Rute pemberian oral merupakan salah satu rute pemberian yang paling populer di masyarakat bila dibandingkan dengan rute lain. Rute pemberian oral memiliki banyak kemudahan dan dapat meningkatkan kepatuhan pasien (Dhirendra et al, 2009). Namun, beberapa obat memiliki bioavailabilitas oral yang rendah sehingga perlu dikembangkan suatu cara untuk meningkatkan bioavailabilitas dan laju disolusi obat tersebut. Ezetimibe merupakan obat antihiperlipidemia kelas baru yang bekerja dengan menghambat absorpsi sitosterol dan kolesterol dalam usus. Efek klinis utamanya adalah penurunan kadar LDL. Obat ini efektif menurunkan LDL dan kolesterol total, walaupun asupan makanan tidak mengandung kolesterol karena menghambat reabsorpsi kolesterol yang diekskresi dari empedu (Suyatna, 2012). Ezetimibe juga efektif pada penderita fitosterolemia dan bersifat sinergistik dengan penghambat reduktase (statin), menghasilkan penurunan kolesterol LDL sebesar 25 %, jauh melebihi angka yang dicapai oleh penghambat reduktase saja (Malloy et al., 2007). Ezetimibe digunakan sebagai monoterapi ataupun terapi kombinasi dengan statin pada pasien hiperkolesterolemia primer (Jeu et al., 2003). Permasalahan yang muncul adalah ezetimibe memiliki kelarutan dan laju disolusi yang rendah dalam air. Laju disolusi yang rendah dalam air akan mengakibatkan absorbsi obat tersebut dalam tubuh menjadi tidak sempurna (Abdou, 1989). Sehingga, beberapa teknologi dikembangkan untuk meningkatkan biavailabilitas dan laju
1 2
disolusi ezetimibe. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk
mengatasi permasalahan tersebut adalah metode dispersi padat (Parmar et al., 2011). Dispersi padat adalah dispersi dari satu atau lebih bahan aktif dalam pembawa atau polimer yang inert dan dibuat dengan metode peleburan, pelarutan serta peleburan-pelarutan (Chiou and Riegelman, 1971). Dispersi padat telah banyak digunakan untuk meningkatkan laju disolusi dan bioavailabilitas obat yang bersifat hidrofobik (Dhirendra et al, 2009). Keunggulan dispersi padat lainnya adalah cara pembuatannya yang sederhana serta lebih efisien. Selain itu, adanya polimer hidrofilik dapat meningkatkan pembasahan bahan obat sehingga laju disolusi obat meningkat. Dispersi padat juga menghasilkan bahan obat yang memiliki ukuran partikel kecil dan berbentuk amorf sehingga luas permukaan bahan obat yang kontak dengan media disolusi akan semakin meningkat. Hal yang sangat penting dan berpengaruh pada sistem dispersi padat adalah pemilihan matriks. Matriks yang sering digunakan pada dispersi padat antara lain polietilenglikol (PEG), poloxamer, turunan selulosa dan povidone (PVP) (Tiwari et al., 2009). Pada penelitian ini, matriks yang akan digunakan adalah poloxamer 188. Poloxamer merupakan polioksietilen-polioksipropilen kopolimer surfaktan non ionik yang digunakan sebagai bahan pengemulsi, pelarut, pembasah dan lubrikan pada tablet (Rowe et al., 2009). Peningkatan kelarutan dengan poloxamer 188 pada beberapa bahan obat jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan polimer lain seperti PEG (Chutimaworapan et al., 2000). Selain itu, poloxamer 188 adalah surfaktan yang aman dan tidak toksik bila digunakan secara oral serta memiliki titik lebur yang rendah sehingga lebih menguntungkan untuk 3
metode peleburan bila dibandingkan dengan polimer lain. Sehingga,
dispersi padat ezetimibe dengan menggunakan poloxamer 188 diharapkan dapat meningkatkan laju disolusi sehingga bioavailabilitas ezetimibe meningkat. Pada penelitian terkini, kombinasi dari metode peleburan dan teknik adsorpsi permukaan menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu dari beberapa metode yang ada (Parmar et al., 2011). Sehingga pada penelitian ini, selain membentuk suatu sitem dispersi padat, peningkatan laju disolusi ezetimibe juga dilakukan dengan menambahkan suatu adsorben permukaan pada sistem dispersi padat tersebut. Hal ini bertujuan untuk memperluas permukaan adsorpsi bahan obat dan mencegah terjadinya agregasi partikel (Rao et al., 2010). Semakin luas permukaan yang tersedia untuk adsorbsi obat, maka laju disolusi ezetimibe dalam tubuh akan semakin meningkat. Adsorben permukaan yang sering dipakai adalah crospovidon, amilum, Cab-o-sil dan Avicel (Lalitha and Lakshmi, 2011). Pada penelitian ini digunakan campuran Avicel PH 101 dan laktosa monohidrat sebagai adsorben dengan perbandingan (1:2) karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan perbandingan tersebut menghasilkan tablet dengan kekerasan yang memenuhi persyaratan. Avicel PH 101 adalah adsorben yang mempunyai luas permukaan yang besar untuk adsorbsi, tidak toksik, tidak menyebabkan iritasi serta dapat pula bertindak sebagai disintegran. Sedangkan laktosa monohidrat merupakan adsorben dan bahan pengisi yang larut dalam air dan tidak toksik (Rowe et al., 2009). Pada penelitian ini, dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 dibuat dalam perbandingan (1:1); (1:2) dan (1:3) (Parmar et al., 2011). Dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 dibuat dengan metode 4
peleburan karena pembuatannya yang sederhana dan lebih ekonomis
(Chiou and Riegelman, 1971). Selanjutnya dibuat dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 yang diadsorbsikan pada Avicel PH 101- laktosa monohidrat. Pembuatan dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 yang diadsorbsikan pada Avicel PH 101 dan laktosa monohidrat diharapkan dapat meningkatkan laju disolusi ezetimibe dan menghasilkan produk yang memiliki laju disolusi yang lebih baik jika dibandingkan dengan sistem dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 tanpa adsorben permukaan. Selain melihat pengaruh terhadap laju disolusi ezetimibe, dilakukan pula karakterisasi sistem dispersi padat yang dilakukan dengan menggunakan alat Difraksi sinar X dan analisis termal DTA. Pada penelitian ini perubahan kristal pada formula dispersi padat yang dibuat dapat diketahui melalui Difraksi sinar X (PXRD) sedangkan untuk mengetahui karakteristik akibat perubahan suhu dapat diketahui melalui analisis termal DTA. 5
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kadar poloxamer 188 terhadap peningkatan laju disolusi ezetimibe dalam dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 perbandingan (1:1), (1:2) dan (1:3)? 2. Bagaimana pengaruh Avicel PH 101 dan laktosa monohidrat (1:2) sebagai bahan pengadsorbsi pada sistem dispersi padat ezetimibe- poloxamer 188 terhadap laju disolusi ezetimibe? 3. Bagaimana perbedaan karakteristik fisik sistem dispersi padat dan dispersi padat adsorpsi permukaan dibandingkan dengan ezetimibe murni menggunakan difraksi sinar X dan DTA?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menentukan pengaruh kadar poloxamer 188 terhadap laju disolusi ezetimibe dengan pembentukan dispersi padat ezetimibe- poloxamer 188 perbandingan (1:1), (1:2) dan (1:3). 2. Untuk menentukan pengaruh Avicel PH 101 dan Laktosa monohidrat (1:2) sebagai bahan pengadsorbsi pada sistem dispersi padat ezetimibe-poloxamer 188 terhadap laju disolusi ezetimibe. 3. Untuk menentukan perbedaan karakteristik fisik sistem dispersi padat dan dispersi padat adsorpsi permukaan dibandingkan dengan ezetimibe murni menggunakan difraksi sinar X dan DTA.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pengembangan formulasi ezetimibe guna meningkatkan laju disolusi dan bioavailabilitas ezetimibe.