3
TELAAH TEORITIS
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Setiap instansi pemerintah secara periodik wajib mengkomunikasikan
pencapaian tujuan dan sasaran strategi organisasi kepada para stakeholder, yang
dituangkan melalui Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) adalah media
akuntabilitas yang dapat di pakai oleh instansi pemerintah untuk melaksanakan
kewajiban menjawab pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Media
akuntabilitas yang dibuat secara periodik memuat informasi yang dibutuhkan oleh
pihak yang memberi amanah atau pihak yang memberi delegasi wewenang,
melalui media inilah secara formal dapat dilakukan pertanggungjawaban dan
bahan untuk menjawab berbagai permasalahan yang diminta. Oleh pihak-pihak
yang berkepentingan untuk menentukan fokus perbaikan kinerja yang
berkesinambungan. Penyusunan LAKIP, dalam SAKIP dilakukan melalui proses
penyusunan rencana strategis, penyusunan rencana kinerja, serta pengukuran
kinerja dan evaluasi kinerja. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) di bangun dan dikembangkan dalam rangka perwujudan
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas pokok dan fungsi serta pengelolaan
sumber daya pelaksanaan kebijakan dan program yang di percayakan kepada
setiap instansi pemerintah, berdasarkan suatu sistem akuntabilitas yang memadai
(Peraturan Presiden nomor 8 tahun 2006).
Lingkup pelaporan AKIP yang dituangkan dalam laporan akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah (LAKIP) adalah kinerja instansi pemerintah dalam arti
keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran dan tujuan instansi pemerintah.
laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) secara lebih lengkap
meliputi pengungkapan mengenai apa yang diemban instansi, perencanaan
strategi,perencanaan kinerja,pengukuran kinerja instansi, evaluasi kinerja, dan
analisis akuntabilitas kinerja. Dalam rencana strategi disajikan gambaran singkat
mengenai visi,misi,tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, cara mencapai tujuan
dan sasaran, serta kebijakan dan program. Sedangkan dalam rencana kinerja
diungkapkan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai sasaran sesuai dengan
4
program untuk tahun yang bersangkutan. Dalam pengungkapan akuntabilitas
kinerja instansi, selain dipaparkan hasil pengukuran kinerja evaluasi kinerja dan
analisis akuntabilitas kinerja, juga diuraikan secara sistematis keberhasilan atau
kegagalan, hambatan atau kendala, dan permasalahan yang dihadapi serta
langkah-langkah antisipasif yang akan diambil oleh instansi. Selain itu, lingkup
pelaporan AKIP juga meliputi akuntabilitas keuangan yang menyajikan alokasi
dan realisasi anggaran bagi pelaksana tupoksi atau tugas-tugas lainya, termasuk
analisis mengenai capaian indikator kinerja instansi. untuk lebih memfokuskan
pelaporan AKIP ini maka substansi yang dilaporkan hendaknya lebih ditekankan
pada kinerja unit utama atau program-program utama dari organisasi. Dengan
tidak mengurangi pentingnya unit-unit yang bersifat penunjang dan program-
program penunjang maupun aktivitas penunjang, pelaporan kinerja unit utama dan
program utama hendaknya mendapat perhatian yang lebih besar dari pimpinan
instansi yang menyusun Laporan Akutabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP) (Pusdiklatwas BPKP-2007).
Pusdiklatwas BPKP-2007, Laporan Akutabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) yang disampaikan oleh pemerintah antara lain bermanfaat
untuk:
Meningkatkan akuntabilitas, kredibilitas instansi yang lebih tinggi dan
akhirnya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap instansi.
Umpan balik untuk peningkatan kinerja instansi pemerintah, antara lain
melalui perbaikan penerapan fungsi-fungsi manajemen secara benar, mulai
dari perencanaan kinerja hingga kepada evaluasi kinerja, serta pengembangan
nilai-nilai akuntabilitas di lingkungan instansi tersebut.
Mengetahui dan menilai keberhasilan dan kegagalan dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawab instansi.
Mendorong instansi pemerintah untuk menyelenggarakan tugas umum
pemerintah dan pembangunan secara baik, sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, kebijakan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
5
Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel, sehingga dapat beroperasi
secara efisien, efektif dan responsif terhadap aspirasi masarakat dan
lingkungan.
6
akuntabilitas instansi pemerintah. Evaluasi LAKIP ini bermanfaat dalam
mengarahkan instansi pemerintah untuk meningkatkan kinerja dan mencapai visi
dan misi instansi pemerintah. Menurut Pusdiklatwas BPKP 2010, Dalam
pelaksanaan Evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP), tujuan pelaksanaan evaluasinya adalah :
1. Mendapatkan informasi mengenai implementasi sistem AKIP pada
evaluatan meliputi: gambaran tentang implementasi SAKIP, identifikasi
kendala atau hambatan dan kelemahan implementasi SAKIP dan informasi
mengenai keterkaitan antara resentra dan LAKIP.
2. Untuk memberikan penilaian terhadap implementasi sitem AKIP.
3. Untuk memberikan saran perbaikan terhadap implementasi sistem AKIP
yang digunakan untuk peningkatan kinerja organisasi instansi dan
peningkatan akuntabilitasnya.
Menurut Pusdiklatwas BPKP 2010, Alasan perlunya evaluasi dalam suatu
proses implementasi akuntabilitas adalah:
1. Untuk meningkatkan mutu pelaksanaan pengolaan aktivitas organisasi
yang lebih baik.
2. Untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi.
3. Untuk memberikan informasi yang lebih memadai dalam menunjang
proses pengambilan keputusan.
4. Meningkatkan pemanfaatan alokasi sumber daya yang tersedia.
5. Sebagai dasar peningkatan mutu informasi mengenai pelaksanaan kegiatan
organisasi.
6. Mengarah pada sasaran dan memberikan informasi kinerja.
Sedangkan menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor KEP/135/M.PAN/9/2004 fokus evaluasi LAKIP dapat diarahkan sesuai
tujuan evaluasi,yaitu:
Evaluasi atas proses atau penerapan Sistem AKIP.
Evaluasi atas keluaran (output).
Evaluasi atas hasil dan manfaat keluaran (Outcome).
Evaluasi atas dampak (Impact)
7
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
KEP/135/M.PAN/9/2004 menetapkan bahwa evaluasi atas penerapan sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dilakukan dengan meneliti setiap
elemen dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yaitu:
Evaluasi atas Perencanaan Strategis.
Evaluasi yang dilakukan atas perencanaan strategis meliputi evaluasi
perumusan visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan sasaran
serta pemanfaatan rencana strategis.
Evaluasi atas Sistem Pengukuran Kinerja.
Evaluasi yang dilakukan terhadap sistem pengukuran kinerja meliputi
evaluasi atas indikator kinerja, perencanaan kinerja dan cara
pengukuran kinerja.
Evaluasi atas Penyajian Informasi dalam LAKIP.
Evaluasi atas penyajian informasi dalam LAKIP dapat dilakukan
dengan menelaah dokumen LAKIP dan menggali informasi mengenai
penggunaan informasi dalam LAKIP. Evaluasi ini menitik beratkan
pada format penyajian laporan dan isi informasi yang dilaporkan dalam
LAKIP.
10
Mempertimbangkan perhitungan secara kuantitatif, sehingga dapat
ditentukan dan dipenuhi atau tidak suatu kriteria.
Penilaian ini juga harus mengarah kepada simpulan hasil assessment
terhadap yang dinilai. Pemberian nilai untuk setiap kriteria akan berbeda-beda
baik unsur bukti pemenuh kriteriannya maupun proses pengumpulan bukti
tersebut, kelengkapannya serta keyakinan penilai.
c. Merancang Agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian.
Dalam merancang agresi ini tersedia 2(dua) kemungkinan yaitu:
Dilakukan agresi secara rata-rata.
Pada kemungkinan pertama ini dilakukan secara menyeluruh yang dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu rata-rata sederhana (simple average) atau
rata-rata terimbang (weighted average). Jika menggunakan rata-rata
terimbang maka diperlukan pembobotan pada setiap kriteria yang dinilai.
Memberikan judgment berdasarkan unsur kriteria yang penting,
kemudian mengungkapkannya.
Berdasarkan setiap sub komponen akan dibagi kedalam beberapa
pertanyaan yang sebagai kriteria pemenuh sub-komponen tersebut. Untuk
pertanyaan-pertanyaan yang langsung dapat dijawab sesuai dengan
pemenuhan kriteria tidak memerlukan judgement seperti ya/tidak, sedangkan
untuk a/b/c/d/e merupakan pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan
judgement dari evaluator.
d. Memberikan interpretasi nilai.
Pada tahap memberikan interpretasi nilai, evaluator memberikan
interpretasi dari proses agregasi. Interpretasi ini menyangkut tafsir, sehingga
tafsiran berarti menilai obyek evaluasi dan menentukan dampak penilaian
tersebut. Interpretasi nilai dan penggunaannya harus diatur dalam sebuah petunjuk
evaluasi, sehingga evaluator dapat menarasikan dalam Laporan Hasil Evaluasi
(LHE). LHE di susun dengan tujuan mengungkapkan hal-hal penting bagi
perbaikan kinerja organisasi pemerintah yang dievaluasi. Permasalahan atau
temuan hasil evaluasi dan saran perbaikannya harus diungkapkan secara jelas dan
11
dikomunikasikan kepada pihak yang dievaluasi untuk mendapatkan konfirmasi
ataupun tanggapan secukupnya.
2. Penilaian SAKIP Unit Kerja.
Evaluasi ini dapat dilakukan dengan riviu beberapa komponen yang
dianggap penting. terdapat 5 komponen penting dalam SAKIP yang di evaluasi
yaitu:
1. Perencanaan Kinerja.
2. Pengukuran Kinerja.
3. Evaluasi Kinerja.
4. Pelaporan Kinerja.
5. Capaian Kinerja.
Masing-masing kelompok dapat diteliti lebih mendalam lagi seperti,
evaluasi sub komponen,dokumen dan kriteria yang dipakai dalam menilai masing-
masing komponen yang perlu dievaluasi dan diambil dari berbagai sumber
(Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012). Adapun Langkah-
langkah penilaian sebagai berikut:
a. Memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen.
b. Setiap sub-komponen dibagi kedalam beberapa pertanyaan sebagai criteria
pemenuh sub-komponen.
c. Setiap pertanyaan diberi nilai dengan memberikan jawaban yang sesuai
dengan kriteria pemenuh sub-komponen.
Dalam memberikan jawaban terdapat 2 tipe jawaban yang sesuai dengan
kriteria pemenuh sub-komponen,yaitu:
Setiap jawaban “YA” nilainya 1, sedangkan jawaban “Tidak” maka
nilainya 0.
Untuk jawaban a/b/c/d/e penilaian didasarkan judgment evaluator dengan
kriteria yang sudah titetapkan.
d. Penyimpulan atas hasil review terhadap AKIP yang dilakukan dengan angka
tertimbang.
e. Setelah setiap pertanyaan diberikan nilai maka melakukan penyimpulan.
12
Nilai hasil akhir dari penjumlahan komponen komponen akan disimpulkan
sesuai dengan kategori yang telah ditetapkan.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini merupakan sebuah penelitian
kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Studi kasus merupakan
metode yang sesuai bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan apa,
mengapa atau bagaiman, bila penulis hanya memiliki sedikit peluang untuk
mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bila fokus penelitiannya
terletak pada fenomena masa kini dalam konteks kehidupan nyata (Yin 2006).
Oleh karena itu metode studi kasus sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini
karena penulis ingin mengetahui proses evaluasi LAKIP baik terkait aktivitas
serta kriteria evaluasi yang dilaksankan oleh Inspektorat Kota Salatiga.
Data penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Metode
pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Wawancara mendalam (indepth interview).
Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak yang terkait langsung dalam
kegiatan evaluasi LAKIP oleh Inspektorat pada Bagian Auditor yakni:
a) Ketua tim audit Inspektorat .
Wawancara terhadap Ketua tim audit Inspektorat dilakukan dengan
pertimbangan bahwa bagian Ketua tim audit inspektorat merupakan
penanggung jawab fungsi pelaksanaan evaluasi LAKIP yang bertugas
melakukan koordinasi dalam pelaksanaan dan pelaporan evaluasi LAKIP
di lingkungan Inspektorat Salatiga.
b) Anggota tim audit.
Wawancara terhadap anggota tim audit dilakukan karena merupakan
pihak yang secara teknis bertugas sebagai pelaksana evaluasi LAKIP yang
dimulai dengan pengumpulan data dan pengolaan data, penyusunan data
sampai dengan pelaporan LAKIP ke Bagian sekretariat Inspektorat
Salatiga.
15
Tabel 4.1 SDM Inspektorat Salatiga.
No Uraian Jumlah
1. Menurut Tingkat Pendidikan 49
2. Pegawai Berdasarkan Pangkat 35
3. Pejabat Fungsional 17
Sumber Inspektorat Kota Salatiga.
16
Sedangkan Untuk sistematika penyusunan LAKIP yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Beliau berkata:
“Ya jadi dengan menyusun dan melaporkan LAKIP itu ada manfaat ya dek
bagi Instansi pemerintah. salah satunya untuk menilai kinerja program
17
yang dilaksanakan setiap instansi. Tetapi balik lagi dari masing-masing
instansi itu sendiri apakah LAKIP sudah bermanfaat bagi mereka, jika
cuma dianggap sebagai bentuk laporan saja, ya bisa dibilang LAKIP
belum memiliki manfaat bagi Instansi tersebut.”
“Fokus evaluasi yang kami laksanakan itu hanya evaluasi atas penerapan
SAKIP dan menyusun hasil pemeringkatan saja yang sudah ditetapkan
oleh Permenpan dan RB Nomor 25 tahun 2012.”
18
Beliau menambahkan,
“ untuk evaluasi atas penyajian dan pengungkapan infromasi dan evaluasi
kinerja instansi dilihat dari segi kebijakan, program dan kegiatannya itu
tidak kami evaluasi karena tingkat kota.”
19
Langkah-langkah evaluasi SAKIP dengan criteria referenced test.
1. Perancangan penilaian SAKIP.
Mengevaluasi SAKIP dengan metode criteria referenced test
membutuhkan perancangan struktur yang akan dinilai dan kriterianya. Pada
langkah perancangan, terdapat 4 (empat) tahap yang perlu diperhatikan yaitu (1)
mengidentifikasi yang dinilai atau diukur, (2) menetapkan nilai (score) untuk yang
dinilai, (3) merancang agregasi untuk menyimpulkan hasil penilaian, dan (4)
memberikan interpretasi dari nilai yang didapat dari proses agregasi (Menpan
deputi akuntabilitas aparatur tentang beberapa tehnik evaluasi evaluasi 2005).
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa tahap perancangan yang ada di
Inspektorat. hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara terkait dengan
langkah-langkah perancangan berikut ini:
a. Mengidentifikasi komponen yang akan dinilai atau di ukur.
Mengidentifikasi komponen yang akan dinilai atau di ukur adalah langkah
pertama dalam perancangan yang harus dilaksanakan. Pada tahap ini terdapat 3
(tiga) hal yang harus diperhatikan yaitu menetapkan komponen-komponen,
menetapkan struktur penilaian dari sub-komponen sampai komponen besar,
menetapkan bobot nilai dan menetapkan kriteria nilai (Kementrian
pendayagunaan aparatur negara deputi akuntabilitas aparatur,2005). Sedangkan
pada prakteknya, Inspektorat belum melaksankan tahap perancangan ini. Hal ini
diperjelas pada wawancara berikut ini,
Beliau menambahkan,
“ya sebenarnya perlu mengidentifikasi komponen, tujuannya agar bisa
disesuaikan juga dengan kondisi SKPD. Kan tidak semua komponen bisa
20
dinilai di SKPD salatiga. Salah satunya ya ketika belum berlakunya IKU,
padahal sesuai peraturan kan harus dinilai, otomatis tetap dinilai tapi
hasilnya jelek karena belum di berlakukan. Contoh lain ketika ada
perubahan komponen kami kurang tahu penyebab perubahan, karena
Cuma ikut peraturan saja, coba kalau merancang pasti hasinya akan
lebih berbeda. Ya karena ada beberapa kondisi-kondisi yang tidak
mendukung seperti tidak disahkannya peraturan yang menyangkut bahwa
kami juga ikut serta dalam pelaksanaan perancang atau modul
perancangan yang dapat kami gunakan. Sehingga yang kami harus
laksankan hanya pada penilaian saja.”
b. Menetapkan nilai (score) untuk yang dinilai.
Pada tahap ini untuk menyedikan nilai atau skor perlu menentukan
continium nilai dan pemilihan rentang nilai agar sesuai dengan tujuan dari
penilaian (Kementrian pendayagunaan aparatur negara deputi akuntabilitas
aparatur,2005). Pada prakteknya audit Inspektorat dalam tahap perancangan
melaksanakan tahap ini. hal tersebut dikarenakan continium nilai yang digunakan
baik dari segi rentang nilai dan opsi jawaban penilaian ditetapkan oleh audit
Inspektorat di KKE. Hal ini diperjelas dalam wawancara dengan Anggota tim
audit inspektorat berikut ini,
Beliau menambahkan,
“ Kalau agregasi itu dapat dilihat di templet kertas kerja evaluasi (KKE)
itu sudah menggunakan rata-rata tertimbang untuk setiap bobot yang
22
ditetapkan sesuai criteria. Karenakan juga penilaian yang digunakan
sederhana tidak terlalu mendalam, Cuma melihat ada tidaknya dokumen
sehingga tidak perlu pakai rumusan perhitungan lain. Kemudian untuk
judgment biasa kami gunakan untuk pertanyaan yang tidak dapat
langsung dijawab, contohnya ya jawaban untuk opsi a/b/c/d/e. Ini
dilakukan hanya untuk melihat keselarasan saja dengan dokumen.”
23
“ jadi belum dapat terlaksana secara keseluruhan, karena sudah ada yang
ditetapkan atau dirancang oleh peraturan dan faktor tidak adanya
pedoman berupa modul perancangan sebagai acuan kami, sehingga yang
sudah terlaksana hanya ada dua saja. Pada tahap assessment dan
interpretasi nilai.”
24
a. Memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen.
Komponen dan sub-komponen penilaian di beri skor. Berdasarkan
Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 alokasi nilai yang
diberikan setiap komponen dapat dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Komponen Penilai.
No Komponen Bobot Sub-Komponen
Pada prakteknya pada tahap memberi skor bobot pada setiap komponen
dan sub-komponen belum dapat sesuai dengan Permenpan dan Reformasi
Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012, hal tersebut dikarenakan hanya memberi skor
pada 3 (tiga) komponen yaitu perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan
pelaporan kinerja. Sedangkan komponen evaluasi kinerja dan pencapaian kinerja
tidak diberi skor dikarenakan tidak sesuai dengan penilaian tingkat SKPD. Hal
25
tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dari masing-masing komponen dan
sub-komponen penilaian anggota tim audit Inspektorat berikut ini,
1) Komponen Perencanaan Kinerja.
Bobot komponen perencanan kinerja yang diberikan oleh audit Inspektorat
untuk masing-masing komponen dan sub-komponen masih terdapat perbedaan
dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012, hal tersebut
dikarenakan sub-komponen yang dijabarkan berbeda dengan kertas kerja evaluasi
(KKE) yang digunakan audit Inspektorat sehingga bobot yang digunakan di
sesuaikan penjabaran dari komponen tersebut. Hal tersebut diperjelas dari hasil
wawancara dengan anggota tim audit Inspektorat berikut ini,
“ kami ini pakai format tahun lalu, jadi bobot sesuai format lama. Format
lama yang kami gunakan penjabaran sub-komponennya berbeda dengan
yang tahun 2012. Tapi total keseluruhan bobot komponen itu tetap sama.
jadi menurut kami format tahun 2012 itu juga tidak berpengaruh bagi
penilaian , mungkin bedanya format lebih ringkas penyusunannya, karena
ada penggbungan sub komponen saja. Sehingga bobotnyapun berbeda,
tapi tetap yang dokumen-dokumen yang dinilai didalamnya sama.”
4) Evaluasi Kinerja.
Bobot komponen evaluasi kinerja dan komponen pelaporan kinerja yang
diberikan oleh audit Inspektorat untuk masing-masing komponen dan sub-
komponen penilai belum sesuai dengan Permenpan dan Reformasi Birokrasi
Nomor 25 Tahun 2012. Hal tersebut dikarenakan evaluasi kinerja tidak dapat
26
digunakan untuk menilai pada tingkat SKPD sehingga tidak diberi bobot oleh
Inspektorat.
Beliau menambahkan,
“ Padahalkan komponen ke 4 dan 5(lima) seperti evaluasi kinerja dan
pencapaian kinerja tidak dapat digunakan untuk menilai tingkat SKPD,
tetapi dari ke 2 (dua) komponen tersebut realnya masih ada yang bisa
dinilai buat tingkat SKPD yaitu komponen pencapain kinerja. Tapi tidak
semua sub-komponen, Cuma output dan outcome. Jadi bobotnyakan jadi
dibuat 15% buat output dan 15% buat outcome. Bobot keseluruhan buat
komponen ini 30%.”
28
Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota tim audit juga menjelaskan
bahwa pertanyaan yang dibagi setiap sub-komponen di sesuaikan dengan kriteria
pada tabel diatas. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan anggota
tim audit Inspektorat berikut ini,
JAWABAN NILAI
“Ya” 1
“Tidak” 0
Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012
29
Tabel 4.4 Jawaban a/b/c/d/e/
Jawaban Kriteria Nilai
A Memenuhi hampir semua criteria (lebih dari 1
80% s/d 100%)
B Memenuhi sebagian besar kriteria (lebih dari 0,75
60% s/d 80%)
C Memenuhi sebagian kriteria (lebih dari 40% 0,50
s/d 60%)
D Memenuhi sebagian kecil kriteria (lebih dari 0,25
20% s/d 40%)
E Sangat kurang memenuhi criteria (Kurang dari 0
atau sama dengan 20%)
Sumber: Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012.
30
Beliau menambahkan kembali,
“ Jadi di KKE 2 sasaran yang meliputi renstra,rkt dan pk. Nah itu dinilai
dulu dilembar tersendiri dengan YA/TIDAK, karenakan banyak sasaran
yang dicapai jadi penilaian terpisah dahulu,setelah ketemu presentasenya
misal renstra 57,89% , kemudian di lihat di jawaban tipe A/B/C/D/E
kalau 57,89% masuk kriteria (lebih dari 40% sd 60%)dengan nilai 0,50 di
peroleh jawaban C.”
Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui bahwa pada tahap ini
dalam pelaksanaannya telah terlaksana secara baik, hal tersebut dapat dilihat dari
pemberikan jawaban nilai baik secara step by step maupun overall pada kertas
kerja evaluasi (KKE) sesuai dengan 2 (dua) kriteria yang telah ditetapkan oleh
Permenpan dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012 .
31
Pada tahap terakhir ini Inspektorat melaksanakan penyimpulan setelah
melaksankan proses perhitungan baik secara step by step maupun over all yang
dituangkan pada laporan hasil evaluasi (LHE) LAKIP. Hal tersebut dapat dilihat
dari hasil wawancara dengan Anggota tim audit inspektorat berikut ini,
32
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa langkah
penilaian yaitu memberi skor bobot pada setiap komponen dan sub-komponen
baik secara step by step assessment dan over all assessment masih ditemukan
beberapa komponen yang berubah bobotnya dan kriterianya. Hal tersebut
dikarenakan adanya komponen yang tidak dapat dinilai di tingkat SKPD sehingga
belum dapat dinilai secara keseluruhan sesuai dengan kriteria. Sedangkan untuk
tahap penilaian yang lainya telah dapat dilaksankan sesuai dengan Permenpan dan
Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2012.
Saran
Adapun saran yang dapat diajukan penulis sebagai hasil dari penelitian ini
dalam rangka lebih meningkatkan proses evaluasi LAKIP SKPD di Inspektorat
adalah perlu adanya tindak lanjut oleh Inspektorat terkait proses evaluasi yang
dilaksanakan baik aktivitas dan kriteria yang digunakan untuk penilaian agar hasil
evaluasinya lebih baik. Hal ini dikarenakan pemerintah kota salatiga sebagai salah
33
satu daerah otonomi mempunyai hak, wewenang dan serta memiliki kebebasan
untuk berinisiatif sendiri sesuai dengan perundang-udangan yang berlaku.
Sehingga proses evaluasi LAKIP yang dilaksanakan tidak bersifat kaku dan lebih
fleksibel.
Keterbatasan Penelitian
Adapun Keterbatasan dalam penelitian yang telah dilaksankan peneliti
yaitu:
Penelitian yang dilaksanakan oleh penulis hanya sebatas menggunakan dua
tehnik saja yaitu wawancara dan pengumpulan data sehingga tidak melihat
dari segi observasi. Untuk peneliti berikutnya diharapkan dapat
menggunakan tehnik observasi agar dapat melihat dan membandingkan
secara langsung proses evaluasi LAKIP yang dilaksanakan oleh Inspektorat
terkait 5 (lima) komponen yang dinilai.
Peneliti hanya melihat proses evalusi LAKIP terkait aktivitas dan kriteria
hanya dalam jangka satu tahun saja di Inspektorat Salatiga, sehingga untuk
peneliti berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dalam jangka
panjang dengan melihat perkembangan proses evaluasi dari setiap tahunnya.
IMPLIKASI
Penelitian ini menemukan bahwa eveluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP) oleh Inspektorat masih dapat dikatakan belum
terlaksana secara keseluruhan. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang
menyebabkan belum terlaksananya beberapa langkah-langkah evaluasi dan juga
didominasi kondisi dari Inspektorat sendiri. Dengan diketahuinya beberapa
kondisi yang mempengaruhi langkah perancangan dan penilaian tersebut, ke
depannya perlu diperhatikan beberapa hal yang kemungkinan dapat memperbaiki
proses evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)
SKPD oleh Inspektorat. Hal-hal tersebut dapat diimplementasikan agar proses
evaluasi LAKIP SKPD oleh Inspektorat dapat lebih maksimal, beberapa
diantaranya yaitu:
34
1. Kebijakan yang jelas dari stakeholder mengenai tugas dan wewenang evaluasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) yang
dilaksankan oleh Inspektorat guna mempermudah Inspektorat dalam
melakukan penilaian.
2. Melaksankan perancangan dan disahkannya peraturan yang terkait
perancanagan penilaian atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP).
3. Disahkannya sanksi peraturan untuk evaluasi yang dilaksankan.
4. Disahkan peraturan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP) baik dari segi komponen, bobot dan kriteria sesuai
dengan kondisi wilayah Salatiga agar mempermudah penilaian yang
dilaksanakan oleh Inspektorat.
5. Perlu adanya komunikasi antar Inspektorat dengan BPKP untuk
mempermudah perolehan Informasi terkait peraturan evaluasi LAKIP.
35
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah
37
Lampiran 1
Waktu : 08.00-09.00
No Pertanyaan
1 Bagaimana gambaran umum dari Inspektorat?
2 Bagaimana Misi ,tugas dan fungsi Inspektorat Salatiga?
3 Bagaimana fungsi dan tugas pokok Inspektorat Salatiga?
4 Berapa banyak jumlah anggota pada Inspektorat Salatiga?
5 Bagaimana bentuk struktur organisasi pada Inspektorat Salatiga?
6 Bagaimana gambaran umum LAKIP?
7 Apakah manfaat dan tujuan dari LAKIP?
8 Bagaimana format penyusunan LAKIP?
9 Dokumen apa saja yang perlu diperhatikan dalam penyusunan LAKIP?
Waktu : 09.00-10.00
No Pertanyaan
1 Bagaimana gambaran evaluasi LAKIP oleh Inspektorat Kota Salatiga?
2 Berdasarkan ruang lingkupnya, termasuk kategori evaluasi apa yang dilaksanakan
oleh Inspektorat Kota Salatiga?
3 Pedoman apa yang digunakan dalam mengevaluasi LAKIP SKPD?
4 Apa tujuan dari pelaksanaan evaluasi LAKIP SKPD?
5 Apa fungsi dan manfaat pelaksanaan evaluasi LAKIP SKPS?
6 Langkah-langkah apa saja yang harus dilaksanakan dalam mengevaluasi LAKIP?
7 Ada berapa komponen yang di evaluasi?apa saja komponen tersebut?
8 Pedoman apa yang digunakan dalam mengevaluasi komponen-komponen
tersebut?
38
Lampiran 2
Waktu : 13.00-14.00
No Pertanyaan
1 Bagaimana langkah-langkah evaluasi di Inspektorat Salatiga?
2 Apakah Inspektorat Kota Salatiga melaksanakan tahap perancangan?
3 Bagaimana tahap perancangan yang dilaksankan di Inspektorat Kota Salatiga?
4 Apa saja yang perlu diperhatikan dalam proses perancangan?
5 Terdapat berapa tahap perancangan yang ada di Inspektorat Kota Salatiga?
6 Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah melaksankan tahap mengidentifikasi
komponen yang akan dinilai atau diukur?
7 Jika iya,seperti apa cara mengidentifikasi komponen yang dinilai atau diukur?
8 Jika tidak,mengapa tidak melaksankan tahap ini?
9 Apakah Inspektorat Salatiga telah melaksanakan tahap mengidentifikasi
komponen yang dinilai atau diukur?
10 Jika iya,apa saja yang harus dilaksankan dalam tahap-tahap tersebut?
11 Jika tidak, mengapa tidak melaksankan tahap-tahap tersebut?
12 Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah melaksanakan tahap menyediakan nilai
atau skor komponen?
13 Apakah pada tahap menyediakan nilai atau skor komponen Inspektorat Kota
Salatiga menentukan continium nilai dan pemilihan rentang nilai?
14 Jika iya,bagaiman caranya?
15 Jika tidak, mengapa tidak melaksankan?
Waktu : 13.00-14.00
No Pertanyaan
1 Dalam tahap perancangan apakah Inspektorat Kota Salatiga telah melaksankan
tahap Assessment dangan memberi score?
2 Jika iya, bagaimana cara melaksanakanya?
3 Jika tidak, mengapa tidak melaksankan?
4 Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah merancang agresi?
5 Jika iya, bagaimana cara melaksanakanya?
39
6 Jika tidak, mengapa tidak melaksankan?
7 Apakah Inspektorat Kota Salatiga telah memberikan interpretasi?
8 Jika iya, bagaimana caranya?
9 Jika tidak, mengapa tidak dilaksanakan?
10 Apak penyebab tidak dilaksankannya tahap ini?
Lampiran 3
Waktu : 13.00-14.00
No Pertanyaan
1 Apakah Inspektorat salatiga melaksankan tahap penilaian?
2 Jika iya, bagaimana tahap penilainya?
3 Jika tidak, mengapa tidak melaksankan?
4 Tahap-tahap apa saja yang dilaksankan?
5 apakah inspektorat memberikan skor pada setiap komponen?
6 Bagaimana proses memberi skor tersebut?
7 Komponen apa saja yang diberi skor?
8 Apakah skor yang diberikan telah sesuai dengan kriteria?
9 Jika tidak, mengapa?
10 Jika iya,seperti apa bobot yang diberikan jika sesuai dengan kriteria tersebut?
11 Apakah inspektorat telah melaksanakan tahap membagi pertanyaan sesuai sub-
komponen?
12 Bagaimana membagi pertanyaannya?
13 Jika tidak membagi kebebrapa pertanyaan,mengapa?
14 Apakah ada pedoman pembagian pertanyaan?
15 Jika ada, seperti apa pedoman yang digunakan?
16 Apakah Inspektorat melaksankan tahap memberika nilai tiap pertanyaan?
17 Bagaimana cara inspektorat memberi nilai setiap pertanyaan?
18 Terdapat berapa cara dalam memberikan jawaban penilai setiap
pertanyaan?
19 apakah inspektorat melaksankan tahap penyimpulan atas tahap hasil
review?
20 Bagaimana tahap penyimpulan yang dilaksankan?
21 Apakah terdapat pedoman penyusunan penyimpulan?
22 Bagaimana tahap penyimpulannya?
40
Lampiran 4
41
42
43
Lampiran 5
Y/T NILAI
1 2 5 6 8
A. PERENCANAAN KINERJA (35%) 70,36% 24,63
I. DOKUMEN RENSTRA (12.5%) 80% 10,00
a. PEMENUHAN RENSTRA (2.5%) 100% 2,50
1 Dokumen Renstra SKPD telah ada a 1
2 Dokumen Renstra SKPD telah memuat visi, misi, tujuan, a 1
sasaran, program, indikator kinerja sasaran, target
tahunan, indikator kinerja tujuan dan target jangka
menengah
45
B. PENGUKURAN KINERJA (20%) 68,63% 13,73
I. PEMENUHAN PENGUKURAN (4%) 50% 2,00
1 IKU SKPD telah ada a 1
2 Terdapat mekanisme pengumpulan data kinerja e 0
46
8 LAKIP menyajikan pembandingan data kinerja yang a 1
memadai antara realisasi tahun ini dengan realisasi
tahun sebelumnya dan pembandingan lain yang
diperlukan
9 LAKIP menyajikan informasi keuangan yang terkait a 1
dengan pencapaian kinerja
10 Informasi kinerja dalam LAKIP dapat diandalkan c 0,5
47
Lampiran 6
48
Lampiran 7
49
50
51
52
53