Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KEPATUHAN WAJIB PAJAK UMKM TERKAIT PEMBERIAN

INSENTIF PAJAK DALAM PP NOMOR 23 TAHUN 2018

Nabilah Jasmin Prasmaning Putri


Syaiful Iqbal

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya


Jl. MT. Haryono 165, Malang 65145, Indonesia
Email: nabilahjasmin54@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepatuhan wajib pajak UMKM antara
sebelum dan sesudah pemberian insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. Bentuk
insentif yang diberikan pemerintah adalah pengurangan tarif pajak penghasilan final sebesar
0,5% dari yang semula 1% dari peredaran bruto. Ada 3 indikator yang digunakan untuk
mengukur kepatuhan pajak: kepatuhan mendaftarkan diri, kepatuhan membayar pajak, dan
kepatuhan melaporkan SPT. Penelitian kuantitatif ini menggunakan pendekatan komparatif
dengan sampel yang terdiri dari wajib pajak UMKM di KPP Pratama Malang Selatan.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data kuantitatif yang diperoleh melalui
teknik dokumentasi dan dianalisis dengan kolmogorov smirnov test, statistik deskriptif, dan
paired sample t-test menggunakan program SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan kepatuhan UMKM dalam bentuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak,
membayar pajak, dan melaporkan SPT antara sebelum dan sesudah pemberian insentif pajak
dalam PP Nomor 23 Tahun 2018.

Kata Kunci: kepatuhan wajib pajak, UMKM, insentif pajak, PP Nomor 23 Tahun 2018

ABSTRACT
This research aims to determine the difference in MSME taxpayer compliance before and
after the tax incentive provision through Government Regulation Number 23 of 2018. The
incentive refers to final income tax rate reduction to 0.5% from the previous 1% of gross
income. There are 3 indicators utilized to measure tax compliance: registering, tax paying,
and Annual Tax Return (SPT) reporting compliences. This quantitative research employs
comparative approach with the samples of MSME taxpayers in Malang Selatan Small
Taxpayers Office. This research utilizes quantitative secondary data obtained through
documentation technique and analyzed through kolmogorov smirnov test, descriptive statistic,
and paired sample t-test using the SPSS software. The result of the research indicates the
difference in MSME compliance in registering as taxpayer, tax paying, and Annual Tax
Return (SPT) reporting before and after the tax incentive provision through Government
Regulation Number 23 of 2018.

Keyword: taxpayer compliance, MSME, tax incentive, Government Regulation Number 23 of


2018
PENDAHULUAN memenuhi kewajiban pajak. Dikutip dari
kompas.com, Fauzia (2018) mengatakan
PP Nomor 23 Tahun 2018 menjadi
bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani
angin segar bagi wajib pajak pelaku
Indrawati berharap dengan adanya
UMKM di Indonesia. Peraturan yang
penurunan tarif pajak masyarakat UMKM
berlaku mulai 1 Juli 2018 ini merupakan
tidak akan merasa terbebani lagi sehingga
pengganti dari peraturan sebelumnya, yaitu
dapat meningkatkan kepatuhan perpajakan.
PP Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak
Kepatuhan wajib pajak UMKM
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha
memang telah menjadi perhatian
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
Direktorat Jenderal Pajak dalam beberapa
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
tahun terakhir. Hal ini bukan tanpa alasan.
Pemberlakuan PP Nomor 23 Tahun 2018
Direktorat Jenderal Pajak menilai
adalah bentuk respon pemerintah akibat
kepatuhan UMKM belum mencapai
kontra yang muncul atas peraturan
tingkat yang diharapkan. Berdasarkan data
sebelumnya. Meskipun PP Nomor 46
yang dirilis oleh Kementerian Koperasi
Tahun 2013 dapat membantu wajib pajak
dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah
UMKM untuk melakukan kewajiban pajak
UMKM di Indonesia pada tahun 2017
dengan lebih mudah dan sederhana, namun
mencapai 62.922.617 unit. Jumlah ini
selama 5 tahun diimplementasikan
berhasil mencakup 99,99% dari total usaha
peraturan tersebut dinilai kurang
di Indonesia dengan rincian usaha mikro
memperhatikan aspek keadilan. Mayoritas
98,70%, usaha kecil 1,20%, dan usaha
pelaku UMKM merasa tarif pajak yang
menengah 0,09%. Berkembangnya jumlah
ditetapkan cukup memberatkan. Besaran
pelaku UMKM berdampak pada tingkat
tarif pajak dalam PP Nomor 46 Tahun
kontribusinya ke PDB dimana UMKM
2013 dirasa terlalu tinggi sebab pengenaan
berhasil menyumbang Rp 7.704,6 triliun
pajak dihitung dari omset tanpa
atau 60,00% dari total PDB nasional
mempertimbangkan apakah usaha yang
sedangkan sisanya berasal dari usaha
dijalankan mengalami untung atau rugi.
besar. Namun sayang, kontribusi yang
PP Nomor 23 Tahun 2018
besar dari UMKM terhadap pertumbuhan
menyempurnakan peraturan sebelumnya
perekonomian Indonesia ternyata belum
dengan memberi insentif pajak kepada
wajib pajak UMKM, dalam hal ini yang diimbangi dengan kontribusi yang berarti
terhadap perpajakan negara.
memiliki peredaran bruto kurang dari Rp
4,8 miliar setahun, berupa pengurangan
Tabel 1. Kontribusi UMKM terhadap
tarif pajak yang semula 1% menjadi 0,5%.
Perpajakan di Indonesia
Adanya insentif pajak ini dapat
Pembayar Pajak Penerimaan Pajak
menurunkan beban pajak yang ditanggung Tahun
dari UMKM dari UMKM
wajib pajak UMKM sehingga mereka 2014 532.000 WP 2,2 triliun
dapat memangkas pengeluaran untuk 2015 780.000 WP 3,5 triliun
dialokasikan sebagai tambahan dana dalam 2016 1.450.000 WP 4,3 triliun
pengembangan usaha yang dijalani. 2017 1.500.000 WP 5,8 triliun
Dengan demikian, fasilitas ini diharapkan Sumber: Direktorat Jenderal Pajak (2018)
mampu mengurangi berbagai kontra yang
muncul dari UMKM atas ketentuan Dapat dilihat pada Tabel 1, pada tahun
perpajakan yang secara tidak langsung 2017 sumbangsih sektor UMKM terhadap
akan berdampak pada kontribusinya penerimaan pajak sebesar Rp 5,8 triliun.
terhadap perpajakan negara. Kontribusi ini Meskipun terlihat besar dan senantiasa
dapat dilihat dari seberapa besar tingkat mengalami peningkatan setiap tahun,
kepatuhan wajib pajak UMKM dalam namun sesungguhnya angka tersebut masih
rendah. Jika dibandingkan dengan insentif pajak, terdapat perbedaan
penerimaan perpajakan pada tahun 2017 kepatuhan wajib pajak UMKM dalam
yang tercatat sebesar Rp 1.315,9 triliun, bentuk mendaftarkan diri dan membayar
maka kontribusi UMKM terhadap sektor pajak yang dilihat dari pertumbuhan wajib
pajak hanya 0,44% saja. Angka tersebut pajak UMKM dan penerimaan pajak final.
sangat kecil apabila disandingkan dengan Fatmah (2018) dalam penelitiannya
besar kontribusi UMKM terhadap PDB. menjelaskan bahwa insentif pajak memiliki
Kontribusi UMKM yang rendah terhadap pengaruh kuat untuk meningkatkan
perpajakan merupakan akibat dari masih kepatuhan wajib pajak pelaku usaha karena
minimnya UMKM yang melakukan program ini mampu memberi fasilitas
kewajiban pajak. Dari hampir 63 juta perpajakan yang membuat wajib pajak
pelaku UMKM ditahun 2017, tercatat baru merasa terbantu sehingga lebih patuh.
1,5 juta pelaku yang membayar pajak. Teori atribusi yang dikemukakan
Sedikitnya jumlah penerimaan pajak dan Heider (1958) menyatakan bahwa perilaku
jumlah pembayar pajak dari sektor UMKM seorang individu dapat disebabkan oleh
membuktikan jika kepatuhan wajib pajak faktor internal maupun eksternal. Teori ini
UMKM masih sangat rendah. dirasa relevan untuk menjadi dasar dalam
Dari uraian-uraian di atas, dapat menjelaskan faktor yang mempengaruhi
ditarik benang merah: (1) UMKM, sebagai perilaku patuh wajib pajak dalam
sektor yang berkontribusi besar pada memenuhi kewajiban pajak, apakah
perekonomian Indonesia, belum berasal dari wajib pajak itu sendiri atau
memberikan kontribusi yang berarti dari lingkungan luar, salah satunya ialah
terhadap perpajakan. Oleh karena itu, dorongan pemerintah melalui pemberian
diperlukan upaya untuk mendorong insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun
kepatuhan UMKM dalam memenuhi 2018.
kewajiban perpajakan. (2) PP Nomor 23 Berdasarkan pemaparan yang telah
Tahun 2018 hadir untuk mengatur pajak disebutkan, peneliti merasa bahwa
penghasilan final UMKM yang memiliki penelitian mengenai kepatuhan wajib pajak
peredaran bruto kurang dari Rp 4,8 miliar dan insentif pajak dengan fokus insentif
setahun dimana salah satu isi peraturan yang tercantum dalam PP Nomor 23 Tahun
tersebut adalah memberikan insentif pajak 2018 merupakan topik yang menarik.
sebesar 0,5%. Insentif ini menjadi fasilitas Penelitian ini akan menganalisis apakah
bagi wajib pajak UMKM yang mampu terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak
meringankan beban pajaknya sehingga UMKM antara 1,5 tahun sebelum dan 1,5
diharapkan mampu mendorong wajib pajak tahun sesudah pemberian insentif pajak
UMKM agar lebih patuh. dalam PP Nomor 23 Tahun 2018.
Model penelitian terkait kepatuhan Kepatuhan wajib pajak UMKM akan
wajib pajak dengan insentif pajak telah difokuskan pada kepatuhan dalam bentuk
dikembangkan oleh beberapa peneliti mendaftarkan diri, membayar pajak, dan
seiring dengan munculnya berbagai bentuk melaporkan SPT.
insentif pajak di Indonesia. Penelitian Sari
(2012) membuktikan bahwa terdapat TELAAH PUSTAKA DAN RUMUSAN
perbedaan tingkat kepatuhan wajib pajak HIPOTESIS
badan UMKM dalam membayak pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak
mengisi serta melaporkan SPT sesudah Menurut Rahayu (2010), kepatuhan
adanya fasilitas pengurangan tarif pajak wajib pajak ialah kepatuhan dengan
penghasilan. Sedangkan Dewi (2017) memenuhi kewajiban perpajakan secara
menyatakan bahwa sesudah adanya sukarela (voluntary of compliance) dimana
wajib pajak bertanggung jawab tertarik agar berinvestasi atau menanamkan
menetapkan sendiri kewajiban perpajakan modalnya di wilayah tersebut. Sedangkan
dan kemudian secara akurat dan tepat menurut Winardi (2011), insentif pajak
waktu membayar dan melaporkan merupakan pemajakan dengan tujuan
pajaknya. Definisi tersebut didukung oleh memberikan perangsang. Penggunaan
Nurmantu (2005) yang menyatakan pajak bukan untuk menghasilkan
kepatuhan perpajakan sebagai keadaan pendapatan pemerintah saja, tetapi juga
dimana wajib pajak memenuhi semua memberi dorongan ke arah perkembangan
kewajiban perpajakan dan melaksanakan ekonomi dalam bidang tertentu.
hak perpajakan. Ada banyak sekali bentuk insentif
Nasucha (2004) menjelaskan bahwa pajak yang diberikan oleh pemerintah.
wajib pajak yang patuh dalam dilihat dari Namun Suandy (2006) menjelaskan bahwa
hal-hal berikut ini: umumnya terdapat empat macam insentif
1. Kepatuhan dalam mendaftarkan diri pajak yaitu:
2. Kepatuhan dalam menyetorkan kembali 1. Pengecualian dari pengenaan pajak
SPT 2. Pengurangan dasar pengenaan pajak
3. Kepatuhan dalam perhitungan dan 3. Pengurangan tarif pajak
pembayaran pajak terutang 4. Penangguhan pajak
4. Kepatuhan dalam pembayaran Jika dihubungkan dengan topik
tunggakan. penelitian, pemberian insentif pajak oleh
pemerintah diharapkan mampu menarik
Usaha Mikro Kecil dan Menengah dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak
UU Nomor 20 Tahun 2008 UMKM terhadap ketentuan perpajakan.
menjelaskan bahwa UMKM merupakan Adapun insentif pajak yang dimaksud
usaha produktif perorangan atau badan adalah pengurangan tarif pajak yang
usaha tertentu, bukan bagian dari tercantum dalam PP Nomor 23 Tahun
perusahaan, yang memenuhi kriteria 2018.
sebagaimana diatur dalam undang-undang
ini. Kriteria untuk masing-masing usaha PP Nomor 23 Tahun 2018
dapat dilihat pada tabel di bawah ini. PP Nomor 23 Tahun 2018 merupakan
kebijakan pemerintah dibidang perpajakan
Tabel 2. Kriteria UMKM yang mengatur pengenaan pajak atas
Jenis
Aset Bersih penghasilan wajib pajak dengan peredaran
(bukan tanah Omset Pertahun bruto tertentu. Peraturan ini menjadi
Usaha
bangunan)
pengganti dari PP Nomor 46 Tahun 2013
Mikro Rp 0 – 50 juta Rp 0 – 300 juta dan diberlakukan secara efektif per 1 Juli
Rp >50 juta – Rp >300 juta – 2018. Pajak penghasilan yang diatur dalam
Kecil PP Nomor 23 Tahun 2018 termasuk dalam
500 juta 2,5 miliar
Rp >500 juta – Rp >2,5 miliar – PPh Pasal 4 ayat (2) dan bersifat final.
Menengah
10 miliar 50 miliar Objek pajak yang dikenakan pajak
Sumber: UU Nomor 20 Tahun 2008 sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 adalah
penghasilan dari usaha yang diterima atau
Insentif Pajak diperoleh wajib pajak dengan peredaran
Menurut Suandy (2006), insentif pajak bruto (omset) kurang dari Rp 4,8 miliar
merupakan fasilitas perpajakan yang dalam satu tahun pajak. Peredaran bruto
diberikan kepada investor untuk aktifitas yang dimaksud adalah jumlah peredaran
tertentu untuk suatu wilayah tertentu. bruto keseluruhan usaha, baik pusat
Fasilitas tersebut diberikan sebagai usaha maupun cabang. Namun, tidak semua
pemerintah untuk membuat investor
penghasilan usaha tersebut dikenai pajak bahwa ketika individu mengamati perilaku
penghasilan final dalam PP Nomor 23 seseorang, maka individu itu berusaha
Tahun 2018. Pengecualian ini diatur dalam untuk menentukan apakah perilaku
Pasal 2 ayat (3). tersebut disebabkan secara internal atau
Wajib pajak yang dikenakan pajak eksternal. Perilaku yang disebabkan secara
sesuai PP Nomor 23 Tahun 2018 adalah internal adalah perilaku yang diyakini
wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak berada dibawah kendali pribadi seorang
badan berbentuk koperasi, CV, firma, atau individu sendiri sedangkan perilaku yang
PT yang menerima atau memperoleh disebabkan secara eksternal ialah perilaku
penghasilan dengan peredaran bruto yang dihasilkan oleh penyebab dari luar,
(omset) kurang dari Rp 4,8 miliar dalam yaitu tekanan dari situasi.
satu tahun pajak. Pengecualian terkait Berdasarkan uraian tersebut, teori
pengenaan pajak dalam PP Nomor 23 atribusi dirasa memiliki keterkaitan dengan
Tahun 2018 kepada wajib pajak diatur topik penelitian. Kepatuhan wajib pajak
dalam Pasal 3 ayat (2). UMKM dinilai sebagai perilaku patuh
Beberapa pokok perubahan penting yang muncul dari seorang wajib pajak
yang diatur dalam PP Nomor 23 Tahun UMKM. Kemudian, insentif pajak yang
2018 dan dijelaskan lebih lanjut dalam diberikan pemerintah dapat dikategorikan
PMK Nomor 99/PMK.03/2018 antara lain sebagai faktor eksternal sebab faktor
sebagai berikut: tersebut berasal dari lingkungan luar dan
1. Pengurangan tarif PPh final dari 1% tidak berada dibawah kendali wajib pajak
menjadi 0,5%, sehingga pajak yang UMKM.
terutang dihitung dengan mengalikan
omset setiap bulan dengan 0,5%. Kerangka Teoritis dan Pengembangan
2. Ketentuan dalam PP Nomor 23 Tahun Hipotesis
2018 bersifat opsional, bukan lagi Berdasarkan latar belakang dan teori
merupakan kewajiban sebagaimana yang telah diuraikan pada bagian
dalam PP Nomor 46 Tahun 2013. sebelumnya, berikut merupakan kerangka
3. Terdapat jangka waktu dalam teoritis dari penelitian ini.
pengenaan PPh final PP Nomor 23
Tahun 2018, yaitu 7 tahun bagi wajib Insentif Pajak dalam PP
pajak orang pribadi; 4 tahun bagi wajib Nomor 23 Tahun 2018
pajak badan berbentuk koperasi, CV,
atau firma; dan 3 tahun bagi wajib pajak
badan berbentuk PT.
4. Tata cara penyetoran PPh terutang Kepatuhan
Sebelum Sesudah
berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 WP UMKM
dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
disetor sendiri oleh wajib pajak yang Mendaftarkan Diri
memiliki peredaran bruto tertentu atau Membayar Pajak
dipotong/dipungut oleh pemotong/ Melaporkan SPT
pemungut pajak yang ditunjuk.
Gambar 1. Kerangka Teoritis
Teori Atribusi
Teori atribusi pertama kali Kepatuhan Mendaftarkan Diri
dikemukakan oleh Heider (1958). Robbins Menurut Nasucha (2004), salah satu
dan Judge (2014) menjabarkan teori indikator untuk melihat kepatuhan wajib
atribusi sebagai teori yang menjelaskan pajak ialah kepatuhan dalam mendaftarkan
diri. Seseorang yang telah mendaftarkan tarif pajak bagi wajib pajak badan UMKM
diri sebagai wajib pajak berarti ia telah dalam Pasal 31E UU Pajak Penghasilan
memiliki NPWP yang tercatat di KPP sebagai bentuk insentif pajak. Kedua
setempat. Interpretasi dalam penelitian ini penelitian tersebut membuktikan bahwa
menjelaskan bahwa dengan memberikan terdapat perbedaan kepatuhan membayar
insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun pajak dari wajib pajak badan UMKM
2018 mampu meningkatkan kepatuhan sesudah adanya pengurangan tarif pajak.
UMKM dalam mendaftarkan diri sebagai Kepatuhan membayar pajak disini diukur
wajib pajak. dari jumlah penerimaan pajak penghasilan
Peptasari (2015) melakukan penelitian yang terhimpun dari wajib pajak UMKM.
dengan menggunakan bentuk insentif pajak Hasil penelitian yang sama dikemukakan
berupa perubahan tarif pajak bagi UMKM oleh Peptasari (2015) dan Dewi (2017)
dari tarif progresif menjadi tarif tunggal yang menggunakan bentuk insentif pajak
sebesar 1% yang tercantum dalam PP berbeda berupa perubahan tarif pajak bagi
Nomor 46 Tahun 2013. Penelitian tersebut UMKM dalam PP Nomor 46 Tahun 2013.
menyatakan bahwa terdapat perbedaan Berdasarkan uraian tersebut, maka
kepatuhan UMKM dalam mendaftarkan hipotesis 2 dirumuskan sebagai berikut:
diri sebagai wajib pajak sesudah H2: Terdapat perbedaan kepatuhan
diterapkannya insentif pajak dimana UMKM dalam bentuk membayar
kepatuhan tersebut diukur dengan tingkat pajak antara sebelum dan sesudah
pertumbuhan dari wajb pajak. Pernyataan pemberian insentif pajak dalam PP
tersebut didukung oleh penelitian yang Nomor 23 Tahun 2018
dilakukan Dewi (2017).
Berdasarkan uraian tersebut, maka Kepatuhan Melaporkan SPT
hipotesis 1 dirumuskan sebagai berikut: Menurut Nasucha (2004), indikator
H1: Terdapat perbedaan kepatuhan ketiga untuk melihat kepatuhan wajib
UMKM dalam bentuk pajak ialah kepatuhan dalam menyetorkan
mendaftarkan diri sebagai wajib kembali SPT. Seseorang yang patuh berarti
pajak antara sebelum dan sesudah ia telah menyetorkan atau melaporkan SPT
pemberian insentif pajak dalam PP Tahunan tepat waktu, yaitu paling lama 3
Nomor 23 Tahun 2018 bulan (wajib pajak orang pribadi) atau 4
bulan (wajib pajak badan) setelah akhir
Kepatuhan Membayar Pajak tahun pajak. Interpretasi dalam penelitian
Menurut Nasucha (2004), indikator ini menjelaskan bahwa dengan
kedua untuk melihat kepatuhan wajib memberikan insentif pajak dalam PP
pajak ialah kepatuhan dalam membayar Nomor 23 Tahun 2018 mampu
pajak terutang. Seseorang yang patuh meningkatkan kepatuhan UMKM dalam
berarti ia telah membayar pajak melaporkan SPT.
terutangnya kepada negara tepat waktu Penelitian Sari (2012) menyatakan
atau sesuai ketentuan yaitu paling lama bahwa terdapat perbedaan kepatuhan wajib
tanggal 10 atau 15 setelah masa pajak pajak badan UMKM dalam melaporkan
berakhir. Interpretasi dalam penelitian ini SPT sesudah pemberian insentif pajak
menjelaskan bahwa dengan memberikan berupa pengurangan tarif pajak dalam
insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun Pasal 31E UU Pajak Penghasilan.
2018 mampu meningkatkan kepatuhan Pernyataan sama diungkapkan oleh Putri
UMKM dalam membayar pajak. (2017) yang menyebutkan bahwa sesudah
Sari (2012) dan Putri (2017) dalam pemberian insentif pajak tersebut, terdapat
penelitiannya menggunakan pengurangan perbedaan kepatuhan wajib pajak badan
UMKM dalam melaporkan SPT secara ketiga berdasarkan pengelompokan kota
tepat waktu. dengan memilih wajib pajak UMKM di
Berdasarkan uraian tersebut, maka Kota Malang.
hipotesis 3 dirumuskan sebagai berikut: 4. Elemen terakhir dikelompokan
H3: Terdapat perbedaan kepatuhan berdasarkan wilayah instansi pajak
UMKM dalam bentuk melaporkan dengan memilih wajib pajak UMKM di
SPT antara sebelum dan sesudah KPP Pratama Malang Selatan.
pemberian insentif pajak dalam PP
Nomor 23 Tahun 2018 Definisi Operasional dan Pengukuran
Variabel
METODE PENELITIAN Penelitian memiliki 2 variabel yaitu
insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun
Jenis Penelitian
2018 dan kepatuhan wajib pajak UMKM.
Penelitian ini merupakan penelitian
Variabel kepatuhan wajib pajak
kuantitatif dengan pendekatan komparatif.
UMKM dikelompokkan menjadi dua
Penelitian kuantitatif karena data penelitian
kategori berdasarkan periode waktu, yaitu
berupa statistik dan melibatkan angka-
sebelum dan sesudah 1 Juli 2018. Periode
angka yang akan dianalisis guna menguji
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan
perlakuan memberi insentif pajak dalam
pendekatan komparatif karena peneliti
PP Nomor 23 Tahun 2018 terjadi sejak
ingin membandingkan suatu variabel, yaitu
tanggal 1 Juli 2018, kemudian diambil 1,5
kepatuhan wajib pajak UMKM, dalam
tahun sebelum dan 1,5 tahun sesudahnya.
kurun waktu berbeda, yaitu sebelum dan
Variabel ini akan diidentifikasi ke dalam 3
sesudah 1 Juli 2018 saat pemberian insentif
indikator yang diukur dengan:
pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018.
Tabel 3. Indikator dan Pengukuran
Populasi dan Sampel Penelitian
Variabel Kepatuhan WP UMKM
Populasi dalam penelitian ini adalah
Indikator
wajib pajak UMKM. Pilihan ini ditentukan Pengukuran
Kepatuhan
sesuai dengan topik permasalahan yang Jumlah WP UMKM baru
Mendaftarkan diri
diangkat dalam penelitian. yang terdaftar
Teknik pengambilan sampel yang Jumlah penerimaan pajak
Membayar Pajak
digunakan adalah cluster sampling. UMKM
Jumlah keterlambatan hari
Menurut Sugiyono (2018), teknik ini Melaporkan SPT dari setiap WP UMKM
mengambil sampel pada suatu elemen melaporkan SPT Tahunan
yang mana terdiri dari elemen-elemen Sumber: Data diolah (2020)
yang lebih kecil. Tahapan yang ditetapkan
peneliti dalam melakukan cluster sampling Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
ialah sebagai berikut: Jenis data yang digunakan dalam
1. Pengambilan sampel berasal dari penelitian ini adalah data sekunder yang
elemen terbesar yaitu wajib pajak bersumber dari KPP Pratama Malang
UMKM di Indonesia yang merupakan Selatan. Data-data tersebut dikumpulkan
target dari adanya insentif pajak dalam menggunakan teknik dokumentasi.
PP Nomor 23 Tahun 2018.
2. Elemen pertama diturunkan ke elemen Teknik Analisis Data
kedua berdasarkan pengelompokan Hipotesis dalam penelitian ini diuji
provinsi dengan memilih wajib pajak dengan menggunakan uji komparatif
UMKM di Provinsi Jawa Timur. berupa paired sample-test. Paired sample
3. Elemen kedua diturunkan ke elemen t-test digunakan untuk menguji keefektifan
suatu perlakuan, yaitu pemberian insentif melaporkan SPT tidak terdistribusi dengan
pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018, normal. Akan tetapi, indikator kepatuhan
yang ditandai dengan adanya perbedaan ini memiliki sampel sebanyak 556.
rata-rata, berupa kepatuhan wajib pajak Menurut Solimun (2002), asumsi
UMKM, saat sebelum dan sesudah normalitas tidak terlalu kritis bila jumlah
diberikan perlakuan tersebut. sampel penelitian > 100. Hal ini dijelaskan
Dasar pengambilan keputusan juga pada Dalil Limit Pusat (Limit Central
berdasarkan nilai Sig ialah sebagai berikut: Theorem) bahwa distribusi jumlah data
1. Jika nilai Sig. < 0,05 maka H0 ditolak yang besar akan mendekati kenormalan.
2. Jika nilai Sig. > 0,05 maka H0 diterima Maka merujuk pada pernyataan tersebut,
Dasar pengambilan keputusan data untuk kepatuhan melaporkan SPT
berdasarkan nilai t adalah sebagai berikut: dapat dinyatakan berdistribusi normal.
1. Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak
2. Jika thitung < ttabel maka H0 diterima Hasil Statistik Deskriptif
Namun sebelum dilakukan pengujian Statistik deskriptif berguna untuk
hipotesis, ada beberapa teknik analisis mendeskripsikan data yang digunakan
yang akan dilakukan yaitu analisis statistik dalam penelitian, yaitu data terkait
deskriptif dan uji normalitas data guna kepatuhan mendaftarkan diri, membayar
mengetahui apakah data yang digunakan pajak, dan melaporkan SPT. Analisis ini
layak diuji menggunakan uji komparatif dapat menggambarkan seperti apa
yang telah tetapkan. karakteristik dari data tersebut. Adapun
hasil analisis deskriptif adalah:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 5. Hasil Statistik Deskriptif
Hasil Uji Normalitas
Std.
Alat uji yang digunakan dalam Min Max Mean Devia
penelitian ini adalah kolmogorov smirnov tion
test. Data dinyatakan berdistribusi normal Mendaftarkan
47 155 104,2 29,4
apabila hasil uji menunjukkan nilai Sig. > Diri Sebelum
0,05. Mendaftarkan
94 230 170,7 32,9
Diri Sesudah
Membayar 86586 39365 21022 82155
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas Pajak Sebelum 570 2630 8338,6 985,5
N Sig. Membayar 17151 44976 31750 84054
Mendaftarkan Diri Sebelum 18 1,00 Pajak Sesudah 4981 2510 8850,1 881,6
Mendaftarkan Diri Sesudah 18 0,96 Melaporkan
Membayar Pajak Sebelum 18 0,61 0 360 179,7 151,3
SPT Sebelum
Membayar Pajak Sesudah 18 0,88 Melaporkan
Melaporkan SPT Sebelum 556 0,00 0 360 150,7 156,2
SPT Sesudah
Melaporkan SPT Sesudah 556 0,00 Sumber: Data diolah (2020)
Sumber: Data diolah (2020)
Hasil Uji Hipotesis
Dari tabel di atas, diketahui nilai Sig. Uji hipotesis dilakukan menggunakan
untuk kepatuhan mendaftarkan diri dan paired sample t-test untuk mengetahui ada
membayar pajak > 0,05 sehingga dapat atau tidaknya perbedaan kepatuhan wajib
disimpulkan bahwa data yang digunakan pajak UMKM sebelum dan sesudah
untuk kepatuhan mendaftarkan diri dan pemberian insentif pajak dalam PP Nomor
membayar pajak berdistribusi normal. 23 Tahun 2018. Berikut ini hasil paired
Besarnya nilai Sig. untuk kepatuhan sample t-test untuk masing-masing
melaporkan SPT < 0,05 sehingga dapat indikator kepatuhan.
disimpulkan bahwa data untuk kepatuhan
Tabel 6. Hasil Paired Sample T-Test Hasil analisis menunjukkan nilai thitung
Kepatuhan Mendaftarkan Diri sebesar 2,67 dengan Sig. sebesar 0,01.
Mean Untuk data tersebut, nilai ttabel dengan df =
Mean Paired t Sig. 555 dan α = 5% ialah 1,96. Karena nilai
Difference
Sig. < 0,05 dan thitung > ttabel, maka dapat
Sebelum 104,17 -66,50 -6,12 0,00
Sesudah 170,67 disimpulkan terdapat perbedaan kepatuhan
Sumber: Data diolah (2020) UMKM dalam bentuk melaporkan SPT
antara sebelum dan sesudah pemberian
Hasil analisis menunjukkan nilai thitung insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun
sebesar 6,12 dengan Sig. sebesar 0,00. 2018. Jadi, H0 ditolak dan H3 diterima.
Untuk data tersebut, nilai ttabel dengan df =
17 dan α = 5% ialah 2,11. Karena nilai Sig. Pembahasan Penelitian
< 0,05 dan thitung > ttabel, maka dapat Berdasarkan hasil paired sample t-test
disimpulkan terdapat perbedaan kepatuhan yang dilakukan, dapat diketahui hipotesis
UMKM dalam bentuk mendaftarkan diri mana saja yang diterima dan ditolak.
sebagai wajib pajak antara sebelum dan Pembahasan untuk masing-masing hasil
sesudah pemberian insentif pajak dalam PP penelitian dijelaskan sebagai berikut.
Nomor 23 Tahun 2018. Jadi, H0 ditolak
dan H1 diterima. Kepatuhan Mendaftarkan Diri
Indikator pertama yang digunakan
Tabel 7. Hasil Paired Sample T-Test penelitian ini untuk mengukur kepatuhan
Kepatuhan Membayar Pajak wajib pajak UMKM ialah kepatuhan
Mean mendaftarkan diri. Berdasarkan tabel 6,
Mean Paired t Sig. pengujian hipotesis 1 (H1) membuktikan
Difference terdapat perbedaan kepatuhan UMKM
210228 10728051
Sebelum
338,56 1,50
-4,64 0,00 dalam bentuk mendaftarkan diri sebagai
317508 wajib pajak antara sebelum dan sesudah
Sesudah pemberian insentif pajak dalam PP Nomor
850,06
Sumber: Data diolah (2020) 23 Tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
Hasil analisis menunjukkan nilai thitung penelitian Peptasari (2015) dan Dewi
sebesar 4,64 dengan Sig. sebesar 0,00. (2017). Hasil statistik menunjukkan jika
Untuk data tersebut, nilai ttabel dengan df = sesudah pemberian insentif pajak dalam PP
17 dan α = 5% ialah 2,11. Karena nilai Sig. Nomor 23 Tahun 2018, tingkat kepatuhan
< 0,05 dan thitung > ttabel, maka dapat UMKM dalam mendaftarkan diri sebagai
disimpulkan terdapat perbedaan kepatuhan wajib pajak lebih baik dibanding
UMKM dalam bentuk membayar pajak sebelumnya. Hal tersebut terlihat pada data
antara sebelum dan sesudah pemberian di KPP Pratama Malang Selatan dimana
insentif pajak dalam PP Nomor 23 Tahun rata-rata jumlah wajib pajak UMKM baru
2018. Jadi, H0 ditolak dan H2 diterima. yang terdaftar sesudah pemberian insentif
pajak lebih besar yaitu 170 wajib pajak
Tabel 8. Hasil Paired Sample T-Test sementara rata-rata untuk sebelum
Kepatuhan Melaporkan SPT pemberian insentif pajak hanya sejumlah
Mean 104 wajib pajak.
Mean Paired t Sig. Penerapan PP Nomor 23 Tahun 2018
Difference
Sebelum 179,71 29,04 2,67 0,01
dapat mempengaruhi minat para pelaku
Sesudah 150,67 UMKM untuk mendaftarkan diri sebagai
Sumber: Data diolah (2020) wajib pajak di KPP setempat. Sebelum ada
peraturan ini, pelaku UMKM yang pemberian insentif pajak hanya Rp
menganggap tarif pajak 1% terlalu 210.228.338.
memberatkan bahkan merugikan akan Pemberian insentif pajak berupa
enggan untuk terdaftar di KPP setempat pengurangan tarif pajak sebesar 0,5%
untuk menghindar dari berbagai kewajiban dalam PP Nomor 23 Tahun 2018
perpajakan. Dengan pengurangan tarif merupakan bentuk upaya pemerintah untuk
pajak sebesar 0,5%, pelaku UMKM dapat meningkatkan minat pelaku UMKM agar
merasa lebih adil dan secara sukarela mau membayar pajak sehingga akan
bersedia mendaftarkan diri sebagai wajib berpengaruh pada peningkatan jumlah
pajak. Hal ini terbukti dari tingginya penerimaan pajak UMKM. Meskipun
antusias UMKM yang mendaftarkan diri harus disadari bahwa dengan dikuranginya
untuk memiliki NPWP dimana perbedaan tarif pajak akan secara otomatis berdampak
ke arah positif (peningkatan) atas jumlah pada penurunan jumlah penerimaaan pajak
wajib pajak UMKM baru yang terdaftar di UMKM di awal masa pemberlakuan tarif
KPP sudah terlihat sejak pertama kali tarif tersebut. Namun pada jangka panjang,
0,5% diterapkan yaitu bulan Juli 2018. terbukti bahwa pengurangan tarif pajak
Semakin banyak UMKM baru yang 0,5% dapat memberikan perbedaan ke arah
mendaftarkan diri maka kepatuhan wajib positif (peningkatan) atas jumlah
pajak UMKM semakin baik. Maka dapat penerimaan pajak yang diperoleh dari
dikatakan, usaha pemerintah untuk wajib pajak UMKM. Dengan adanya
mendorong kepatuhan mendaftarkan diri kebijakan insentif pajak, beban wajib pajak
sebagai wajib pajak pada UMKM telah UMKM akan berkurang sehingga hal ini
tercapai dengan baik. secara perlahan akan mendorong banyak
wajib pajak UMKM agar bersedia
Kepatuhan Membayar Pajak membayar pajaknya sesuai ketentuan
Indikator kedua yang digunakan perpajakan yang akhirnya berdampak juga
penelitian ini untuk mengukur kepatuhan pada jumlah penerimaan pajak. Jumlah
wajib pajak UMKM ialah kepatuhan penerimaan pajak UMKM pada bulan-
membayar pajak. Berdasarkan Tabel 7, bulan setelah adanya insentif pajak
pengujian hipotesis 2 (H2) membuktikan didominasi dengan peningkatan yang
terdapat perbedaan kepatuhan UMKM mengindikasikan bahwa kepatuhan
dalam bentuk membayar pajak antara membayar pajak pada wajib pajak UMKM
sebelum dan sesudah pemberian insentif semakin baik. Hal ini berarti strategi
pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018. pemerintah dengan memberikan insentif
Hasil penelitian ini konsisten dengan pajak telah cukup efektif dalam
hasil penelitian Sari (2012), Putri (2017), meningkatkan kepatuhan UMKM dalam
Peptasari (2015), dan Dewi (2017). Hasil membayar pajak.
statistik menunjukkan jika sesudah
pemberian insentif pajak dalam PP Nomor Kepatuhan Melaporkan SPT
23 Tahun 2018, tingkat kepatuhan UMKM Indikator ketiga yang digunakan
dalam membayar pajak lebih baik penelitian ini untuk mengukur kepatuhan
dibanding sebelumnya. Hal tersebut wajib pajak UMKM ialah kepatuhan
terlihat pada data di KPP Pratama Malang melaporkan SPT. Berdasarkan Tabel 8,
Selatan dimana pada rata-rata jumlah pengujian hipotesis 3 (H3) membuktikan
penerimaan pajak yang dibayar oleh wajib terdapat perbedaan kepatuhan UMKM
pajak UMKM sesudah pemberian insentif dalam bentuk melaporkan SPT antara
pajak lebih besar yaitu Rp 317.508.850 sebelum dan sesudah pemberian insentif
sementara rata-rata untuk sebelum pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018.
Hasil penelitian ini sejalan dengan jatuh tempo, yaitu 31 Maret bagi wajib
temuan penelitian Sari (2012) dan Putri pajak orang pribadi dan 30 April bagi
(2017). Hasil statistik menunjukkan jika wajib pajak badan. Semakin berkurang
sesudah pemberian insentif pajak dalam PP jumlah keterlambatan hari dari wajib pajak
Nomor 23 Tahun 2018, tingkat kepatuhan UMKM dalam melaporkan SPT Tahunan,
UMKM dalam melaporkan SPT lebih baik semakin meningkat kepatuhan wajib pajak
dibanding sebelumnya. Hal tersebut UMKM dalam melaporkan SPT.
terlihat pada fenomena yang terjadi di KPP
Pratama Malang Selatan terkait jumlah PENUTUP
keterlambatan hari dari wajib pajak Penelitian ini dilakukan untuk
UMKM dalam melaporkan SPT Tahunan mengetahui perbedaan kepatuhan wajib
dimana rata-rata jumlah hari untuk sesudah pajak UMKM terkait pemberian insentif
pemberian insentif pajak lebih sedikit yaitu pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018.
150 hari sementara rata-rata untuk sebelum Kepatuhan wajib pajak diidentifikasi
pemberian insentif pajak 179 hari. dengan 3 indikator, yaitu kepatuhan
Pengurangan tarif pajak sebesar 0,5% mendaftarkan diri, kepatuhan membayar
untuk para wajib pajak pelaku UMKM pajak, dan kepatuhan melaporkan SPT.
ternyata cukup mampu mempengaruhi Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
kepatuhan mereka dalam melaporkan SPT. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
Sesudah adanya insentif pajak tersebut, berikut:
terjadi perbedaan kearah negatif 1. Terdapat perbedaan kepatuhan UMKM
(penurunan) atas jumlah keterlambatan
dalam bentuk mendaftarkan diri sebagai
hari dalam pelaporan SPT Tahunan oleh wajib pajak antara sebelum dan sesudah
wajib pajak UMKM. Walaupun ada pemberian insentif pajak dalam PP
sejumlah wajib pajak yang menunjukkan Nomor 23 Tahun 2018
keterlambatan hari dalam melapor SPT 2. Terdapat perbedaan kepatuhan UMKM
tetap tinggi, namun perbedaan yang terjadi dalam bentuk membayar pajak antara
sebagian besar disebabkan oleh perubahan sebelum dan sesudah pemberian insentif
wajib pajak UMKM yang sebelumnya pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018
tidak patuh dengan jumlah keterlambatan 3. Terdapat perbedaan kepatuhan UMKM
tinggi menjadi berkurang serta perubahan dalam bentuk melaporkan SPT antara
dari yang tidak patuh menjadi patuh sebelum dan sesudah pemberian insentif
dengan indikasi keterlambatan sebanyak 0 pajak dalam PP Nomor 23 Tahun 2018
hari. Dalam melakukan penelitian, peneliti
Pada dasarnya, tingkat kepatuhan menemukan berbagai keterbatasan. Oleh
melaporkan SPT Tahunan ini tidak hanya karena itu, peneliti mengajukan beberapa
dipengaruhi oleh pemberian insentif pajak saran untuk pihak yang berkepentingan
dalam PP Nomor 23 Tahun 2018 namun dengan penelitian ini, diantaranya:
bisa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor 1. Penelitian selanjutnya diharapkan
lain mengingat komponen dalam SPT mengkombinasi data sekunder dengan
Tahunan tidak hanya penghasilan final data primer sehingga mampu
yang merupakan penghasilan yang melibatkan wajib pajak UMKM secara
berhubungan dengan insentif pajak langsung dalam penelitian.
tersebut. Akan tetapi, harapannya ialah 2. Penelitian selanjutnya diharapkan
dengan pemberian insentif pajak sebesar menggunakan periode waktu yang lebih
0,5% dapat ikut mendorong wajib pajak lama sehingga hasil perbandingan
UMKM agar semakin patuh dalam kepatuhan wajib pajak UMKM dapat
melaporkan SPT Tahunan sebelum tanggal lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA Tahun 2013 terhadap Pertumbuhan
Wajib Pajak dan Penerimaan PPh
Dewi, I. A. L. K. (2017). Pertumbuhan dan
Pasal 4 Ayat 2 (Studi Kasus pada
Penerimaan Pajak terkait
KPP Pratama Surakarta). Skripsi.
Penerapan Peraturan Pemerintah
Surakarta: Universitas
Nomor 46. E-Jurnal Akuntansi
Muhammadiyah Surakarta.
Universitas Udayana, Vol.18.3,
2055-2084. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.03/2018 tentang
Direktorat Jenderal Pajak. (2018). Dasar
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Penetapan Tarif PPh Final UMKM
Nomor 23 Tahun 2018 tentang
dan Manfaatnya bagi Pengusaha.
Pajak Penghasilan atas Penghasilan
Diakses dari
dari Usaha yang Diterima atau
https://klikpajak.id/blog/bayar-
Diperoleh Wajib Pajak yang
pajak/tarif-pph-final-umkm-
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.
pengusaha/
Diakses dari
Fatmah. (2018). Pengaruh Insentif Pajak https://www.pajak.go.id/id/peratura
Penghasilan dan Pelayanan Prima n-menteri-keuangan-nomor-
terhadap Kepatuhan Wajib Pajak 99pmk032018
UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
Menengah) di Banyuwangi.
2018 tentang Pajak Penghasilan
Skripsi. Surabaya: Universitas
atas Penghasilan dari Usaha yang
Airlangga.
Diterima atau Diperoleh Wajib
Fauzia, M. (2018, Juli 14). Sri Mulyani Pajak yang Memiliki Peredaran
Akui Penerimaan Pajak UMKM Bruto Tertentu. Diakses dari
Masih Rendah. Diakses dari https://www.pajak.go.id/id/peratura
Kompas.com: n-pemerintah-nomor-23-tahun-
https://amp.kompas.com/ekonomi/r 2018
ead/2018/07/14/164924926/sri-
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun
mulyani-akui-penerimaan-pajak-
2013 tentang Pajak Penghasilan
umkm-masih-rendah
atas Penghasilan dari Usaha yang
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Diterima atau Diperoleh Wajib
dan Menengah. (2018). Pajak yang Memiliki Peredaran
Perkembangan Data Usaha Mikro, Bruto Tertentu. Diakses dari
Kecil, Menengah (UMKM) dan https://www.pajak.go.id/id/peratura
Usaha BESAR (UB) Tahun 2016- n-pemerintah-nomor-46-tahun-
2017. Diakses dari 2013
http://www.depkop.go.id/uploads/l
Putri, G. N. (2017). Pengaruh Perubahan
aporan/1549946778_UMKM%202
Tarif Pajak Penghasilan Wajib
016-2017%20rev.pdf
Pajak Badan terhadap Tingkat
Nasucha, C. (2004). Reformasi Kepatuhan Wajib Pajak Badan:
Administrasi Publik: Teori dan Studi Kasus Eksportir di Kota
Praktik. Jakarta: Grasindo. Sukoharjo Tahun 2007-2012).
Nurmantu, S. (2005). Pengantar Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Perpajakan Edisi 3. Jakarta: Granit. Gadjah Mada.

Peptasari, A. L. (2015). Analisis Penerapan Rahayu, S. K. (2010). Perpajakan


Peraturan Pemerintah Nomor 46 Indonesia: Konsep dan Aspek
Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Robbins, S. P., & Judge. T. A. (2014).
Perilaku Organisasi Edisi 16.
Jakarta: Salemba Empat.
Sari, V. (2012). Tingkat Kepatuhan Wajib
Pajak Badan Usaha Mikro Kecil
dan Menengah Pasca Kebijakan
Fasilitas Pengurangan Tarif PPh di
KPP Pratama Jakarta Kebayoran
Lama. Skripsi. Depok: Universitas
Indonesia.
Solimun. (2002). Structural Equation
Modelling dan Lisrel. Yogyakarta:
UGM
Suandy, E. (2006). Perencanaan Pajak.
Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. (2018). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah. Diakses dari
http://www.jdih.kemenkeu.go.id/ful
lText/2008/20TAHUN2008UU.ht
m
Winardi. (2011). Kamus Ekonomi Inggris-
Indonesia. Bandung: Mandar Maju.

Anda mungkin juga menyukai