Full
Full
SKRIPSI
Oleh :
Yunita Dwi Wulansari
NIM : 078114113
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
i
ii
iii
Learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow.
The important thing is not to stop questioning.
(Albert Einstein)
iv
v
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
pada Penetapan Kadar Kurkumin Dalam Sediaan Cair Obat Herbal Terstandar
(OHT) Kiranti®. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
semangat, kritik maupun saran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
1. Ipang Djunarko, M.Si, Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma.
3. Jeffry Julianus, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan,
4. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas segala arahan, masukan,
5. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. yang telah bersedia memberikan
vii
6. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. atas pengetahuan dan diskusi yang telah diberikan
kepada penulis.
7. Mas Bimo, Mas Parlan, Mas Kunto, dan Mas Wagiran atas bantuannya selama
8. Segenap dosen dan karyawan atas segala ilmu dan pengalaman yang diberikan,
9. Eliz dan Veny, sebagai rekan kerja penulis atas segala dukungan, kebersamaan,
bantuan, dan semangat yang diberikan baik selama penelitian maupun saat
10. Tere, Seno, Lilis, Upil, Lala, Pakdhe, K3n, Benny, dan Pace, sebagai
penyusunan skripsi.
12. Dinar, Anin, Fifi, dan Dika, atas dukungan dan bantuan yang diberikan
kepada penulis.
13. Yudi, Yemi, Veny, Lilis, dan Devina sebagai teman yang sering satu
14. Mas Bayu, atas ilmu dan pengalaman yang telah dibagikan sehingga
Yogyakarta.
viii
16. Teman-teman BEMF 2009/2010 dan DPMF 2010/2011 atas kebersamaan
dan pengalamannya.
17. Teman-teman KKN kel 26 XL yang telah menjadi teman yang baik selama
selama ini.
20. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis,
terimakasih atas bantuan yang diberikan selama ini sehingga penulis bisa
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk membantu penulis dalam
perkembangan selanjutnya.
Penulis
ix
DAFTAR ISI
PRAKATA...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. x
1. Permasalahan....................................................................................... 3
A. Kurkumin................................................................................................. 6
x
B. Sediaan Cair Oral..................................................................................... 9
D. Kiranti..................................................................................................... 11
1. Tinjauan umum.................................................................................. 11
2. Sistem KLT....................................................................................... 15
F. Densitometri........................................................................................... 17
G. Validasi Metode..................................................................................... 19
1. Tinjauan umum.................................................................................. 19
2. Parameter validasi.............................................................................. 21
H. Landasan Teori........................................................................................ 24
I. Hipotesis.................................................................................................. 25
B. Variabel Penelitian.................................................................................. 26
C. Definisi Operasional............................................................................... 27
D. Bahan Penelitian..................................................................................... 27
E. Alat Penelitian........................................................................................ 27
xi
5. Pembuatan kurva baku dan pengamatan nilai Rf ............................. 29
G. Analisis Hasil.......................................................................................... 30
1. Selektivitas ........................................................................................ 30
2. Linearitas........................................................................................... 31
3. Akurasi.............................................................................................. 31
4. Presisi................................................................................................. 31
5. Range................................................................................................. 31
1. Selektivitas........................................................................................ 41
2. Linearitas.......................................................................................... 44
3. Akurasi............................................................................................ 44
4. Presisi.............................................................................................. 45
xii
5. Range.............................................................................................. 46
A. Kesimpulan............................................................................................ 49
B. Saran...................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 50
LAMPIRAN............................................................................................... 54
BIOGRAFI PENULIS............................................................................... 72
xiii
DAFTAR TABEL
AUC…………………………………………………………… 40
Tabel VI. Perbandingan nilai Rf baku dan sampel, serta nilai resolusi….. 43
xiv
DAFTAR GAMBAR
175 ppm……………………………………………………..... 35
III)…………………………………………………………….
xv
DAFTAR LAMPIRAN
sintesis……………………………………………………..… 55
Lampiran 12. Nilai AUC sampel dan sampel yang diadisi baku kurkumin... 70
xvi
INTISARI
xvii
ABSTRACT
xviii
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature serta krisis berkepanjangan
tradisional dipercaya oleh masyarakat memiliki efek samping yang relatif kecil
bila dibandingkan obat sintesis (Sari, 2006). Walaupun demikian bukan berarti
tanaman obat atau obat tradisional tidak memiliki efek samping yang merugikan,
obat herbal sehingga obat herbal dapat dimasukkan dalam pengobatan formal.
OHT adalah obat herbal yang menggunakan bahan baku yang telah
terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan dengan uji praklinis. Standarisasi bahan
baku diperlukan agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya
Salah satu senyawa yang berasal dari tanaman dan banyak digunakan
sebagai bahan obat atau campuran obat tradisional adalah kurkumin. Kurkumin
1
2
dimana kurkumin bersifat fotosensitif dan mudah terdegradasi dalam larutan. Oleh
karena itu, perlu penjaminan mutu terhadap produk yang memiliki kandungan
terbesarnya adalah sediaan cair OHT Kiranti®. Produk ini cukup banyak
digunakan oleh masyarakat. Bahan baku yang digunakan dalam produk ini adalah
minyak atsiri, penetapan kadar air, kadar abu larut air, kadar abu yang tidak larut
air, kadar abu larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, susut
pengeringan, dan bahan organik asing (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan, 1995a). Standarisasi yang dilakukan belum mencakup analisis kadar zat
aktif pada produk jadi. Oleh karena itu, penetapan kadar zat aktif dalam OHT
Kiranti® perlu dilakukan untuk mengetahui jumlah zat aktif yang nantinya
Dalam sediaan ini selain terdapat kurkuminoid juga terdapat senyawa lain,
seperti golongan minyak atsiri. Oleh karena itu digunakan metode Kromatografi
kurkuminoid lainnya serta senyawa lain yang terdapat dalam sampel, sehingga
3
metode, dan aplikasinya pada sediaan OHT yang beredar di pasaran. Dalam hal
sistem yang diperoleh dari hasil optimasi yang dilakukan pada rangkaian
penelitian ini. Suatu metode analisis harus divalidasi ketika suatu metode
bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa metode analisis dengan sistem yang
hasil analisis yang valid atau dapat dipercaya. Oleh karena itu, validasi metode
1. Permasalahan
apakah penetapan kadar kurkumin pada sediaan cair OHT Kiranti® dengan metode
4
2. Keaslian penelitian
kurkumin dengan metode KLT yang pernah dilakukan yaitu, penetapan kadar
(HPTLC) (Gupta, Gupta, and Kumar, 1999), standarisasi mutu dengan HPTLC
gerak kloroform : asam asetat glasial (95:5). Sejauh sepengetahuan penulis sistem
sebelumnya.
3. Manfaat penelitian
penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT Kiranti® secara KLT-
Densitometri.
B. Tujuan
validasi yaitu selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, dan range sehingga dapat
digunakan untuk penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair OHT Kiranti®.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Kurkumin
(Curcuma longa L.) dan temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) (Tonnesen, 1989;
O O
HO OH
kurkumin
OCH3 OCH3
O O
HO demetoksikurkumin OH
OCH3
O O
HO OH
bis-demetoksikurkumin
6
7
(Jaruga, 1998; Pan, 1999) memiliki berat molekul 368,126 g/mol (Tonnesen and
molekul C21O6H2O (Tonnesen and Karlsen, 1985). Strukturnya yang rigid dan
bilayer menjadi besar, dan juga bertanggung jawab terhadap warna kuning yang
(gambar 2). Dalam larutan, kurkumin terutama berada dalam bentuk enol.
kuning atau kuning jingga, sedangkan dalam suasana basa berwarna merah
larutan berair dengan pH basa, kurkumin mengalami reaksi degradasi pada gugus
metilen aktif pada senyawa tersebut. Degradasi ini terjadi bila kurkumin berada
dalam lingkungan pH 8,5 – 10,0 dalam waktu yang relatif lama, walaupun hal ini
tidak berarti bahwa dalam waktu yang relatif singkat tidak terjadi degradasi
vanilin aseton
Gambar 3.Reaksi degradasi kurkumin (Stankovic, 2004).
9
1997; Supardjan, dan Meiyanto, 2002) dan oleh sinar ultraviolet (Bermawie,
Sediaan cair oral dapat berupa larutan, emulsi, atau suspensi. Larutan
merupakan campuran homogen antara dua zat atau lebih. Emulsi adalah dua
cairan yang tidak saling campur, dimana salah satu cairan terdistribusi dalam
harus dipenuhi antara lain: keseragaman volume, angka lempeng total tidak lebih
dari 10, angka kapang khamir tidak lebih dari 10, mikroba patogen negatif,
aflatoksin lebih lebih dari 30 bagian per juta (bpj), bahan tambahan, wadah dan
Merupakan sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan
khasiatnya secara ilmiah dengan uji pra klinik dan bahan bakunya telah distandarisasi.
OHT harus memenuhi kriteria: aman, klaim khasiat dibuktikan praklinik,dan telah
dilakukan standarisasi bahan baku yang digunakan dalam produk jadi (Badan
Bahan baku yang digunakan dalam produk jadi dapat berupa simplisia.
Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat tradisional dan belum
mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain merupakan bahan yang
Standarisasi simplisia meliputi: penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar abu,
penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan kadar abu yang larut air,
penetapan kadar air, penetapan susut pengeringan, penetapan kadar sari yang larut
11
dalam air, penetapan kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan bahan organik
asing, dan penetapan kadar tanin (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan
Makanan, 1995a).
D. Kiranti®
untuk mengatasi rasa nyeri, perasaan letih, bau badan tak sedap saat haid,
keputihan dan membuat tubuh tetap fit sekaligus segar (Anonim, 2010).
domesticae Rhizoma (30 g), Tamarindi Pulpa (6 g), Kaempferiae Rhizoma (3 g),
Arengae pinnata Fructose (3 g), Zingiberis Rhizoma (0,8 g), Paullinia cupana
(0,23 g), Cinnamomi Cortex (0,1 g) dan air (hingga 150 mL) (Anonim, 2010).
1. Tinjauan Umum
suatu proses migrasi diferensial dinamis oleh sistem yang terdiri dari 2 fase atau
12
lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu
perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau
kerapatan muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau
ditetapkan dengan metode analitik (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan,
1995b).
dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase
gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya,
yang terelusi lebih awal atau lebih akhir. Umumya zat terlarut dibawa melalui media
pemisah oleh aliran pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam
dapat bertindak sebagai adsorben, seperti halnya adsorben alumina yang diaktifkan,
silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga
partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan
dalam suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Direktorat Jenderal
KLT dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. Pada KLT , fase
diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Meskipun
demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari
dengan metode KLT, harus dapat melarutkan analit dengan sempurna, mudah
menguap, viskositas rendah, serta dapat membasahi lapisan penyerap (Sherma and
Fried, 1996).
berikut:
secara kimia dengan seluruh solut yang mengandung gugus fungsional tertentu
bercak
atau 366 nm untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak
c. menyemprot lempeng dengan asam sulfat pekat atau asam nitrat pekat lalu
sampel menempuh jarak yang berbeda sesuai dengan seberapa kuat mereka
berinteraksi dengan fase diam dibandingkan dengan fase gerak. Semakin polar
solut maka semakin tertahan kuat ke dalam adsorben polar (silika gel). Solut-solut
non polar tidak mempunyai afinitas atau mempunyai sedikit afinitas terhadap
kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya interaksi dipol atau interaksi-
interaksi yang diinduksi oleh dipol. Solut-solut polar, terutama yang mampu
membentuk ikatan hidrogen, akan terikat kuat pada adsorben karenanya butuh
fase gerak yang cukup polar untuk mengelusinya. Berikut adalah urutan polaritas
solut-solut organik: alkana < alkena < aromatis < eter < ester < keton dan aldehid
< tiol < amin dan amida < alkohol < fenol < asam-asam organik (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Rf didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak senyawa dari titik awal dan
jarak tepi muka pelarut dari titik awal (Roth, 1994). Angka Rf berjangka antara
0,00 sampai 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal (Stahl, 1985).
Rf =
(Dean, 1995)
Rstd yang didefinisikan sebagai perbandingan antara jarak yang digerakkan oleh
senyawa yang tidak diketahui dengan jarak yang digerakkan oleh senyawa standar
Rx,a
(Dean, 1995).
pemilihan fase gerak terhadap jenis fase diam dan macam sampel yang dianalisis
Suharman, 1995).
2. Sistem KLT
a. Fase diam. Fase diam yang sering digunakan dalam KLT adalah
bahan penjerap (adsorben). Silika gel merupakan penjerap yang paling banyak
digunakan dalam KLT. Pada umumnya ditambah dengan bahan pengikat untuk
sering digunakan adalah gipsum, dan silika gel yang diberikan tambahan senyawa,
ini dikenal dengan istilah ”silika gel G”. Kadang-kadang untuk mempermudah
silika gel GF. Bahan penjerap lain yang digunakan adalah alumina, selulosa,
Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu
mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel.
Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan plat pada suhu 105ºC (Gandjar
b. Fase gerak. Fase gerak adalah medium angkut yang terdiri atas satu
atau beberapa pelarut. Fase gerak bergerak di dalam fase diam yaitu lapisan
berpori karena ada gaya kapiler. Yang digunakan adalah pelarut bertingkat mutu
analitik dan bila diperlukan sistem pelarut multikomponen, maka harus berupa
suatu campuran sederhana mungkin terdiri atas maksimum tiga komponen (Stahl,
1985).
gerak:
1) fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT
2) daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf solut
F. Densitometri
pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada
dengan kadar kecil, yang mana diperlukan pemisahan terlebih dahulu dengan
Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode ini dilakukan dengan mengukur
kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT. Pada umumnya
Pada metode densitometri diperlukan adsorbens dan fase gerak yang murni. Untuk
memperoleh hasil yang baik umumnya digunakan adsorbens siap pakai yang telah
Lempeng digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal dari sumber sinar
tersebut. Bercak yang kecil dan intensif akan menghasilkan suatu puncak kurva
absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya bercak yang lebar akan menghasilkan
Pada beberapa alat TLC scanner sudah dilengkapi alat pemroses data
atau mikro komputer, sehingga integrasi luas puncak atau tinggi puncak tersebut
kromatogramnya dan dapat pula direkam dan dicatat langsung sebagai kadarnya,
Penelusuran bercak secara horisontal dapat dilakukan satu persatu, atau apabila
satu pelat bercak yang diperoleh segaris semua maka dapat dilakukan penelusuran
untuk semua bercak sekaligus. Sedangkan cara penelusuran vertikal, hanya dapat
dilakukan satu per satu. Pada penelusuran bercak horisontal dengan penelusuran
benar-benar berada dalam satu baris. Cara ini akan mengalami kesulitan jika
bercak yang sangat dekat dengan bercak yang akan ditetapkan, karena ada
yang akan ditetapkan kadarnya pada kisaran panjang gelombang zat tersebut
(Mintarsih, 1990).
19
pelat buatan pabrik, karena pada pelat buatan sendiri fase diamnya kurang rata,
puncak yang lebar dan kasar. Puncak yang lebar disebabkan kurang kompaknya
fase diam, puncak yang kasar disebabkan permukaan pelat kurang rata (Mintarsih,
1990).
Ada dua cara penetapan dengan alat densitometer. Pertama, setiap kali
penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan dielusi
bersama dalam satu lempeng, kemudian Area Under Curve (AUC) sampel
dibandingkan dengan AUC zat baku. Yang kedua, dengan membuat kurva
hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC. Kurva baku diperoleh dengan
membuat totolan zat baku pada pelat KLT dengan bermacam-macam konsentrasi
(minimal tiga macam konsentrasi). Bercak yang diperoleh dicari AUC dengan
G. Validasi Metode
1. Tinjauan Umum
untuk menjamin bahwa metode analisis bersifat akurat, spesifik, dan reprodusibel
pada kisaran analit yang akan dianalisis. Secara singkat validasi merupakan aksi
konfirmasi bahwa metode analisis yang akan digunakan sesuai dengan tujuan
harus direvisi
yang paling baik. Untuk memperoleh hasil tersebut, semua variabel yang terkait
kromatografi, fase gerak, dan sistem deteksinya. Banyaknya parameter yang harus
komponen utama bahan obat atau zat aktif dalam sediaan farmasi.
21
pelepasan obat.
2. Parameter Validasi
hasil analisis yang diperoleh dengan menggunakan metode tersebut dengan nilai
dengan persen perolehan kembali terhadap sampel yang kadarnya telah diketahui
hasil yang diperoleh dari analisis berulang kali pada suatu sampel homogen.
analit pada kisaran yang diberikan. Linearitas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan
konsentrasi (x) (Rohman, 2009). Persyaratan data linearitas yang bisa diterima
jika memenuhi nilai koefisien korelasi (r) > 0,999 (Yuwono and Indrayanto,
2005).
23
didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat
dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. LOD merupakan batas uji
yang secara spesifik menyatakan apakah analit di atas atau di bawah nilai tertentu.
respon (S) 3 kali terhadap derau (N) atau LOD = 3 S/N (Swartz and Krull, 1997).
dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi
kemampuan suatu metode yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cernat
dan seksama dengan adanya kompoenen lain yang mungkin ada dalam matriks
cemaran, produk degradasi, senyawa sejenis, dan senyawa asing lain, kemudian
dibandingkan dengan hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan yang
(Harmita, 2004). Dalam teknik pemisahan, daya pisah (resolusi) antara analit yang
dituju dengan pengganggu lainnya harus > 1,5 (Swartz and Krull, 1997).
interval antara konsentrasi (jumlah) analit pada level atas dan pada level bawah
dalam suatu sampel, yang mana dapat ditunjukkan bahwa prosedur analisis
F. Landasan Teori
banyak obat tradisional. Salah satu kategori obat tradisional adalah obat herbal
terstandar, dimana obat tradisional ini telah melalui standarisasi bahan baku dan
uji praklinis.
dan fase gerak yang digunakan. Bercak analit hasil pemisahan KLT dapat
parameter validasi.
G. Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas adalah sistem KLT yang telah dioptimasi, yaitu jenis dan
kemurnian tinggi.
pada pH 4.
26
27
C. Definisi Operasional
1. Sistem KLT yang digunakan dalam penelitian adalah fase diam berupa silika
gel G 60 dan fase gerak berupa campuran kloroform dan asam asetat glasial
(95:5).
D. Bahan Penelitian
(hasil sintesis Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. yang telah dikonformasi
memiliki titik lebur 181,2-182,40C), metanol p.a. EMSURE® ACS, ISO, Reag.
Ph. Eur (E. Merck), kloroform p.a. EMSURE® ACS, ISO, Reag. Ph. Eur (E.
Merck), asam asetat glasial EMPARTA® ACS (E. Merck), plat KLT silika gel G
E. Alat Penelitian
(Pyrex).
9:1.
kloroform : asam asetat glasial (95:5). Fase gerak dibuat dalam labu ukur 100 mL
kemudian digojog.
b. Pembuatan seri larutan baku. Sebanyak 0,250 mL; 0,375 mL; 0,500
mL; 0,625 mL; 0,750 mL; dan 0,875 mL larutan stok kurkumin diambil dan
hingga tanda, sehingga didapatkan konsentrasi 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125
Seri larutan baku konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, dan 175 ppm masing-
masing ditotolkan dengan volume penotolan 3 µL pada plat KLT dengan fase
29
diam silika gel G 60 dan setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi
yang telah dijenuhi dengan fase gerak. Setelah mencapai jarak rambat 10 cm, plat
densitometer.
kurkumin
Seri larutan baku konsentrasi 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, 150
pada plat KLT dengan fase diam silika gel G 60 dan setelah kering dikembangkan
dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan fase gerak. Setelah
mencapai jarak rambat 10 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat
kurva baku yang paling baik. Selain itu dilihat pula nilai Rf dari masing-masing
Seri larutan baku konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, dan 175 ppm diberi
perlakuan seperti pada poin F.5. Replikasi dilakukan sebanyak 5 kali. Selanjutnya
dihitung kadar terukur dengan menggunakan persamaan kurva baku yang telah
dibuat pada poin F.5. Berdasarkan data ini dapat ditentukan recovery dan CVnya.
30
matriks sampel
kemudian didegasing selama 15 menit dan disaring dengan kertas saring. Larutan
Sejumlah 0,125 mL larutan sampel kurkumin dimasukkan dalam labu takar 5 mL,
pada poin F.5. Setelah itu dihitung kadar baku kurkumin dalam sampel
menggunakan persamaan kurva baku yang telah dibuat pada poin F.5. Kadar baku
kurkumin dalam sampel adalah selisih kadar LSK dengan kadar LS. Selanjutnya
G. Analisis Hasil
1. Selektivitas
sampel. Selain itu selektivitas juga ditunjukkan dengan nilai resolusi ≥ 1,5.
Resolusi (Rs)
31
2. Linearitas
baku kurkumin. Suatu metode dapat dikatakan memiliki linearitas yang baik jika r
> 0,999.
3. Akurasi
4. Presisi
5. Range
Recovery =
32
BAB IV
A. Pembuatan Metanol pH 4
dapat terdegradasi pada gugus metilen aktifnya, sehingga terbentuk asam ferulat
sebenarnya.
Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas kurkumin selama pengerjaan, maka
dilakukan penambahan asam asetat glasial sebanyak 1 bagian pada setiap 9 bagian
metanol.
32
33
Pembuatan fase gerak pada penelitian ini menggunakan fase gerak yang
diperoleh dari hasil optimasi yang dilakukan pada rangkaian penelitian ini, yaitu
kloroform : asam asetat glasial (95:5). Pembuatan fase gerak dengan jenis dan
komposisi tersebut bertujuan agar didapatkan polaritas fase gerak yang sesuai
sehingga dapat memisahkan kurkumin dengan senyawa lain dalam sampel secara
optimal. Selain itu, pemilihan asam asetat glasial sebagai salah satu komposisi
fase gerak, juga bertujuan untuk memberikan suasana asam untuk menjaga
kromatografi fase normal, karena fase gerak pada penelitian ini bersifat non polar,
konsentrasi baku kurkumin, yaitu 50 ppm, 75 ppm, 100 ppm, 125 ppm, 150 ppm,
dan 175 ppm. Pemilihan seri konsentrasi ini disesuaikan dengan melihat respon
detektor terhadap sinyal (peak) yang dihasilkan, apabila sinyal yang dihasilkan
pada konsentrasi tertentu terlalu kecil, maka sinyal tersebut dapat terganggu oleh
noise yang dihasilkan alat, maka pemilihan konsentrasi harus melihat rasio
konsentrasi analit terhadap sinyal (respon detektor). Selain itu pemilihan seri
konsentrasi ini juga bertujuan agar respon analit yang terdapat dalam sampel
dapat masuk ke dalam respon seri larutan baku. Dengan demikian persamaan
34
kurva baku yang diperoleh dapat digunakan untuk penetapan kadar analit dalam
sampel.
menggunakan 3 seri konsentrasi, yaitu konsentrasi 50 ppm, 100 ppm, dan 175
ppm. Penggunaan 3 seri konsentrasi ini bertujuan untuk melihat apakah pada
konsentrasi yang dianggap mewakili seluruh konsentrasi pada seri baku ini
panjang gelombang maksimum teoritis kurkumin adalah 425 nm. Dari hasil
175 ppm
100 ppm
50 ppm
Gambar 8. Spektra baku kurkumin konsentrasi 50ppm, 100 ppm, dan 175 ppm (λ
maks=425 nm)
Kurkumin
yaitu 100 ppm. Dari hasil pengamatan, diperoleh nilai Rf baku kurkumin 0,52.
Nilai Rf kurkumin dari sistem KLT ini dipengaruhi oleh interaksi kurkumin
dengan fase gerak maupun fase diamnya. Interaksi kurkumin dengan fase diam
Cl
Interaksi dipol-dipol
H C Cl
H3C C O
Cl
O H
Interaksi hidrogen
O O
Cl Cl
Cl
C
H C Cl
H Cl
Cl Interaksi
Cl dipol-dipol Cl
HO OH
H C Cl
H C Cl
Interaksi dipol-dipol
Cl
OCH3 Cl OCH3
Cl
Cl
H C Cl
H C Cl Interaksi dipol-dipol
Cl
Cl
O O
O O
H OCH3 OCH3 H
H O H O OH OH OH O H O H
Si O Si O Si O Si O Si O Si O Si OH
O O O O O O O
Si O Si O Si O Si O Si O Si O Si OH
fase geraknya lebih dominan. Adanya interaksi hidrogen dan interaksi dipol-dipol
antara asam asetat glasial dengan kurkumin serta interaksi dipol-dipol kloroform
dengan permukaan silika gel. Hal ini akan menyebabkan kurkumin dapat terelusi
oleh fase gerak dan mencapai jarak rambat tertentu. Interaksi yang sesuai antara
kurkumin dengan fase diam dan fase gerak akan menghasilkan nilai Rf yang baik,
Selain dari analisis interaksi senyawa terhadap fase diam dan fase
geraknya. Nilai Rf suatu senyawa juga dapat dijelaskan dari polaritas senyawa
tersebut dan kesesuaiaannya terhadap polaritas dari fase gerak yang digunakan.
Fase gerak yang digunakan yaitu campuran antara kloroform dan asam asetat
glasial (95:5) dengan indeks polaritas campuran 4,205. Dari hasil percobaan
kurkumin dapat terelusi oleh fase gerak dan mencapai jarak rambat tertentu.
untuk mendapatkan nilai koefisien korelasi yang paling baik. Koefisien korelasi
baik itu Area Under Curve (AUC) atau tinggi peak. Respon yang menunjukkan
nilai korelasi yang paling baik terhadap konsentrasi akan digunakan dalam
Hasil pengukuran respon dari tiap kadar baku kurkumin pada tiga
Pada tabel IV dapat dilihat bahwa hubungan antara kadar dengan AUC
dengan tinggi peak. Korelasi yang baik ini dilihat dari nilai r yang paling
mendekati 1. Oleh karena itu, respon pengukuran yang akan digunakan adalah
AUC.
Rata-rata sudut yang dibentuk dari hasil pembuatan kurva baku adalah
89,340C. Sudut ini hampir berdempet dengan sumbu y, sehingga dari segi
sensitivitas kurva baku ini kurang layak ditampilkan. Oleh karena itu, diperlukan
penyesuaian pada nilai AUC agar diperoleh sudut kemiringan yang mendekati
450. Faktor koreksi yang digunakan untuk penyesuaian nilai AUC adalah 100.
Nilai ini selanjutnya akan digunakan sebagai faktor koreksi AUC untuk setiap
perhitungan. Hasil penyesuaian nilai AUC ini dapat dilihat pada tabel V.
40
Tabel V. Data replikasi kurva baku kurkumin dengan penyesuaian nilai AUC
Baku kurkumin
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Seri baku Seri baku Seri baku
AUC/100 AUC/100 AUC/100
(ppm) (ppm) (ppm)
51,5 70,099 49,5 65,286 50 66
77,25 94,033 74,25 87,858 75 88,641
103 111,592 99 111,082 100 112,986
128,75 135,354 123,75 135,778 125 134,555
154,5 154,615 148,5 156,98 150 157,746
180,25 184,44 173,25 178,188 175 182,011
Kurva baku yang digunakan adalah kurva baku yang memiliki linearitas
baku memiliki linearitas yang baik apabila memiliki nilai r > 0,999 (Yuwono and
Indrayanto, 2005). Pada tabel V di atas dapat dilihat bahwa kurva baku replikasi II
dan III telah memenuhi persyaratan linearitas yang baik, namun yang dipilih
untuk digunakan pada perhitungan kadar selanjutnya adalah kurva baku replikasi
III, karena memiliki nilai r yang lebih mendekati 1. Kurva hubungan konsentrasi
kurkumin dengan AUC dapat dilihat pada gambar 13. Dengan demikian
0,9999.
41
hasil analisis yang dapat dipercaya. Validasi dilakukan dengan 3 seri konsentrasi
sedang, dan tinggi dari konsentrasi seri baku, yaitu 50 ppm, 100 ppm, dan 175
ppm. Pemilihan ketiga seri konsentrasi ini adalah untuk mewakili setiap
konsentrasi dari seri baku, yaitu 50 ppm sampai 175 ppm. Parameter yang
1. Selektivitas
mengukur respon analit dalam sampel secara akurat diantara semua komponen
Gelombang ultrasonik yang dihasilkan akan memberikan energi atau getaran yang
akan mendorong kurkumin keluar dari serbuk simplisia yang tersuspensi dalam
sampel, kemudian adanya metanol akan dapat menarik dan melarutkan kurkumin.
Hal ini disebabkan karena kurkumin memiliki kelarutan yang baik dalam metanol.
yang baik dalam metanol, sehingga dapat ikut terekstraksi bersama kurkumin,
karena itu, selektivitas yang baik dari metode diperlukan untuk mengukur analit
secara akurat tanpa terganggu oleh senyawa-senyawa lain yang terdapat dalam
sampel.
lain dari selektivitas adalah resolusi, dimana suatu metode dikatakan memiliki
selektivitas yang baik apabila memiliki nilai resolusi > 1,5 (Swartz and Krull,
1997). Perbandingan nilai Rf antara baku dan analit dalam sampel serta nilai
Tabel VI. Perbandingan nilai Rf baku dan sampel, serta nilai resolusi
Konsentrasi seri
Replikasi
larutan baku Rf baku Rf sampel Resolusi
sampel
kurkumin (ppm)
50 0,53 1 0,50 2,4
75 0,53 2 0,50 2,25
100 0,52 3 0,50 2,4
125 0,53 4 0,51 2,53
150 0,53 5 0,54 2,57
175 0,54
Rata-rata 0,53 0,51 2,43
Pada tabel VI dapat dilihat bahwa Rf baku dan analit dalam sampel
menunjukkan nilai yang identik, dimana nilai Rf rata-rata dari baku adalah 0,53
dan Rf rata-rata dari analit dalam sampel adalah 0,51. Dari gambar 14 dan 15
dapat dilihat nilai Rf yang identik antara baku dan sampel. Sedangkan untuk nilai
resolusi, pada gambar 15 dapat dilihat bahwa pada kromatogram sampel terdapat
3 peak dan nilai rata-rata resolusi antara peak nomor 3 dengan peak terdekat (peak
nomor 2) adalah 2,43. Berdasarkan nilai Rf dan resolusi yang diperoleh tersebut,
2. Linearitas
Linearitas suatu metode ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi (r) dari
kurva baku, dimana nilai r ini menunjukkan korelasi hubungan antara konsentrasi
dengan respon pengukuran, dalam hal ini AUC. Suatu metode dikatakan memiliki
linearitas yang baik apabila nilai r > 0,999 (Yuwono and indrayanto, 2005).
diperoleh nilai r untuk replikasi II = 0,9997 dan replikasi III = 0,9999. Nilai r
yang kurva baku repliasi II dan III tersebut memenuhi persyaratan, sehingga dapat
3. Akurasi
sebenarnya. Suatu metode dikatakan memiliki akurasi yang baik apabila nilai %
rentang 98-102% adalah konsentrasi level rendah hingga sedang. Pada level
konsentrasi tinggi (175 ppm), metode ini memiliki nilai recovery antara 100,18-
103,83%, nilai recovery yang diperoleh tidak memenuhi persyaratan akurasi yang
baik yaitu 98-102% (Harmita, 2004). Oleh karena itu, metode ini dikatakan
memiliki akurasi yang baik pada kadar 50 ppm dan 100 ppm, sehingga dapat
4. Presisi
pengukuran satu dengan lainnya dalam kondisi analisis yang sama. Presisi
Deviation (RSD). Kriteria presisi yang baik yaitu nilai CV ≤ 2% (Harmita, 2004).
ppm, 100 ppm, dan 175 ppm kurang dari 2 %. Oleh karena itu, metode penetapan
kadar kurkumin ini dikatakan memiliki presisi yang baik, sehingga penetapan
46
kadar kurkumin pada level konsentrasi tersebut menggunakan metode ini akan
5. Range
Range merupakan interval antara konsentrasi analit pada level bawah dan
level atas dalam suatu sampel, yang masih memenuhi parameter linearitas,
akurasi
Pada gambar 16 dapat dilihat bahwa range konsentrasi metode ini adalah
50-100 ppm. Range ini menunjukkan area analisis yang memenuhi parameter
melihat akurasi dan presisi baku kurkumin dalam sampel, adisi baku kurkumin
pada sampel juga dilakukan untuk memastikan bahwa peak dengan nilai Rf yang
Hal ini dapat diketahui dengan melihat apakah terjadi penambahan luas area pada
Apabila luas area pada peak tersebut bertambah ketika baku kurkumin
kurkumin. Berikut adalah gambar peak dari sampel tanpa penambahan baku dan
peak yang memiliki nilai Rf identik terhadap baku kurkumin. Dengan demikian
baku kurkumin dalam sampel. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah metode
ini masih dapat mengukur respon baku kurkumin dalam matriks sampel secara
akurat dan seksama. Akurasi dan presisi baku yang ditambahkan dapat dilihat
menurut USP, nilai recovery yang dapat diterima yaitu 90-107% dan nilai
CV≤16%. Oleh karena itu, dari tabel IX dapat disimpulkan bahwa metode KLT-
Densitometri ini dapat mengukur analit dalam matriks sampel secara akurat dan
seksama.
BAB V
A. Kesimpulan
CAT. No. 027.6485 SER. No.160602, fase diam silika gel G 60, fase gerak
kloroform:asam asetat glasial (95:5), volume penotolan 3,0 μL, dan jarak
baik pada konsentrasi 50-100 ppm, presisi yang baik pada konsentrasi 50-175
ppm, serta range antara 50-100 ppm. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode
B. Saran
49
50
DAFTAR PUSTAKA
Aggarwal, B., Bhatt, D., Ichikawa, H., Ahn, K.S., Sethi, G., Sandur, S.K.,
Natarajan, C., Seeram, N., and, Shishodia, S., 2006, Curcumin-Biological
and medicinal Properties, 299-300, http://www.indsaff.com/
10%20Curcumin%20biological.pdf , diakses tanggal 25 Oktober 2010.
Agnam, N., Samhoedi, H., Timmerman, H., Venie, U. A., Sugiyanto, Goot, H.,
1995, The Relationship Between Structure And Inhibition Of Lipoxygenase
Activity of Curcumin Derivatives In International Symposium On Curcumin
Pharmacochemistry ISCP, Yogyakarta.
Aulton, 1988, Pharmaceutics: The Science of Dossage Form Design, edisi II,
Churchill Livingstone, New York, pp. 310,335.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005, Pedoman Cara
Pembuatan Obat tradisional yang Baik, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, Jakarta.
Bermawie, N., Rahardjo, M., Wahyuno, D., Ma’mun, 2005, Status Teknologi Dan
Panen Tanaman Kunyit Dan Temulawak Sebagai Penghasil Kurkumin, 85,
96, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995a, Materia Medika
Indonesia, edisi VI, Departemen Kesehatan RI, Jakarta, pp.148-152.
Gritter, J.R., Bobbit, J.M., dan Scharting, A.E., 1991, Pengantar Kromatografi,
diterjemahkan oleh Kosasih Pamawinata, Edisi II, Penerbit ITB, Bandung.
Gandjar, G.I., dan Rohman, A, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, pp.362-363.
Gupta, A. P., Gupta, M. M., and Kumar, S., 1999, Simultaneous determination of
curcuminoids in curcuma samples using high performance thin layer
chromatography, http://203.190.147.121/bitstream/123456789/80/1/J
Journal_Liquid_Chromatography_Related_Technologies_22_1561.pdf,
diakses tanggal 15 Februari 2010.
Katno, dan Pramono, 2010, Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan
Obat Tradisional, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kohli, K., Ali, J., Ansari, M. J., and Raheman, Z., 2005, Curcumin : A Natural
Anti- inflammatory Agent, 141 -142, In Indian Journal of Pharmacology,
Jamie Hamdard University, New Delhi.
Martono, S., 1996, Penentuan kadar kurkumin secara kromatografi lapis tipis-
densitometri, Buletin ISFI Yogyakarta, 2 (4), 11-21.
52
Mintarsih, 1990, Penetapan Kadar Alkaloid Kininda dalam Akar, Batang, dan
Daun Chinchona Succirubra Pavon et Klotzsch dari Daerah Kaliurang
Secara Spektrodensitometri (TLC-Scanner),Skripsi, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
Mulja, H.M dan Hanwar, 2003, Pinsip Cara Berlaboratorium yang Baik (Good
Laboratory Practice),Majalah Farmasi Airlangga, Vol.III, No.2, 71-76.
Paramasivam, M., Aktar, W., Poi, R., Banerjee, H., Bandyopahyay, A., 2008,
Occurrence of curcuminoids in Curcuma longa: A quality standardization
by HPTLC, http://www.banglajol.info/index.php/BJP/article/, diakses
tanggal 15 Februari 2010
Sherma, J., and, Fried B., 1996, Handbook of Thin Layer Chromatography, 2nd
Edition, Marcel Dekker, Inc., pp.20.
Tonnesen, H. H., and Karlsen, 1983, Curcuminoid and It’s Compounds, Journal
Chromatography, Vol. 4, 259 -376.
Van der Goot, H., 2002, The Chemistry and Qualitative Structure – Activity
Relationships Of Curcumin In Recent Development In Curcumin
Pharmacochemistry, Procedings of The International Symposium on
Curcumin Pharmacochemistry, 1995, Edited By Suwijyo Pramono, Aditya
Media, Yogyakarta.
LAMPIRAN
55
1. Baku Kurkumin
Kurkumin (g) Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Berat kertas 13,966 15,001 14,785
Berat kertas + zat 13,976 15,011 14,795
Berat kertas + zat 13,9764 15,0112 14,7952
Berat kertas + sisa 13,9661 15,0013 14,7852
Berat zat 0,0103 0,0099 0,0100
Kurkumin (g)
Berat kertas 15,752
Berat kertas + zat 15,762
Berat kertas + zat 15,7623
Berat kertas + sisa 15,7524
Berat zat 0,0099
Replikasi II
Replikasi III
Replikasi IV
60
Replikasi V
Replikasi II
61
Replikasi III
Replikasi IV
Replikasi V
62
Replikasi II
Replikasi III
63
Replikasi IV
Replikasi V
C1.V1 = C2.V2
1030 ppm x 0,25 ml = C2 x 5 ml
C2 = 51,5 ppm
Baku kurkumin
Replikasi I Replikasi II Replikasi III
Seri Seri Seri
Tinggi Tinggi Tinggi
baku AUC baku AUC baku AUC
peak peak peak
(ppm) (ppm) (ppm)
51,5 7009,9 183 49,5 6528,6 145,5 50 6600 149,6
77,25 9403,3 252,1 74,25 8785,8 211,9 75 8864,1 216,9
103 11159,2 272,2 99 11108,2 253 100 11298,6 257,7
128,75 13535,4 341,5 123,75 13577,8 330,9 125 13455,5 336,9
154,5 15461,5 355,8 148,5 15698 358,6 150 15774,6 364,6
180,25 18444 449,5 173,25 17818,8 449,5 175 18201,1 397,7
x = 178,4835 ppm
Perhitungan recovery
Recovery
Kadar rendah → = 101,10%
Kadar sedang → = 101,64%
Kadar tinggi → = 101,99%
2. Replikasi II
3. Replikasi III
4. Replikasi IV
68
5. Replikasi V
2. Replikasi II
69
3. Replikasi III
4. Replikasi IV
5. Replikasi V
70
Lampiran 12. Nilai AUC sampel dan sampel yang diadisi baku kurkumin
AUC/100
Replikasi
Sampel Adisi
I 69,88 93,055
II 68,795 91,556
III 70,058 93,358
IV 69,983 92,175
V 68,567 92,261
x = 79,3997 ppm
x = 54,3321 ppm
BIOGRAFI PENULIS