Anda di halaman 1dari 31

TUGAS MAKALAH

Sectio Caesarea

Tugas ini di susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Maternitas

Dosen pengampu :

chinthia kartikaningtias,S.Kep,Ns,M.Kep

Disusun oleh:

1.Alifia Nurrafikarisma
2.Annisa Dian
3.Arum Putri Nata
4.Djenia Bugis
5.Eka Laila
6.Laksmi Rosyida.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN D3 KEPERAWATAN

STIKES KENDEDES MALANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah-Nya kepada kita
semua sehingga kita masih dapat melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi
segala larangan-Nya. Sholawat beserta salam kita junjungkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Dalam kesempatan ini kami menyampaikan rasa hormat dan terimakasih kepada Ibu chinthia
kartikaningtias,S.Kep,Ns,M.Kep, selaku dosen pengampu mata kuliah Sistem Reproduksi
dan semua teman-teman yang telah membantu dan memberikan motivasi sehingga dapat
terselesaikannya tugas ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas ini. Sehingga kritik
dan saran yang sifatnya membangun, sangat kami harapkan untuk penyempurnaan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang,12 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………...………………………………………………………. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ………………………………………………………….....….. 1


B. Rumusan Masalah …………………………………………….……………… 2
C. Tujuan Penulisan ………………………………………….……………...…… 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Uterus ……………………………………………….......….. 3


B. Definisi Sectio Caesarea …………………………………………………...….. 4
C. Indikasi Sectio Caesarea ………………………………………………......….. 4
D. Klasifikasi Sectio Caesarea ……………………………………………...…...... 8
E. Pathway Sectio Caesarea …………………..……………………………...….. 11
F. Komplikasi Sectio Caesarea …………….......……………………………...….. 12
G. Fase Pembedahan ………………………...…………………………………. 13
H. Anastesi local untuk section caesarea ……..……………………………...….. 13
I. Langkah-langkah Pembedahan ………………………………………...….. …… 15
J. Masalah Selama Pembedahan ………………………………………...….. …… 19
K. Perawatan Pasca Operasi ……………………………………………...….. …… 20
L. Sectio Caesarea Sebelumnya …………………………………………...…….. 21
M. Asuhan Keperawatan ………….…………………………………………...… 23

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan …….…………………………………………………………….. 27
B. Saran …………………………………………………………………………... 27

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………… iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Insidensi kelahiran sesarea telah meningkat secara dramatis pada beberapa tahun
terakhir, dari sekitar 5,5% pada tahun 1970 menjadi 22,7% pada tahun 1985 dan terus
mengalami kenaikan hingga 24% pada tahun 1988, dilaporkan sampai saat ini rentang
insidensi persalinan sesarea antara 10%-40% dari semua kelahiran.
Berdasarkan data yang ada penyebab langsung kematian pada ibu terdiri dari
perdarahan (35%), ekslampsi (20%), infeksi (7%), sedangkan untuk penyebab yang tidak
diketahui (33%). Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami
KPD.
Menurut WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka
persalinan dengan section caesarea sekitar 10% sampai 15% dari semua proses persalinan
di negara-negara berkembang dibandingkan dengan 20% Britania Raya, 23% ei Amerika
Serikat dan Kanada pada 2003 memiliki angka 21%.
Di Indonesia, secara garis besar jumlah dari persalinan Caesar di rumah sakit
pemerintah adalah sekita 20-25% dari total persalinan, sedangkan untuk rumah sakit swasta
jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30-80% dari total persalinan.
Berdasarkan data dari RSUD Sumedang dari tanggal 1 Januari 2013 sampai dengan
31 Mei 2013 didapatkan data bahwa jumlah angka persalinan secara section caesarea
sebanyak 388 jiwa, sedangkan partus spotan terbanyak 720 jiwa. Dari data tersebut dapat
disimpulkan angka persalinan dengan section caesarea masih tinggi dimana jumlahnya
sekitar 50% dari jumlah persalinan spontan. Di RSU Ahmad Yani Metro Jakarta
menunjukkan peningkatan dari 112 (17,41%) tindakan per 643 persalinan pada tahun 2008.
Berdasarkan data dinas kesehatan Jakarta, jumlah tindakan section caesarea pada tahun
2012 adalah 113.796 (Menkes RI, 2012).
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia bersama Pemerintah (Departemen
Kesehatan dan Departemen Kesejahteraan Sosial) mengeluarkan surat edaran direktorat
jenderal pelayanan medic (Dirjen Yanmedik) Departemen Kesehatan RI yang menyatakan
bahwa angka section caesaria untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan sebesar 20% dan
rumah sakit swasta 15%.

1
2

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah konsep pembedahan sectio caesarea dan seperti apakah asuhan keperawatan
pada pasien section caesarea?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui konsep pembedahan sectio caesarea dan asuhan keperawatan pada
pasien section caesarea
3

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi Uterus
Uterus merupakan organ berongga dan berdinding tebal, terletak di tengahtengah
rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum. Uterus pada wanita nulipara dewasa
berbentuk seperti buah avokad atau buah pir dengan ukuran 7,5 x 5 x 2,5 cm.
Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu corpus uteri dan serviks uteri, dimana
kedua bagian tersebut menyatu pada bagian yang disebut ismus. Hampir seluruh dinding
uterus diliputi oleh serosa (peritoneum viseral) kecuali di bagian anterior dan di bawah
ostium histologikum uteri internum. Uterus mempunyai tiga lapisan:
1. Lapisan serosa (peritoneum viseral). Di bawahnya terdapat jaringan ikat subserosa;
lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam ligament yang memfiksasi
uterus ke serviks.
2. Miometrium; lapisan otot uterus dan lapisan paling tebal, terdiri atas serabutserabut
otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah.
Miometrium terdiri atas tiga lapisan, otot sebelah luar berjalan longitudinal dan lapisan
sebelah dalam berjalan sirkuler, di antara kedua lapisan ini otot polos berjalan saling
beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi.
Ketebalan miometrium sekitar 15 mm pada uterus perempuan nulipara dewasa.
3. Endometrium; lapisan terdalam yang terdapat di sekitar rongga uterus. Endometrium
terdiri atas epitel selapis kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma dengan banyak pembuluh
darah yang berkelok-kelok. Endometrium mengalami perubahan yang cukup besar
selama siklus menstruasi. Bagian atas uterus disebut fundus uteri dan merupakan
tempat tuba Falopii kanan dan kiri masuk ke uterus.
Umumnya uterus pada perempuan dewasa terletak di sumbu tulang panggul dalam
posisi anteversiofleksio, yaitu fundus uteri mengarah ke depan, hampir horizontal, dengan
mengadakan sudut tumpul antara korpus uteri dan serviks uteri. Di Indonesia, uterus sering
ditemukan dalam retrofleksio (korpus uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya
tidak memerlukan pengobatan.

3
4

B. Definisi Sectio Caesarea


Pelahiran sesarea (juga dikenal dengan istilah seksio sesarea atau seksio C) adalah
pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen dan uterus. Nama sesarea
berasal dari suatu legenda bahwa Julius Caesar dilahirkan dengan cara seperti ini.
Sebelumnya ada prosedur pembedahan yang aman, pelahiran melalui abdomen ini
dilakukan pada keadaan ibu akan meninggal dan bayi baru lahir akan diselamatkan. (Sharon
J, Reeder, 2003).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. (Nurarif, 2013).
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak lewat insisi pada
dinding abdomen dan uterus. (Harry & William, 2010).

C. Indikasi Sectio Caesarea


Indikasi persalinan sesarea yang dibenarkan dapat terjadi secara tunggal atau secara
kombinasi, merupakan suatu hal yang sifatnya relative daripada mutlak, dan dapat
diklasifikasikan seperti yang ditujukan dibawah ini :
1. Indikasi medis
Ada 3 faktor penentu dalam proses persalinan yaitu :
a. Power
Yang memungkinkan dilakukan operasi caesar, misalnya daya mengejan lemah, ibu
berpenyakit jantung atau penyakit menahun lain yang mempengaruhi tenaga.
b. Passanger
Diantaranya, anak terlalu besar, anak “mahal” dengan kelainan letak lintang, primi
gravida diatas 35 tahun dengan letak sungsang, anak tertekan terlalu lama pada
pintu atas panggul, dan anak menderita fetal distress syndrome (denyut jantung
janin kacau dan melemah).
c. Passage
Kelainan ini merupakan panggul sempit, trauma persalinan serius pada jalan lahir
atau pada anak, adanya infeksi pada jalan lahir yang diduga bisa menular ke anak,
umpamanya herpes kelamin (herpes genitalis), condyloma lota (kondiloma sifilitik
yang lebar dan pipih), condyloma acuminata (penyakit infeksi yang menimbulkan
massa mirip kembang kol di kulit luar kelamin wanita), hepatitis B dan hepatitis C.
2. Ibu dan janin
5

Distosia (kemajuan persalinan yang abnormal) adalah indikasi yang paling umum
kedua (30%), yang pada umumnya ditujukan sebagai suatu “kegagalan kemajuan’
dalam persalinan. Hal ini mungkin berhubungan dengan ketidaksesuaian antara ukuran
panggul dengan ukuran kepala janin (disproporsi sefalopelvik), kegagalan induksi, atau
aksi kontrasi uterus yang abnormal
3. Ibu
Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung berat, diabetes mellitus, preeklamsia
berat atau eklamsia, kanker serviks, atau infeksi berat (yaitu virus herpes simpleks tipe
II atau herpes genitalis dalam fase aktif atau dalam 2 minggu lesi aktif). Penyakit
tersebut membutuhkan persalinan seksio sesarea karena beberapa alasan : untuk
mempercepat pelahiran dalam suatu kondisi yang kritis karena klien dan janinnya tidak
mampu menoleransi persalinan atau janin akan terpajan dengan risio bahaya yang
meningkat saat melalui jalan lahir.
Pembedahan uterus sebelumnya, termasuk miomektomi, pelahiran sesarea sebelumnya
dengan insisi klasik, atau rekonstruksi uterus.
Obstruksi jalan lahir karena adanya fibroid atau tumor ovarium
a. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki resiko
melahirkan dengan operasi. Apalagi pada wanita dengan usia 40 tahun ke atas. Pada
usia ini, biasanya seseorang memiliki penyakit yang beresiko, misalnya tekanan
darah tinggi, penyakit jantung, kencing manis, dan preeklamsia. Eklampsia
(keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang sehingga dokter
memutuskan persalinan dengan sectio caesarea.
b. Tulang Panggul
Cephalopelvic diproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak melahirkan
secara alami. Tulang panggul sangat menentukan mulus tidaknya proses persalinan
c. Persalinan sebelumnya dengan section caesarea
Sebenarnya, persalinan melalui bedah caesar tidak mempengaruhi persalinan
selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak. Apabila memang ada
indikasi yang mengharuskan dilakukanya tindakan pembedahan, seperti bayi terlalu
besar, panggul terlalu sempit, atau jalan lahir yang tidak mau membuka, operasi
bisa saja dilakukan
6

d. Factor hambatan jalan lahir


Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang kaku sehingga tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan
lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernafas.
e. Kelainan kontraksi Rahim
Jika kontraksi rahim lemah dan tidak terkoordinasi (inkordinate uterine action) atau
tidak elastisnya leher rahim sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan,
menyebabkan kepala bayi tidak terdorong, tidak dapat melewati jalan lahir dengan
lancar.
f. Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Kondisi ini membuat air ketuban merembes ke luar sehingga
tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang mengelilingi
janin dalam rahim.
g. Rasa takut kesakitan
Umumnya, seorang wanita yang melahirkan secara alami akan mengalami proses
rasa sakit, yaitu berupa rasa mulas disertai rasa sakit di pinggang dan pangkal paha
yang semakin kuat dan “menggigit”. Kondisi tersebut karena keadaan yang pernah
atau baru melahirkan merasa ketakutan, khawatir, dan cemas menjalaninya. Hal ini
bisa karena alasan secara psikologis tidak tahan melahirkan dengan sakit.
Kecemasan yang berlebihan juga akan mengambat proses persalinan alami yang
berlangsung.
4. Janin
a. Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolapse tali pusat, insufisiensi
uteroplasenta berat, malpresentasu, seperti letak melintang, janin dengan presentasi
dahi. Kehamilan ganda dengan bagian terendah janin kembar adalah pada posisi
melintang bokong.
b. Bayi besar
c. Letak sungsang
Letak yang demikian dapat menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan
lahir. Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada posisi
yang lain.
7

5. Plasenta
a. Plasenta previa
Pemisahan plasenta sebelum waktunya (sulosio). Plasenta previa adalah plasenta
yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh ostium uteri interim (OUI)
b. Plasenta lepas (Solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari dinding rahim
sebelum waktunya. Persalinan dengan operasi dilakukan untuk menolong janin
segera lahir sebelum ia mengalami kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban.
c. Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya plasenta di otot rahim. Normalnya plasenta
menempel di dinding rahim akan terlepas dengan sendirinya pada saat bayi lahir.
Namun pada plasenta akreta,plasenya menempel kuat pada dinding rahim sehingga
tidak dapat lepas sendiri. Pada umumnya dialami ibu yang mengalami persalinan
yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil (di atas 35 tahun), dan ibu yang
pernah operasi (operasinya meninggalkan bekas yang menyebabkan menempelnya
plasenta.
6. Kelainan tali pusat
a. Prolapses tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan penyembulan sebagian atau seluruh tali pusat. Pada keadaan ini, tali ousat
berada di depan atau di samping atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelum
bayi.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin tidak selalu berbahaya. Selama tali pusat tidak
terjepit atau terpelintir maka aliran oksigen dan nutrisi dari plasenta ke tubuh janin
tetap aman.

D. Klasifikasi Sectio Caesarea


1. Sesarea Melintang (Segmen-bawah)
Pelahiran sesarea melintang atau segmen-bawah, merupakan pelahiran sesarea
yang pada umumnya dipilih karena berbagai alasan. Karena insisi dibuat pada segmen
8

bawah uterus, yang merupakan bagian paling tipis dengan aktivitas uterus yang paling
sedikit, maka tipe insisi ini kehilangan darah minimal. Area ini lebih mudah mengalami
pemulihan, dan mengurangi kemungkinan terjadinya rupture jaringan perut pada
kehamilan berikutnya.
Insisi awal (membuka rongga abdomen) dibuat secara melintang daerah
peritoneum uterus, yang menempel dengan kendur tepat diatas kandung kemih. Lipatan
peritoneum bawah dan kandung kemih dipisahkan dari uterus, dan otot-otot uterus
diinsisi secara tegak lurus ataupun secara melintang. Selaput ketuban dipecahkan, dan
janin dilahirkan.
Plasenta dikeluarkan dan pemberian oksitosin melalui intravena dilakukan untuk
membuat uterus berkontraksi. Insisi uterus dijahit dalam dua lapisan, dengan lapisan
kedua bertumpang tindih dengan lapisan pertama. Susunan kedua lipatan penutup ini
menutup rapat insisi uterus dan diyakini untuk mencegah lokia masuk kedalam rongga
peritoneum. Kemudian daerah peritoneum visceral dirapatkan kembali dengan satu
lapis jahitan kontinu menggunakan benang jahit yang dapat diserap. Rongga abdomen
dibersihkan dari tampon. Lavase dengan menggunakan salin normal dilakukan untuk
mengurangi infeksi pasca bedah dan kemudian abdomen ditutup dengan jahitan lapis
demi lapis.
Keuntungannya :
a. Insisinya ada pada segmen bawah uterus. Namun demikian, kita harus yakin bahwa
tempat insisi ini berada pada segmen bawah yang tipis dan bukannya pada bagian
inferior dari segmen atas yang muskuler.
b. Otot tidak dipotong tetapi dipisah ke samping; cara ini mengurangi perdarahan
c. Insisi jarang terjadi sampai placenta
d. Kepala janin biasanya berada dibawah insisi dan mudah diekstraksi
e. Lapisan otot yang tipis dari segmen bawah rahim lebih mudah dirapatkan kembali
disbanding segmen atas yang tebal
f. Keseluruhan luka insisi terbungkus oleh lipatan vesicouterina sehingga mengurangi
perembasan ke dalam cavum peritonei generalisata
g. Reptur jaringan cicatrix yang melintang kurang membahayakan jiwa ibu dan janin,
karena :
1) Insidensi rupture tersebut lebih rendah
9

2) Kejadian ini jarang terjadi sebelum aterm. Dengan demikian pasien sudah
dalam pengamatan ketat dirumah sakit.
3) Perdarahan dari segmen bawah yang kurang mengandung pembuluh darah itu
lebih sedikit dibandingkan perdarahan corpus
4) Rupture bekas insisi melintang rendah letaknya kadang-kadang saja diikuti
dengan ekspulsi janin atau dengan terpisahnya placenta, sehingga masih ada
kesempatan untuk menyelamatkan bayi.
Kerugiannya :
a. Jika insisi terlampau jauh ke lateral, seperti terjadi pada kasus yang bayinya terlalu
besar, maka pembuluh darah uterus dapat terobek sehingga menimbulkan
perdarahan hebat.
b. Prosedur ini tidak dianjurkan kalau terdapat abnormalitas pada segmen bawah,
seperti fibroid atau varices yang luas.
c. Pembedahan sebelumnya atau pelekatan yang padat yang menghalangi pencapaian
segmen bawah akan mempersulit operasi.
d. Kalau segmen bawah belum terbentuk dengan baik, pembedahan melintang sukar
dikerjakan.
e. Kadang-kadang vesica urinaria melekat pada jaringan cicatrix yang terjadi
sebelumnya sehingga vesica urinaria dapat terluka.
2. Sesarea Membujur (Segmen-Bawah)
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti pada insisi
melintang. Insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting
tumpul untuk menghindari cedera pada bayi.
Insisi membujur mempunyai keuntungan, yaitu kalau perlu luka insisi bisa
diperlebar keatas. Pelebaran ini diperlukan kalau bayinya besar, pembentukan segmen
bawah jelek, ada malposisi janin seperti letak lintang atau kalau ada anomali janin
seperti kehamilan kembar yang menyatu (conjoined twins).
Salah satu kerugian utamanya adalah perdarahan dari tepi sayatan yang lebih
banya karena terpotongnya otot; juga, sering luka insisi tanpa dikehendaki meluas ke
segmen atas sehingga nilai penutupan retroperitoneal yang lengkap akan hilang.
3. Section Caesarea Klasik
Insisi tegak lurus dibuat langsung pada dinding korpus uterus. Janin dan plasenta
dikeluarkan, dan insisi ditutup dengan tiga lapisan jahitan menggunakan benang yang
10

diserap. Tindakan ini dilakukan dengan menembus lapisan uterus yang paling tebal
pada korpus uterus. Hal ini terutama bermanfaat ketika kandung kemih dan segmen
bawah mengalami perlekatan yang ekstensif akibat seksio sesarea sebelumnya, kadang
kala, tindakan ini dipilih saat janin dalam posisi melintang atau pada kasus plasenta
previa anterior.
Indikasi :
a. Janin kurang dari 34 minggu dengan presentasi bokong, karena segmen bawah
masih belum terbentuk secara adekuat dan insisi melintang mungkin terlalu sempit
untuk melakukan pelahiran janin tanpa menimbulkan trauma
b. Akses segmen bawah uterus terhambat karena adanya jaringan fibrosa
c. Bayi yang tercekam pada letak lintang
d. Kesulitan dalam menyiapkan segmen bawah
1) Adanya pembuluh-pembuluh darah besar pada dinding anterior
2) Vesica urinaria yang letaknya tinggi dan melekat
Kerugiannya :
a. Bayi sering diekstraksi bokong dahulu sehingga kemungkinan aspirasi cairan
ketuban lebih besar.
b. Myometrium yang tebal harus dipotong, sinus-sinus yang lebar dibuka, dan
perdarahannya banyak.
c. Apabila placenta melekat pada dinding depan uterus, insisi akan memotongnya dan
dapat menimbulkan kehilangan darah dari sirkulasi janin yang berbahaya.
d. Letak insisi tidak tertutup dalam cavun peritonei generalisata dan isi uterus yang
terinfeksi kemungkinan besar merembes dengan akibat peritonitis.
e. Insidensi pelekatan isi abdomen pada luka jahitan uterus lebih tinggi
f. Insidensi rupture uteri pada kehamilan berikutnya lebih tinggi.
11

E. Pathway Sectio Caesarea

Panggul sempit

Sectio Caesarea

Preoperasi Luka post operasi Post partum nifas

Defisiensi
pengetahuan Jaringan Jaringan Penurunan Psikologi
terputus terbuka progresteron
dan estrogen
Ansietas Penambahan
anggota baru
Kerusakan Merangsang
Integritas pertumbuhan
Jaringan kelenjar susu Tuntutan
anggota baru

Peningkatan
Meragsang Proteksi hormone Bayi
area kurang prolaktin menangis
sensorik

Invasi Merangsang gangguan pola


Gangguan bakteri laktasi oksitosin tidur
rasa
nyaman
Resiko Ejeksi ASI
Infeksi efektif
Nyeri Akut

Kurang informasi bengkak


tentang perawatan
payudara
Ketidakefektifan
pemberian ASI
Defisiensi
pengetahuan
12

F. Komplikasi Sectio Caesarea


1. Infeksi.
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga
menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :Keadaan
umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin,
sudah terdapat infeksi. Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat
retensio plasenta. Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis. Infeksi
puerperal yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi berat. Infeksi ringan ditandai
dengan kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas, infeksi yang berat ditandai
dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa terjadi sepsis, infeksi ini bisa terjadi
karena karena partus lama dan ketuban yang telah pecah terlalu lama
Infeksi pada janin. Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat
menyebabkan kematian. Infeksi puerperal ( Nifas )
a. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
b. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit
kembung
c. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
2. Perdarahan. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka. Perdarahan pada
plasenta bed
3. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi
terlalu tinggi
4. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
5. Perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang atonia uteria ikut
terbuka atau karena atonia uteria,
6. Komplikasi lain karena luka kandung kencing, embolisme paru dan deep vein
trombosis,
7. Ruptur uteri pada kehamilan berikutnya
8. Trauma tindakan operasi persalinan. Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan
persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan
meliputi Perluasan luka episiotomi, Perlukaan pada vagiana, Perlukaan pada serviks,
Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis, Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengka
13

dan Terjadi fistula dan ingkontinensia


9. Tekanan langsung pada kepala janin yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat vital
pada medula oblongata
10. Aspirasi oleh air ketuban, mekonium dan cairan lambung
11. Perdarahan dan edema jaringan saraf pusat.
12. Trauma langsung pada bayi seperti fraktura ekstremitas, Dislokasi persendian, Ruptur
alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
13. Fraktur tulang kepala
14. Perdarahan atau trauma jaringan otak
15. Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya

G. Fase pembedahan
Ada tiga fase dalam tahap pembedahan, yaitu :
a. Fase praoperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan
berakhirketika pasien dikirim ke meja operasi.
b. Fase intraoperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah kebagian atau departemen
bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
c. Fase pascaoperatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah

H. Anastesi local untuk section caesarea


Anastesi lokal merupakan anastesi alternatif yang aman jika tidak tersedia anastesi
umum, ketamine, atau anastesi spinal dan tidak ada individu yang terlatih menggunakan
anastesi tersebut.
Pelaksana tindakan perlu memberi konseling kepada ibu dan menenangkannya
disepanjang prosedur saat menggunakan anastesi lokal untuk seksio sesaria. Pelaksanaan
tindakan harus tetap menyadari bahwa ibu terjaga dan sadar serta harus menggunakan
instrumen dan menangani jaringan secara hati-hati.

Indikasi Tindakan kewaspadaan


14

Seksio sesaria (terutama pada ibu • Hindari penggunaan anastesi lokal pada ibu
yang mengalami gagal jantung dengan eklamsi,preeklamsia berat, atau
memiliki riwayat laparotomy.
• Hindari penggunaan anastesi lokal pada ibu
yang obesitas,takut, atau alergi terhadap
lignokain atau obat-obat terkait.
• Hindari penggunaan anastesi lokal jika kurang
berpengalaman dalam melakukan seksio
sesaria.
• Jangan disuntikan dalam pembuluh darah.

- Tinjau kembali prinsip perawatan umum dan pasang infus IV


- Siapkan 200 ml larutam lidokain 0,5% dengan adrenalin 1:200.000. Biasanya kurang
dari setengah volume ini(sekitar 80 ml) dibutuhkan pada jam pertama.
- Jika janin hidup, berikan kepada ibu petidin 1 mg/kg berat badan (tetapi tidak lebih dari
100 mg) melalui IV setelah pelahiran.
- Jika janin mati, berikan kepada ibu petidin 1 mg/kg berat badan (tetapi tidak lebih dari
100 mg) melalui IV secara perlahan (atau berikan morfin 0,1 mg/kg berat badan melalui
IM) dan pemetazin 25 mg melalui IV.
- Masukkan jarum berukuran 10 cm ke satu pita kulit dan jaringan subkutan pada tiap
sisi insisi yang dituju seluas dua jari.
- Naikkan 3-4 cm bilur larutan lidokain pada tiap insisi garis tengah dari simfisis pubis
sampai 5 cm di atas umbilicus.
- Masukkan larutan lidokain turun melalui lapisan dinding abdomen. Jarum harus tetap
hampir sejajar dengan kulit. Hati-hati agar jarum tidak menembus peritoneum dan
masukkan jarum ke dalam uterus karena dinding abdomen sangat tipis pada saat
kehamilan.
- Pada akhir penyuntikan, tunggu selama 2 menit kemudian jepit sisi insisi dengan forsep.

Tindak lanjuti dengan seksio sesaria dengan tetap memperhatikan hal-hal berikut:
- Jangan menggunakan tampon abdomen. Gunakan retractor sesedikit mungkin dan
dengan tenaga minimal.
15

- Suntikkan 30 ml larutan lidokain di bawah peritoneum uterovesikalke arah lateral


sampai ligamentum teres uteri. Tidak perlu anastesi tambahan. Peritoneum sensitife
terhadap nyeri; myometrium tidak sensitife terhadap nyeri.
- Berikan informasi kepada ibu bahwa ia akan merasa tidak nyaman akibat traksi ketika
bayi dilahirkan. Ketidaknyamanan ini biasanya tidak lebih dari yang terjadi selama
pelahiran per vagina.
- Perbaiki uterus tanpa mengeluarkannya dari abdomen.
- Anastesi lokal tambahan dapat diperlukan untuk memperbaiki dinding abdomen.

I. Langkah-Langkah Pembedahan
• Tinjau kembali indikasi. Pastikan bahwa pelahiran per vagina tidak memungkiankan.
• Periksa kehidupan janin dengan mendengarkan denyut jantung janin dan periksa
presentasi janin.
• Tinjau kembali prinsip perawatan umum, prinsip perawatan operasi, dan pasang infus
IV.
• Gunakan anastesi spinal, anastesi lokal dengan lidokain, ketamine atau anastesi umum.
- Anastesi lokal merupakan anastesi alternatif yag aman jika tidak tersedia anastesi
umum, ketamine, atau anastesi spinal dan tidak ada individu yang terlatih dalam
menggunakan anastesi tersebut.
• Tentukan apakah insisi vertikal tinggi diindikasikan
- Segmen bawah uterus tidak dapat menjadi area insisi karena adanya pelekatan yang
tebal dari seksio sesaria sebelum nya.
- Bayi letak lintang (punggung bayi berada dibawah) sehingga insisi segmen bawah
uterus tidak dapat dilakukan dengan aman.
- Malformasi janin (misalnya kembar siam).
- Terdapat fibroid yang besar diatas segmen bawah uterus.
- Banyak pembuluh darah disegmen bawah uterus karena adanya plasenta previa.
- Karsinoma serviks.
• Jika kepala bayi sudah masuk jauh ke dalam panggul seperti pada persalinan macet,
bersihkan vagina untuk membantu pelahiran seksio sesaria.
• Miringkan meja operasike kiri atau letakkan bantal atau linen yang telah dilipat
dipunggung kanan bawah ibu untuk mengurangi sindrom hipotensi telentang.
16

INSISI SEGMEN BAWAH


Membuka abdomen
• Buat insisi vertikal garis tengah di bawah umbilikus sampai ke rambut pubis melalui
kulit sampai fasia.
• Buat insisi vetikal 2-3 cm di fasia
• Pegang tepi fasia dengan forsep dan perpanjang insisi ke atas dan bawah dengan
menggunakan gunting.
• Gunakan jari atau gunting unt memisahkan otot rektus (otot dinding abdomen).
• Gunakan jari untuk membuka peritoneum dekat umbilikus. Gunakan gunting untuk
memperpanjang insisi ke atas dan ke bawah guna melihat seluruh uterus. Gunakan
gunting untuk memisahkan lapisan peritoneum dan membuka bagian bawah
peritoneum dengan hati-hati guna mencegah cedera kandung kemih.
• Letakkan retraktor kandung kemih diatas tulang pubik.
• Gunakan forsep untuk mengangkat peritoneum yang kendur yang menutupi permukaan
anterior segmen bawah uterus dan buat insisi dengan gunting.
• Lebarkan insisi dengan menempatkan gunting di antara uterus dan serosa yang longgar
dan menggunting sekitar 3 cm pada setiap sisi dalam bentuk melintang.
• Gunakan 2 jari unk mendorong kandung kemih ke bawah segmen bawah uterus.
Letakkan kembali retractor kandung kemih di atas pubik dan kandung kemih.

Membuka uterus
• Gunakan pisau bedah untuk membuat insisi melintang sepanjang 3 cm di segmen
bawah uterus. Insisi tersebut seharusnya beraa sekitar 1 cm di bawah insisi serosa
vesikouterin yang di buat untuk menurunkan kandung kemih.
• Lebarkan insisi dengan menempatkan satu jari disetiap insisi dan menar ke atas dan
kesamping secara hati-hati pada saat yang sama.
• Jika segmen bawah uterus tebal dan sempit, lebarkan insisi dalam bentuk sabit dengan
menggun gunting sebagai pengganti jari untuk menghindari pelebaran pembuluh darah
uterus.
17

Pelahiran bayi dan plasenta


• Untuk melahirkan bayi,letakkan satu tangan ke dalam rongga uterus di antara uterus
dan kepala bayi.
• Pegang dan fleksikan kepala dengan menggunakan jari tangan.
• Angkat kepala bayi melalui insisi secara perlahan dan hati-hati agar tidak merobek
insisi kebawah mendekati serviks.
• Tekan abdomen secara lembut di uterus bagian atas dengan tangan lain untuk
membantu melahirkan kepala.
• Jika kepala bayi sudah masuk jauh kepanggul atau vagina, minta asisten (yang memakai
sarung tangan steril atau sarung tangan didesinfeksi tingkat tinggi) untuk menjangkau
vagina. Selanjutnya, angkat dan lahirkan kepala.
• Bersihkan lendir pada mulut dan hidung bayi saat lahir.
• Lahirkan bahu dan tubuh.
• Berikan oksitosin 20 unit dalam 1 L cairan IV (salin normal atau laktat Ringer) dengan
kecepatan 60 tetes/menit selama 2 jam.
• Pasang klem dan potong tali pusat.
• Serahkan bayi ke asisten untuk perawatan awal.
• Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksis setelah tali pusat diklem dan dipotong.
- Ampisilin 2 mg melalui IV atau sefazolin 1 g melalui IV.
• Peratahankan tarikan tali pusat yang lembut dan masase uterus melalui abdomen.
• Lahirkan plasenta dan ketuban. Gunakan forsep cincin untuk memastikan bahwa
selaput ketuban telah dikeluarkan.

Menutup insisi uterus


• Pegang ujung insisi uterus dengan klem.
• Pegang ujung insisi dengan klem. Pastikan insisi terpisah dari kandung kemih.
• Perhatikan adanya perluasan insisi rus secara cermat.
• Jahit insisi dan perluas insisi dengan jahitan jelujur mengunci (continuous locking)
menggunakan benang cutgut kromik (atau poliglikolik) 0.
18

• Jika terdapat perdarahan lebih lanjut dari area insisi, tutup dengan jahitan berbentuk 8.
Tidak perlu dilakukan jahitan lapisan kedua yang rutin pada insisi uterus.

Menutup abdomen
• Perhatikan insisi uterus secara cermat sebelum menutup abdomen. Pastikan tidak ada
perdarahan dan uterus keras. Gunakan spons untuk mengeluarkan bekuan darah di
dalam abdomen. Periksa adanya cedera pada kandung kemih secara cermat dan perbaiki
cedera tersebut jika memang terjadi.
• Tutup fasia dengan jahitan jelujur menggunakan benang cutgut kromik (atau
poliglikolik) 0.
• Jika terdapat tanda-tanda infeksi, tutup jaringan subkutan dengan kasa dan buat jahitan
longgar menggunakan benang cutgut (atau poliglikolik) 0. Tutup kulit dengan penutup
lambat setelah infeksi dibersihkan.
• Jika tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tutup kulit dengan jahitan matras vertikal
menggunakan benang nilon (atau sutra) 3-0 dan tutup dengan balutan steril.
• Dorong abdomen diatas uterus dengan lembut untuk mengeluarkan bekuan darah dari
uterus dan vagina.

INSISI VERTIKAL TINGGI (“KLASIK”)


• Buka abdomen melalui insisi garis tengah yang melewati umbilicus. Sekitar sepertiga
insisi harus berada diatas umbilikus dan dua pertiga berada di bawah umbilikus.
• Gunakan pisau bedah untuk membuat insisi.
- Periksa posisi ligamentum teres uteri dan pastikan bahwa insisi berada garis tengah
(uterus dapat terpuntir ke satu sisi).
- Buat insisi uterus digaris tengah diatas fundus uterus.
- Panjang insisi harus sekitar 12-15 cm dan batas bawahnya tidak boleh melebihi
lipatan uterovesikal peritoneum.
• Minta asisten (yang memakai sarung tangan steril atau sarung tangan yang di desinfeksi
tingkat tinggi) memberi tekanan pada tepi insisi untuk mengontrol perdarahan.
• Buat insisi sampai ketuban, kemudian lebarkan insisi menggunakan gunting.
• Setelah memecahkan ketuban, pegang kaki bayi, dan lahirkan bayi.
• Lahirkan plasenta dan ketuban
19

• Pegang tepi insisi dengan forsep Allis atau forsep Green Armytage.
• Tutup insisi minimal menggunakan 3 lapis jahitan.
- Tutup lapisan pertama yang terdekat dengan rongga uterus dengan jahitan jelujur
menggunakan benang cutgut kromik (atau poliglikolik) 0, tetapi hindari menjahit
desidua.
- Tutup lapisan kedua otot uterus dengan jahitan putus-putus menggunakan benang
cutgut kromik (atau poliglikolik) 1.
- Tutup serabut superfisial dan serosa dengan jahitan jelujur menggunakan benang
cutgut kromik (atau poliglikolik) 0 dan jarum atraumatik.
• Tutup abdomen seperti pada seksio sesaria segmen bawah uterus.

J. Masalah selama pembedahan


1. Perdarahan tidak terkendali
• Masase uterus.
• Jika terjadi atonik uterus, lanjutkan infus oksitosin dan berikan ergometrin 0,2 mg
melalui IM dan prostaglandin jika tersedia. Obat-obat ini dapat diberikan secara
bersamaan dan berurutan.
• Lakukan transfusi sesuai kebutuhan.
• Meminta asisten untuk menentukan aorta dengan jarinya untuk mengurangi
perdarahan sampai sumber perdarahan dapat ditemukan dan dihentikan.
• Jika perdarahan tidak terkendali, lakukan ligase arteria uterina dan ligasi arteri
uteroovium atau histerektomi.
2. Bayi presentasi bokong
• Jika bayi dalam presentasi bokong, pegang kaki bayi dan lahirkan melalui insisi.
• Selesaikan pelahiran seperti pada pelahiram sungsang per vagina.
- Lahirkan tungkai dan tubuh sampai kebahu, kemudian lahirkan lengan.
- Fleksikan (tekuk) kepala dengan menggunakan perasat Mauriceau Smillie Viet.
3. Bayi letak lintang
a. Punggung bayi berada diatas
• Jika punggung bayi berada di atas (dekat bagian atas uterus), masukkan tangan
kedalam uterus dan temukan pergelangan kaki bayi.
20

• Pegang pergelangan kaki dan tarik keluar melalui insisi dengan hati-hati untuk
melahirkan tungkai dan selesaikan pelahiran, seperti pada bayi presentasi
bokong.
b. Punggung bayi berada dibawah
• Jika punggung bayi berada dibawah, insisi uterus vertikal tinggi merupakan
insisi yang dipilih.
• Setelah insisi dibuat, masukkan tangan kedalam uterus dan temukan kaki bayi.
Tarik kaki bayi melalui insisi dan selesaikan pelahiran seperti pada bayi
presentasi bokong.
• Anda akan memerlukan beberapa lapis jahitan untuk memperbaiki insisi
vertikal.
4. Plasenta previa
• Jika ditemukan plasenta anterior letak rendah, buat insisi melalui plasenta dan
lahirkan janin.
• Jika plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual setelah pelahiran bayi, diagnosis
yang ditegakkan adalah plasenta akreta yaitu suatu temuan yang biasa pada area
jaringan parut seksio sesaria sebelumnya. Lakukan histereomi.
• Ibu dengan plasenta prevasia beresiko tinggi mengalami hemoragi pascapartum.
Jika terdapat perdarahan ditempat plasenta, tutup area perdarahan dengan benang
cutgut kromik (atau poliglikolik).
• Perhatikan perdarahan pada periode awal paspartum dan lakukan tindakan yang
tepat.

K. Perawatan pasca operasi


• Tinjau kembali prinsip perawatan pascaoperasi
• Jika peradarahan terjadi
- Masase uterus untuk mengeluarkan darah dan bekuan darah. Adanya bekuan darah
akan menghambat kontraksi uterus yang efektif.
- Berikan oksitosin 20 unit dalam 1 L cairan IV (salin normal atau laktat Ringer)
dengan kecepatan 60 tetes permenit dan ergometrin 0,2 mg ini dapat melalui IM
serta prostaglandin. Obat-obatan ini dapat diberikan secara bersamaan atau
berurutan.
21

• Jika terdapat tanda-tanda infeksi atau saat ini ibu demam, berikan kombinasi antibiotik
sampai ibu tidak demam selama 48 jam.
- Ampisilin 2 g melalui IV setiap 6 jam
- Ditambah gentamisin 5 mg/kg berat badan melalui IV setiap 24 jam
- Ditambah metronidazol 500 mg melalui IV setiap 8 jam.
• Berikan analgetik yang tepat.

L. Seksio sesaria sebelumnya


Penatalaksanaan asuhan untuk wanita yang menjalani satu atau lebih seksio sesaria
sebelumnya telah mengalami lebih dari satu revolusi dalam beberapa tahun terakhir. Pada
awal tahun 1970-an, komunitas medis menjauh dari filosofi sebelumnya, yaitu “sekali
seksio, selalu seksio” dan beralih keupaya hati-hati untuk pelahiran per vagina setelah
seksio sesaria (VABC(vaginal birth after cesarean section)) pada wanita secara cermat.
Pada awal tahun 1990-an, semua wanita dengan riwayat seksio sesaria pada segmen uterus
bawah (insisi transversal bawah atau vertikal bawah) dan tidak memiliki kontraindikasi
dianjurkan menjalani persalinan per vagina, merencanakan seksio sesaria kembali. Salah
satu penelitian menemukan bahwa angka rupture pada uterus pada vagina dengan awitan
persalinan spontan adalah 5,2/1000 wanita dan 1,6/1000 wanita dengan seksio sesaria
berulang tanpa persalinan.
Resiko untuk wanita mengalami rupture uterus ketika berusaha menjalani persalinan
melalui vagina setelah seksio sesaria sebelumnya terkait dengan jenis insisi uterus dan
pada bagian kasus, usia gestasi janin pada saat seksio sesaria sebelumnya. Resiko rupture
uterus jika meningkat jika pesalinan wanita diinduksi dengan zar selain prostaglandin
(7,7/1000). Bagian informasi yang penting adalah apakah insisi pada segmen bawah
uterus. Setiap insisi yang mencapai massa otot korpus atau fundus uterus meningkatkan
ruptur uterus. Karena segmen bawah uterus berkembang buruk pada awal masa gestasi,
seksio sesaria yang dilakukan sebelum 28 minggu tanpa persalinan melibatkan massa otot
korpus, bahkan pada insisi transversal bawah.
Terdapat dua jenis seksio sesaria yaitu insisi uterus yang melibatkan segmen atau
uterus (korpus/fundus) dan insisi uterus yang hanya melibatkan segmen bawah uterus yang
tidak dapat berkontraksi. Jenis yang pertama adalah jenis insisi vertikal dan dikenal
sebagai insisi klasik atau seksio sesaria. Jenis yang kedua dapat melibatkan baik insisi
transversal bawah maupun insisi vertikal bawah. Resiko rupture uterus yang selanjutnya
22

secara langsung berhubungan dengan nis parut uterus. Wanita yang sebelumnya
mengalami insisi uterus transversal bawah adalah antara 0,19 dan 0,8%. Wanita dengan
jaringan parut klasik beresiko mengalami rupture uterus yang sangat membahayakan,
sekitar 12%.
Salah satu jenis rupture uterus bersifat sangat membahayakan, yaitu sebagian besar
jahitan insisi lama lepas, membrane janin juga mengalami rupture, semua atau sebagian
janin keluar ke dalam rongga peritoneum, dan terdapat perdarahan yang signifikan. Jenis
lainnya adalah dehisensi atraumatis, yaitu tidak semua insisi lama lepas, membrane janin
tidak mengalami rupture, janin tetap berada dalam uterus, dan perdarahan minimal atau
tidak ada.
Penyebab mortidibilitas dan mortalitas mencakup resiko anastesi, cedera pada
kandung kemih dan usus yang terjadi karena tidak hati-hati, perdarahan, infeksi luka, dan
peningkatan masalah pernafasan pada bayi baru lahir.
Faktor yang terkait dengan angka keberhasilan VBAC yang lebih tinggi mencakup
indikasi seksio sesaria sebelumnya tidak terulang (mis, presentasi bokong atau
malpresentasi, gawat janin, preeklamsia). Faktor yang terkait dengan seksio sesaria
berulang setelah persalinan percobaan mencakup kemungkinan indikasi berulang untuk
seksio sesaria sebelumnya (mis, disproporsi sefalopelvik, persalinan gagal mengalami
kemajuan, distosia persalinan).
Tenaga medis harus mendiskusikan pilihan penatalaksanaan untuk persalinan dan
pelahiran dengan wanita selama periode prenatal. Data dasar yang diperoleh kunjungan
awal mencakup berikuy ini:
1. Riwayat
a. Usia gestasi, dalam hitungan minggu, pada saat seksio sesaria
b. Jenis seksio sesaria
c. Alasan seksio sesaria
d. Lama persalinan
e. Dilatasi serviks pada saat pelahiran
2. Pemeriksaan fisik
a. Jaringan parut di abdomen
3. Pemeriksaan pelvis
a. Pelvimetri klinis
23

b. Serviks dan introitus vagina pada wanita yang belum pernah melahirkan jika semua
bayi sebelumnya dilahirkan melalui seksio sesaria.

Jika insisi sebelumnya adalah insisi transversal bawah atau insisi vertical bawah,
pilihan penatalaksanaan nya:
1. Seksio sesaria berulang elektif dan dijadwalkan
2. Seksio sesaria berulang elektif setelah awitan persalinan
3. Percobaan persalinan melalui vagina.

Dari perspektif kesehatan, semua wanita yang telah memiliki insisi pada segmen
bawah uterus dan tidak ada kontraindikasi harus di dorong untuk mencoba persalinan
melalui vagina. Apabila wanita memilih seksio sesaria berulang efektif terjadwal tanpa
menunggu awitan persalinan. Kemungkinan wanita itu akan dijadwalkan pada minggu
gestasi ke-39. Wanita kandidat VBAC sebaiknya diperkenalkan untuk melahirkan secara
normal.
Penalaksanaan asuhan untuk wanita kandidat VBAC dalam persalinan dan pelahiran
sama seperti penatalaksanaan asuhan untuk setiap wanita dalam persalinan, dengan
pengecualian perlu dilakukan pemantauan yang lebih sering (setiap 15 menit dalam kala
satu dan 5 menit dalam dua persalinan. Dalam penatalaksaan persalinan kala 3, akan sangat
berguna untuk mengingat bahwa terdapat peningkatan insiden plasenta yang terimplantasi
pada jaringan ut uterus. Penatalaksanaan dehisensi jaringan parut asimptomatik setelah
persanlinan melalui vagina adalah tidak melakukan apa-apa, karena defek tersebut akan
sembuh sendiri minggu pascapartum.
24

M. Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Kep. Kriteria Hasil NOC Intervensi NIC


. NANDA
1 Domain 9 Koping Domain III Kesehatan Domain 3 Perilaku
/ Toleransi Stress Psikososial Kelas T Psikologis Promosi
Kelas 2 Respon Kelas M Psikologis Kenyamanan
Koping 1211 Tingkat Kecemasan 5820 Penurunan Kecemasan
00146 Cemas Setelah dilakukan tindakan Tindakan :
keperawatan selama 31-45 1. Gunakan pendekatan yang
menit, maka criteria hasil menenangkan
yang diharapkan : 2. Jelaskan semua prosedur
121101 gelisah (2-4) dan apa yang dirasakan
121107 ketegangan wajah (2- selama prosedur
3) 3. Temani pasie untuk
121115 serangan panic (2-4) memberikan keamanan dan
121119 peningkatan tekanan mengurangi takut
darah (2-4) 4. Dorong pasien untuk
121120 peningkatan denyut mengungkapkan perasaan.
nadi (2-3) Ketakutan, persepsi
5. Identifikasi tingkat
kecemasan
6. Instruksikan pasien
menggunakan tekhnik
relaksasi
2 Domain 11 Domain 2 Kesehatan Jaringan Domain 2 Fisiologis Dasar
Keamanan / Kelas 6 Integritas Jaringan Kelas V manajemen kulit / luka
Proteksi 1101 Integritas Jaringan 3660 Perawatan Luka
Tindakan :
25

Kelas 2 Luka fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan tekhnik perawatan


keperawatan selama 16-30 luka dengan steril
00044 Kerusakan
menit, kerusakan integritas 2. Pantau karakteristik luka,
Integritas Jaringan
jaringan dapat teratasi dengan warna, ukuran, dan bau\
kriteria hasil: 3. Jaga kulit agar tetap bersih
110115 lesi pada kulit (203) 4. Mobilisasi pasien (ubah
110102 sensasi (2-4) posisi pasien) setiap dua
110113 Integritas kulit (2-4) jam sekali
110111 Perfusi jaringan (2-3) 5. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada luka
yang tertekan
6. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
7. Ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka

3 Domain 12 Domain 4 Pengetahuan Domain 1 Fisiologis : Dasar


Kenyamanan Kesehatan & Perilaku
Kelas E Promosi Kesehatan
Kelas 1 Kelas Q Perilaku Kesehatan Fisik
Kenyamanan
1605 Kontrol Nyeri 1400 Management Nyeri
Fisik
Setelah dilakukan tindakan Tindakan :
00132 Nyeri Akut
keperawatan selama lebih dari
1. Gunakan strategi
1 jam nyeri akut teratasi
komunikasi terapeutik
sebagian dengan kriteria hasil
untuk mengakui
:
pengalaman rasa sakit dan
160510 Menganalisis skala menyampaikan penerimaan
nyeri pasien setiap 24 jam (2- respon pasien terhadap
3) nyeri.
2. Eksplorasi pengetahuan dan
keyakinan tentang rasa sakit
pasien
26

160503 Meggunakan 3. Bantu pasien dan keluarga


Langkah-langkah pencegahan untuk mencari dan
Nyeri akut (2-3) memberikan dukungan
4. Tentukan frekuensi
160504 menggunakan
diperlukan untuk membuat
langkah langkah bantuan non
penilaian kenyamanan
analgesic (2-3)
pasien dan melaksanakan
160505 menggunakan rencana pemantauan
analgesic seperti yang 5. Kendalikan factor
dianjurkan (2-3) lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
pasien terhadap
ketidaknyamanan
(misalnya, suhu, kamar,
pencahayaan, kebisingan)
6. Pilih dan Terapkan berbagai
langkah-langkah (misalnya,
farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
memfasilitasi penghilang
rasa sakit, yang sesuai
7. Dorong pasien untuk
memantau nyeri sendiri
dengan tepat
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut. Indikasi persalinan sesarea yang dibenarkan
dapat terjadi secara tunggal atau secara kombinasi, dapat diklasifikasikan : indikasi medis,
ibu dan janin, ibu, plasenta, kelainan tali pusat. Klasifikasi section caesarea ada sesarea
melintang (Segmen-bawah), sesarea membujur (Segmen-Bawah), sesarea klasik.
Pembedahan yang harus diperhatikan ialah : Tinjau kembali indikasi. Pastikan
bahwa pelahiran per vagina tidak memungkiankan, Periksa kehidupan janin dengan
mendengarkan denyut jantung janin dan periksa presentasi janin, Tinjau kembali prinsip
perawatan umum, prinsip perawatan operasi, dan pasang infus IV.
Penanganan pasien section caesarea dengan menggunakan manajemen keperawatan
dimulai dengan pengakajian, periotasikan data, penenentuan diagnosa keperawatan,
melakukan rencana tindakan keperawatan, mengaplikasikan rencana keperawatan dan
evaluasi.

B. Saran
Berdasarkan tinjauan dan pembahasan kasus, kesimpulan diatas penulis memberikan
sedikit masukan atau saran yang diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan agar institusi pendidikan dapat meningkatkan atau menambah referensi,
sehingga dapat membantu penulis atau mahasiswa yang akan membahas materi yang
sama.
2. Bagi Mahasiswa
Makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan dapat mengaplikasikan
asuhan keperawatan terutama yang berkaitan dengan informasi kesehatan section
caeesarea.
3. Bagi Masyarakat/Keluarga
Agar tetap melanjutkan upaya-upaya kesehatan yang telah diketahui dan disarankan
demi peningkatan derajat kesehatan.

27
DAFTAR PUSTAKA
• Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnoses Definitions and Clatification 2015-2017:
Publishing: NANDA International
• Bulechek, Gloria M, dkk. 2013. Nursing Intervention Clatification (NIC): Elsevier Mosby
• Forte, W.R., Oxorn, Harry. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi & Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica
• Moorhead, Sue, dkk. 2008. Nursing Outcome Clatification (NOC): Elsevier Mosby
• Reeder, S.J., dkk. 2011.Keperawatan Maternitas Keshatan Wanita, Bayi & Keluarga
Volume 2 Edisi 18. Jakarta : EGC
• Yulianti, Devi. Pamilih. 2006. Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan &
Persalinan. Jakarta : EGC

iii

Anda mungkin juga menyukai