Anda di halaman 1dari 15

Tinjauan pustaka

Insomnia pada Lanjut Usia


Paskalia Chr Lalangpuling. 102016182. A4
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telepon: (021)5694-2051
Email: paskalia.chrl@hotmail.com

Abstrak
Susah tidur atau insomnia merupakan suatu keadaan ketika mengalami kesulitan untuk tidur atau
tidak dapat tidur dengan nyenyak. Setiap orang pasti pernah mengalami insomnia. Insomnia adalah
salah satu penyakit yang ramah usia atau bisa menyerang semua golongan usia. Angka kejadian
insomnia biasanya terus meningkat seiring dengan bertambah usia seseorang. Insomnia bukan suatu
penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan
emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Pola terbangun pada dini hari lebih sering
ditemukan pada usia lanjut. Beberapa orang tertidur secara normal tetapi terbangun beberapa jam
kemudian dan sulit untuk tertidur kembali. Kadang mereka tidur dalam keadaan gelisah dan merasa
belum puas tidur. Terbangun pada dini hari, pada usia berapapun, merupakan pertanda dari depresi.
Kata Kunci: Insomnia, orang lanjut usia, depresi.

Abstract
Sleeping difficult or insomnia is a situation when having trouble sleeping or not can sleep soundly.
Each person must have experienced insomnia. Insomnia is one ailment or age-friendly can strike all
ages. The numbers continue to rise normally insomnia events along with the increasing age of the
person. Insomnia is not a disease, but a symptom that has various causes, including emotional
disorders, physical disorders and the use of drugs. Woke up early morning pattern is more often
found in old age. Some people sleep normally but woke up a few hours later and it's difficult to fall
asleep again. Sometimes they sleep in a State of nervous and feel not satisfied sleep. Woke up in the
early morning, at any age, is a sign of depression.
Keywords: Insomnia, elderly, depression.

Pendahuluan
Tidur merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi
dengan baik. Sebagian orang mengeluh mengalami insomnia atau tidak bisa tidur di malam hari.

1
Gangguan tidur dapat dialami oleh siapa saja baik kaya, miskin, berpendidikan tinggi dan rendah
maupun orang muda, serta yang paling sering ditemukan pada usia lanjut.
Tetapi, kasus tersebut paling sering ditemukan pada orang yang lanjut usia. Dengan
bertambahnya usia, akan terdapat penurunan periode tidur. Pada usia 65 tahun, mereka yang tinggal
di rumah setengahnya diperkirakan mengalami gangguan tidur dan dua pertiga dari mereka yang
tinggal di tempat perawatan usia lanjut juga mengalami gangguan pola tidur. Pada usia lanjut
tersebut tentunya ingin tidur enak dan nyaman setiap hari, yang merupakan indikator kebahagiaan
dan derajat kualitas hidup. Sedangkan insomnia dan gangguan tidur yang lain dapat dianggap sebagai
bentuk paling ringan dari gangguan mental. Sebagaimana akan dibahas pada makalah ini tentang
gangguan tidur pada lansia.1

Tidur dan Fungsinya


Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar di mana persepsi dan reaksi individu terhadap
lingkungan menurun atau hilang dan dapat dibangunkan kembali dengan indera atau rangsangan
yang cukup. Tujuan seseorang tidur untuk menjaga keseimbangan mental emosional, fisiologi, dan
kesehatan. Seseorang dapat dikategorikan sedang tidur apabila terdapat tanda tanda sebagai berikut:
1. Aktivitas fisik minimal.
2. Tingkat kesadaran yang bervariasi.
3. Terjadi perubahan-perubahan proses fisiologis tubuh.
4. Penurunan respons terhadap rangsangan dari luar.
Selama tidur, dalam tubuh seseorang terjadi perubaban proses fisiologis. Perubahan tersebut,
antara lain:
1. Penurunan tekanan darah, denyut nadi;
2. Dilatasi pembuluh darah perifer;
3. kadang-kadang teriadi peningkatan aktivitas traktus gastrointestinal;
4. Relaksasi otot-otot rangka;
5. Basal metabolisme rate (BMR) menurun 10-30%.
Pada waktu tidur terjadi perubahan tingkat kesadaran yang berfluktuasi. Tingkat kesadaran
pada organ-organ pengindraan berbeda-beda. Organ pengindraan yang mengalami penurunan
kesadaran yang paling dalam selama tidur adalah indra penciuman. Hal ini dapat dibuktikan dengan
banyaknya kasus kebakaran yang terjadi pada malam hari tanpa disadari oleh penghuninya yang
sedang tidur. Organ pengindraan yang mengalami penurunan tingkat kesadaran yang paling kecil
adalah indra pendengaran dan rasa sakit. Ini menjelaskan mengapa orang-orang yang sakit dan
berada dalam lingkungan yang bising kerap kali tidak dapat tidur.

2
Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat
digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru,
kardiovaskular, endokrin, dan lain-lain. Energy disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan
kembali pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat dua efek fisiologis dari tidur:
pertama, efek pada system saraf yang diperikirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan
keseimbangan di antara berbagai susunan saraf; dan kedua, efek pada struktur tubuh dengan
memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ tubuh karena selama tidur terjadi penurunan.2

Insomnia
Seorang laki-laki berusia 64 tahun dibawa ke poli psikogeriatrik oleh anaknya dengan
keluhan utama tidak bisa tidur dan marah-marah sejak dua bulan yang lalu. Dari data tersebut, yang
dapat diperkirakan pasien mengalami insomnia.
Insomnia adalah gangguan tidur yang di mana ada ketidak mampuan untuk tertidur atau
untuk tetap tidur selama yang diinginkan selama lebih dari 1 bulan. Sementara istilah ini kadang-
kadang digunakan untuk menggambarkan gangguan yang ditunjukkan.3
Meskipun ada beberapa derajat yang berbeda insomnia, tiga jenis insomnia telah
diidentifikasi dengan jelas: sementara, akut, dan kronis.
1. Insomnia sementara berlangsung dari hari ke minggu. Hal ini dapat disebabkan oleh gangguan
lain, dengan perubahan lingkungan tidur, dengan waktu tidur, depresi berat, atau oleh stres.
Konsekuensinya - kantuk dan kinerja psikomotor terganggu - sama dengan yang kurang tidur.
2. Insomnia akut adalah ketidakmampuan untuk secara konsisten tidur dengan baik untuk jangka
waktu antara tiga minggu sampai enam bulan.
3. Insomnia kronis berlangsung selama bertahun-tahun pada suatu waktu. Hal ini dapat disebabkan
oleh gangguan lain, atau dapat menjadi gangguan utama. Efeknya bisa bervariasi sesuai dengan
penyebabnya. Mereka mungkin termasuk kantuk, kelelahan otot, halusinasi, dan / atau kelelahan
mental, tetapi orang dengan insomnia kronis sering menunjukkan peningkatan kewaspadaan.
Beberapa orang yang hidup dengan gangguan ini melihat hal-hal seolah-olah mereka sedang
terjadi dalam gerakan lambat, dimana objek bergerak tampaknya untuk berbaur bersama-sama.
Bisa menyebabkan penglihatan ganda.4

Demensia
Demensia adalah gangguan fungsi kognisi secara multidimensional dan terus menerus,
disebabkan oleh kerusakan organik sistem saraf pusat tetapi tidak disertai penurunan kesadaran
seperti yang terjadi pada delirium. Serta suatu gangguan intelektual ataudaya ingat yang umumnya

3
progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Di
Indonesia sering menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal pada setiap orang
tua. Namun kenyataan bahwa suatu anggapan atau persepsi yang salah bahwa setiap orang tua
mengalami gangguan atau penurunan daya ingat adalah suatu proses yang normal saja. Anggapan ini
harus dihilangkan dari pandangan masyarakat kita yang salah.5
Demensia mempunyai gambaran klinis seperti Gangguan memori sehingga Ketidakmampuan
untuk belajar hal – hal yang baru atau lupa dengan hal - hal yang baru dikenal, Afasia atau
mengalami gangguan fungsi berbicara sehingga penderita terkesan berbicara samar – samar ataupun
dalam tahap yang lebih lanjut bisa menjadi bisu, lalu Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk
melakukan gerakan meskipun fungsi motorik dan sensoriknya masih sangat baik contohnya ketika
penderita ingin menggunakan sebuah alat tertentu, Ia akan merasa sulit untuk menggunakannya,
selanjutnya Agnosia adalah ketidakmampuan untuk mengenali ataupun mengidentifikasi benda
meskipun fungsi sensorik utuh, Terakhir Gangguan fungsi eksekutif, yang merupakan gejala yang
paling sering ditemukan pada penderita demensia, gangguan ini mempunyai kaitan dengan gangguan
di lobus frontalis atau jaras-jaras subkortikal yang menghubungkan dengan lobus frontalis, fungsi ini
melibatkan kemampuan berpikir abstrak dan merencanakan, contohnya mengambil inisiatif,
membuat urutan dan menghentikan kegiatan kompleks, hal ini sulit dilakukan oleh penderita karena
penderita harus memiliki ide baru.
Tahapan-tahapan yang dialami pada penderita demensia adalah sebagai berikut, Stadium
I/Awal, berlangsung 2-4 tahun dan di sebut stadium amnestik dengangejala gangguan memori,
berhitung dan aktifitas spontan menurun. Fungsi memori yang terganggu adalah memori baru atau
lupa hal baru yang di alami dan tidak menggangu aktivitas rutin dalam keluarga. Lalu, Stadium
II/Pertengahan berlangsung 2-10 tahun dan di sebut pase demensia. Gejalanya antara lain,
disorientasi, gangguan bahasa (afasia). Penderita mudah bingung, penurunan fungsi memori lebih
berat sehingga penderita tak dapat melakukan kegiatan sampai selesai, Gangguan kemampuan
merawat diri yang sangat besar, Gangguan siklus tidur, Mulai terjadi inkontensia, tidak mengenal
anggota keluarganya, tidak ingat sudah melakukan suatu tindakan sehingga mengulanginya lagi. Dan
ada gangguan visuospasial, menyebabkan penderita mudah tersesat di lingkungan. Terakhir, Stadium
III/Akhir berlangsung 6-12 tahun, yaitu penderita menjadi vegetatif, tidak bergerak dan gangguan
komunikasi yang parah (membisu), ketidakmampuan untuk mengenali keluarga dan teman-teman,
gangguan mobilisasi dengan hilangnya kemampuan untuk berjalan, kaku otot, gangguan siklus tidur-
bangun, dengan peningkatan waktu tidur, tidak bisa mengendalikan buang air besar/kecil.
Walaupun demensia merupakan hal yang sering terjadi, bukan berarti demensia tidak bisa
dicegah. Demensia dapat dicegah dengan cara mencegah masuknya zat-zat yang dapat merusak sel-

4
sel otak seperti alkohol dan zat adiktif yang berlebihan, membaca buku yang merangsang otak untuk
berpikir hendaknya dilakukan setiap hari dan melakukan kegiatan yang dapat membuat mental kita
sehat dan aktif.

Depresi
Gangguan depresi merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan
merupakan faktor untuk menjadi depresi tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-
masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Depresi adalah suasana hati yang buruk
dan berlangsung selama kurun waktu tertentu. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda
berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik.6 Gangguan depresi terdiri dari berbagai jenis,
yaitu:
1. Gangguan depresi mayor
Gejala-gejala dari gangguan depresi mayor berupa perubahan dari nafsu makan dan berat
badan, perubahan pola tidur dan aktivitas, kekurangan energi, perasaan bersalah, dan pikiran
untuk bunuh diri yang berlangsung setidaknya ± 2 minggu
2. Gangguan dysthmic
Dysthmia bersifat ringan tetapi kronis (berlangsung lama). Gejala- gejala dysthmia
berlangsung lama dari gangguan depresi mayor yaitu selama 2 tahun atau lebih. Dysthmia
bersifat lebih berat dibandingkan dengan gangguan depresi mayor, tetapi individu dengan
gangguan ini masi dapat berinteraksi dengan aktivitas sehari-harinya
3. Gangguan depresi minor
Gejala-gejala dari depresi minor mirip dengan gangguan depresi mayor dan dysthmia, tetapi
gangguan ini bersifat lebih ringan dan atau berlangsung lebih singkat.
4. Gangguan depresi psikotik
Gangguan depresi berat yang ditandai dengan gejala-gejala, seperti: halusinasi dan delusi
5. Gangguan depresi musiman
Gangguan depresi yang muncul pada saat musim dingin dan menghilang pada musi semi dan
musim panas.
Penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara faktor-faktor psikologik, sosial dan
biologik. Biologik: sel saraf yang rusak, adanya hormon serotonin dan norephineprin yang menurun,
faktor genetik, penyakit kronis seperti hipertensi, DM, stroke, keterbatasan gerak, gangguan
pendengaran / penglihatan. Sosial: kurang interaksi sosial, kemiskinan, kesedihan, kesepian, isolasi
sosial. Psikologis: kurang percaya diri, gaul, akrab, konflik yang tidak terselesai.
Berikut ini adalah tabel penggolongan depresi

5
Tabel 1. Penggolongan Depresi5

Gangguan Cemas Menyeluruh


Gangguan kecemasan adalah merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan
dan kekhawatiran yang tidak rasional bahkan terkadang tidak realistis terhadap berbagai peristiwa
kehidupan sehari-hari. Menurut para ahli psikofarmaka Gangguan Kecemasan Menyeluruh
bersumber pada neurosis, bukan dipengaruhi oleh ancaman eksternal tetapi lebih dipengaruhi oleh
keadaan internal individu.7
Hal yang terjadi pada hal ini dapat berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif,
gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal
gangguan panik pada lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia
kurang serius dibandingkan dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih, menimbulkan
debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus
yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis.7
Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada
lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. Terapi dapat disesuaikan secara individu tergantung
beratnya dan dapat diberikan obat anti anxietas seperti: hydroxyzine, Buspirone.
Tabel 2. Gejala – gejala Gangguan Cemas Menyeluruh.7

6
Faktor Biologi
Semakin meningkat usia seseorang sering disertai juga penurunan fungsi sel-sel di dalam
tubuh. Maka tak jarang ditemukan berbagai penyakit yang sering ditemukan pada seseorang yang
lanjut usia. Penyakit tersebut adalah diabetes melitus, hipertensi, dan rheumatoid.
Diabetes pada lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Kemungkinan ini disebabkan
faktor resistensi insulin yang meningkat ditambah dengan faktor gaya hidup yang lebih santai pada
lansia. Sebetulnya pankreas lansia tidak banyak mengalami kemunduran. Artinya produksi insulin
masih memadai, namun kemampuan kerja insulin semakin berkurang. Sehingga terjadi resistensi
insulin. Gejalanya, keluhan nafsu makan yang berkurang, rasa lemah lunglai, berat badan menurun,
infeksi pada saluran kemih (pada lansia wanita), dan masalah prostat (pada lansia pria).8
Sebelum memulai pengobatan diabetes pada lansia, harus menentukan dahulu apakah lansia
yang menderita diabetes ini sudah sangat tua dan mungkin hidupnya tidak akan lama lagi; ataukah
masih tampak segar dan kuat sehingga mungkin masih bisa bertahan sampai 15-20 tahun lagi. Bila
pada usia 70 tahun terkena diabetes dan dirawat dengan intensif, mungkin lebih dari 10 tahun lagi
baru timbul komplikasi dan kita bisa mengharapkan usianya mencapai 85 tahun atau lebih. Kunci
utama perawatan dasar adalah mengatur glukosa darah agar selalu di bawah 200 mg/dL. Namun, bila
ingin memberikan perawatan intensif, dianjurkan lebih sering kontrol ke dokter, menjaga HbA1c
selalu mendekati normal, dan jangan sampai terjadi hipoglikemia. Diet pada lansia yang menderita
diabetes tidak berbeda dengan penderita diabetes pada umumnya. Namun, seperti telah disebutkan
sebelumnya, nafsu makan lansia biasanya sudah menurun dan ketaatan dalam mengatur jadwal
makan serta memilih macam dan jumlah makanan juga tidak ada. Untuk itu, perlu ada perharian
khusus dari mereka yang merawatnya. Olahraga pada lansia juga sangat terbatas. Apalagi bila sudah
ada gangguan pada jantung, sendi, mata, saraf, atau pembuluh darah kaki, lansia yang menderita
diabetes sulit melakukan gerak badan. Namun, karena melakukan aktivitas fisik sangat penting bagi
penderita diabetes, para lansia dianjurkan melakukan senam ringan.9
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang tingginya tergantung umur individu yang
terkena. Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistole tanpa disertai peningkatan tekanan diastole
lebih sering pada lansia, sedangkan hipertensi peningkatan diastole tanpa disertai peningkatan
tekanan sistole lebih sering terdapat pada dewasa muda. Insidens hipertensi makin meningkat dengan
meningkatnya usia.10
Hipertensi pada lansia dapat di terapi dengan terapi nonfarmakologi dan farmakologi. Terapi
non farmakologi dapat dilakukan dengan modifikasi pola hidup. Beberapa pola hidup yang harus
diperbaiki adalah: menurunkan berat badan jika ada kegemukan, mengurangi minum alkohol,
meningkatkan aktivitas fisik aerobik, mengurangi asupan garam, mempertahankan asupan kalsium

7
dan magnesium yang adekuat, mempertahankan asupan kalium yang adekuat, menghentikan
kebiasaan merokok, mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol. Seperti halnya pada orang yang
lebih muda, intervensi nonfarmakologis ini harus dimulai sebelum menggunakan obat-obatan.
Sedangkan terapi farmakologis dapat diberikan obat yang potensial memberikan efek antihipertensi
misalnya: obat anti psikotik terutama fenotiazin, antidepresan khususnya trisiklik, L-dopa,
benzodiapezin, baklofen dan alkohol. Obat yang memberikan efek antagonis antihipertensi adalah:
kortikosteroid dan obat antiinflamasi nonsteroid.11
Artritis reumatoid adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai membran sinovial dari
persendian dan umumnya ditandai dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan
keletihan. AR terjadi antara usia 30 tahun dan 50 tahun dengan puncak insiden antara usia 40 tahun
dan 60 tahun. Wanita terkena dua sampai tiga kali lebih sering daripada pria. AR diyakini sebagai
respons imun terhadap antigen yang tidak diketahui. Stimulusnya dapat virus atau bakterial.
Mungkin juga terdapat perdisposisi terhadap penyakit.12
Pada lansia yang berbadan gemuk harus direncanakan pengaturan makanan untuk
mengurangi berat badan jika rematik menyerang sendi lutut dan tumit. Maksudnya untuk
mengurangi beban pada persendian tersebut. Rehabilitasi merupakan tindakan dengan cara melatih
sendi-sendi dan otot yang terkena rematik. Program latihan ini sifatnya sangat tergantung pada
keadaan tubuh, usia, tujuan latihan dan keadaan kesehatan secara menyeluruh. Latihan untuk lansia
yang berbadan gemuk berbeda dengan yang kurus. Program untuk rematik lutut berbeda dengan
penderita rematik lengan. Penderita rematik lutut tidak boleh berlatih turun naik tangga dan jalan
cepat, serta harus diawasi oleh dokter, karena jika melebih porsinya, bantalan lututnya akan rusak.
Untuk mengurangi rasa nyeri perlu dilakukan pemanasan atau pendinginan. Pada prinsipnya, dengan
rehabilitasi diharapkan penderita dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain.10,12

Faktor Psikologis
Dengan adanya penurunan fungsi pada lansia, lansia juga mengalami perubahan aspek
psikologis yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat
dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif, biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan
mantap sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri, pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.

8
c. Tipe Kepribadian Tergantung, pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga,
apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika
pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika
tidak segera bangkit dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan, pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas
dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara
seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri, pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.13
Perbedaan gender juga dapat merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi psikologis
lansia, sehingga akan berdampak pada bentuk adaptasi yang digunakan. Darmojo menyatakan hasil
penilitian mereka yang memaparkan bahwa ternyata keadaan psikososial lansia di Indonesia secara
umum masih lebih baik dibandingkan lansia di negara maju, antara lain tanda-tanda depresi (pria
4,3% dan wanita 4,2%), menunjukkan kelakuan/tabiat buruk (pria 7,3& dan wanita 3,7%), serta
cepat marah irritable (pria 17,2% dan wanita 7,1%). Jadi dapat diasumsikan bahwa wanita lebih siap
dalam menghadapi masalah dibandingkan laki-laki, karena wanita lebih mampu menghadapi
masalah daripada kaum lelaki yang cenderung lebih emosional.1

Faktor Sosial
Pada lansia, kekuasaan dan prestasinya berkurang, sehingga menyebabkan interaksi sosial
mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka untuk mengikuti
perintah. Kemiskinan yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan seorang
lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan di sekitarnya. Proses penuaan
mengakibatkan interaksi sosial lansia mulai menurun, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (triple loss) yaitu kehilangan peran (loss of roles),
hambatan kontak sosial (restriction of contacts and relationships), serta berkurangnya komitmen
(reduced commitment to social morales and values). Pada pria, kehilangan peran hidup terutama
terjadi pada masa pensiun. Sedangkan pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga
berkurang, misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk belajar dan
menikah.13

Etiologi
Pertambahan umur menyebabkan perubahan pola tidur sehingga terjadi beberapa gangguan
tidur pada usia lanjut. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada usia lanjut

9
antara lain alkohol, dan obat- obatan. Demi mendapat kualitas tidur yang maksimal bisanya pasien
menggunakan obat sedatif secara berlebihan sehingga timbul beberapa efek samping seperti
peningkatan resiko kecelakaan, penurunan produktivitas, meningkatnya resiko depresi dan patah
tulang pada usia lanjut.4
Pertambahan umur menyebabkan terjadinya perubahan dalam tahapan tidur.2 Pada
kenyataanya, meskipun mereka mempunyai waktu yang cukup untuk tidur tetapi terjadi penurunan
kualitas tidur. Pada usia lanjut terjadi penurunan tidur tahap 3, tahap 4, tahap REM dan NREM laten
tetapi mengalami peningkatan tidur tahap 1 dan 2. Perubahan ini menimbulkan beberapa efek yaitu:
kesulitan untuk mengawali tidur, menurunnya total sleep time, sleep efficiency, transient arousal dan
bangun terlalu dini.13
Pada usia lanjut yang mengalami penurunan fungsi suprachiasmatic nucleus akan
menyebabkan terjadinya gangguan pada ritme sirkadian.7 gejala akibat gangguan ritme sirkadian
adalah ketidakmampuan untuk tidur meskipun terdapat rangsangan. hal ini menyebabkan pasien
bangun dan tidur pada waktu yang tidak tepat, peningkatan resiko insomnia dan peningkatan
frekuensi tidur.6 penurunan fungsi suprachiasmatic nucleus diduga disebabkan oleh penurunan
paparan cahaya, aktivitas fisik dan sosial saat memasuki usia lanjut.13
Insomnia pada usia lanjut bersifat multifaktorial, selain faktor biologik diatas ada beberapa
faktor komorbid yang dapat menyebabkan terjadinya insomnia pada usia lanjut. 1 insomnia sekunder
pada usia lanjut dapat disebabkan oleh faktor komorbid yang terdiri dari : nyeri kronis, sesak nafas
pada penyakit paru obstruktif kronis, gangguan psikiatri (gangguan cemas dan depresi), penyakit
neurologi (parkinson’s disease, alzheimer disease), dan obat-obatan (beta-bloker, bronkodilator,
kortikosteroid dan diuretik).

Epidemologi
Penyakit insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering dikeluhkan masyarakat.
Prevalensi insomnia lebih tinggi pada wanita dan lansia (65 tahun ke atas). Wanita lebih sering 1,5
kali mengidap insomnia dibandingkan pria, dan 20-40% lansia mengeluhkan gejala-gejala pada
insomnia tiap beberapa hari dalam 1 bulan.

Penatalaksanaan
Terapi Nonfarmakologi
Terapi nonfarmakologi khususnya behavioral therapies efektif sebagai farmakoterapi dan
diharapkan menjadi pilihan pertama untuk insomnia kronis pada pasien usia lanjut. Behavioral

10
therapies terdiri dari beberapa metode yang dapat diterapakan baik secara tunggal maupun
kombinasi yaitu :
 Stimulus control
Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan
menghindari aktivitas lain seperti membaca dan menonton tv di tempat tidur.4 Ketika mengantuk
pasien datang ke tempat tidur, akan tetapi jika selama 15- 20 menit berada disana pasien tidak
bisa tidur maka pasien harus bangun dan melakukan aktivitas lain sampai merasa mengantuk
baru kembali ke tempat tidur. Metode ini juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang
sehingga mempercepat pasien untuk tertidur. Dengan metode terapi ini, pasien mengalami
peningkatan durasi tidur sekitar 30-40 menit.
 Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan meningkatkan sleep efficiency.11
Pasien diedukasi agar tidak tidur terlalu lama dengan mengurangi frekuensi berada di tempat
tidur. Terlalu lama di tempat tidur akan menyebabkan pola tidur jadi terpecah-pecah. Pada usia
lanjut yang sudah tidak beraktivitas lebih senang menghabiskan waktunya di tempat tidur namun,
berdampak buruk karena pola tidur menjadi tidak teratur. Melalui Sleep Restriction ini
diharapkan dapat menentukan waktu dan lamanya tidur yang disesuaikan dengan kebutuhan.
 Sleep higiene
Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan lingkungannya sehingga
dapat meningkatkan kualitas tidur.6 Hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan
Sleep Higiene yaitu: olahraga secara teratur pada pagi hari, tidur secara teratur, melakukan
aktivitas yang merupakan hobi dari usia lanjut, mengurangi konsumsi kafein, mengatur waktu
bangun pagi, menghindari merokok dan minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan
daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum tidur.
 Terapi relaksasi
Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang mudah terjaga di malam hari
saat tidur.1 Pada beberapa usia lanjut mengalami kesulitan untuk tertidur kembali setelah terjaga.
Metode terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided imagery, latihan pernapasan
dengan diafragma, yoga atau meditasi. Pada pasien usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini
karena tingkat kepatuhannya sangat rendah.
 Cognitive Behavioral Therapy
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi kombinasi yang terdiri dari:
stimulus control, sleep retriction, terapi kognitif dengan atau tanpa terapi relaksasi. Terapi ini

11
bertujuan untuk mengubah maladaftive sleep belief menjadi adaftive sleep belief. Sebagai contoh:
pasien memiliki kepercayaan harus tidur selama 8 jam setiap malam, jika pasien tidur kurang dari
8 jam maka pasien merasa kualitas tidurnya menurun. Hal ini harus dirubah mengingat yang
menentukan kualitas tidur tidak hanya durasi tetapi kedalaman tidur.12

Terapi Farmakologi
Seperti pada terapi nonfarmakologi, tujuan terapi farmakologi adalah untuk menghilangkan
keluhan pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. 9-11 Ada lima prinsip
dalam terapi farmakologi yaitu: menggunakan dosis yang rendah tetapi efektif, dosis yang diberikan
bersifat intermiten (3-4 kali dalam seminggu), pengobatan jangka pendek (3-4 mimggu), penghentian
terapi tidak menimbulkan kekambuhan pada gejala insomnia, memiliki efek sedasi yang rendah
sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
Beberapa obat hipnotik yang aman untuk usia lanjut yaitu:
1. Benzodiazepine
Benzodiazepine (BZDs) adalah obat yang paling sering digunakan untuk mengobati insomnia
pada usia lanjut. BZDs menimbulkan efek sedasi karena bekerja secara langsung pada reseptor
benzodiazepine. Efek yang ditimbulkan oleh BZDs adalah menurunkan frekuensi tidur pada fase
REM, menurunkan sleep latency, dan mencegah pasien terjaga di malam hari. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian BZDs pada usia lanjut mengingat terjadinya perubahan
farmakokinetik dan farmakodinamik terkait pertambahan umur. Absorpsi dari BZDs tidak
dipengaruhi oleh penuaan akan tetapi peningkatan masa lemak pada lanjut usia akan
meningkatkan drug-elimination half life, disamping itu pada usia lanjut lebih sensitif terhadap
BZDs meskipun memiliki konsentrasi yang sama jika dibandingkan dengan pasien usia muda.
Pilihan pertama adalah short-acting BZDs serta dihindari pemakaian long acting BZDs. BZDs
digunakan untuk transient insomnia karena tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.
Penggunaan lebih dari 4 minggu akan menyebabkan tolerance dan ketergantungan. Golongan
BZDs yang paling sering dipakai adalah temazepam, termasuk intermediate acting BZDs karena
memiliki waktu paruh 8-20 jam. Dosis temazepam adalah 15-30 mg setiap malam. Efek samping
BZDs meliputi: gangguan psikomotor dan memori pada pasien yang diterapi short-acting BZDs
sedangkan residual sedation muncul pada pasien yang mendapat terapi long acting BZDs. Pada
pasien yang menggunakan BZDs jangka panjang akan menimbulkan resiko ketergantungan,
daytime sedation, jatuh, kecelakaan dan fraktur.
2. Non-Benzodiazepine

12
Memiliki efek pada reseptor GABA dan berikatan secara selektif pada reseptor
benzodiazepine subtife 1 di otak. Obat ini efektif pada usia lanjut karena dapat diberikan dalam
dosis yang rendah. Obat golongan ini juga mengurangi efek hipotoni otot, gangguan prilaku,
kekambuhan insomnia jika dibandingkan dengan obat golongan BZDs. Zaleplon, zolpidem dan
Eszopiclone berfungsi untuk mengurangi sleep latency sedangkan ramelteon (melatonin receptor
agonist) digunakan pada pasien yang mengalami kesulitan untuk mengawali tidur. Obat golongan
non-benzodiazepine yang aman pada usia lanjut yaitu:
 Zaleplon
Zaleplon dapat digunakan jangka pendek maupun jangka panjang, tidak ditemukan
terjadinya kekambuhan atau withdrawal symptom setelah obat dihentikan. Dosis dari zaleplon
5-10 mg, akan tetapi waktu paruhnya hanya 1 jam.
 Zolpidem
Zolpidem merupakan obat hipnotik yang berikatan secara selektif pada reseptor
benzodiazepine subtife 1 di otak. Efektif pada usia lanjut karena tidak mempengaruhi sleep
architecture. Zolpidem memiliki waktu paruh 2,5-2,9 jam dengan dosis 5-10 mg. Efek
samping dari zolpidem adalah mual, dizziness, dan efek ketergantungan jika digunakan lebih
dari 4 minggu.
 Eszopiclone
Golongan non-benzodiazepine yang mempunyai waktu paruh paling lama adalah
eszopiclone yaitu selama 5 jam pada pasien usia lanjut. Eszopiclone 2 mg dapat menurunkan
sleep latency, meningkatkan kualitas dan kedalaman tidur, meningkatkan TST pada pasien
usia lanjut dengan insomnia primer. sedangkan 3 mg setiap malam dapat membantu
mempertahankan tidur dan meningkatkan kualitas tidur pada pasien usia lanjut dengan
insomnia kronik.
 Melatonin reseptor agonist
Melatonin Reseptor Agonist (Ramelteon) obat baru yang direkomendasikan oleh
Food and Drug Administration (FDA) untuk terapi insomnia kronis pada usia lanjut.
Ramelteon bekerja secara selektif pada reseptor melatonin MT1 dan MT2.
 Sedating Antidepressant
Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang diakibatkan oleh
depresi. Amitriptiline adalah salah satu sedating antidepressant yang digunakan sebagai obat
insomnia, akan tetapi pada usia lanjut menimbulkan beberapa efek samping yaitu takikardi,
retensi urin, konstipasi, gangguan fungsi kognitif dan delirium. Pada pasien usia lanjut juga

13
dihindari penggunaan trisiklik antidepresan. Obat yang paling sering digunakan adalah
trazodone. Dosis trazodone adalah 25-50 mg perhari, efek samping dari trazodone adalah:
kelelahan, gangguan sistem pencernaan, dizziness, mulut kering, sakit kepala dan hipotensi.13
Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia
dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi:
 Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
 Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.
 Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
 Kelebihan berat badan atau kegemukan
 Daya tahan tubuh yang rendah
 Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang
tinggi, sakit jantung, dan diabetes.10-13

Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain
seperti depresi dan lain-lain. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.

Pencegahan
Pencegahan gangguan tidur mungkin termasuk menjaga jadwal tidur yang konsisten, seperti
bangun dan tidur pada waktu yang sama. Juga, orang harus menghindari minuman dan obat-obatan
yang dapat mengganggu tidur selama 8 jam sebelum tidur. Sementara latihan sangat penting dan
dapat membantu proses tidur, itu penting untuk tidak menggunakan hak sebelum tidur, karena
menciptakan lingkungan yang tenang. Akhirnya, saat tidur hanya boleh untuk tidur dan mungkin
hubungan seksual.

Kesimpulan
Sulit tidur sering terjadi, baik pada usia muda maupun usia lanjut dan seringkali timbul
bersamaan dengan gangguan emosional, seperti kecemasan, kegelisahan, depresi atau ketakutan.
Kadang seseorang sulit tidur hanya karena badan dan otaknya tidak lelah. Dengan bertambahnya
usia, waktu tidur cenderung berkurang. Bahwa gangguan sulit tidur pada lansia disebabkan oleh
berbagai hal dari berbagai aspek, yaitu aspek psikologis, aspek biologis, dan aspek sosial.

14
Daftar Pustaka
1. Tamher S, Noorkasiani. Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan asuhan keperawatan. Jakarta:
Salemba medika, 2009.
2. Doghramji K, Doghramji P. Clinical management of Insomnia. 1st edition. United States:
Professionals Communications. inc; 2010.h.108-27.
3. Carney CE, Edinger JD. Insomnia and anxiety. 1st edition. United States: Springer;
2009.h.54-73.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.h.758-60.
5. Dewi SR. buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: deepublish, 2014.
6. Yatim F. Pikun (demensia), penyakit alzhaimer, dan sejenisnya, bagaimana cara menghindarinya.
Jakarta: buku obor, 2006.
7. Redayani P. Gangguan cemas menyeluruh. Dalam: Buku ajar psikiatri. Jakarta: FKUI; 2010.
8. Waluyo S. 100 questions & answers diabetes. Jakarta: PT Elex Media Komputindo; 2009.
9. Tambayong J. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2010.
10. Ester M. keperawatan medikal-bedah’: buku saku dari brunner & suddarth. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2008.
11. Santoso, Hanna dan Ismail, Andar. Memahami krsisi lanjut usia: uraian medis dan pedagosis-
pastoral. Jakarta: Gunung Mulia; 2009.
12. Sudaryanto A, Kartinah. (2008). “Masalah Psikososial pada Lanjut Usia”. Berita Ilmu
Keperawatan. 1(1). 94-95.
13. Hirshkowitz M, Seplowitz-Hapkin RG, Sharafkhaneh A. Sleep Disorder. In: Sadock BJ,
Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & sadock’s comprehensive textbook of psychiatry. 9thed.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2009. p.2150-77.

15

Anda mungkin juga menyukai