pada wajah
2. Dx : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d obstruksi jalan nafas
a. Data Subjektif : Pasien mengeluh nyeri dengan suara serak dan hanya
mengatakan kalimat yang pendek-pendek
32
b. Data Objektif :
̵ Rr : 27x/menit
̵ Nadi : 105x/menit
̵ Suhu : 38°c
3. Dx : Kerusakan integritas kulit b.d agen cedera
a. Data Subjektif : Mengalami luka
b. Data Objektif :
Luka derajat I-III
4. Dx : Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cara aktif
2.7.14. Luas Luka Bakar dari Skenario
1. Lengan kanan : 9%
2. Punggung : 18%
3. Dada : 9%
4. Wajah dan leher : 4,5%
Total : 40,5%
33
Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual dan muntah
6) Neurosensori
Gejala : area kebas, kesemutan
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, aktivitas
kejang, paralisis (Cedera aliran listrik pada aliran
Saraf)
7) Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri, panas
8) Pernafasan
Gejala : Cedera inhalasi (terpajan lama)
Tanda : serak, batuk, sianosis, jalan nafas atas stridor
bunyi nafas gemiricik, ronkhiSecret dalam jalan nafas
9) Keamanan
Tanda : destruksi jaringan, kulit mungkin coklat dengan
tekstur seperti : lepuh, ulkus, nekrosis atau jaringan
parut tebal
b. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida, obstruksi trakeobronkial, keterbatasan
pengembangan dada
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kebocoran kapiler dan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ruang Interstisial
3) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kebocoran kapiler dan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ruang Interstisial
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan status hipermetaboik, katabolisme protein
5) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema
6) Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma
kerusakan permukaan kulit
7) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan
barier kulit, kerusakan respons imun, prosedur invasive
34
8) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema,
nyeri, kontraktur
c. Fokus Intervensi
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan
karbonmonoksida,obstruksitrakeobronkial, keterbatasan
pengembangan dada (Doenges, 2000).
Tujuan : Pemeliharaan oksigenasi jaringan adekuat
Intervensi :
a) Awasi frekuensi, irama, kedalaman napas
b) Berikan terapi O2 sesuai pesanan dokter
c) Berikan pasien dalam posisi semi fowler bila mungkin
d) Pantau AGD, kadar karbonsihemoglobin
e) Dorongan batuk atau latihan nafas dalam dan
perubahan posisi
2) Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kebocoran kapiler dan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke ruang Interstitiel (Effendi. C, 1999)
Tujuan : Pemulihan cairan optimal dan keseimbangan
elektrolit serta perfusi organ vital
Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital
b) Pantau dan catat masukan dan haluaran cairan
c) Berikan pengganti cairan intravena dan elektrolit
(kolaborasi)
d) Timbang berat badan setiap hari
e) Awasi pemeriksaan laboratorium (Hemoglobin,
Hematokrit,Elektrolit).
3) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
hipovolemi, penurunan aliran darah arteri (Doenges,
2000)
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat
Intervensi :
a) Kaji warna, sensasi, gerakan dan nadi perifer
b) Tinggikan ekstremitas yang sakit dengan tepat
35
c) Berikan dorongan untuk melakukan ROM aktif
d) Hindari memplester sekitar yang terbakar
e) Kolaborasi ; pertahankan penggantian cairan
perprotokol
4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan status hipermetaboik, katabolisme protein
(Doenges, 2000)
Tujuan : masukan nutrisi adekuat
Intervensi :
a) Pertahankan jumlah kalori ketat
b) Berikan makanan sedikit tapi sering
c) Timbang berat badan setiap hari
d) Dorong orang terdekat untuk menemani saat makan
e) Berikan diet tinggi protein dan kalori
f) Kolaborasi dengan ahli gizi
5) Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan
kerusakan kulit/jaringan, pembentukan edema (Doenges,
2000)
Tujuan : nyeri berkurang/terkontrol, ekspresi wajah
rileks
Intervensi :
a) Kaji terhadap keluhan nyeri lokasi, karakteristik,
dan intensitas (skala 0-10)
b) Anjuran teknik relaksasi
c) Pertahanan suhu lingkungan yang nyaman
d) Jelaskan setiap prosedur tindakan pada pasien
e) Kolaborasi pemberian analgetik
6) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan
barier kulit, kerusakan respons imun, prosedur invasif
(Effendi. C, 1999).
a) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
b) Terapkan teknik aseptik antiseptik dalam perawatan
luka
c) Pertahankan personal higiene pasien
36
d) Ganti balutan dan bersihkan areal luka bakar tiap
hari
e) Kaji tanda-tanda vital dan jumlah leukosit
f) Kolaborasi pemberian antibiotik
7) Gangguan Integritas kulit berhubungan dengan trauma
kerusakan permukaan kulit (Doenges, 2000).
Tujuan : Menunjukkan regresi jaringan, mencapai
penyembuhan tepat waktu.
Intervensi :
a) Kaji atau catat ukuran, warna, kedalaman luka
terhadap iskemik
b) Berikan perawatan luka yang tepat
c) Pertahankan tempat tidur bersih, kering
d) Pertahankan masukan cairan 2500-3000 ml/Hr
e) Dorong keluarga untuk membantu dalam perawatan diri
8) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan edema,
nyeri, kontraktur (Effendi. C, 1997)
Tujuan : Mempertahankan posisi fungsi, meningkatkan
kekuatan dan fungsi yang sakit.
Intervensi :
a) Kaji ROM dan kekuatan otot pada area luka bakar
b) Pertahankan area luka bakar dalam posisi fungsi
fisiologis
c) Beri dorongan untuk melakukan ROM aktif tiap 2-4 jam
d) Jelaskan pentingnya perubahan posisi dan gerakan
pada pasien
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi dalam
rehabilitasi
d. Implementasi
Implementasi pada pasien luka bakar adalah disesuaikan
intervensi keperawatan.
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi disesuaikan dengan kriteria hasil.
37
2.7.16. Pemeriksaan Penunjang Luka Bakar
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah:
1) Hitung darah lengkap: Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh
panas terhadap pembuluh darah.
2) Leukosit akan meningkat sebagai respons inflamasi
3) Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera inhalasi
4) Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis.
5) Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema jaringan
6) Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan
7) EKG : Tanda iskemik miokardia dapat terjadi pada luka bakar
8) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar
selanjutnya.
2.7.17. Komplikasi Luka Bakar
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013).
a. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering terjadi.
Sistem integument memiliki peranan sebagai pelindung utama dalam
melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan tubuh
lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur. Infeksi
juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter urin
dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung
pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia
(Burninjury, 2013).
b. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain
itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah
38
baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi
darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang
kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
c. Komplikasi jangka Panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis.
Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks terjadi secara
berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka bakar terjadi di
area sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan pergerakan sendi.
Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami penyembuhan berkontraksi
atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien memiliki gerak terbatas pada area
luka. Selain itu, pasien dengan trauma luka bakar berat dapat mengalami
tekanan stress pasca trauma atau posttraumatic stress disorder (PTSD).
Depresi dan ansietas merupakan gejala yang sering ditemukan pada
penderita (Burninjury, 2013)
39
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Luka bakar adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat disebabkan oleh terpapar langsung oleh
panas (api, cairan atau lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia. Luka bakar
merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh. Luka bakar
adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan dengan benda-benda
yang menghasilkan panas baik kontak secara langsung maupun tidak langsung.
(Anggowarsito 2014). Adapun menurut Ledoh (2019), luka bakar disebabkan oleh dari
sumber panas ke tubuh. Panas tersebut mungkin di pindahkan melalui konduksi atau
radiasi elektromagnetik. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar, beratnya
luka bakar jug dipengaruhi oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas
(misalnya suhu benda yang membakar, jenis pakaian yang terbakar, sumber panas: api,
air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia, radiasi, kondisi ruangan saat terjadi
kebakaran dan ruangan yang tertutup. Luka bakar yang menyebabkan cedera akan
menimbulkan denaturasi sel protein. Sebagian sel mati karena mengalami nekrosis
traumatis atau iskemik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses
denaturasi sehingga timbul gradien tekanan osmotic dan hidrostatik yang abnormal dan
menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Cedera sel
memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan peningktan
permeabilitas kapiler secara sistemik (Kowalak, 2011).
Manifestasi klinik yang muncul pada luka bakar sesuai dengan kerusakannya,
yaitu Grade I: Kerusakan pada epidermis, kulit kering kemerahan, nyeri sekali, sembuh
dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut; Grade II: Kerusakan pada epidermis dan
dermis, terdapat vesikel dan edema subkutan, luka merah, basah dan mengkilat, sangat
nyeri, sembuh dalam 28 hari tergantung komplikasi infeksi; dan Grade III: Kerusakan
pada semua lapisan kulit, tidak ada nyeri, luka merah keputihan dan hitam keabu-
abuan, tampak kering, lapisan yang rusak tidak sembuh sendiri maka perlu skingraf.
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan tempat pasien dirawat
melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara lain mencakup
penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di unit gawat darurat,
40
penanganan di ruangan intensif dan bangsal. Tindakan yang dilakukan antara lain terapi
cairan, fisioterapi dan psikiatri pasien dengan luka bakar memerlukan obat-obatan
topikah karena eschar tidak dapat ditembus dengan pemberian obat antibiotik sistemis.
Pemberian obat-obat antopikah anti mikrobial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka
akan tetapi untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi,
dengan pemberian obat-obatan topikah secara tepat dan efektif dapat mengurangi
terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering kali masih terjadi penyebab
kematian pasien.
Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Burninjury, 2013). Komplikasi
jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan psikologis. Menurut Doenges M.E
(2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah hitung darah lengkap,
pemeriksaan kadar leukosit, analisa gas darah (AGD) : Untuk kecurigaan cedera
inhalasi, elektrolit serum, kalium meningkat sehubungan dengan cedera jaringan,
hipokalemia terjadi bila diuresis, albumin serum meningkat akibat kehilangan protein
pada edema jaringan, kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan,
pemeriksaan EKG untuk melihat tanda iskemik miokardia yang dapat terjadi pada
luka bakar, serta melakukan fotografi luka bakar yang bertujuan untuk memberikan
catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
Menurut Ariningrum (2018), bahwa prinsip dalam penganan luka bakar sama
seperti penanganan pada luka akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABCDE yang di
ikuti dengan pendekatan khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey
sekunder. Evaluasi luka bakar harus dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang
lain. anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Adapaun prinsip ABCDE yang
dilakukan untuk penanganan luka bakar adalah A: Airwhay (bebaskan jalan napas,
lindungi C-spine); B: Breathing (beri bantuan nafas, tambahkan oksigen); C:
Circulation (hentikan perdarahan, berikan infus); D: Dissability (cegah peningkatan
TIK); dan E: Exposure (buka semua baju, cegah hipotermi). Tindakan primary
survey yitu dengan cara segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa
dan lakukan manajemen emergensi, evaluasi klinis dimulai dengan
airway, breathing, circulation (ABC) diikuti anamnesis dan pemeriksaan
fisik utk menentukan etiologi, luas dan kedalaman luka bakar.
41
Selanjutnya tindakan secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh
mulai dari kepala sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah
kondisi mengancam nyawa diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan
akhirnya adalah menegakkan diagnosis yang tepat.
3.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas diharapkan mahasiswa mampu memahami
tentang “Asuhan Keperawatan Luka Bakar” serta dapat mempraktekkan dengan
baik. Dengan adanya hasil makalah ini diharapkan dapat dibaca sebagai bacaan
untuk menambah wawasan dari ilmu yang telah didapatkan agar lebih baik dari
sebelumnya
42
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto. (2014). Orang Tua Cermat, Anak Sehat. Jakarta: Gagas Media
Anggowarsito, Jose L. 2014. “Luka Bakar Sudut Pandang Dermatologi.” 2(2):115–20.
Arif, Mz. (2017). Pengaruh madu terhadap luka bakar. Fakultas Kedokteran, 7(5): 72.
Lampung. Diakses dari
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/1837/pdf
Ariningrum, Dian. (2018). Manajemen Luka. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Belleza, M. (2016). Burn Injury. Burn Injury Nursing Care Management and Study Guide.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan, Edisi 8. Singapura: Salemba Medika.
Brunner & Sudarrth. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth. J. (2014). Buku Saku Patofisiolo gi Edisi 3. Jakarta. EGC
Doenges, Marilynn E. Dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan & Pedoman
Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III.
Alih Bahasa: I Made Kriasa. Jakarta : EGC
Effendi, C. (1999). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: EGC
Emergency Nurses Association., dkk. (2017). Sheehy’s Emergency and Disaster Nursing –
1st Indonesia Edition. Singapore : Elsevier Health Sciences
Fitriana, R, N. 2014. Hubungan Self Efficacy Dengan Tingkat Pengetahuan Ibu dalam
Penanganan Pertama Luka Bakar Pada Anak Usia Prasekolah. Skripsi, Sarjana
Keperawatan. Stikes Kusuma Husuda Surakarta
Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan Medikal Bedah II. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Haryono, W., Wibianto, A., & Hidayah, T. S N. (2021). Epidemiologi dan Karakteristik
Pasien Luka Bakar di RSUD Cibabat dalam Periode 5 Tahun (2015-2020) : Studi
Restrofektif. Cermin Dunia Kedokteran, 48 (4), 208-210
Hasanah A.N (2018). Efektivitas Ekstrak Etanol Biji Edamame terhadap Jumlah Firoblas
Pada penyembuhan Luka derajat II. Skripsi. Fakultas kedokteran. Universitas Jember
Hatta, D.R., Pamungkas, K.A., & Nugraha, D.P. (2015). Profil pasien kontraktur yang
menjalani perawatan luka bakar di RSUD Arifin ahmad periode januari 2011-
desember 2013. JOM FK Volume 2 n0 2. 1-5
43
KEMENKES RI NOMOR HK.01.07MENKES/555/2019 TENTANG PEDOMAN
NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA LUKA BAKAR
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana
Luka Bakar. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Ledoh, Otan. O. (2019). Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan Combustio di Ruang
Asoka RSUD DR W.Z Yohanes Kupang. KTI. Poltekkes Kemenkes Kupang. Diakses
Dari http://repository.poltekeskupang.ac.id/1626/1/Otan%20Ledoh.pdf
Long, Barbara C, (1996). (2013). Perawatan Medikal Bedah, (Volume 2), Penerjemah:
Karnaen, Adam, Olva, dkk, Bandung, Yayasan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Luckman & Sorensen, S. (1993). Medical Surgical Nursing: A Psych
Psychiologic Approach. 4th Edition. Philadelpia: WB. Sauders Company
Masduqie, Moch Luthfan Fahmi. (2020). Hubungan Status Pekerjaan dengan Tingkat
Pengetahuan Tentang Penanganan Pertama Luka Bakar Oleh Dokter dan Perawat di
Pelayanan Kesehatan Primer. Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Jember, hal 10.
Diakses dari https://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/101847/Moch
%20Luthfan%20Fahmi%20Masduqie-162010101060.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Mawarsari, Titis. (2015). Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas
Jepang pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Fakultas Kedokteran. UIN Syarif
Hodayatullah Jakarta
Moenadjat, Y. (2009). Luka Bakar Masalah dan Tata Laksana. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Hlm 90-100.
Namarno. (2016). Keperawatan kegawatdaruratan & Manajemen Bencana. Jakarta : Pusdik
SDM Kesehatan.
Ngui, Herodia Rawati. (2019). Manajemen Asuhan Keperawatan Kegawatdaruratan pada
Tn. Y dengan Diagnosisi Thermal Burn Injuri (Combutsio) di Ruang Unit Luka bakar
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Makassar: Sekolah Tinggi Kesehatan Panakkukang
Makassar.
Nosa, U. S (2021) Scoping Review Efektifitas Vitamin C sebagai Penyembuhan
Luka Bakar Pada Kondisi Luka Bakar (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
AIRLANGGA)
Pierce A.G. & Neil R. Borley. (2007). At A Glance Ilmu Bedah. Jakarta: Erlangga.
Purwanto, Hadi. (2016). Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta : Kemenkes RI.
Rahayuningsih, Tutik. (2012). Penatalaksanaan Luka Bakar (Combustio). Jurnal Profesi
Keperawatan, 08, 1-12.
44
Rini, I. S. (2019). Buku Ajar Keperawatan Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD).
Malang: Penerbit UB Press.
Setyo. I. (2019). Pertolongan Pertama Gawat Darurat. Malang : UB Press.
Sitohang, Doharmauli. (2019). Diagnosa Pada Pasien Luka Bakar. Diakses dari
https://doi.org/10.31219/osf.io/v95zx
Sukadana, I M., S R Santi., & Melli. (2019). Potensi Ekstrak Etanol Bawang Merah (Allium
Ascolonicum L.) dan Garam NaCl Menurunkan Luas Area Serta Meningkatkan
Kontraksi Jaringan Luka Bakar Ringan. Bali: Universitas Udayana. Jurnal Kimia
(Journal Of Chemistry) 13 (1), Januari 2019: 53 – 57.
Widyawati, V. (2019). Jadi Dokter Keluarga di Rumah Sendiri. Yogyakarta : Laksana
Yasmara, Deni. (2016). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Yuliati. (2017). Modul Penanganan Kasus Luka Bakar Mata Kuliah Keperawatan Kritis.
Univeristas Esa Unggul. Diakses dari https://digilib.esaunggul.ac.id/public/UEU-
Course-9525-7_00193.pdf
45