DI INDONESIA
Disusun untuk memenui tugas Mata Kurikulum dan Pembelajaran
Disusun oleh :
Kelompok 5
Ahmad Syauqi 2225200105
Deni Dwi Putra 2225200088
Hairoh 2225200016
Maria Monica Galingging 2225200086
Putri Yasmin Atqiyya 2225200071
Pendidikan Matematika
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “Perbedaan
Perkembangan Kurikulum di Indonesia”.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nurul Anriani, S.Si.,
M.Pd. yang telah memberikan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah memberi kontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami sebagai penulis mengakui bahwa ada banyak kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari seluruh pihak senantiasa kami harapkan demi
kesempurnaan makalah kami. Semoga makalah ini dapat membawa pemahaman dan
pengetahuan bagi kita semua tentang Perbedaan Perkembangan Kurikulum di Indonesia.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
1) Kurikulum 1947 .............................................................................................................. 3
2) Kurikulum 1952 .............................................................................................................. 5
3) Kurikulum 1964 .............................................................................................................. 7
4) Kurikulum 1968 .............................................................................................................. 9
5) Kurikulum 1973 ............................................................................................................ 11
6) Kurikulum 1975 ............................................................................................................ 12
7) Kurikulum 1984, Kurikulum 1975 yang Disempurnakan ............................................ 15
8) Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 (1997) dan Suplemen Kurikulum 1999 ..... 18
9) Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ......................................... 22
10) Kurikulum 2006, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran) ................................. 24
11) Kurikulum 2013 ........................................................................................................... 26
BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 31
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah kurikulum pendidikan di Indonesia kerap kali berubah setiap ada pergantian
Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan Indonesia hingga kini belum memenuhi
standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, 2006, 2013. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu
Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Perkembangan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu dewasa ini berkembang secara
pesat, baik secara teoritis maupun praktis. Jika dahulu kurikulum tradisional lebih banyak
terfokus pada mata pelajaran dengan sistem penyampaian penuangan, maka sekarang
kurikulum lebih banyak diorientasikan pada dimensi-dimensi baru, sperti kecakapan hidup,
pengembangan diri, pembangunan ekonomi dan industri, era globalisasi dengan berbagai
permasalahannya, politik, bahkan dalam praktiknya telah menyentuh dimensi teknologi
terutama teknologi informasi dan komunikasi. Disiplin ilmu kurikulum harus membuka diri
terhadap kekuatan-kekuatan eksternal yang dapat memengaruhi dan menentukan arah dan
intensitas proses pengembangan kurikulum.
Dalam dunia pendidikan, salah satu kunci untuk menentukan kualitas lulusan adalah
kurikulum pendidikannya. Karena pentingnya maka setiap kurun waktu tertentu
kurikulum selalu dievaluasi untuk kemudian disesuaikan dengan dimensi-dimensi baru
seperti yang telah diungkapkan diatas.
Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi, pengetahuan dan metode belajar
semakin lama semakin maju pesat. Oleh karena itu, tidak mungkin dalam suatu instansi
pendidikan tetap mempertahankan kurukulum lama; hal ini dikhwatirkan akan
mengakibatkan suatu instansi sekolah tidak dapat sejajar dengan sekolah-sekolah yang lain.
1
Prof. Dr. Engkoswara, guru besar Universitas Pendidikan Indonesia Bandung telah
membuat 4 (empat) rumus pengertian kurikulum, lengkap dengan visualisasinya. Pertama,
kurikulum adalah jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Kedua, kurikulum adalah sejumlah
mata pelajaran. Keiga, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan kegiata-kegiatan yang
harus dilakukan oleh peserta didik. Keempat, kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran dan
kegiatan-kegiatan, serta segala sesuati yang akan berpengaruh dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Rumus ini memudahkan kita untuk memahami
pengertian kurikulum. Rumus ini sama sekali tidak melenceng dari definisi yang telah
dikemukakan para ahli, misalnya Hilda Taba menjelaskan dengan amat singkat bahwa
“curriculum is a plan of learning”. Demikian juga bila dibandingkan dengan pengertian
kurikulum dalam Pasal 1 butir 19 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyebutkan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia
2
BAB II
PEMBAHASAN
1) Kurikulum 1947
A. Secara Umum
2. Bahasa Daerah.
3. Berhitung.
4. Ilmu Alam
5. Ilmu Hayat.
6. Ilmu Bumi.
7. Sejarah.
8. Menggambar.
9. Menulis.
10. Seni Suara.
3
15. Didikan Budi Pekerti.
16. Pendidikan Agama.
Pada awalnya pelajaran agama diberikan mulai sejak kelas IV, namun sejak tahun 1951
agama juga diajarkan sejak kelas I.
Garis-garis besar pengajaran pada saat itu menekankan pada cara guru mengajar dan
cara murid mempelajari. Misalnya, pelajaran bahasa mengajarkan bagaimana cara
bercakap-cakap, membaca, dan menulis. Ilmu Alam mengajarkan bagaimana proses
kejadian sehari-hari, bagaimana mempergunakan berbagai perkakas sederhana (seperti
pompa, timbangan, dan lain-lain), dan menyelidiki berbagai peristiwa sehari-hari,
misalnya mengamati lokomotif diisi air dan kayu, mengapa nelayan melaut pada malam
hari, dan bagaimana menyambung kabel listrik.
Pada perkembangannya, rencana pelajaran lebih dirinci lagi setiap pelajarannya,
yang dikenal dengan istilah Rencana Pelajaran Terurai 1952. Pada kala itu, silabus mata
pelajarannya ada secara rinci dan setiap guru mengajar satu mata pelajaran saja. Pada
masa itu juga dibentuk Kelas Masyarakat, yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun
yang tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kelas Masyarakat
mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan. Tujuannya
agar anak yang tidak mampu sekolah ke jenjang SMP dapat langsung bekerja.
B. Secara Khusus
Kurikulum pertama lahir pada masa kemerdekaan ini memakai istilah bahasa
Belanda Leerplan artinya rencana pelajaran. Istilah ini lebih populer dibanding istilah
curriculum (bahasa Inggris). Perubahan arah pendidikan lebih bersifat politis, dari
orientasi pendidikan Belanda ke kepentingan nasional. Sedangkan asas pendidikan
4
ditetapkan Pancasila. Kurikulum ini sebutan Rentjana Pelajaran 1947, dan baru
dilaksanakan pada 1950.
Pada awal kemerdekaan istilah kurikulum dikenal dengaan leer plan. Dalam bahasa
Belanda artinya rencana pelajaran. Rentjana pembelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai
pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Rentjana Pelajaran 1947 mengurangi
pendidikan pikiran dalam arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau
perilaku (value/attitude), meliputi :
a. Kesadaran bernegara dan bermasyarakat.
b. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari.
c. Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani
2) Kurikulum 1952
A. Secara Umum
Kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952 lebih merinci setiap mata pelajaran.
Silabus mata pelajaran jelas sekali dan seorang guru hanya mengajar satu mata pelajaran
saja. Pada masa tersebut juga dibentuk Kelas Masyarakat, yakni sekolah khusus bagi
lulusan Sekolah Rakyat (SR) 6 tahun yang tidak melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Kelas Masyarakat ini mengajarkan keterampilan, seperti pertanian,
pertukangan, dan perikanan. Tujuan adanya Kelas Masyarakat ini agar anak yang tidak
mampu ke jenjang SMP dapat langsung bekerja.
Kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952 terbagi atas enam kelompok
pengetahuan, yakni kelompok bahasa, kelompok ilmu pasti, kelompok pengetahuan
alam, kelompok pengetahuan sosial, kelompok ekonomi, dan kelompok ekspresi. Selain
itu, sebagai wujud penyiapan tenaga terampil dan terdidik pada kelas tiga diadakan
penjurusan. Terdapat dua pilihan jurusan, yakni A bagi bahasa dan pengetahuan sosial
dan B untuk ilmu pasti dan pengetahuan alam.
Tujuan pendidikan nasional berdasarkan kurikulum Rencana Pelajaran Terurai 1952
adalah membentuk manusia yang susila dan cakap dan warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab akan kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Dalam proses
pembelajaran, guru berperan sebagai model yang menerapkan etika, moral, nilai-nilai,
dan aturan-aturan yang berlaku. Kedisiplinan, kerajinan, sopan santun, dan jiwa
nasionalisme ditanamkan melalui tingkah laku guru dan penegakan peraturan sekolah
yang tegas. Proses pembelajaran kala itu berpusat pada guru. Siswa ditempatkan sebagai
obyek yang harus menerima informasi sebanyak-banyaknya dari guru. Peran guru dalam
kelas sangat dominan. Siswa bersifat pasif menerima informasi. Hal itu sebagai dampak
dari proses belajar yang mengutamakan materi dan penguasaan materi.
5
umum catur wulan, yang bersangkutan mengikuti ulangan perbaikan (remedial). Ujian
Penghabisan yang kemudian diubah namanya menjadi Ujian Negara pada sekitar tahun
1958, digunakan untuk menentukan kelulusan. Seorang siswa SMP dinyatakan lulus jika
memiliki nilai 5 sebanyak 4 mata pelajaran atau ekuivalennya (nilai 4 ekuavalen dengan
2 nilai 5, nilai 3 ekuavalen dengan 3 nilai 5).
a. Kelebihan Kurikulum 1952
1. Telah mengarah pada sistem pendidikan nasional, walaupun belum merata pada
seluruh wilayah di Indonesia, namun dapat mencerminkan suatu pemahaman dan
cita-cita para praktisi pendidikan akan pentingnya pemerataan pendidikan bagi
seluruh bangsa Indonesia.
2. Pada Kurikulum 1952, materi pelajaran sudah berorientasi pada kebutuhan hidup
para siswa, sehingga hasil pembelajaran dapat berguna ketika ditengah masyarakat.
3. Karena setiap guru mengajar satu mata pelajaran, maka memiliki keuntungan untuk
lebih menguasai bidang pengajarannya dengan lebih baik, dari pada mengajar
berbagai mata pelajaran.
b. Kelemahan Kurikulum 1952
1. Karena kurikulum 1952 baru mengarah pada sistem pendidikan nasional, maka
belum mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
2. Materi pelajaran belum orientasi masa depan, karena yang diajarkan berorientasi
kebutuhan untuk hidup dimasyarakat saat itu, dengan demikian belum memiliki visi
kebutuhan dimasa mendatang.
3. Kurang membangkitkan kreatifitas dan inovasi guru, karena setiap mata pelajaran
sudah terinci dalam rencana pelajaran terurai, hal ini mempersempit kreatifitas dan
inovasi guru baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun menentukan sumber
materi pelajaran.
B. Secara Khusus
Saat itu Kurikulum 1947 masih berbasis politik dan menganut sistem pendidikan
kolonial. Sehingga dibuatlah Kurikulum 1952 sebagai penyempurnaan sekaligus
mengubah sistem pendidikan kolonial menjadi sistem pendidikan nasional. Setelah
Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami
penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952.
Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling
menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran
harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kurikulum ini lebih merinci setiap mata pelajaran dengan merinci silabus setiap mata
pelajaran
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia
mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai
1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang
paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana
pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari.
6
3) Kurikulum 1964
A. Secara Umum
Menjelang tahun 1964 pemerintah kebali menyempurnakan sistem kurikulum
pendidikan Indonesia. Di penghujung era Presiden Soekarno muncul kurikulum yang
diberi nama Kurikulum Rencana Pendidikan 1964. Pada kurikulum ini fokus utamanya,
yakni konsep pembelajaran yang bersifat aktif, kreatif, dan produktif. Konsep
pembelajaran ini mewajibkan sekolah membimbing anak agar mampu memikirkan
sendiri pemecahan persoalan (problem solving).
Kurikulum Rencana Pendidikan 1964 ini menitikberatkan pada pengembangan daya
cipta, rasa, karsa, karya, dan moral, yang kemudian dikenal dengan istilah
Pancawardhana. Pancawarhana ini berwujud lima kelompok bidang studi yang terdiri
dari:
1. Kelompok pengembangan moral
2. Kelompok pengembangan kecerdasan
3. Kelompok pengembangan emosional/artistic
4. Kelompok pengembangan keprigelan (keterampilan)
5. Kelompok pengembangan jasmaniah
Pada saat itu pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan
fungsional praktis, yang disesuaikan dengan perkembangan anak. Di samping itu, tujuan
pendidikan berubah dari menghasilkan manusia yang susila dan demokratis menjadi
manusia susila yang sosialis dan pelopor dalam membela Manipol-USDEK. Perubahan
yang sangat menonjol dalam kurikulum adalah adanya mata pelajaran yang diarahkan
untuk pembentukan warga negara yang bercirikan Manipol-USDEK. Mata pelajaran ini
berisikan materi pelajaran yang sangat ditentukan oleh ideologi dan politik.
7
pelajaran bersifat teoritis, tak mengaitkan dengan permasalahan faktual di lapangan.
Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan.
B. Secara Khusus
Kurikulum dari 1952 sampai 1964 dapat dikategorikan sebagai kurikulm tradisional
yaitu separated subject curriculum. Tujuan pendidikan pada masa itu adalah membentuk
manusia Pancasila dan Manipol-USDEK yang bertanggung jawab atas terselenggaranya
masyarakat adil dan makmur, materiil dan spiritual. Sistem pendidikan dinamakan
Sistem Pancawardhana atau sistem lima aspek perkembangan yaitu moral,intelegensi,
emosional artistic (rasa keharuan), keprigelan dan jasmani.
Setelah Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, pemerintah berbenah diri
menyusun program pendidikan. Matematika diletakkan sebagai salah satu mata pelajaran
wajib. Pada pengajaran matematika tradisional siswa diajar dengan pendekatan top
down, guru adalah sumber ilmu, komunikasi satu arah dari guru ke siswa, siswa menjadi
pendengar yang baik, lebih ditekankan pada hafalan daripada pengertian, dan urutan
operasi hitung harus diterima sesuai pendapat guru.
Ciri-ciri dari matematika tradisional adalah:
8
Kekhasan lain dari pembelajaran matematika tradisional adalah bahwa pembelajaran
lebih menekankan hafalan dari pada pengertian, menekankan bagaimana sesuatu itu
dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada
melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas,
urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya.
Urutan operasi hitung pada era pembelajaran matematika tradisional adalah kali,
bagi, tambah dan kurang, maksudnya bila ada soal dengan menggunakan operasi hitung
maka perkalian harus didahulukan dimanapun letaknya baru kemudian pembagian,
penjumlahan dan pengurangan. Urutan operasi ini mulai tahun 1974 sudah tidak
dipandang kuat lagi banyak kasus yang dapat digunakan untuk menunjukkan kelemahan
urutan tersebut.
Sebagai contoh, 12:3 jawabanya adalah 4,dengan tanpa memberi tanda kurung , soal
di atas ekuivalen dengan 9+3:3, berdasar urutan operasi yaitu bagi dulu baru jumlah dan
hasilnya adalah 10. Perbedaan hasil inilah yang menjadi alasan bahwa urutan tersebut
kurang kuat.
Sementara itu cabang matematika yang diberikan di sekolah menengah pertama
adalah aljabar dan geometri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan
geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas
adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik
bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis
adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak
dikalangan siswa.
4) Kurikulum 1968
A. Secara Umum
9
lapangan. Titik beratnya pada materi apa saja yang tepat diberikan kepada siswa di setiap
jenjang pendidikan. Pengorganisasian mata pelajaran secara korelasional itu berangsur-
angsur mengarah kepada pendekatan pelajaran yang sudah terpisah-pisah berdasarkan
disiplin ilmu pada sekolah-sekolah yang lebih tinggi.
B. Secara Khusus
Suryadi (2012: 2) mengemukakan bahwa pada kurikulum 1968, pembelajaran
matematika di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
10
a. Pembelajaran geometri lebih menekankan keterampilan berhitung, misalnya
perhitungan luas bangun geometri datar atau volume geometri ruang, bukan
penekanan pada bagaimana rumus-rumus tersebut diperoleh.
b. Mengutamakan hafalan yang sifatnya mekanis dari pada pengertian.
c. Pembelajaran program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan
jenjang selanjutnya, serta keterkaitannya dengan kehidupan.
d. Pembelajaran yang dilakukan kurang memberikan motivasi dan kurang
menumbuhkan rasa ingin tahu.
Kegiatan pembelajaran pada masa itu didominasi pada kegiatan menghafal fakta,
algoritma dan penggunaan rumus-rumus dalam menyelesaikan soal-soal yang disajikan.
Sehingga peserta didik cenderung menirukan apa yang dicontohkan guru di kelas,
kemudian mengerjakan soal-soal latihan sebagai penguatan terhadap apa yang telah
diajarkan guru di kelas.
5) Kurikulum 1973
Tahun 1973 pemerintah mengadakan Proyek Perintis Sekolah Pmbangunan (PPSP)
diseluruh IKIP negeri di Indonesia, sebagai sekolah laboratorium. Dengan adanya PPSP,
sebelum kebijakan di bidang pendidikan didesiminasikan secara nasional, terlebih dahulu
diterapkan/dirintis secara terbatas (pilot projek) di sekolah-sekolah laboratorium. Oleh karena
itu, kemudian dikembangkan Kurikulum PPSP 1973. Rasionalnya, untuk meningkatkan mutu
pendidikan, proses belajar-mengajar perlu menerapkan sistem belajar tuntas dan maju
berkelanjutan melalui sistem modul (Soedijarto, 1975). Hasil dari rintisan ini sangat
menggembirakan, namun oleh pengembilan kebijakan pada waktu itu, dianggap terlalu mahal
biayanya sehingga tidak layak untuk didesiminasikan secara nasional.
Pada tahun 1973 Pemerintah mengadakan Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
di seluruh IKIP Negeri di Indonesia, sebagai sekolah laboratorium. Dengan adanya PPSP,
seluruh kebijakan di bidang pendidikan didesiminasikan secara nasional, terlebih dulu
diterapkan atau dirintis secara terbatas (pilot project) di sekolah-sekolah laboratorium,
kemudian dikembangkan kurikulum PPSP 1973. Rasionalnya adalah untuk meningkatkan
mutu pendidikan, proses belajar-mengajar perlu menerakan sistem belajar tuntas dan maju
berkelanjutan melalui sistem belajar tuntas dan maju berkelanjutan melalui sistem modul.
Hasil dari rintisan ini sangat menggembirakan, namun oleh pengambil kebijakan pada waktu
itu, dianggap terlalu mahal biayanya, sehingga tidak layak untuk didesiminasikan secara
rasional. Perbedaan kurikulum tahun 1968 dengan 1973 ialah kurikulum 1968 menekankan
upaya pembinaan jiwa pancasila, sedangkan kurikulum 1973 menggunakan pendekatan –
pendekatan:
a. Berorientasi pada tujuan.
b. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
c. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur Pengembangan
Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah kepada tercapainya tujuan
11
yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku siswa.
Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
Kurikulum 1973 sebagai pengganti kurikulum 1968 menggunakan prinsip-prinsip di
antaranya sebagai berikut:
a. Berorientasi pada tujuan. Dalam hal ini pemerintah merumuskan tujuan-tujuan yang
harus dikuasai oleh siswa yang lebih dikenal dengan khirarki tujuan pendidikan, yang
meliputi: tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan
instruksional umum dan tujuan instruksional khusus.
b. Menganut pendekatan integrative dalam arti bahwa setiap pelajaran memiliki arti dan
peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-tujuan yang lebih integratif.
6) Kurikulum 1975
A. Secara Umum
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efisien dan efektif.
“Yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manejemen, yaitu MBO
(management by objective) yang terkenal saat itu,” kata Drs. Mudjito, Ak, MSi, Direktur
Pembinaan TK dan SD Depdiknas. Metode, materi, dan tujuan pengajaran dirinci dalam
Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Zaman ini dikenal istilah “satuan
pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan.
Setiap satuan pelajaran dirinci lagi dalam bentuk Tujuan Instruksional Umum (TIU),
Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar
mengajar, dan evaluasi. Guru harus trampil menulis rincian apa yang akan dicapai dari
setiap kegiatan pembelajaran. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru sibuk menulis
rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
3. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
4. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Sistem yang senantiasa mengarah
kepada tercapainya tujuan yang spesifik, dapat diukur dan dirumuskan dalam bentuk
tingkah laku siswa.
5. Dipengaruhi psikologi tingkah laku dengan menekankan kepada stimulus respon
(rangsang-jawab) dan latihan (drill).
12
a. Prinsip-prinsip yang melandasi kurikulum 1975
Dalam menyusun dan membakukan kurikulum 1975 digunakan beberapa prinsip
yang memungkinkan sistem pendidikan pada setiap program (SD, SMP, dan SMA)
benar-benar lebih efisien dan efektif. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya, yaitu:
3. Berorientasi pada tujuan. kurikulum 1975 mempunyai empat macam tujuan, yaitu:
a. Tujuan umum yaitu tujuan pendidikan nasional.
b. Tujuan institusional yaitu tujuan untuk setiap lembaga tingkatan pendidikan, seperti
tujuan SD, SMP, dan SMA.
4. Kontinuitas. Sekolah dasar dan sekolah menengah (pertama, atas) adalah sekolah-
sekolah umum yang masing-masing fungsinya dinyatakan dalam tujuan
institusional. Namun, kurikulum satu jenjang pendidikan dengan yang di atasnya
berhubungan secara hirearkis. Oleh karena itu, dalam menyusun kurikulum ketiga
jenjang sekolah tersebut hendaknya selalu dihubungkan secara hirearkis dan
fungsional.
5. Pendidikan seumur hidup. Pendidikan yang diterima anak di sekolah memberikan
dasar atau bekal untuk belajar seumur hidup, sehingga memungkinkan seseorang
meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta mengembangkan potensi-potensi
sesuai dengan kebutuhan kehidupannya.
b. Kelebihan kurikulum 1975
3. Terlalu padatnya isi kurikulum yang harus diajarkan hampir di setiap jenjang.
4. Guru dibuat sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan
pembelajaran.
5. Pada kurikulum ini menekankan pada pencapaian tujuan pendidikan secara
sentralistik, sehingga kurang memberi peluang untuk berkembangnya potensi
daerah.
6. Kurikulum ini berorientasi pada guru hal ini membentuk persepsi bahwa guru yang
mendominasi proses pembelajaran, metode-metode ceramah dan metode dikte
menonjol digunakan oleh para guru.
7. Kreativitas murid kurang berkembang karena didukung oleh konsep kurikulum yang
menempatkan guru sebagai subjek dalam melakukan pembelajaran di kelas.
B. Secara Khusus
Tahun 1975 matematika modern mulai masuk pada kurikulum nasional, yaitu
kurikulum 1975. Karakteristik matematika modern yang diterapkan seperti yang
dijelaskan Ruseffendi (Suryadi, 2012: 3) antara lain masuknya topik-topik baru dalam
kurikulum matematika, seperti himpunan, geometri bidang dan ruang, statistika dan
probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, dan penulisan lambang bilangan nondesimal.
Pendekatan pembelajaran matematika secara spiral mulai diterapkan, serta pembelajaran
geometri dimulai dengan lengkungan. kegiatan. Paradigma pembelajaran yang berpusat
pada guru mulai bergeser menjadi berpusat pada siswa dengan menggunakan
pembelajaran penemuan dan pemecahan masalah melalui diskusi. Selain itu juga mulai
ada kesinambungan antara materi ajar Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan.
Pada kurikulum 1975 dimana matematika saat itu mempunyai karakteristik sebagai
berikut ;
1. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah
himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang
bilangan non desimal.
2. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada
hafalan dan ketrampilan berhitung.
3. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih continue
4. Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur
5. Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
6. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
7. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
14
8. Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan
teknik diskusi.
9. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
2. Pendekatan pengajaran berpusat pada peserta didik melalui Cara Belajar Siswa Aktif
(CBSA). CBSA merupakan pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk aktif terlibat secara fisik, mental, intelektual, dan emosional
dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam
ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor.
3. Materi pelajaran dikemas dengan menggunakan pendekatan spiral. Spiral adalah
pendekatan yang digunakan dalam pengemasan bahan ajar berdasarkan kedalaman
dan keluasan materi pelajaran.
15
dan abstrak dengan menggunakan pendekatan induktif dari contoh-contoh ke
kesimpulan.
1. Adanya perubahan dalam perangkat mata pelajaran inti. Kurikulum 1984 memiliki
16 mata pelajaran inti, yakni: Agama; Pendidikan Moral Pancasila; Pendidikan
Sejarah Perjuangan Bangsa; Bahasa dan Kesusastraan Indonesia; Geografi
Indonesia; Geografi dunia; Ekonomi; Kimia; Fisika; Biologi; Matematika; Bahasa
Inggris; Kesenian; Keterampilan; Pendidikan Jasmani dan Olahraga; Sejarah Dunia
dan Nasional.
Gerakan wajib belajar 6 tahun ini ternyata memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan Pendidikan Luar Biasa (PLB) di Indonesia. Pada masa itu, anak luar biasa
tidak mungkin tertampung di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang telah ada. Jumlahnya
masih sangat terbatas, letaknya pun sebagian besar berada di kota-kota besar, sedangkan
hampir semua pengelolanya yayasan swasta. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa
langkah penting telah diambil, seperti diperkenalkan bentuk layanan pendidikan yang
baru, yaitu Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Berbeda dengan SLB, SDLB
menyelenggarakan pendidikan dasar bagi tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan
tunadaksa dalam satu sekolah. Melalui dana proyek Inpres, pada tahun 1984 didirikan
sebanyak 200 buah SDLB pada 200 kabupaten/kota yang belum memiliki SLB sama
sekali. Di sisi lain diresmikan pula sejumlah sekolah umum untuk dapat menerima anak
16
luar biasa, terutama penyandang tunanetra dengan potensi akademik normal. Sekolah ini
kemudian disebut sekolah terpadu.
3. Proses pembelajaran hanya didominasi oleh seorang atau sejumlah siswa sehingga ia
menolak pendapat siswa lain. Siswa yang pandai akan bertambah pandai sedangkan
yang kurang pandai tertinggal.
4. Guru berperan sebagai fasilitator, sehingga prakarsa serta tanggung jawab siswa
dalam kegiatan belajar sangat kurang. Hal ini juga mengakibatkan guru kurang
komunikatif dengan siswa.
5. Materi pelajaran tidak tuntas dikuasai siswa karena diperlukan waktu yang banyak
dalam pembelajaran menggunakan diskusi.
B. Secara Khusus
Materi Kurikulum Matematika 1984 tidak banyak berubah dari kurikulum
Matematika 1975. Pada kurkikulum 1984 terjadi pengurangan materi pada materi yang
diulang dan konsep-konsep yang tidak esensial, lalu penyempurnaan dilakukan dalam
keruntutan materi pada setiap jenjang pendidikan dan penyesuaian dengan
perkembangan kemampuan siswa (Depdikbud, 1987).
Pembelajaran matematika pada era 1980-an merupakan gerakan revolusi matematika
kedua, walaupun tidak sedahsyat pada revolusi matematika pertama atau matematika
modern. Revolusi ini diawali oleh kekhawatiran negara maju yang akan disusul oleh
negara-negara terbelakang saat itu, seperti Jerman barat, Jepang, Korea, dan Taiwan.
Pengajaran matematika ditandai oleh beberapa hal yaitu adanya kemajuan teknologi
muthakir seperti kalkulator dan komputer.
17
Perkembangan matematika di luar negeri tersebut berpengaruh terhadap matematika
dalam negeri. Di dalam negeri, tahun 1984 pemerintah melaunching kurikulum baru,
yaitu kurikulum tahun 1984. Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara
lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi
teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan
pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi
kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, CBSA (cara belajar siswa aktif)
menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Secara umum karakteristik Kurikulum Matematika 1984 adalah sebagai berikut
1. Khusus untuk mata pelajaran matematika di SD, materi matematikanya difokuskan
kepada peningkatan keterampilan melakukan operasi hitung secara menconga dan
diberi materi aritmatika social.
2. Siswa SMA diberi materi baru seperti computer sehingga materi keahlian seperti
komputer semakin mendalam
3. Bahan bahan baru yang sesuai dengan tuntutan di lapangan, permainan geometri
yang mampu mengaktifkan siswa juga disajikan dalam kurikulum ini.
4. Struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak,
5. Model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok
bahasan.
6. Mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang
berkaitan dengan materi.
7. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan
dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan
yang dihadapi sehari-hari.
Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah
melakukan hal-hal sebagai berikut;
1. Guru supaya meningkatkan profesinalisme
2. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan
computer
3. Sinkronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah
lanjutan
4. Pengevaluasian hasil pembelajaran
5. Prinsip CBSA di pelihara terus
8) Kurikulum 1994, Revisi Kurikulum 1994 (1997) dan Suplemen Kurikulum 1999
A. Secara Umum
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan
sesuai dengan Undang-Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari
sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya
dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa
untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan
18
pada pemahaman konsep dan keterampilanmenyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Kurikulum 1994 bergulir lebih pada upaya memadukan kurikulum-kurikulum
sebelumnya.
Pada kurikulum 1994 tujuan dan proses belum berhasil karena beban belajar siswa
dinilai terlalu berat. Dari muatan nasional hingga lokal. Materi muatan lokal disesuaikan
dengan kebutuhan daerah masing-masing, misalnya bahasa daerah kesenian,
keterampilan daerah, dan lain-lain. Berbagai kepentingan kelompok-kelompok
masyarakat juga mendesakkan agar isu-isu tertentu masuk dalam kurikulum. Alhasil,
Kurikulum 1994 menjadi kurikulum super padat. Kehadiran Suplemen Kurikulum 1999
lebih pada menambal sejumlah materi.
a. Ciri-Ciri Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
1. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan.
2. Pembelajaran di sekolah lebih berorientasi kepada materi pelajaran/isi, sehingga
materi pelajaran cukup padat.
3. Memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia.
Kurikulum ini bersifat kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat
mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sekitar.
b. Kelebihan Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
1. Penggunaan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental,
fisik, dan sosial.
2. Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit, dari hal yang sederhana ke hal yang kompleks.
3. Dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran
cukup banyak karena diberlakukanya sistem catur wulan.
c. Kekurangan Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999
1. Aspek yang dikedepankan dalam kurikulum 1994 terlalu padat.
2. Konsep pengajaran satu arah, dari guru ke murid.
3. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan banyaknya
materi/ substansi setiap mata pelajaran.
4. Materi pelajaran yang dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
5. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman.
19
b. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait dengan
aplikasi kehidupan sehari-hari.
c. Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal
ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.
Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1994.
Penyempurnaan tersebut dilakukan dengan tetap mempertimbangkan prinsip
penyempurnaan kurikulum, yaitu:
1. Penyempurnaan kurikulum secara terus menerus sebagai upaya menyesuaikan
kurikulum dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan
kebutuhan masyarakat.
2. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk mendapatkan proporsi yang tepat
antara tujuan yang ingin dicapai dengan beban belajar, potensi siswa, dan
keadaan lingkungan serta sarana pendukungnya.
d. Penyempurnaan kurikulum dilakukan untuk memperoleh kebenaran substansi materi
pelajaran dan kesesuaian dengan perkembangan siswa.
e. Penyempurnaan kurikulum mempertimbangkan berbagai aspek terkait, seperti tujuan
materi, pembelajaran, evaluasi, dan sarana/prasarana termasuk buku.
B. Secara khusus
Kurikulum 1994 juga disebut dengan K-94 adalah sebuah kurikulum operasional
pendidikan yang disusun oleh, dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di
Indonesia yang dipakai sejak tahun ajaran 1994/95 hingga 2003/04. Kurikulum 1994
dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-
20
Undang no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada
sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke
sistem caturwulan. Dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun
menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat
menerima materi pelajaran cukup banyak.
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di antaranya
sebagai berikut.
a. Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
b. Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat
(berorientasi kepada materi pelajaran/isi)
c. Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum
untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat kurikulum inti
sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan
dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sekitar.
d. Dalam pelaksanaan kegiatan, guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi
yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik, dan sosial.
Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah
kepada jawaban konvergen, divergen (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu
jawaban), dan penyelidikan.
e. Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan
konsep/pokok bahasan dan perkembangan berpikir siswa, sehingga diharapkan akan
terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep
dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan
masalah.
f. Pengajaran dari hal yang konkret ke hal yang abstrak, dari hal yang mudah ke hal
yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
g. Pengulangan-pengulangan materi yang dianggap sulit perlu dilakukan untuk
pemantapan pemahaman siswa.
Pelaksanaan kurikulum 1997 kecenderungan kepada pendekatan penguasaan
materi (content oriented), di antaranya sebagai berikut :
a. Beban belajar siswa terlalu berat karena banyaknya mata pelajaran dan
banyaknya materi/substansi setiap mata pelajaran.
b. Materi pelajaran dianggap terlalu sukar karena kurang relevan dengan tingkat
perkembangan berpikir siswa, dan kurang bermakna karena kurang terkait
dengan aplikasi kehidupan sehari-hari.
Permasalahan di atas terasa saat berlangsungnya pelaksanaan kurikulum 1994. Hal
ini mendorong para pembuat kebijakan untuk menyempurnakan kurikulum tersebut.
Salah satu upaya penyempurnaan itu diberlakukannya Suplemen Kurikulum 1999,
namun tidak berubah total.
Penyempurnaan kurikulum 1994 di pendidikan dasar dan menengah dilaksanakan
bertahap, yaitu tahap penyempurnaan jangka pendek dan penyempurnaan jangka
panjang. Usaha pemerintah maupun pihak swasta dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan terutama meningkatkan hasil belajar siswa dalam berbagai mata pelajaran
terus menerus dilakukan, seperti penyempurnaan kurikulum, materi pelajaran, dan proses
21
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh praktisi pendidikan,
khususnya dalam mata pelajaran matematika mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran
matematika di jenjang persekolahan merupakan suatu kegiatan yang harus dikaji terus
menerus dan jika perlu diperbaharui agar dapat sesuai dengan kemampuan murid serta
tuntutan lingkungan. Implementasi pendidikan di sekolah mengacu pada seperangkat
kurikulum. Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan pemerintah guna
meningkatkan mutu pendidikan adalah melakukan inovasi di bidang kurikulum.
Kurikulum 1994 perlu disempurnakan lagi sebagai respon terhadap perubahan struktural
dalam pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik sebagai konsekuensi logis
dilaksanakannya UU No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
(http://rbaryans.wordpress.com/2007/05/16).
Setiap mata pelajaran dirinci berdasarkan kompetensi apa yang mesti di capai siswa.
Kerancuan muncul pada alat ukur pencapaian kompetensi siswa yang berupa Ujian Akhir
Sekolah dan Ujian Nasional yang masih berupa soal pilihan ganda. Bila tujuannya pada
pencapaian kompetensi yang diinginkan pada siswa, tentu alat ukurnya lebih banyak
pada praktik atau soal uraian yang mampu mengukur sejauh mana pemahaman dan
kompetensi siswa. Alhasil, hasil KBK tidak memuaskan dan guru-guru pun tak paham
betul apa sebenarnya kompetensi yang diinginkan pembuat kurikulum.
22
1. Kompetensi peserta didik pada setiap aspek mata pelajaran dan bukan pada
penekanan penguasaan konten mata pelajaran itu sendiri.
2. Guru diberikan kewenangan untuk menyusun silabus yang sesuai dengan situasi dan
kondisi disekolah/daerah masing-masing sesuai dengan mata pelajaran yang
diajarkan.
3. Penilaian yang menekankan pada proses memungkinkan peserta didik untuk
mengeksplorasikemampuan secara optimal dibandingkan dengan penilaian yang
terfokus pada konten.
4. Bentuk pelaporan hasil belajar yang memaparkan setiap aspek dari suatu mata
pelajarn memudahkan evaluasi dan perbaikan terhadap kekurangan peserta didik
dalam kegiatan pembelajaran.
c. Kekurangan Kurikulum 2004, KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
1. Dalam kurikulum dan hasil belajar, indikator sudah disusun, padahal indikator
sebiaknya disusun oleh guru, karena guru yang paling tentang kondisi peserta didik
dan lingkungan.
2. Konsep KBK Sering mengalam perubahan termasuk pada urutan standar kompetensi
dan kompetensi dasar sehingga menyulitkan guru untuk merancang pembelajaran
secara berkelanjutan.
3. Paradigm guru dalam pembelajaran KBK masih seperti kurukulum-kurikulum
sebelumnya yang lebih pada teater oriented.
4. Memandang kompetensi sebagai entitas yang bersifat tunggal padahal kompetensi
merupakan complex.
B. Secara Khusus
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menekankan pembelajaran matematika
pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah, kemampuan berpikir logis, kritis,
dan kreatif, serta kemampuan mengkomunikasikan gagasan secara matematis.
Pembelajaran berpedoman pada tuntutan kompetensi yang diharapkan pada standar
kompetensi lulusan.
Pada bidang matematika Kurikulum berbasis kompetensi disusun dengan
pertimbangan agar setiap lulusan sudah dapat diukur seberapa jauh siswa memiliki
pengetahuan, penguasaan dan kompetensi minimal terhadap suatu bidang ilmu,
pengetahuan dan ketrampilan. Kurikulum berbasis kompetensi merupakan suatu format
yang menetapkan apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dalam setiap tingkatan.
Kompetensi adalah suatu pernyataan tentang apa yang sepantasnya dapat dilakukan
siswa secara terus menerus (tetap) dalam suatu kajian atau mata pelajaran pada suatu
tingkat tertentu. Dengan demikian kurikulum berbasis kompetensi merupakan pergeseran
penekanan dari isi (apa yang tertuang) ke kompetensi (bagaimana harus berfikir, belajar,
dan melakukan) dalam kurikulum.
Adapun kaitannya dengan pembeajaran matematika, pada tingkat atas, kompetensi
ditunjukkan dengan siswa mampu membeli barang berdasarkan kebutuhan dan
berdasarkan prinsip ekonomi, mampu memanfaatkan dengan baik serta mampu
menyusun skala prioritas kebutuhan. Dengan hal ini, selain prinsip ekonomi siswa juga
dituntut untuk memahami konsep matemaika. Kurikulum berbasis kompetensi
23
mempunyai dua keuntungan yaitu: menekankan pada belajar esensial dan bersifat lentur.
Oleh karena itu, diperlukan pendekatan secara tepat. Salah satu pendekatan pembelajaran
yang sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi adalah pendekatan kontekstual
(contextual teaching and learning). Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/CTL) adalah merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan
antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme
(Constructivism), bertanya Questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar
(Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian sebenarnya (Authentic
Assessment).
24
a. Ciri-Ciri KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran)
1. KTSP memberi kebebasan kepada tiap-tiap sekolah untuk menyelenggarakan
program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah, kemampuan peserta
didik, sumber daya yang tersedia dan kekhasan daerah.
2. Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
3. Guru harus mandiri dan kreatif.
4. Guru diberi kebebasan untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.
b. Kelebihan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran)
1. Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Mendorong para guru, kepala sekolah, dan pihak manajemen sekolah untuk semakin
meningkatkan kreativitasnya dalam penyelenggaraan program-program pendidikan.
3. KTSP memungkinkan bagi setiap sekolah untuk menitikberatkan dan
mengembangkan mata pelajaran tertentu yang aspektabel bagi kebutuhan siswa..
4. KTSP akan mengurangi beban belajar siswa yang sangat padat dan memberatkan
kurang lebih 20%.
5. KTSP memberikan peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk
mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan.
c. Kekurangan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran)
1. Kurangnya SDM yang diharapkan mampu menjabarkan KTSP pada kebanyakan
satuan pendidikan yang ada
2. Kurangnya ketersediaan sarana dan prasarana pendikung sebagai kelengkapan dari
pelaksanaan KTSP
3. Masih banyak guru yang belum memahami KTSP secara Komprehensif baik
konsepnya, penyusunanya maupun prakteknya di lapangan
4. Penerapan KTSP yang merokomendasikan pengurangan jam pelajaran akan
berdampak berkurangnya pendapatan guru.
B. Secara Khusus
Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata pelajaran matematika
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat,
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataanmatematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk
memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki
rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
25
Secara umum karakteristik Kurikulum Matematika 2006 adalah sebagai berikut:
1. Matematika dikembangkan sesuai SI dan SKL
2. Pada proses pembelajaran langsung mempelajari materi abstrak
3. Harus banyak menghafal rumus dalam menyelesaikan soal
4. Persoalan matematika selalu direduksi dengan angka
5. Tidak membiasakan siswa untuk berpikir secara kritis melainkan mekanis
6. Metode penyelesaian masalah matematis tidak terstruktur
7. Pada kelas IX diperkenalkan materi data dan statistik
8. Matematika eksak
Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan
matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan
dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika
yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi
tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami
masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan
solusinya.
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan
pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan
mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahapdibimbing untuk
menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah
diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat
peraga, atau media lainnya. Selain itu, perlu ada pembahasan mengenai bagaimana
matematika banyak diterapkan dalam teknologi informasi sebagai perluasan pengetahuan
peserta didik.
27
3. Menggunakan teknik penilaian yang bervariasi yaitu teknik penilaian yang dipilih
dapat berupa tertulis, lisan, produk, portofolio, unjuk kerja, proyek, pengamatan, dan
penilaian diri.
B. Secara Khusus
Ciri Khusus Bidang Matematika Kurikulum 2013
1. Mulai dari pengamatan permasalahan konkret, kemudian ke semi konkret, dan
akhirnya abstraksi permasalahan.
2. Rumus diturunkan oleh siswa dan permasalahan yang diajukan harus dapat
dikerjakan siswa hanya dengan rumus-rumus dan pengertian dasar (tidak hanya bisa
menggunakan tetapi juga memahami asal-usulnya).
3. Perimbangan antara matematika dengan angka dan tanpa angka [gambar, grafik,
pola, dsb]
4. Dirancang supaya siswa harus berfikir kritis untuk menyelesaikan permasalahan
yang diajukan.
5. Membiasakan siswa berfikir algoritmis.
6. Memperluas materi mencakup peluang, pengolahan data, dan statistik sejak kelas
VII serta materi lain sesuai dengan standar internasional.
7. Mengenalkan konsep pendekatan dan perkiraan.
8. Untuk jenjang SMA ada penambahan materi pelajaran yaitu irisan kerucut dan
distribusi binomial.
28
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Sejarah pendidikan Indonesia selalu naik turun terkadang maju dan pada saat yang
lain menjadi surut. Sejarah pendidikan Indonesia tentu saja memuat kurikulum di dalamnya
di mana dalam perjalanannya selalu terjadi perubahan, di mulai dari kurikulum 1947, 1968,
1975, 1984, 1994, CBSA, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) dan berbagai kurikulum lainnya yang lahir dari berbagai
kebijakan baik karena politik pendidikan atau pun karena untuk menyempurnakan sebuah
kurikulum yang telah ada agar mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik seperti yang
diinginkan.
Perubahan kurikulum yang terjadi bukan hanya terjadi karena terjadinya perubahan
stuktural pemimpin dalam lembaga pendidikan namun juga karena kebutuhan dunia
pendidikan ketika terjadinya perubahan kurikulum. Kalau dilihat lebih jauh masing-masing
kurikulum ini memiliki kelebihan dan kekurangan dari kurikulum yang satu dengan lainnya
oleh karenanya pemahaman dari pendidik dalam memahami dan menguasai sebuah
kurikulum sangatlah dibutuhkan agar antara pendidik dengan tujuan kurikulum sejalan
sehingga dapat tercapai tujuan kurikulum pendidikan saat itu.
Untuk menghasilkan sebuah proses pendidikan yang unggul, maka setiap kurikulum
harus ditata dan dikembangkan dengan sesuai ke butuhan masyarakat sehingga kurikulum
dituntut selalu dinamis meng ikuti perkembangan masyarakat dan ilmu pengetahuan,
mengalami perubahan, perbaikan bahkan pembaharuan terus menerus. Dalam sejarah
perkembangan kurikulum Nasional di Indonesia, pemerintah telah beberapa kali melakukan
perubahan baik dalam desain maupun pendekatannya yaitu pada tahun tahun 1947, 1950,
1964, 1968, 1975, 1984, 1994 suplemen 1999, 2004, dan 2006. Kalau dilihat dari
perkembangan kurikulum tersebut, terdapat dua karakteristik utama yang dapat menandai
perubahan yaitu dari desain model sentralistik ( administrative model) menuju desain model
desentralistik (grassroot model) dan dari teacher centerd menuju student centered. Setiap
desain kurikulum dari waktu kewaktu selalu terdapat keunggulan dan kelemahan. Tetapi
bukan itu sebenarnya yang harus menjadi fokus utama. Yang seharusnya menjadi fokus
utama dari sebuah kurikulum adalah bagaimana menyiapkan peserta didiknya agar mampu
29
menghadapi dan menyongsong kehidupannya menjadi lebih baik, bijaksana dan kreatif tanpa
harus mengikis kearifan budaya dan norma yang dimiliki bangsa.
30
DAFTAR PUSTAKA
Abong, R. (2015). Konstelasi Kurikulum Pendidikan di Indonesia. Jurnal At-Turats, 9(2), 37-
47.
Alhamuddin, A. Sejarah Kurikulum di Indonesia (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan
Kurikulum). Nur El-Islam, 1(2), 48-58.
Bakhtiar, dkk. 2015. Strategi dan Kendala Penerapan Kurikulum Tahun 1997 di IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28311/1/AMSAL%20BA
KHTIAR-FUF.pdf
Karli, H. (2014). Perbedaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan Kurikulum
2013 untuk Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Penabur, 5(22), 24-30.
Nana Sudjana. 1991. Pembinaan Dan Pengembangan Kurikulum Disekolah. Bandung: Sinar
Baru. Nasution, S. (1989), Kurikulum Dan Pengajaran, Jakarta : Bumi Aksara.
Nur Fitria Krismayantie, 2017, “KURIKULUM TAHUN 1952”, FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
BUMIAYU 2017
31