Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS CA PARU

Memenuhi Tugas Individu Praktek Klinik


Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh
Nama: Amanda Mela Sabrina
NIM 2130130

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANGTUAH
SURABAYA 
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN CA PARU

Disusun Oleh
Nama: Amanda Mela Sabrina
NIM 2130130

Mengetahui, Surabaya, 01 November 2021


Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

2
LAPORAN PENDAHULUAN

CA PARU

A. Pengertian

Kanker paru-paru berasal dari jaringan tipis paru-paru, pada umumnya berupa
lapisan sel yang terletak pada saluran udara. Dua tipe utama kanker ini adalah
kanker paru-paru sel kecil (SCLC) dan kanker paru-paru non-sel kecil (NSCLC).
Tipe-tipe ini didiagnosa berdasarkan bentuk sel yang terlihat di bawah mikroskop.
Lebih dari 80% kanker paru-paru merupakan tipe kanker paru-paru non-sel kecil.
Tiga sub-tipe utama dari kanker paru-paru non-sel kecil adalah adenokarsinoma,
karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel besar.

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas
atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak
normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan
pada epitel bronkus didahului oleh masa pra kanker. Kanker paru-paru adalah
pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm jaringan paru-paru dapat
disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap rokok ( Suryo,
2010).

Kanker paru-paru terbagi atas 2 tipe utama:

Kanker Paru-paru Non-Sel Kecil (NSCLC). NSCLC merupakan tipe paling


umum dari kanker paru-paru, dan tidak seagresif dibandingkan dengan SCLC.
NSCLC cenderung tumbuh dan menyebar lebih lambat. Bila didiagnosa secara dini,
pembedahan dan/atau radioterapi, kemoterapi, dapat memberikan harapan akan
kesembuhan.

Kanker Paru-paru sel kecil (SCLC). SCLC merupakan kanker yang memiliki
tingkat pertumbuhan pesat dan menyebar cepat ke pembuluh darah menuju anggota
tubuh lainnya. Seringkali, kanker ini dikategorikan sebagai penyakit kompleks saat
terdiagnosa. Kanker ini biasanya diobati melalui kemoterapi dan bukan melalui
prosedur pembedahan.

3
Gambar Anatomi Paru

B. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum diketahui,
tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh, genetik, dan
lain-lain (Amin, 2006).

a.    Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu 85%
dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia,
diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).

b.    Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau mengisap
asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko terjadinya
kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang yang tidak
merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru meningkat dua
kali (Wilson, 2005).

4
c.    Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil
bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali
lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat
sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih
tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi
yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat
udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan
dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).

d.    Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi
risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat sampai
enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler,
2010).

5
6
D. WOC CA PARU

7
8
9
E. Manifestasi Klinis
Secara umum dapat dibagi menjadi :
a. Gangguan pada saluran nafas menimbulkan gejala batuk, dipsnea ringan, dan stredor
lokal.
b. Nyeri
c. Anoreksia, lelah dan berkurangnya berat badan
d. Gejala penyebaran intratoraks atau ekstratoraks
e. Penyebaran lokal tumor ke struktur mediastinim
f. Disfagia

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X : menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasinya.
b. Pemeriksaan sitologi (Sputum, bilasan bronkus, dan cairan pleura) : mengkaji ada
atau tidaknya.
c. Bronkoskopi memungkinkan visualisasi (Besarnya karsinoma sel skuamosa)
d. Biopsi
e. ST Scan tulang,ST Scan otak, ST Scan hati, Limpa : untuk mendeteksi metastasis.

G. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

a)    Kuratif

Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.

b)    Paliatif.

Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

c)    Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.

Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.

d)    Supotif.

10
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, 
tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit
Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)

e)    Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk
mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin
fungsi paru –paru yang tidak terkena kanker.

f)     Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya


karsinoma, untuk melakukan biopsy.

g)    Pneumonektomi (pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa diangkat.

h)   Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.

i)     Resesi segmental.

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

j)      Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).

k)    Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

l)     Radiasi

11
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi
efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.

m)  Kemoterafi.

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani


pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi
bedah atau terapi radiasi.

H. Komplikasi

Komplikasi pada penyakit kanker paru meliputi :


1. Hiperkalsemia : Peningkatan kadar kalsium dalam darah
2. Efusi Pleura : Adanya cairan dalam rongga dada
3. Pneumonia : Adanya udara / gas dalam rongga dada
4. Metastese Otak : Penyebaran kanker pada cel-cel otak
5. Kompresi Medula Spinalis : Penekanan pada medula spinalis

I. Gambar Ca Paru

12
Pengkajian Data Dasar

1. Anamnesis

Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis
tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker
paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak
nafas dengan suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan
menurun, dan anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis
kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan
nodul soliter paru.

2. Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian sistem pernapasan (apendiks A) dan survey


umum (apendiks F) dapat menyebabkan tanda dan gejala berikut, tergantung pada
lokasi tumor :

- Batuk menetap (disebabkan karena sekresi cairan yang berlebihan)

- mengi (akibat penyempitan cabang-cabang bronkus oleh tumor)

- Dispnea disebabkan oleh penyempitan jalan nafas dan sekresi cairan yang
berlebihan

- Hemoptisis (disebabkan oleh erosi kapiler di jalan nafas)

- Peningkatan volume sputum dengan bau tak sedap (disebabkan oleh akumulasi sel
yang nekrosis di belakang bagian yang obstruksi oleh tumor)

- Infeksi saluran pernafasan yang berulang (retensi sel yang berada di belakang
bagian yang obstruksi merupakan predisposisi pasien terhadap infeksi)

- Nyeri dada tumpul yang dapat menyebar ke bahu dan punggung (seperti
pembesaran tumor yang menyebabkan penekanan di bagian pleural)

- Effusi pleural (terjadi bila tumor mengganggu dinding paru)

- Parau (disebabkan oleh tekanan tumor terhadap sarang laring berkembang)

- Disfagia (akibat tekanan tumor pada esophagus)

13
- Edema daerah muka, leher, dan lengan (dapat terjadi bila tumor menyumbat aliran
darah di vena kava superior, kondisi yang disebut sebagai sindrom vena kava
superior)

3. Pemeriksaan diagnostic:

- Foto dada menunjukkan sisi lesi

- Analisis sputum untuk sitologi menyatakan tipe sel kanker. Tiga specimen yang
diambil saat bangun pagi biasanya ditemukan untuk tes ini. Sel tumor yang
terlepas ke sekresi bronchial dapat dibatukkan bersamaan dengan sputum. Tes ini
biasanya dilaksanakan untuk lesi yang mengakibatkan dinding bronchial.

- Scan tomografi computer dan tomogram paru menunjukkan lokasi tumor dan
ukuran tumor.

- Bronkoskopi dapat dilakukan untuk memperoleh sampel untuk biopsy dan


mengumpulkan hapusan bronchial tumor yang terjadi di cabang bronkus.

- Aspirasi dengan jarum dan biopsy jaringan paru dapat dilakukan jika pemeriksaan
radiologi menunjukkan lesi di paru-paru perifer.

- Radionuklide scan terhadap organ-organ lain menentukan luasnya metastase


(otak, hepar, tulang dan limfa)

- Mediatinoskopi menentukan apakah tumor telah metastase ke nodus limfe


mediastium.

14
4. Diagnosa Keperawatan :

1.  Bersihan jalan nafas tidak efektif

2.  Pola nafas tidak efektif

3.  Perfusi Perifer tidak efektif

4. Defisit perawatan diri

5. defisit nutrisi

15
5. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DX. TUJUAN & KRITERIA


NO INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN HASIL (SLKI)

1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan - Manajemen jalan nafas (SIKI, Hal 186)
tidak efektif b/d keperawatan diharapkan
Observasi:
adanya eksudat di (SLKI, Hal 18) :
alveolus 1. monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
1. batuk efektif meningkat
usaha nafas)
2. suara nafas tambahan
2. monitor bunyi nafas tambahan (misal;
menghilang (Mengi,
wheezing, ronki, gurgling)
wheezing)
Terapeutik:
3. produksi sputum menurun
3. lakukan fisioterapi dada, jika perlu
4. frekuensi nafas membaik
4. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
5. pola nafas membaik
detik
6. dipsnea menurun
5. berikan oksigen, jika perlu

Edukasi:

6. ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

7. kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, jika perlu

- Latihan batuk efektif (SIKI, Hal 142)

Observasi:

8. identifikasi kemampuan batuk

Terapeutik:

9. atur posisi semi fowler atau fowler

16
Edukasi:

10. jelaskan tujuan dan prosedur batuk efekti

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan - Manajemen jalan nafas (SIKI, Hal 186)
efektif b/d sindrom keperawatan diharapkan
Observasi:
hipoventilasi (SLKI, Hal 95) :
1. monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
1. produksi sputum menurun
2. penggunaan otot bantu Terapeutik:
nafas menurun
3. posisikan semi fowler/fowler
3. frekuensi nafas membaik
Edukasi:
4. kedalaman nafas membaik
4. anjurkan asupan cairan 200ml/hari, jika
5. pemanjangan fase tidak kontraindikasi
ekspirasi menurun
Kolaborasi

5. kolaborasi pemberian bronkodilator,


ekspektoran, jika perlu

- Pemantauan respirasi (SIKI, Hal 247)

Observasi:

1. monitor frekuensi, iram, kedalaman dan


upaya nafas

2. monitor pola nafas (seperti; takipnea,


bradipnea, kussmaul, dll)

3. monitor kemampuan batuk efektif

Terapeutik:

4. dokumentasikan hasil pemantauan

17
Edukasi:

5. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

3. Perfusi perifer tidak Setelah dilakukan tindakan - Perawatan sirkulasi (SIKI, Hal 345)
efektif keperawatan diharapkan Observasi:
(SLKI, Hal ) :
1. periksa sirkulasi perifer (misal; nadi, suhu,
1. warna kulit pucat menurun adanya edema atau tidak)

2. turgor kulit elastis 2. identifikasi faktor risiko gangguan sirkulas


(misal; diabetes, hipertensi, dll)
3. akral hangat
Terapeutik:
4. bunyi nafas tambahan
menurun 3. lakukan pencegahan infeksi

Edukasi:

4. anjurkan berhenti merokok

5. anjurkan olahraga rutin

4. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan - dukungan mobilisasi SIKI, Hal 30)
fisik keperawatan diharapkan Observasi:
(SLKI, Hal 65) :
1. fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
1. pergerakan ekstremitas bantu

meningkat 2. libatkan keluarga untuk membantu pasien


dalam meningkatkkan pergerakan
2. kekuatan otot meningkat
Edukasi:
3. rentang gerak rom
3. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
meningkat
4. anjurkan melakukan mobilisasi dini
4. kaku sendi menurun
5. jadwalkan rutinias perawatan diri
5. Gerakan terbatas menurun

5. Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan - Manajemen nutrisi (SIKI, Hal 200)
keperawatan diharapkan Observasi:
(SLKI, Hal 121 ) :
1. identifikasi status nutrisi
1. porsi makan yang

18
dihabiskan meningkat 2. identifikasi makanan yang disukai

2. berat badan meningkat 3. monitor berat badan

Terapeutik:
3. nafsu makan meningkat
4. berikan makanan tinggi serat untuk
4. perasaan cepat kenyang mencegah konstipasi
menurun
5. lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
5. frekuensi makan membaik
Edukasi:
6. membrane mukosa
6. anjurkan diet yang diprogramkan
membaik
Kolaborasi

7. kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu

DAFTAR PUSTAKA

19
Price, Sylvia, A. Wilson dan Lorraine M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Edisi IV, Buku II, EGC, Jakarta, 1995.
Doenges, Marilynn E, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi III, EGC, Jakarta, 2000.
BAC, Syaifudin, H, Drs, Anatomi Fisiologi, Edisi II, EGC, Jakarta, 1997.
Netina, Sandra M, Pedoman Praktek Keperawatan, EGC, Jakarta, 2002.

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta, 2002.

DNSC, Nurachmah Elly, Dra, dkk, Buku Saku Prosedur KMB, EGC, Jakarta, 2000.
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1994.

20

Anda mungkin juga menyukai