Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

SEPSIS NEONATORUM

Pembimbing :
dr. Tin Suhartini, Sp.A

Disusun oleh :
Cicilia Helena Jacob
1461050010

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 7 MEI – 16 JUNI 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
TAHUN 2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sepsis neonatorum adalah sindrom klinik penyakit sistemik disertai


bakteremia pada bayi dalam satu bulan pertama kehidupan. Sepsis neonatorum
dapat dibedakan menjadi sepsis awitan dini (SAD) yang timbul dalam 72 jam
pertama kehidupan dan sepsis awitan lanjut (SAL) yang timbul setelah umur 72
jam. Sepsis neonatorum merupakan penyebab terbanyak kasus kematian pada bayi
dalam satu jam pertama kehidupan, disebutkan 30-50% total kematian bayi di
negara berkembang disebabkan oleh sepsis ini, kemudian dari 20% neonatal yang
dinyatakan menderita sepsis, 1% dari kasus tersebut mengalami kematian. Infeksi
nosokomial pada bayi berat lahir sangat rendah, merupakan penyebab utama
tingginya kematian pada umur setelah 5 hari kehidupan.1
Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan
angka yang lebih tinggi mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi
dengan berat lahir <1500 gram. Angka kematian untuk sepsis neonatal mencapai
13-50%, dan meningkat terutama pada bayi prematur sebanyak 5-10 kali lebih
tinggi dibandingkan pada neonatus cukup bulan. 2
Faktor risiko utama sepsis neonatorum awitan dini maupun awitan lanjut
adalah prematuritas, kolonisasi maternal dengan Grup B Streptococcus (GBS),
ketuban pecah >18 jam, dan tanda-tanda atau gejala infeksi intra-amnion. Variabel
lain termasuk etnis ibu (perempuan kulit hitam berisiko lebih tinggi memiliki
kolonisasi GBS), status sosial ekonomi rendah, bayi laki-laki, dan skor Apgar
rendah. Kelahiran prematur/berat badan lahir rendah merupakan faktor risiko
paling utama pada sepsis neonatorum.2
Karena masih tingginya angka kematian sepsis neonatal, tatalaksana yang
utama adalah dengan melakukan upaya pencegahan dengan pemakaian proteksi di
setiap tindakan terhadap neonatus, termasuk pemakaian sarung tangan, masker,
baju dan kacamata debu serta mencuci segera tangan dan kulit yang terkena darah
atau cairan tubuh lainnya, karena kebanyakan kasus sepsis neonatal didapatkan
dari infeksi nosokomial pada bayi dengan imunitas rendah (berat badan lahir
rendah dan prematuritas).
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor resiko, tindakan pencegahan, dan penatalaksaan kasus sepsis neonatorum
untuk mengurangi tingginya angka kejadian dan kematian pada bayi dengan
sepsis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sepsis neonatal adalah sindrom klinis yang ditandai dengan tanda dan
gejala infeksi dengan atau tanpa disertai bakteremia pada bulan pertama
kehidupan. Sepsis neonatal mencakup berbagai infeksi sistemik pada bayi baru
lahir seperti septikemia, meningitis, pneumonia, radang sendi, osteomielitis, dan
infeksi saluran kemih. Sedangkan untuk infeksi superfisial seperti konjungtivitis
dan oral thrush biasanya tidak menyebabkan sepsis pada bulan pertama kehidupan
atau sepsis neonatal.1
Sepsis neonatal dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori utama
tergantung pada onset munculnya gejala, yaitu:
1. Sepsis onset dini / awitan dini (SAD)
Sepsis jenis ini muncul dalam 72 jam pertama kehidupan. Dalam kasus
berat, gejala yang muncul pada neonatus dapat terjadi pada saat kelahiran.
Bayi dengan SAD biasanya disertai dengan gangguan pernapasan dan
pneumonia. Sumber infeksi umumnya adalah saluran kelamin ibu atau
infeksi saluran kemih ibu. 3
a. Faktor resiko ibu:
- Persalinan dan kelahiran kurang bulan
- Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam
- Korioamnionitis
- Persalinan dengan tindakan
- Demam pada ibu (>38,4)
- Infeksi saluran kencing pada ibu
- Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
b. Faktor resiko bayi:
- Asfiksia perinatal
- Berat lahir rendah
- Bayi kurang bulan
- Prosedur invasif
- Kelainan bawaan

2. Sepsis onset lanjut / awitan lanjut (SAL)


Sepsis jenis ini biasanya muncul setelah usia 72 jam. Sumber
infeksi pada SAL adalah infeksi nosokomial (didapat di rumah sakit)
ataupun infeksi yang didapat di masyarakat dan biasanya ditandai dengan
gejala septikemia, pneumonia atau meningitis. Berbagai faktor yang
mempengaruhi peningkatan risiko sepsis nosokomial termasuk berat lahir
rendah, prematuritas, masuk di ruang perawatan intensif, ventilasi
mekanik, prosedur invasif, dan pemberian cairan parenteral. Faktor-faktor
yang mungkin meningkatkan risiko SAL yang didapat masyarakat
termasuk kebersihan yang buruk, perawatan yang buruk, pemberian susu
botol, dan makanan prelaktasi. Sebaliknya, pemberian ASI justru dapat
membantu pencegahan kejadian sepsis neonatorum.3

2.2 Epidemiologi

2.3 Etiologi

Organisme penyebab sepsis primer berbeda dengan sepsis nosokomial.


Sepsis primer biasanya disebabkan: Streptokokus Grup B (GBS), kuman usus
Gram negatif, terutama Eschericia coli, Listeria monocytogenes, Stafilokokus,
Streptokokus lainnya (termasuk Enterokokus), kuman anaerob, dan Haemophilus
influenzae. Sedangkan penyebab sepsis nosokomial adalah Stafilokokus (terutama
Staphylococcus epidermidis), kuman Gram negatif (Pseudomonas, Klebsiella,
Serratia, dan Proteus), dan jamur. 3
Faktor Risiko untuk Terjadinya Sepsis Neonatal ialah:
 Prematuritas dan berat lahir rendah, disebabkan fungsi dan anatomi
kulit yang masih imatur, dan lemahnya sistem imun
 Ketuban pecah dini (>18 jam)
 Ibu demam pada masa peripartum atau ibu dengan infeksi,
misalnya khorioamnionitis, infeksi saluran kencing, kolonisasi
vagina oleh GBS, kolonisasi perineal dengan E. coli
 Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
 Tindakan resusitasi pada bayi baru lahir
 Kehamilan kembar
 Prosedur invasive
 Tindakan pemasangan alat misalnya kateter, infus, pipa
endotrakeal
 Bayi dengan galaktosemi
 Terapi zat besi
 Perawatan di NICU yang teralalu lama
 Pemberian nutrisi parenteral
 Pemakaian antibiotik sebelumnya
 Bayi laki-laki terpapar 4x lebih sering dari perempuan
2.4 Patogenesis

Sepsis dini, terjadi pada 5-7 hari pertama, tanda distres pernapasan lebih
mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui
saluran genital ibu. Pada keadaan ini kolonisasi patogen terjadi pada periode
perinatal. Beberapa mikroorganisme penyebab, seperti treponema, virus, listeria
dan candida, transmisi ke janin melalui plasenta secara hematogenik. Cara lain
masuknya mikroorganisme, dapat melalui proses persalinan. Dengan pecahnya
selaput ketuban, mikro-organisme dalam flora vagina atau bakteri patogen lainnya
secara asenden dapat mencapai cairan amnion dan janin. Hal ini memungkinkan
terjadinya khorioamnionitis atau cairan amnion yang telah terinfeksi teraspirasi
oleh janin atau neonatus, yang kemudian berperan sebagai penyebab kelainan
pernapasan. Adanya vernix atau mekoneum merusak peran alami bakteriostatik
cairan amnion. Akhirnya bayi dapat terpapar flora vagina waktu melalui jalan
lahir. Kolonisasi terutama terjadi pada kulit, nasofaring, orofaring, konjungtiva,
dan tali pusat. Trauma pada permukaan ini mempercepat proses infeksi. Penyakit
dini ditandai dengan kejadian yang mendadak dan berat, yang berkembang dengan
cepat menjadi syok sepsis dengan angka kematian tinggi. 4
Sepsis lambat mudah menjadi berat, tersering menjadi meningitis. Bakteri
penyebab sepsis dan meningitis, termasuk yang timbul sesudah lahir yang berasal
dari saluran genital ibu, kontak antar manusia atau dari alat-alat yang
terkontaminasi. Di sini transmisi horisontal memegang peran. Insiden sepsis
lambat sekitar 5-25%, sedangkan mortalitas 10-20% namun pada bayi kurang
bulan mempunyai risiko lebih mudah terinfeksi, disebabkan penyakit utama dan
imunitas yang imatur. 4
2.5 Diagnosis

Menurut WHO, seorang bayi dapat didiagnosis mengalami sepsis bila memiliki
paling sedikit 2 gejala dan 2 hasil pemeriksaan laboratorium dengan adanya tanda
atau kemungkinan terjadi infeksi (hasil kultur yang positif, mikroskopis positif
atau PCR positif). Gejala dan pemeriksaan laboratorium tersebut terdiri dari:

Gejala:
 Suhu tubuh >38,5 atau <36,5 atau adanya ketidakstabilan suhu tubuh
 Gangguan kardiovaskuler: bradikardia atau takikardia, ketidakstabilan
pengeluaran urin (<1ml/kg/jam), hipotensi, mottled skin (perubahan warna
kulit akibat gangguan pembuluh darah), atau adanya gangguan perfusi
perifer.
 Lesi pada kulit atau subkutan: sklerema, petechie
 Gangguan respiratori: apneu atau takipneu, peningkatan kebutuhan
oksigen
 Gejala tidak spesifik: iritabilitas, letargi, atau hipotonia

Pemeriksaan Laboratorium:
 Leukopenia (<4000/ul) atau leukositosis (>20.000/ul)
 IT ratio >0,2
 Trombositopenia (<100.000/ul)
 CRP >15mg atau procaltonin >2
 Intoleransi glukosa: hiperglikemia >180mg/dl pada 2x pemeriksaan atau
hipoglikemia <45mg/dl
 Asidosis metabolik: BE <-10 atau laktat serum >2 mMol/l

2.5.1 Manifestasi Klinik

Diagnosis dini sepsis ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan terapi


diberikan tanpa menunggu hasil kultur. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak
spesifik dengan diagnosis banding yang sangat luas, termasuk gangguan napas,
penyakit metabolik, penyakit hematologik, penyakit susunan syaraf pusat,
penyakit jantung, dan proses penyakit infeksi lainnya (misalnya infeksi TORCH =
toksoplasma, rubela, sitomegalo virus, herpes). 5
Bayi yang diduga menderita sepsis bila terdapat gejala:
 Letargi, iritabel
 Tampak sakit
 Kulit berubah warna keabu-abuan, gangguan perfusi, sianosis, pucat, kulit
bintik-bintik tidak rata, petekie, ruam, sklerema atau ikterik
 Suhu tidak stabil demam atau hipotermi
 Perubahan metabolik hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik
 Gejala gangguan kardiopulmonal gangguan pernapasan (merintih, napas
cuping hidung, retraksi, takipnu), apnu dalam 24 jam pertama atau tiba-
tiba, takikardi, atau hipotensi (biasanya timbul lambat)
 Gejala gastrointestinal: toleransi minum yang buruk, muntah, diare,
kembung dengan atau tanpa adanya bowel loop

2.5.2 Pemeriksaan Laboratorium

a. Hematologi Darah rutin, termasuk kadar hemoglobin Hb, hematokrit Ht,


leukosit dan hitung jenis, trombosit. Pada umumnya terdapat neutropeni
PMN 1500/µl, rasio neutrofil imatur : total >0,2. Adanya reaktan fase akut
yaitu CRP (konsentrasi tertinggi dilaporkan pada infeksi bakteri, kenaikan
sedang didapatkan pada kondisi infeksi kronik), LED, GCSF (granulocyte
colonystimulating factor), sitokin IL-1ß, IL-6 dan TNF (tumour necrosis
factor).
b. Biakan darah atau cairan tubuh lainnya (cairan serebrospinalis) serta uji
resistensi, pelaksanaan pungsi lumbal masih kontroversi, dianjurkan
dilakukan pada bayi yang menderita kejang, kesadaran menurun, klinis
sakit tampak makin berat dan kultur darah positip.
c. Bila ada indikasi, dapat dilakukan biakan tinja dan urin.
d. Pemeriksaan apusan Gram dari bahan darah maupun cairan liquor, serta
urin.
e. Lain-lain misalnya bilirubin, gula darah, dan elektrolit (natrium, kalium). 5

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang Lain

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan


radiologi berupa foto dada, abdomen atas indikasi, dan ginjal. Selain itu,
pemeriksaan USG ginjal, skaning ginjal, sistouretrografi dapat dilakukan atas
indikasi. Pemeriksaan lainnya berupa pemeriksaan plasenta dan selaput janin yang
dapat menunjukkan adanya korioamnionitis, yang merupakan potensi terjadinya
infeksi pada neonatus. 5
2.6 Tatalaksana

Tatalaksana pada sepsis neonatorum berupa:


1. Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau alat
tajam lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan,
termasuk sarung tangan, masker, baju, kacamata debu. Tangan dan kulit
yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.6
2. Pengobatan Penisilin atau derivat biasanya ampisilin 100mg/ kg/24jam
intravena tiap 12 jam, apabila terjadi meningitis untuk umur 0-7 hari 100-
200mg/kg/ 24jam intravena/intramuskular tiap 12 jam, umur >7 hari 200-
300mg/kg/24jam intravena/ intramuskular tiap 6-8 jam, maksimum
400mg/ kg/24jam. Ampisilin sodium/sulbaktam sodium (Unasyn), dosis
sama dengan ampisilin ditambah aminoglikosid 5mg/kg/24jam intravena
diberikan tiap 12 jam. Pada sepsis nosokomial, sebaiknya diberikan
vankomisin dengan dosis tergantung umur dan berat badan:
 <1,2kg umur 0-4 minggu: 15mg/kg/kali tiap 24 jam
 1,2-2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12-18jam
 1,2-2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8-12jam
 >2kg umur 0-7 hari: 15mg/kg/kali tiap 12jam
 >2kg umur >7 hari: 15mg/kg/kali tiap 8jam ditambah
aminoglikosid atau sefalosporin generasi ketiga.6
3. Terapi lanjutan disesuaikan dengan hasil biakan dan uji resistensi.
4. Pengobatan komplikasi
- Pernapasan: kebutuhan oksigen meningkat, yang harus
dipenuhi dengan pemberian oksigen, VTP atau kemudian
dengan ventilator.
- Kardiovaskular: menunjang tekanan darah dan perfusi
jaringan, mencegah syok dengan pemberian volume ekspander
10-20ml/kg (NaCl 0,9%, albumin dan darah). Catat pemasukan
cairan dan pengeluaran urin. Kadang diperlukan pemakaian
dopamin atau dobutamin.
- Hematologi: untuk DIC (trombositopeni, protrombin time
memanjang, tromboplastin time meningkat), sebaiknya
diberikan FFP 10ml/kg, vit K, suspensi trombosit, dan
kemungkinan transfusi tukar. Apabila terjadi neutropeni,
diberikan transfusi neutrofil
- Susunan saraf pusat: bila kejang beri fenobarbital (20mg/kg
loading dose) dan monitor timbulnya sindrom inappropriate
antidiuretic hormon atau SIADH, ditandai dengan ekskresi urin
turun, hiponatremi, osmolaritas serum turun, naiknya berat
jenis urin dan osmolaritas.
- Metabolik: monitor dan terapi hipo dan hiperglikemia. Koreksi
asidosis metabolik dengan bikarbonat dan cairan.

Pada saat ini imunoterapi telah berkembang sangat pesat dengan diketemukannya
berbagai jenis globulin hiperimun, antibodi monoklonal untuk patogen spesifik
penyebab sepsis neonatal.6

2.9 Prognosis

Tingkat kematian 2 sampai 4 kali lebih tinggi pada bayi BBLR dibandingkan pada
bayi cukup bulan. Tingkat mortalitas secara keseluruhan sepsis onset dini adalah 3
hingga 40% (infeksi GBS onset dini adalah 2 hingga 10%) dan sepsis onset
lambat adalah 2 hingga 20% (yang dari onset lambat GBS adalah sekitar 2% ).
Mortalitas pada sepsis onset lambat sangat tergantung pada etiologi infeksi;
infeksi yang disebabkan oleh basil gram negatif atau Candida spp memiliki
tingkat hingga 32 hingga 36%. Selain mortalitas, bayi dengan berat badan rendah
yang menderita sepsis bakterial atau candidal memiliki risiko yang jauh lebih
tinggi mengalami perkembangan saraf yang buruk.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Fak. Kedokteran UI. Buku Kuliah
Ilmu Kesehatan Anak jilid 3 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta 1995:h.1123- 31.

2. Pileggi C, Souza JP, Cecatti JG, Faúndes A. Neonatal near miss approach
in the 2005 WHO Global Survey Brazil. J Pediatr (Rio J). 2010;86(1):21-6

3. Roeslani RD, Amir I, Nasrulloh MH, Suryanil. Penelitian awal: Faktor


resiko pada sepsis neonatorum awitan dini. Sari Pediatri 2013;14(6):363-8
4. Hotchkiss RS, Karl IE. The pathophysiology and treatment of sepsis. N
Engl J Med. 2003;348:138- 50.

5. Jesic, M., Maglajic, S., Lukac, M., Sindjic, S., Vujovic, D., Grkovic, S.,
2004. Pubmed. URL http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15615466.

6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007. Penatalaksanaan Sepsis


Neonatorum. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai