Hukum-hukum thaharah
2. Masalah kedua, air yang digunakan untuk bersuci.
Bersuci itu membutuhkan sesuatu untuk digunakan sebagai bersuci dan untuk
menghilangkan najis dan mengangkat hadast itu adalah air, namun air yang digunakan
adalah air yang suci ( suci pada zatnya dan mensucikan yang lainnya, yaitu air yang masih
berada diatas asal penciptaannya ) apakah air itu turun dari langit, atau yang mengalir di
bumi. Dalilnya berdasarkan firman Allah “ dan Allah menurunkan air dari langit untuk
mensucikan kalian darinya" dan juga dalam firman “ dan alami akan menurunkan air yang
suci dari langit” dan dalam hadist nabi “ yaa Allah cicilan aku dari doaa-dosa ku dengan air
embun" dan juga dalam hadist nabi “ laut itu suci airnya dan halal binatang yang hidup
didalamnya".
Dan tidak boleh bersuci dengan benda cair selain dari air dan apa yang semisal dengannya,
berdasarkan firman “ maka jika kalian tidak mendapatkan air, maka bertayyammumlah
kalian" .
4. Masalah ke empat, tentang air suci yang bercampur dengan benda yang suci.
Air yang suci apabila bercampur dengan benda yang suci, maka kalau benda yang suci ini
tidak mendominasi air suci, maka air itu, tetap suci berdasarkan firman Allah “ dan jika
kalian dalam keadaan sakit, musafir, beriman, dan berhadst dan tidak mendapatkan air ,
maka bertayyammumlah kalian dengan tanah yang suci", dan juga berdasarkan hadist
rasulullah shallahu alaihi wa salam saat para wanita yang memandikan jenazah putri
rasulullah “ kalian mendingan tiga kali atau lima kali, atau lebih dari lima jika kalian anggap
itu dibutuhkan, kalian mendingan dengan air dan daun bidara dan cucian yang terakhir
dengan kapur barus" .
Air yang mukayyat adalah air yang didominasi oleh benda suci, contoh kopi, teh, dan yang
lainnya.
6. Masalah ke enam, berkaitan dengan air laut dan sisa minuman manusia dan hewan ternak.
Adalah apa yang tersisa didalam bejana atau dalam gelas setelah minum yang orang yang
minum, maka manusia itu adalah suci dan demikian pula sisa minumannya adalah suci sama
saja dia seorang muslim atau kafir. Demikian pula aorangvyang junub dan orang yang haid
dan telah shohi dari hadist dalam masalah kelima, dan dari Aisyah, beliau pernah minum
dalam gelas dalam keadaan haid, lalu gelas tersebut diambil oleh rasulullah shallahu alaihi
wa salam dan diletakkan mulut beliau di atas tempat bekas minum Aisyah.
Faedah : Romantisnya Rasulullah shallahu alaihi wa salam terhadap istrinya.
Berkaitan dengan sisa minum binatang:
1. Hewan yang halal dimakan dagingnya, suci airnya untuk digunakan.
2. Hewan yang tidak halal untuk dimakan, menurut pendapat yang kuat adalah suci,
terkhusus lagi jika airnya dalam jumlah yang banyak, kecuali anjing dan babi.
Dalilnya adalah hadist yangvtelah berlalu yang didalamnya rasulullah bersabda “ beliau
ditanya tentang air yang didatangi binatang busa, apabila airnya itu dalam jumlah dua
kulla maka airnya tidak najis, tentang kucing yang tidak najis dan sesungguhnya kucing
itu termasuk binatang yang banyak berkeliling diantara kalian, diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dan Abu Dawud.
Dan kesulitan itu diangkat dari ummat ini, segala sesuatu yang dapat memberatkan
maka akan diringankan dalam agama.
Contoh lain dalam hadist “ seandainya tidak memberatkan umatku maka aku akan
memerintahkan ummatku untuk bersiwak setiap kali ingin sholat dan setiap kali ingin
wudhu".
Adapun air libur dan sisa minuman dari anjing maka dia adalah najis, begitupula untuk
babi, berdasarkan hadist tentang anjing “ sucinya bejana salah seorang dari kalian
apabila dijilat oleh anjing, maka dia mencucinya tiga kali dan cucian yang terakhir
dengan menggunakan tanah". Dan Adapun babi karena najisnya babi tersebut
berdasarkan firman Allah “ sesungguhnya babi itu najis" masuk didalamnya air liur dari
babi.
Didalam bab ini adalah beberapa permasalahan, yang mana definisi dari bejana adalah tempat yang
dijaga didalamnya air, apakah terbuat dari besi, dari bahan yang lainnya.
Dan hukum asalnya adalah boleh untuk digunakan untuk apa-apa, karena dalam firman Allah “
dialah Allah yang menciptakan segala macam dimuka bumi ini bagi kalian “ selama tidak ada dalil
yang melarangnya dari perkara tersebut.
1. Tentang hukum menggunakan bejana yang terbuat dari emas dan perak didalam bersuci,
dan dari bahan yang lainnya.
Boleh menggunakan seluruh bejana untuk makan dan minum dan segala bentuk pemakaian
lainnya karena bejana itu mubah, walaupun harganya mahal karena dia berada diatas
hukum asalnya selain bejana yang terbuat dari emas dan perak. Maka diharamkan untuk
makan dan minum dari bahan yang terbuat dari emas dan perak, dan penggunaan yang
lainnya boleh, berdasarkan hadist rasulullah “ janganlah kalian minum dari bejana
yangvterbuat dari emas dan perak, dan janganlah makan darinya, karena emas dan perak itu
untuk orang-orang kafir di dunia, adapun untuk orang-orang beriman untuk mereka di
sirga". Dan juga berdasarkan hadist rasulullah “ sesungguhnya orang yang minum yang
terbuat dari emas dan perak dia hanyalah memasukkan api neraka kedalam perutnya".
Maka diatas dua hadist ini menunjukkan haramnya untuk makan dan minum darinya, dan
menunjukkan bolehnya untuk hal yang lain, maka mubah darinya untuk digunakan untuk
bersuci. Hukum ini semua termasuk bagi bejana yang terbuat dari emas dan perak murni,
maupun campuran dengan bahan yang lain walaupun kadarnya hanya sedikit.
Masalah yang ketiga, berkaitan dengan bejana orang-orang kafir. Hukum asal pada bejana orang-
orang kafir adalah halal kecuali apabila telah diketahui ada najis, maka tidak boleh digunakan kecuali
setelah dicuci, berdasarkan hadist Abu Salamah beliau berkata, yaa rasulullah sesungguhnya kami
berada di kampungnya ahlu kitab, maka apakah kami boleh makan didalam bejana-bejana mereka,
dan rasulullah berkata janganlah kalian makan darinya kecuali kalian tidak mendapati yang lainnya,
cucilah kemudian makan darinya. Muttafaqun alaihi....
Karena hal tersebut telah shahi dari nabi dan para sahabat, mereka mengambil air untuk berwudhu
dari bejana wanita musyrik. Dan juga karena Allah subhanahu wa ta’ala telah menghalalkan
makanan dari ahlu kitab, sebagaimana seorang anak yahudi memanggil nabi untuk memakan roti
dari gandum, dan beliau makan dari makanan tersebut.
Masalah keempat, hukum bersuci dengan menggunakan bejana yang terbuat dari kulit bangkai.
Kulit bangkai itu apabila telah disamakh maka boleh untuk digunakan, berdasarkan sabda rasulullah
shallahu alaihi wa “ kulit bangkai apabila ia telah disamakh sungguh dia telah suci”. Dan juga
berdasarkan hadist yang lain beliau pernah melewati bangkai kambing dan berkata “ tidaklah
mereka mengambil kulitnya, kemudian menyamakhnya, lalu dimanfaatkan, dan sahabat berkata
sesungguhnya kambing itu bangkai yaa rasulullah, dan nabi berkata sesungguhnya dagingnya yang
haram.
Kalau binatang itu tidak disembelih dan hewannya halal, maka boleh dimanfaatkan. Berbeda
dengan hewan yang haram dan disembelih maka tidak boleh dimanfaatkan. Namun penulis
berpendapat bahwa kulit bangkai itu suci ketika sudah disamakh..
Imam Syaukani, apabila hewan yang bangkai, baik yang halal dan haram kemudian kulitnya disamakh
maka suci untuk dimanfaatkan.
Adapun bulu-bulu bangkai yang halal dimakan ketika hidupnya, berdasarkan firman Allah subhanahu
wa ta’ala “ kecuali darah yang bercampur dengan daging maka itu boleh".
Cara samakh terwujud dengan melakukan menghilangkan kotoran-kotoran yang melengkapi pasa
kulit dengan benda-benda yang dicampur dengan air, dan Adapun yang tidak halal dagingnya
dimakan maka kulitnya tidak boleh disamakh...
Hadist dari Ali bin Abi Thalib, rasulullah shallahu alaihi wa salam bersabda” penutup antara aurat
dengan jin, sebelum masuk kedalam WC dengan ucapan bismillah” H.R.Ibnu Majah
Dari Anas, adalah nabi shallahu alaihi wa salam beliau berkata allahumma inni audzubika minal
khubutsi wa khobaist.
Dari Aisyah, apabila beliau keluar dari wc maka beliau membaca ghuffranaka.
Dari Ibnu Umar, apabila beliau ingin buat hajat, sebelum dekat ke tanah maka beliau tidak membuka
bajunya.
Masalah keempat tentang hal-hal yang diharamkan bagi orang yang ingin buang hajat.
1. Diharamkan bagi seseorang untuk buang air kecil di air yang tergenang, berdasarkan hadist
jabir bahwasanya nabi melarang buang air kecil diar yang tergenang, dan menunjukkan
haramnya perbuatan tersebut untuk kasus air yang sedikit.
2. Diharamkan baginya untuk memegang kemaluannya dengan tangan kanannya ketika sedang
buang air kecil, dan juga dilarang baginya untuk istinja dengan tangan kanan, berdasarkan
hadist rasulullah shallahu alaihi wa salam apabila salah seorang dari kalian buang air kecil,
maka janganlah kalian memegang kemaluannya dengan tangan kanannya, dan jangan dia
istinja dengan tangan kanannya.
3. Diharamkan untuk buang air kecil dan besar dijalanan, ditempat orang berteduh, dikebun-
kebun orang, dibawah pohon yang berbuah, ditempat mengalirnya air, hal ini berdasarkan
hadist dari Muadz, rasulullah bersabda takutlah kalian terhadap tiga yang dilaksanakan,
buang air besar di air yang mengalir, buang hajat dijalan, di tempat beteduhnya orang.
Rasulullah shallahu alaihi wa salam bersabda takutlah kalian kepada dua yang dilaknat,
apakah itu yaa rasulullah? Dijalan dan ditempat yang orang berteduh.
4. Diharamkan baginya untuk membaca Al Quran, berbersih dengan tulang, makanan,
berdasarkan hadist jabir, bahwa rasulullah melarang untuk berbersih menggunakan tulang
dan kotoran binatang.
5. Diharamkan untuk buang hajat di antara kuburan-kuburan manusia,
“ Menuntut ilmu dari menyusui sampai diliang lahat “ Imam Ahmad
Masalah kelima, apa yang dimaksudkan bagi orang yang buang hajat pahala dia melakukan hal
tersebut.
1. Dimaksudkan ketika buang hajat untuk menghadap ke arah bertiupnya angin, tanpa adanya
penghalang, karena agar baunya tidak kembali kepadanya.
2. Dimaksudkan untuk berbicara ketika buang hajat, baik itu besar maupun kecil. Sungguh
seorang lelaki telah melewati nabi shallahu alaihi wa salam dalam keadaan beliau buang air
kecil, dan lelaki tersebut mengucapkan salam ke beliau, tetapi nabi tidak menjawabnya. Dari
hadist ini jumhur para ulama berdalil dengannya tentang makruhnya bagi orang berdzikir
ketika seseorang berhadast. Dalam hadist yang lain, saya mendatangi nabi dan beliau sedang
buang air kecil, maka saya pun mengucapkan salam ke beliau, dan tidak menjawab salam
saya sampai beliau selesai berwudhu, dan beliau berkata sungguh aku tidaklah senang
berdzikir kepada Allah sebelum suci dari hadast.
3. Dimakruhkan untuk buang air kecil di celah dan yang semisal dengannya, berdasarkan hadist
qotadah beliau berkata nabi melarang kencing didalam lubang. Dan ditanyakan kepada
beliau, maka beliau berkata karena lubang itu tempat tinggalnya jin. Dan juga dari tempat
itu tidaklah aman dari binatang, atau rumah dari jin yang akan mengganggu mereka.
4. Dimakruhkan untuk masuk kedalam wc untuk membawa sesuatu yang didalamnya terdapat
ayat-ayat al quran, karena nabi shallahu alaihi wa salam apabila masuk kedalam wc, maka
beliau meletakkan cincin, yang dicincin tersebut terdapat lafafz Allah ( hadist lemah ).
Adapun kalau seandainya keadaan darurat, maka tidaklah mengapa. Adapun Al quran, maka
diharamkan untuk masuk dalam wc.
Silakan adalah adalah menggunakan sepotong kayu dan digunakan pada gigi dan lidah untuk
membersihkan gigi, dia memiliki 2 makna:
Masalah pertama, hukumnya adalah perkara yangvdusunnahkan pada seluruh waktu, bahkan bagi
orang yang berpuasa bagi diawali hari maupun di akhir waktu, dalilnya karena nabi memberikan
dorongan dan motivasi yang bersifat umum dan beliau tidak membatasi dengan waktu yang lain.
Siwak itu adalah pembersih mulut dan dua adalah sesuatu yang diridai oleh Allah subhanahu wa
ta’ala dan dalam hadist yang lain, kalau seandainya tidak memberatkan ummatku, maka saya akan
perintahkan kepada ummatku untuk bersiwak pada setiap sholat.
Sifat-sifat fitroh, Allah subhanahu wa ta’ala mencintai hal tersebut untuk mereka agar mereka diatas
keadaan yang paling baik dan rupa yang sempurna.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda “ ada lima yang termasuk dari fitrah antara lain :
1. Definisi wudhu dan hukumnya, secara bahasa dia diambil dari kata adalah keindahan dan
kebersihan dan secara syariat adalah menggunakan air pada empat anggota badan yaitu,
wajah, dua tangan, kepala, dan kedua kaki. Diatas sifat yang khusus didalam syariat yang
dilakukan dalam bentuk ibadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan hukumnya adalah
wajib bagi orang yang berhadast apabila ingin melakukan sholat dan melakukan apa-apa
yang hukumnya seperti sholat tawaf, dan memegang mushaf Al Quran, untuk yang masalah
pertama bersepakat tentang wajibnya, dan
2. Dalil tentang wajibnya berwudhu dan siapa, dan kapan dia wajib berwudhu, adapun dalilnya
dari firman Allah dari surah Al Maidah 6 “ hai orang-orang yang beriman apabila kalian
berdiri untuk melakukan sholat ( fiil madhi menunjukkan masa lampau ) idza arabtum....
maka cucilah wajah -wajah kalian, tangan-tangan kalian, usaplah kepala kalian, dan cucilah
kedua kaki-kaki kalian sampai mata kaki, dan jika kalian dalam keadaan junub maka
bersucilah kalian, dan apabila kalian dalamnkeadaan sakit, Safar, atau kembali dari jima' dan
tidak mendapatkan air, maka bertayyammumlah kalian dengan , dan Allah menginginkan
tidak memberatkan kalian agar kalian bersyukur. Dan dari sabda Rasulullah “ Allah tidak
menerima sholat ( isim nakhirah bermakna umum ) tanpa bersuci, dan demikian pula Allah
tidak menerima sedekah dari harta yang dicuri” . Demikian pula sabda Rasulullah “ Allah
tidak menerima sholat orang yang berhadast sampai dia berwudhu". Dan tidak pernah
dinukil dari serangan dari kaum muslimin yang menyelisihi perkara ini, maka kalau begitu
telah tetap tentang wajibnya perkara ini, adapunbtentang bagi siapakah yang wajib
berwudhu, maka dia adalah seorang muslim, dia sudah baligh, orang yang berakal,
Pena diangkat dari 3 orang:
1. Anak kecil sampai dia bermimpi,
2. Orang tidur sampai dia bangun,
3. Dan orang yang gula sampai dia sadar
Kapan diwajibkan untuk berwudhu, maka wajibnya apabila telah masuk waktu sholat, atau
ketika seseorang ingin melakukan sesuatu yang dipersyaratkan dengan berwudhu tanpa
terikat waktu, seperti tawaf dan memegang mushaf.
3. Tentang syarat-syaratnya wudhu, syarat itu adalah apa yang mengharuskan tidak adanya
dia, maka tidak ada yang disyaratkan, dan tidak mengharuskan adanya syarat, maka harus
ada pula yang disyaratkan. Syarat-syaratnya wudhu adalah beberapa perkara berikut :
Muslim,
Berakal,
Tamyiz, sudah dewasa