Anda di halaman 1dari 16

LOGBOOK

ANALISIS TINDAKAN 1 MINGGU KE 2

Jenis tindakan : Total Parenteral Nutrisi


Diagnosis medis : Ca. Sel squamosa esofagus
Diagnosis keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
tidak adekuat
Inisial pasien : Ny. HY
Tanggal dilakukan : 11/9/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. HY, usia 42 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan nyeri tenggorokan, sakit saat
menelan, dan penurunan nafsu makan. Klien terlihat kurus, pucat, riwayat penurunan BB
dalam 6 bulan terakhir (+) sekitar 15 kg. saat ini BB 29 Kg, TB 155 cm, IMT 12,07 Kg/m 2
(underweight), tonus otot kurang. Klien mengatakan badannya terasa lemas dan tidak
bertenaga. Pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai hemoglobin = 11,1 g/dL, trombosit =
67.103 /uL, eritrosit = 5310/uL, dan hematokrit = 32,4%, Alb 4,4, GDS 133 mg/dL,
SGOT/SGPT 30,9/26. Terapi yang diperoleh klien adalah kalbamin 10% amino acids 500
ml/24jam, lipofundin 100 ml/24jam, triofusin 500 ml/24jam, zinc tablet 20 mg/hari,
aminofluid 500 ml/24jam vit c 250 mg/hari.

ANALISIS TINDAKAN
Kanker esofagus adalah tumor ganas atau kanker esofagus atau pipa makanan yang
memungkinkan makanan untuk pindah dari mulut ke perut. Kanker esophagus terdiri dari
kanker sel skuamosa dan adenocarsinoma. Dalam kanker esofagus, sel kanker ganas
membentuk gumpalan jaringan atau tumor di mucosal lining (lapisan dalam) dari
kerongkongan dan akan tumbuh keluar melalui submukosa, lapisan yang membatasi
kerongkongan dan tenggorokan, dan lapisan otot tenggorokan. Pada pasien dengan kanker
esophagus mengalami kesulitan dalam menelan yang berakibat terjadinya gangguan
kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
Saat nutrisi secara oral tidak adekuat maka dapat diberikan tambahan nutrisi secara
parenteral. Hasil penelitian Pelzer et al. (2010) menyebutkan bahwa pemberian nutrisi
parenteral tambahan pada pasien kanker esofagus stadium lanjut memberikan hasil yang
positif terhadap status nutrisi pasien dimana tejadi peningkatan pada BMI dan penurunan
indeks ECM/BCM (ratio of extracellular mass to body cell mass). Tujuan terapeutik dari
pemberian nutrisi parenteral pada pasien kanker adalah:
- Mencegah dan mengatasi kakeksia
- Meningkatkan kepatuhan trerhadap pengobatan anti-tumor
- Mengontrol beberapa efek samping pengobatan anti-tumor
- Meningkatkan kualitas hidup
(Bozzetti et al., 2009).
Pada Ny. HY mendapat terapi kalbamin 10% amino acids 500 ml/24jam, lipofundin 100
ml/24jam, triofusin 500 ml/24jam dengan total kalori 2100 kcal. Sementara itu jika dilakukan
perhitungan kebutuhan kalori pasien dari nutrisi parenteral saja tidak mencukupi kebutuhan
kalori pasien (masih kurang sekitar 1000 kcal).
Berdasarkan rumus brocca, kebutuhan total kalori individu = kalori basal + koreksi aktivitas.
Kalori basal = BBI x 30 kcal
= (TB-100) – 10%(TB-100)} x 30 kcal
= (155-100)- 10%(155-100) x 30 kcal
= 49,5 x 30 = 1485 kcal.
Menderita penyakit kronik dapat dikategorikan sebagai tingkat aktivitas berat, sehingga
koreksi untuk tingkat aktivitas pasien ditambahkan 30% kalori dari kalori basal, sehingga
total kebutuhan kalori pasien adalah 1485 kcal, sehingga kekurangan kalori yang akan
diperoleh dari nutrisi peroral adalah 615 kcal.

REFERENSI
Bozzetti, F., et al. (2009). ESPEN Guidelines on parenteral nutrition: Non-surgical oncology.
Clinical Nutrition, 28, 445-454.
Pelzeret, U., et al. (2010). Parenteral nutrition support for patients with pancreatic cancer.
Results of a phase II study. BMC Cancer, 10, 86. doi:10.1186/1471-2407-10-86.
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 2 MINGGU KE 2

Jenis tindakan : ROM aktif dan pasif


Diagnosis medis : Ca. serviks, DM type 2
Diagnosis keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Inisial pasien : Ny. L
Tanggal dilakukan : 12/9/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. L masuk rumah sakit dengan Ca serviks meta usus, dan DM type 2. Pasien dengan BB
102 kg, sangat sulit untuk mobilisasi. ADL dibantu penuh oleh perawat dan keluarga.
Kekuatan otot ekstremitas atas pasien 3333/4444, dan ekstremitas bawah 3333/3333. Pasien
tidak dapat melakukan pergerakan tanpa bantuan perawat. Oleh karena itu, perlu dilakukan
latihan ROM aktif dan pasif kepada pasien.

ANALISIS TINDAKAN
Latihan range of motion (ROM) merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses
rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada
pasien dengan tirah baringlama. Latihan ini adalah salah satu bentuk intervensi fundamental
perawat yang dapat dilakukan untuk keberhasilan regimen terapeutik bagi pasien dan dalam
upaya pencegahan terjadinya kondisi cacat permanen pada pasien paska perawatan di rumah
sakit sehingga dapat menurunkan tingkat ketergantungan pasien pada keluarga. Lewis (2007)
mengemukakan bahwa sebaiknya latihan pada pasien tirah baring lama dilakukan beberapa
kali dalam sehari untuk mencegah komplikasi. Oleh karena itu, untuk menilai latihan ROM
aktif dan pasif dapat meningkatkan mobilitas sendi sehingga mencegah terjadinya berbagai
komplikasi.
Prinsip dasar dalam latihan ROM, adalah sebagai berikut:
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa,
tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan,
siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di
curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan
rutin telah di lakukan. 
Tujuan dilakukan latihan ROM adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan atau memelihara fleksibilitas dan kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur
5. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
Pada Ny. L, ROM dilakukan setiap selesai mengganti alas tempat tidur dan setelah
memberihkan pasien serta menggantikan baju pasien. ROM dilakukan sebagi upaya
mobilisasi untuk melatih kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah pasien untuk mencegah
kekakuan akibat tirah baring lama dan memperlancar sirkulasi darah ke perifer.

REFERENSI
Lewis. (2007). Medical surgical nursing. 7 th edition. St.Louis : Missouri.MosbyYear Book,
Inc
Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Edisi
4. Jakarta: EGC
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 3 MINGGU KE 2

Jenis tindakan : Pemasangan Diuretic Catheter


Diagnosis medis : Ca. Gaster
Diagnosis keperawatan : resiko gangguan integritas kulit b.d imobilisasi
Inisial pasien : Ny. WN
Tanggal dilakukan : 13/9/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. WN, usia 51 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan nyeri ulu hati, dan ulkus pada
kaki kanan dan kiri. Pasien tidak dapat berjalan. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat massa
di ulu hati, pasien mengatakn sering mual dan muntah jika minum banyak. BAB konstipasi,
pasien mengatakan susah untuk menahan untuk BAK, pasien terlihat sering basah, BAK
sering merembes dan pasien cenderung mengalami gatel pada kulit punggung. Hasil
pemeriksaan lab ur/cr 143/1,6 dengan eGFR 37, kalium 6,39 mEq/L. Pasien dilakukan
observasi output urin. Oleh karena itu, pada pasien diperlukan pemasangan diuretic kateter.

ANALISIS TINDAKAN
Kateterisasi urin jangka pendek dapat digunakan untuk pemantauan urin yang tepat pada
penyakit akut. Dimana dari hasil lab pada pasien, terlihat ureum dan creatinine serta eGFR
dan kalium yang tinggi serta pengeluaran urin yang cenderung banyak yang mengarah kepada
kejadian gagal ginjal akut. Gagal ginjal akut adalah penurunan laju filtrasi glomerulus secara
tiba-tiba, sering kali dengan oliguri, peningkatan kadar urea dan kreatinin darah, serta
asidosis metabolic dan hiperkalemia (Prince, Wilson, 2005).
Adapun prosedur pemasangan kateter yaitu:
Tahap Pra Interaksi
1)     Mengucapkan salam terapeutik
2)     Memperkenalkan diri
3)     Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan  tindakan yang
akan dilaksanakan.
4)     Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/keluarganya
5)     Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.
6)     Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
7)     Privacy klien selama komunikasi dihargai.
8)     Memperlihatkan kesabaran , penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama
berkomunikasi dan melakukan tindaka.
9)     Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

Tahap Orientasi
1.    Memperkenalkan diri
·         Mengucapkan salam terapeutik dan memeprkenalkan diri
·         Validasi data : nama klien dan data lain terikat
2.    Meminta persetujuan tindakan
·         Menyampaikan/menjelaskan tujuan tindakan
·         Menyampaikan/menjelaskan langkah-langkah prosedur
3.    Membuat kontrak dan kesepakatan untuk pelaksanaan tindakan

Tahap Interaksi
1. Memberikan sampiran dan menjaga privacy
2. Mengatur posisi pasien (wanita:posisi dorsal recumbent, pria:posisi supine dan
melepaskan pakaian bawah
3. Memasang perlak, penglas di bawah bokong pasien
4. Menutup  area pinggang dengan selimut pasien serta menutup bagian ekstremitas
bawah dengan selimut mandi sehingga hanya area perineal yang terpajan
5. Meletakkan nierbekken di antara paha pasien
6. Menyiapkan cairan antiseptic ke dalam kom
7. Gunakan sarung tangan bersih
8. Membersihkan genetalia dengan cairan antiseptic
9. Buka sarung tangan dan simpan nierbekken atau buang ke kantong plastic yang telah
disediakan
10. Buka bungkusan luar set kateter dan urin bag dan kemudian simpan di alas steril. Jika
pemasangan kateter dilakukan sendiri, maka siapkan KY jelly di dalam bak sterik.
Jangan menyentuh area steril
11. Gunakan sarung tangan steril
12. Buka sebagian bungkusan dalam kateter, pegang kateter dan berikan jelly pada ujung
kateter (dengan meminta bantuan atau dilakukan sendiri) dengan tetap
mempertahankan teknik steril
Pada wanita
13. Buka labio minora menggunakan ibu jari dan telunjuk atau telunjuk dengan jari
tengah tangan tidak dominan
14. Dengan menggunakan pinset atau tangan dominan, masukkan kateter perlahan-lahan
hingga ujung kateter. Anjurkan pasien untuk menarik nafas saat kateter dimasukkan.
Kaji kelancaran pemasukan kateter jika ada hambatan berhenti sejenak kemudian
dicoba lagi. Jika masih ada tahanan kateterisasi dihentikan.
15. Pastikan nierbekken yang telah disiapkan berasa di ujung kateter agar urine tidak
tumpah. Setelah urin mengalir, ambil specimen urin bila diperlukan. Lalu segera
sambungkan kateter dengan urine bag
16. Kembangkan balon kateter dengan aquadest/NaCl steril sesuai volume yang tertera
pada label spesifikasi kateter yang dipakai
17. Tarik kateter keluar secara perlahan untuk memastikan balon kateter sudah terfiksasi
dengan baik dalam vesika urinaria.
18. Bersihkan jelly yang tersisa pada kateter dengan kasa
19. Fiksasi kateter:
· Pada pasien laki-laki difiksasi dengan plester pada abdomen
· Pada pasien wanita kateter difiksasi dengan plester pada pangkal paha
20. Menempatkan urine bag di tempat tidur pada posisi yang lebih rendah dari kandung
kemih
21. Lepaskan duk dan pengalas serta bereskan alat
22. Lepaskan sarung tangan
23. Rapihkan kembali pasien

Tahap Terminasi
1.    Menginformasikan hasil tersebut kepada klien dan evaluasi tujuan
2.    Kontrak pertemuan selanjutnya dan mengucapkan salam terminasi
3.    Merapikan alat dan mengembalikan ke tempat semula (ruang penyimpanan).
4.    Mencuci tangan
Tahap Evaluasi
1.    Mengobservasi respon klien selama dan sesudah prosedur pemasangan kateter.
2.    Mengevaluasi produksi urine     
Tahap Dokumentasi
1.    Mencatat prosedur dan respon klien selama prosedur
2.    Mencatat waktu tindakan (hari tanggal, jam).
3.    Mencatat nama perawat yang melakukan tindakan/tanda tangan
Indikasi dalam pemasangan kateter urin yaitu :
1. Retensi Urine akut dan kronis
2. Mehjkjnampung arus urine yang keluar terus menerus pada pasien dengan kesulitan
menahan kencing,sebagai hasil dari gangguan neurologis yang menyebabkan
kelumpuhan atau hilangnya sensasi yang mempengaruhi buang air kecil.
3. Perlu untuk pengukuran akurat dari output urine pada pasien dengan sakit kritis.
4. Penggunaan perioperatif untuk beberapa prosedur bedah.
5. Pasien yang menjalani operasi urologi atau operasi lain pada stuktur yang berdekatan
pada saluran genitourinaria.
6. Durasi operasi yang diduga berkepanjangan.
7. Pemantauan output urine intra-operatif.
8. Untuk membantu dalam penyambuhan luka terbuka pada sacrum atau perineum pada
pasien yang juga mengalami inkontinensia.
9. Pasien yang memerlukan imobilisasi  berkepanjangan.
10. Untuk memungkinkan irigasi kandung kemih.
11. Memfasilitasi lancarnya buang air kecil dan menjaga integritas kulit (ketika
penanganan konservatif yang lain tidak berhasil).
12. Meningkatkan kenyamanan pasien (jika diperlukan).
KontraIndikasi pemasangan Kateter urin adalah :
1. Prostatitis Akut karena adanya peradangan pada prostat yang sehingga jalan uretra
menyempit. Bila terus dilakukan akan terjadi laserasi pada prostat.
2. Kecurigaan trauma uretra, seperti striktur uretra dikhawatirkan akan terjadinya
kerusakan struktur uretra dan hemoragic.

REFERENSI
Nicolle LE. 2014. Catheter Associated urinary tract infection. Antimicrob Resist Infect
Control. 
Loeb M, Hunt D, O’Halloran K, et al. Stop Orders to Reduce Inappropriate Urinary
Catheterization in Hospitalized Patients: A Randomized Controlled Trial. J Gen Intern
Med. 2008; 23(6): 816–20.

Price,Sylvia and Wilson,lorainne.2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC


LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 4 MINGGU KE 2

Jenis tindakan : Pemeriksaan EKG


Diagnosis medis : Ca. gaster
Diagnosis keperawatan : resiko penurunan curah jantung b.d iskemia miokard
Inisial pasien : Ny. WN
Tanggal dilakukan : 14/9/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. WN, usia 51 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan nyeri ulu hati, dan ulkus pada
kaki kanan dan kiri. Pasien tidak dapat berjalan. Dari hasil pemeriksaan fisik terdapat massa
di ulu hati, pasien mengatakn sering mual dan muntah jika minum banyak, kalium 6,39
mEq/L. Dari hasil rontgen thorax terlihat adanyan kardiomegali dengan CTR > 50%. Untuk
pemeriksaan lanjutan diperlukan pemeriksaan EKG untuk mengetahui kelistrikan jantung
pasien.

ANALISIS TINDAKAN
Pemeriksaan ektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan kesehatan terhadap aktivitas
elektrik (listrik) jantung. Elektrokardiogram adalah rekaman aktivitas elektrik jantung sebagai
grafik jejak garis pada kertas grafik. Bentuk jejak garis yang naik dan turun tersebut
dinamakan gelombang (wave). Proses perekaman aktivitas listrik jantung dalam bentuk
grafik disebut elektrokardiografi.
Jantung adalah pompa otot yang terdiri dari empat ruang. Dua ruang sebelah atas disebut
serambi (atrium), dan dua ruang sebelah bawah disebut Bikik (ventrikel). Sistem elektrik
alami menyebabkan otot jantung berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh.
Pemeriksaan EKG bertujuan untuk menilai kerja jantung, apakah normal atau tidak normal.
Beberapa hal yang dapat ditunjukkan oleh pemeriksaan EKG adalah:
1. Laju (kecepatan) denyut jantung
2. Ritme denyut jantung
3. Kekuatan dan “timing” sinyal listrik saat melewati masing-masing bagian jantung.
Tes EKG dilakukan untuk beberapa keperluan antara lain.
1. Memeriksa aktivitas elektrik jantung
2. Menemukan penyebab nyeri dada, yang dapat disebabkan serangan jantung, inflamasi
kantung sekitar jantung (perikarditis), atau angina.
3. Menemukan penyebab gejala penyakit jantung, seperti sesak napas, pusing, pingsan,
atau detak jantung lebih cepat atau tidak beraturan (palpitasi).
4. Mengetahui apakah dinding ruang-ruang jantung terlalu tebal (hypertrophied)
5. Memeriksa seberapa baik kerja suatu obat dan apakah obat tersebut memiliki efek
samping terhadap jantung.
6. Memeriksa apakah suatu alat mekanis yang dicangkok  dalam jantung, misalnya
pacemaker, bekerja dengan baik untuk mengendalikan denyut jantung.
7. Memeriksa kesehatan jantung pada penderita penyakit atau kondisi tertentu, seperti
hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, atau  penyakit lainnya.
Prosedur pemeriksaan EKG adalah sebagai berikut.
1. Perawat mencuci tangan
2. Memasang Arde
3. Menghidupkan monitor EKG
4. Membuka dan melonggarkan pakaian bagian atas pasien serta melepas jam tangan,
gelang dan logam lain.
5. Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas alcohol pada daerah dada,
kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai di lokasi pemasangan manset electrode
6. Mengoleskan Jelly EKG pada permukaan electrode. Bila tidak ada jelly, gunakan
kapas basah
7. Menyambungkan Kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai
pasien, untuk merekam ekstremitas lead ( Lead I, II, III, aVR, aVF, AVL) dengan
cara sbb :
a. Warna Merah pada Tangan Kanan
b. Warna Hijau pada Kaki Kiri
c. Warna Hitam pada Kaki Kanan
d. Warna Kuning pada Tangan Kiri
8. Memasang Elektrode dada untuk rekaman Precordial Lead sbb :
a. V1 : Spatium Interkostal (SIC) ke IV pinggir kanan sternum
b. V2 : SIC ke IV sebelah pinggir kiri sternum
c. V3 : ditengah diantara V2 dan V4
d. V4 : SIC ke V garis mid klavikula kiria
e. V5 : Sejajar V4 garis aksilaris kiri
f. V6 : Sejajar V6 garis mid aksilaris
g. V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai)
h. V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai)
i. V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai)

9. Melakukan Kalibrasi 10mm dengan keadaan 25 mm/volt/ detik


10. Membuat rekaman EKG secara berurutan sesuai dengan pilihan Lead yang terdapat
pada mesin EKG
11. Melakukan Kalibrasi kembali setelah perekaman selesai
12. Memberi  identitas pasien  hasil rekaman  : nama, umur, tanggal dan jam rekaman
serta nomor Lead dan nama pembuat rekaman EKG
Hal yang perlu diperhatikan selama pemeriksaan yaitu:
1. Menjaga Privasi pasien
2. Memperhatikan respons pasien selama pemeriksaan
3. Memperlihatkan sikap keramah-tamahan
4. Menujukkan sikap yang sopan
Dari hasil pemeriksaan EKG Ny. Wn, sinus rhythm, komplek QRS normal, lebar gel. P 0,8
detik, terlihat ST elevasi pada lead II. Adanya ST elevasi menandakan terjadinya infark
miokard pada pasien. Oleh karena itu, perlu pemeriksaan khusus lanjutan, berupa
ecokardiogram untuk mengetahui fungsi jantung lebih lanjut.

REFERENSI
Emmy Soekresno S. Pd.(2007). Mengenali kardio faskuler. Sumber : Komisi Perlindungan
Anak Indonesia.
Rampengan, S. H. (2014). Buku Praktis Kardiologi. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
Marilynn & Lee. (2011). Seri Panduan Praktis Keperawatan Klinis. Jakarta: Erlangga
Surya Darma. (2010). Sistematika Intrepetasi Ekg. Jakarta: EGC
LOGBOOK
ANALISIS TINDAKAN 5 MINGGU KE 2

Jenis tindakan : Pengambilan darah vena


Diagnosis medis : Spindle cell carsinoma
Diagnosis keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, ketidakseimbangan antara
suplai O2 dan pemakaian
Inisial pasien : Ny. PWT
Tanggal dilakukan : 15/9/2017
Ruang : Kamar 420 Lt. 4A RSCM

PENDAHULUAN
Ny. PWT, usia 41 tahun, datang ke Poli RSCM dengan keluhan timbul benjolan pada lutut
bagian belakang, pasien riwayat operasi kasus yang sama pada tahun 2014, benjolan timbul
dengan diameter 7 cm, teraba keras, tidak sakit. Pasien rencana kemoterapi siklus ke 4. Klien
terlihat lemah, pucat, riwayat penurunan BB dalam 6 bulan terakhir (+) sekitar 25 kg.
Pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai hemoglobin = 9 g/dL, trombosit = 450.103 /uL,
leukosit = 4,17.103/uL, eritrosit = 3,11.106/uL, dan hematokrit = 24,9%. Sebelum menjalani
kemoterapi, pasien akan mendapat transfuse eritrosit untuk menaikkan kadar Hb dalam darah.
Oleh karena itu, diperlukan pemeriksaan darah lengkap terbaru dari pasien.

ANALISIS TINDAKAN
Packed Red Cells (PRC) adalah modalitas terapi yang umum digunakan untuk mengobati
pasien anemia yang hanya membutuhkan komponen sel darah merah saja, contohnya
anemia pada pasien gagal ginjal kronik, keganasan atau thalasemia. Memang tidak semua
faskes memiliki akses untuk memberikan terapi PRC, namun mengetahui indikasi
pemberian PRC penting bagi dokter di puskesmas dan klinik pratama. Rumus transfusi
packed red cell penting dipahami oleh dokter IGD dalam upaya transfusi PRC pada pasien.
Dalam satu kantung PRC standar diperkirakan volume PRC sekitar 150-300 mL, dengan
massa sel darah merah mendekati 100-200 mL.
PRC diberikan kepada pasien yang mengalami anemia dengan defisiensi hanya pada sel
darah merah saja, contohnya pada pasien dengan anemia pada gagal ginjal. Dosis
pemberian PRC ditentukan dari klinis pasien, bukan dari nilai Hb atau hematokrit semata.
PRC memiliki fungsi sebagai pembawa oksigen (seperti eritrosit), sehingga pada pasien
gagal ginjal yang mengalami anemia dapat ditingkatkan oksigenasi jaringan tanpa harus
membebani tubuh dengan beban volume yang berlebih. Adapun rumus transfuse PRC
adalah (Hb target - Hb saat ini) x BB x 3 (Chapman. et.al, 1998).

Dalam kegiatan pengumpulan sampel darah dikenal istilah phlebotomy yang berarti proses


mengeluarkan darah. Suatu cara pengambilan darah vena yang diambil dari vena dalam fossa
cubiti, vena saphena magna / vena supervisial lain yang cukup besar untuk mendapatkan
sampel darah yang baik dan representative dengan menggunakan spuit.
Dalam praktek laboratorium klinik, ada 3 macam cara memperoleh darah, yaitu : melalui
tusukan vena (venipuncture), tusukan kulit (skinpuncture) dan tusukan arteri atau nadi.
Venipuncture adalah cara yang paling umum dilakukan, oleh karena itu istilah phlebotomy
sering dikaitkan dengan venipuncture.
Yang perlu diperhatikan adalah:
1. Pemasangan turniket (tali pembendung)
pemasangan dalam waktu lama dan terlalu keras dapat menyebabkan
hemokonsentrasi (peningkatan nilai hematokrit/PCV dan elemen sel), peningkatan
kadar substrat (protein total, AST, besi, kolesterol, lipid total)
2. Melepas turniket sesudah jarum dilepas dapat menyebabkan hematoma
Jarum dilepaskan sebelum tabung vakum terisi penuh sehingga mengakibatkan
masukknya udara ke dalam tabung dan merusak sel darah merah.
3. Penusukan
penusukan yang tidak sekali kena menyebabkan masuknya cairan jaringan sehingga
dapat mengaktifkan pembekuan. Di samping itu, penusukan yang berkali-kali juga
berpotensi menyebabkan hematoma.
tutupkan jarum yang tidak tepat benar masuk ke dalam vena menyebabkan darah
bocor dengan akibat hematoma
5. Kulit yang ditusuk masih basah oleh alkohol menyebabkan hemolisis sampel akibat
kontaminasi oleh alcohol, rasa terbakar dan rasa nyeri yang berlebihan pada pasien
ketika dilakukan penusukan

REFERENSI
Chapman JF, Forman K, Kelsey P, Wood JK. Guidelines on the clinical use of leucocyte-
depleted blood components. Transfus Med 1998; 8:59-71.
Guidelines for the blood transfusion services in the United Kingdom. Joint United Kingdom
(UK) Blood Transfusion and Tissue Transplantation Services Professional Advisory
Committee. London; 2013.

Anda mungkin juga menyukai