Anda di halaman 1dari 9

Radioterapi Pelvik Intensitas Termodulasi pada Kanker Endometrium Berisiko Tinggi

Tujuan : Berdasarkan survey nasional, penggunaan intensity modulated radiation therapy


(IMRT) dalam kanker ginekologi sedang meningkat, namun ada beberapa keengganan
untuk mengadopsi terapi lanjutan IMRT sebagai praktek standar. Tujuan penelitian ini
adalah untuk melaporkan pengalaman sebuah institusi dalam menggunakan IMRT post
operatif dengan atau tanpa kemoterapi pada kanker endometrium berisiko tinggi.
Metode : Dari 11/2004 hingga 12/2009, 46 pasien menjalani histerektomi/bilateral
salpingo-oophorectomy untuk mengatasi kanker endometrium tingkat I – III (22% tingkat I
dan 78% tingkat III). Median dosis IMRT adalah 50,4Gy. Kemoterapi lanjutan diberikan
pada 30 (65%) pasien.
Hasil : Dengan median tindak lanjut 52 bulan, 4 pasien mengalami kekambuhan : 1
metastase ke vagina dan paru – paru, 2 pada para-aortic yang terisolasi, dan 1 metastase
paru dan hati. Angka kekambuhan 5 tahun adalah 9% (95% CI, 0–13.6%). Survival bebas
penyakit selama 5 tahun (disease-free survival/DFS) adalah 88% (95% CI, 77–98%) dan
keseluruhan survival (OS) adalah 97% (95% CI, 90–100%). Ada 2 pasien dengan
toksisitas non-haematological tingkat 3 : 1 (2%) akut dan 1 (2%) toksisitas gastrointestinal
kronis. Pada pasien yang ditangani dengan IMRT dan kemoterapi (n=30), 5 memiliki
leucopenia tingkat 3, 8 anemia tingkat 2, dan 2 trombositopenia tingkat 2.
Kesimpulan : hasil luaran onkologi IMRT post operatif sangat baik, dengan angka DFS
dan OS >88% dengan median tindak lanjut 52 bulan, meskipun penyakit tingkat III
memiliki pengaruh yang lebih besar (78%). Toksisitas minimal meskipun dengan
pendekatan trimodalitas agresif (65% pasien). Data dari penelitian ini dan data dari uji
RTOG 0418 menunjukkan keuntungan penggunaan IMRT pada kanker endometrium
berisiko tinggi.

Pendahuluan
Peranan radioterapi pelvis post operatif (RT) pada kanker endometrium dihadapkan dengan
berbagai tantangan. Bagi pasien dengan penyakit tahap awal, RT intravaginal
menunjukkan hasil yang sama dengan RT pelvis dengan toksisitas rendah. pada penyakit
yang lebih berat, peningkatan pemanfaatan kemoterapi lanjutan dan RT lanjutan masih
menimbulkan pertanyaan. Meskipun demikian, pasien dengan penyakit tahap awal dengan
risiko tinggi-sedang dirandom oleh Gynecology Oncology Group (GOG) untuk menjalani
RT pelvis atau RT intravaginal/kemoterapi, atau percobaan 429. RT pelvis/kemoterapi juga
dibandingkan dengan RT pelvis saja dalam percobaan PORTEC-3, dan dengan kemoterapi
saja pada percobaan GOG 258. Hal ini mengindikasikan bahwa RT pelvis tidak
sepenuhnya diabaikan, namun pencarian alternatif yang dapat meningkatkan rasio
terapeutik masih dibutuhkan.
IMRT telah dianggap sebagai pengganti, dengan manfaat utama IMRT adalah
memungkinkan pemberian dosis terapeutik yang lebih tinggi pada target onkologi dan
mengambat dosis ini menyerang jaringan yang sehat. Beberapa penelitian telah
menunjukkan manfaat IMRT dibandingkan RT konvensional terutama dalam hal toksisitas,
termasuk pada pasuen yang ditangani dengan kemoterapi lanjutan. Data terbaru telah
menunjukkan bahwa delineasi volume, gerakan organ, dan indeks masa tubuh akan
mengganggu penggunaan IMRT pada kanker endometrium, hal ini menunjukkan bahwa
teknik ini telah banyak digunakan. Namun, masih ada keraguan untuk menggunakan IMRT
sebagai praktek standar, terutama bagi pembayaran pihak ketiga, karena kurangnya data
mengenai hasil luaran onkologi. Tujuan penelitian ini adalah untuk melaporkan
pengalaman sebuah institusi dalam menggunakan IMRT pelvis dengan atau tanpa
kemoterapi pada 46 kanker endometrium risiko tinggi yang ditangani sejak tahun 2004 –
2009 dengan median follow up 52 bulan.

Metode
Pasien
Untuk tujuan penelitian ini, seluruh pasien kanker endometrium yang menjalani
histerektomi/bilateral salphingo-oophorectomy yang dilanjutkan dengan terapi radiasi sinar
eksternal post operatif menggunakan teknik IMRT sejak Novemver 2004 – Desember 2009
masuk dalam penelitian ini. Tidak ada pasien yang menerima RT intravaginal sebagai
bagian dari penanganannya. Pasien yang telah menjalani pembedahan atau IMRT diluar
institusi dieksklusi; seluruh penanganan yang diberikan dilakukan dengan tujuan kuratif.
Penelitian retrospektif ini telah disetujui oleh Dewan Peninjau Internal institusi. Ditemukan
46 pasien yang memenuhi kriteria.

Terapi Radiasi
Seluruh pasien dalam penelitian ini menjalani Tomografi Komputer (CT) dengan simulasi
dan perencanaan menggunakan posisi supine yang memastikan tidak ada mobilisasi.
Pasien diberikan kontras usus kecil secara intravena; kontras rectal (50 3 barium terdilusi)
diberikan menggunakan kateter rectal untuk membatasi rectosigmoid dan rectum, dan
kontras vaginal (15 - 203 barium terdilusi) dimasukkan untuk membatasi kubah vagina.
Pembentukan kontur dilakukan dengan cara yang sama dengan konsensus Radiation
Therapy Oncology Group (RTOG). Untuk limfatik, pembuluh darah internal, eksternal,
dan distal di kontur dan dua ekspansi konsekutif 7 mm dipasang untuk membentuk
planning target volume (PVT) nodus limfa. Untuk memperhitungkan pergerakan vagina,
berdasarkan pengisian bladder, RTOG merekomendasikan untuk melakukan simulasi CT
dengan bladder penuh dan kosong. Dua hasil pemindaian ini lalu disatukan untuk
membentuk internal target volume (ITV). Dalam institusi kami, kontras digunakan untuk
memberikan gambaran lebih jelas kontur vagina, yang mengembang setidaknya 2 cm
untuk membentuk CTV vaginam dan bertambah 1 cm untuk membentuk PTV vagina.
Pengembangan 2 cm untuk membentuk CTV vagina berdasarkan data yang menunjukkan
bahwa posisi vagina dapat berpindah sekitar 2 cm sesuai dengan pengisian bladder.
Panjang vagina termasuk PTV vagina biasanya hampir 2/3 dari vagina sekitar 5 – 7 cm
berdasarkan anatomi pelvis. Nodus limfa pelvis dan PTV vagina digunakan bersama –
sama untuk merencanakan pemberian dosis. Rata – rata luas lapang cephalad adalah sekitar
jarak intervertebral L5 – S1 untuk pelvis dan T12-L1 untuk lapang para-aortic.
Rencana perawatan dilakukan menggunakan sistem penanganan in-house. Kendala
jaringan normal adalah sebagai berikut : ≤ 45 gy untuk usus, atau D0.5% ≤50 Gy, tanpa
hot spot; ≤45 Gy untuk femur atau dosis maksimal ≤52 Gy dan D0.5% 50 Gy; ≤33% V18
Gy ke ginjal (masing-masing ginjal); ≤50 Gy dosis maksimal ke kaudal; D0.5% ≤50.4 Gy
ke bladder yang tidak diwarnai dengan PTV, tanpa hot spot; dan D0.5% ≤50.4 Gy ke
rectum yang tidak diwarnai dengan PTV.
Kriteria target dibuat untuk menyediakan jangkauan yang sama ke PTV dan mencegah
kekuarangan dosis; kriteria penanganan harus spesifik karena Dmax PTV harus ≤110%,
D95% harus ≤98% dan V95% harus ≤98%. Harus diingat bahwa jangkauan sangat
konsisten dengan lapang konvensional; IMRT berbeda karena membatasi jaringan normal
ke dosis yang dijelaskan diatas.

Follow-Up
Seluruh pasien dipantau selama penanganan minimal 1 kali perminggu yang dilakukan
oleh onkolog yang memberikan radiasi. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan darah.
Follow-up dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik, penggambaran, pap smear,
perhitungan darah lengkap, dan kimia umum. Penentuan tingkat toksisitas berdasarkan
Common Terminology Criteria for Adverse Events (CTCAE) versi 3.0 dengan grade
tertinggi toksisitas yang teramati pada tiap pasien.

Statistik
Pengukuran seluruh hasil luaran dilakukan dari pembedahan hingga munculnya masalah.
Survival seluruhnya (overall survival/OS) didefinisikan sebagai terjadinya kematian karena
penyebab apapun. Survival bebas penyakit (Disease free survival/DFS) didefinisikan
sebagai waktu terjadinya kegagalan pada vagina, pevis atau organ dekat lainnya. Pasien di
sensor sejak waktu follow up terakhir atau jika terjadi kematian. Hasil luaran diestimasi
menggunakan metode Kaplan – Meier dan fungsi kumulatif insiden; confidence interval
pada waktu median follow-up dihitung menggunakan interval Wilson dengan continuity
correction. Log rank test dan regresi Cox Proportional Hazard digunakan untuk analisis
univariat. Pengujian statistik dilakukan menggunakan SPSS versi 20.00.

Hasil
Pasien
Usia rata – rata adalah 63 tahun (rentang, 35 – 84 tahun) Tipe histerektomi dan bilateral
salpingo-oophorectomy adalah terbuka pada 25/46 pasien (54%) dan ivasif minal pada 21
(46%). Sitologi perineal dilakukan pada 46 pasien dan hasilnya positif pada 10 pasien
(22%). Sampling nodus limfa pelvis dilakukan pada 44/46 pasien (96%); median jumlah
nodus adalah 15 (rentang 2- 48). Ada 25/46 pasien (54%) yang memiliki nodus pelvis
positif. Nodus para-aortic disampling pada 30/46 pasien (65%) (median 4 nodus, rentang 2
– 13). Ada 8/46 pasien (17%) yang memiliki nodus para – aortic positif.
Ada 4 pasien dalam stadium IB (9%), yaitu, invasi miometrium yang mendalam: 6 (13%)
Stadium II, yaitu, invasi stroma serviks, 10 (22%) stadium IIIA, 18 (39%) tahap IIIC-1,
dan 8 (17%) stadium IIIC-2 pasien.Hasil pemeriksaan histologist adalah 39 (85%)
endometrioid, 3 (7%) papiler serosa, 2 (4%) clear sel, dan 2 (4%) campuran. Dari 4 pasien
dengan penyakit stadium FIGO 2.009 IB, semua memiliki risiko tinggi sedang berdasarkan
stratifikasi risiko Gynecologic Oncology Grup (GOG).
Dosis rata-rata IMRT adalah 50,4 Gy (kisaran, 18-50,4) diberikan pada 1,8 Gy per fraksi.
Hanya 2 (4%) pasien menerima dosis ≤45 Gy, satu sampai 18 Gy dan lainnya 34,2 Gy.
Kemoterapi diberikan kepada 30/46 (65%) pasien, bersamaan dengan IMRT pada 23
dan berurutan pada 7 pasien. Pendekatan yang paling umum adalah cisplatin / IMRT
secara bersamaan diikuti oleh carboplatin / paclitaxel (20/30 [67%]).

Hasil Luaran
Dari 46 pasien dalam penelitian ini, 4 (9%) kambuh (semua menerima kemoterapi pada
saat awal). Satu pasien mengalami metastasis paru soliter yang dieksisi, kemudian
berlanjut ke kekambuhan vagina pada fourchette posterior, yang juga dieksisi dan diikuti
dengan RT pascaoperasi. Yang menarik, pasien ini berhenti melakukan pengobatan IMRT
di 34,2 Gy karena diare grade 3. Dua pasien mengalami kekambuhan para-aorta terisolasi,
satu pasien memiliki sampel 9 nodus para-aorta negatif dan yang lainnya tidak dilakukan
pengambilan sampel. Pengobatan untuk kekambuhan pada kedua kasus dilakukan dengan
reseksi bedah diikuti dengan RT pasca operasi dalam satu kasus dan kemoterapi yang lain.
Pasien keempat mengalami metastasis ke paru-paru dan hati, dan ditangai dengan
kemoterapi, dan akhirnya menyerah pada penyakitnya. Tidak ada kekambuhan pada
panggul dan vagina. Dengan median follow-up 52 bulan (kisaran, 17-91 bulan), tingkat
kekambuhan 5 tahun vagina adalah 2% (95% CI, 0-6,6%), kekambuhan para-aorta adalah
4% (95% CI,0-10,6%), dan kekambuhan di organ yang lebih jauh 7% (95% CI, 0-14).
Tingkat kekambuhan 5 tahun adalah 9% (95% CI, 0-13,6%). Angka survival bebas
penyakit 5 tahun (DFS) adalah 88% (95% CI, 77-98%) dan tingkat OS adalah 97% (95%
CI, 90 - 100%) seperti ditunjukkan pada Gambar. 2.
Analisis univariat dilakukan untuk mengidentifikasi apakah ada korelasi antara hasil luaran
dan faktor prognostik potensial dalam kelompok ini. Faktor-faktor yang dinilai adalah usia
≥ 60 tahun, invasi miometrium dalam (≥ 50), kehadiran invasi lymphovascular, histologi
agresif (endometrioid grade 3, serosa papiler, clear cell), keterlibatan stroma serviks,
keterlibatan nodus, stadium pembedahan (I / II vs III), dan penggunaan kemoterapi
adjuvan. Dengan menggunakan log-rank test pada kurva Kaplan-Meier yang dibentuk
untuk risiko subkelompok, tidak ada faktor yang ditemukan menjadi prediktor yang
signifikan DFS atau OS (Tabel 2).

Toksisitas
Dari 46 pasien, 35 (76%) pasien memiliki beberapa derajat toksisitas hematologi (Tabel 3).
Tidak ada toksisitas hematologi grade 4. Satu-satunya jenis toksisitas grade 3 adalah
leukopenia yang terlihat pada 5 pasien. Beberapa pasien mengalami toksisitas grade 2, 6
pasien dengan leukopenia, 8 dengan anemia, dan 1 dengan trombositopenia. Kelima pasien
dengan grade 3 leukopenia, 5 dari 6 leukopenia grade 2, dan semua anemia grade 2 dan
trombositopenia terlihat di subset pasien yang diobati dengan IMRT dan kemoterapi (n =
30). Hampir semua pasien (45/46) mengalami beberapa bentuk pencernaan toksisitas
pencernaan akut (GI). Toksisitas grade 3 (2%) adalah pada pasien yang mengalami diare
dan harus masuk ke rumah sakit untuk hidrasi (IMRT dihentikan pada 34,2 Gy). Ada 10
(22%) pasien dengan diare grade 2, 1 dari 10 pasien berhenti melakukan IMRT setelah 18
Gy.
Toksisitas GI akut grade 2 lainnya termasuk 5 (11%) pasien dengan enteritis grade 2 dan 2
(4%) dengan proktitis. Toksisitas genitourinari (GU) akut muncul pada 15 (33%) pasien.
Empat pasien grade 2 (9%). Tidak ditemukan toksisitas GU akut lebih dari grade 3.
Keracunan kronis GI terjadi pada 6 (13%) pasien, toksisitas grade 3 adalah obstruksi usus
kecil, yang dikelola secara konservatif dengan selang nasogastrik dan hidrasi intravena.
Sisanya 5 pasien memiliki toksisitas grade 1. Toksisitas GU kronis terjadi pada 13 (28%)
pasien, semuanya dalam grade 1. Fraktur insufisiensi panggul terjadi pada 3 pasien (6,5%),
dalam 1 dari 3, pasien telah memiliki patah tulang akibat kecelakaan kendaraan bermotor
sebelumnya.

Diskusi
Menurut survei nasional, penanganan malignansi ginekologi menempati urutan ke empat
penggunaan IMRT. Sementara eskalasi dosis dan persaingan ekonomi disebut-sebut
sebagai alasan utama peningkatan penggunaan IMRT, alasan utama yang sebenarnya
adalah kemungkinan untuk sparing jaringan normal dan mengoptimalkan pemberian dosis
konvensional. Dalam penelitian ini 46 pasien dengan kanker endometrium ditangani
dengan IMRT panggul pasca operasi, hanya 2 pasien yang mengalami toksisitas non-
hematologi grade 3.Umumnya pasien mengalami toksisitas GI akut yaitu diare (grade 1
pada 28 pasien, grade 2 pada 10 pasien, dan grade 3 pada 1 pasien) diikuti oleh proktitis
(grade 1 pada 21 dan grade 2 pada 2) dan enteritis (grade 1 pada 8 dan grade 2 pada 5).
Toksisitas GI kronis terlihat pada 6 pasien (3 dengan diare grade 1, 2 dengan Proktitis
grade 1, dan 1 dengan obstruksi usus grade 3 yang dikelola secara konservatif). Sebagai
perbandingan, Mundt et al. melaporkan toksisitas GI kronis 30% grade 1, 16,7% grade 2,
dan 3,3% grade 3 ketika menggunakan radiasi konvensional. Toksisitas GU akut diamati
pada 15/46 (33%) pasien (Grade 1 pada 11 dan grade 2 pada 4). Toksisitas GU kronis
terlihat pada13/46 (28%) pasien, semua grade 1. Jhingran et al. melaporkan hasil dari
sidang RTOG 0418, studi IMRT fase II panggul ± kemoterapi untuk pasien pascaoperasi
dengan karsinoma endometrium atau serviks. Dalam subset dari pasien dengan kanker
endometrium, 3/43 pasien memiliki diare grade 3 dan 3 memiliki enteritis grade 2.
Beriwal et al. melaporkan 2% toksisitas GI grade 3 akhir dan 13% (grade 1) toksisitas GU.
Bouchard et al. melaporkan 3/15 pasien dengan toksisitas GI grade 2 dan tidak ada
toksisitas GU.
Dampak IMRT pada pengurangan toksisitas hematologi pada pasien yang diobati dengan
kemoterapi telah banyak diketahui. Toksisitas hematologi terlihat pada 35 (76%) pasien
dalam penelitian. Kelima leukopenia grade 3, 5 dari 6 leukopenia grade 2, dan semua
anemia grade 2 dan pasien trombositopenia adalah dalam subset dari pasien yang diobati
dengan IMRT dan kemoterapi (N = 30). Dalam studi Tierney et al. pada 14 pasien yang
ditangani dengan IMRT dan kemoterapi untuk kanker endometrium, ada 6 pasien dengan
leucopenia grade 3, 3 dengan anemia grade 2, dan 3 dengan grade 3 trombositopenia.
Sementara profil toksisitas IMRT panggul pasca operasi tampaknya sangat
menguntungkan dibandingkan dengan RT konvensional, dapat dikatakan bahwa
konformalitas ketat dalam IMRT mempengaruhi buruknya hasil luaran onkologi. Dalam
studi saat ini (22% stadium I / II dan 78% stadium III), ada 1 kekambuhan vagina dengan
metastasis paru-paru, 2 kekambuhan para-aorta terisolasi dikelola dengan operasi dan
RT pasca operasi atau kemoterapi, dan 1 kekambuhan di paru-paru dan hati. Dengan
median follow up 52 bulan, tingkat kekambuhan 5 tahun adalah 9% (95% CI, 0-13,6). DFS
5 tahun dan tingkat OS adalah 88% dan 97%. Hasil ini menggembirakan seperti yang telah
ditunjukkan oleh peneliti lainnya. Beriwal et al. melaporkan 47 pasien dengan kanker
endometrium (70% stadium I / II dan 30 stadium III) yang ditangani dengan IMRT
adjuvant.
Dengan median follow up 20 bulan, DFS 3-tahun dan OS adalah 84% dan 90%,. Data awal
dari sidang RTOG 0418 dari 43 pasien dengan kanker endometrium (93% stadium I-II,
7% stadium III) yang ditangani dengan IMRT adjuvant menunjukkan bahwa dengan
median tindak lanjut 42 bulan, DFS 3-tahun dan tingkat OS adalah 91% dan 92%.
Ketika mengevaluasi hasil dan data toksisitas dalam penelitian ini, harus diakui bahwa ada
beberapa keterbatasan penggunaan penelitian retrospektif berdasarkan pengalaman tunggal
institusi. Setiap upaya telah dibuat untuk menjamin bahwa kelompok dalam penelitian ini
sehomogen mungkin, pasien dengan pembedahan atau IMRT yang dilakukan diluar
institusi kami tidak dimasukkan dalam penelitian. Pada akhirnya, konfirmasi hasil
penelitian ini akan didapatkan dari hasil penelitian RTOG 0418.
Kesimpulannya, berdasarkan studi ini, hasil luaran oncologi dengan IMRT panggul pasca
operasi kanker endometrium berisiko tinggi sangat baik, dengan DFS 5-tahun dan tingkat
OS > 88% dengan median follow up 52 bulan, meskipun dominan (78%) pada penyakit
stadium III. Profil morbiditas juga sangat menguntungkan, bahkan dalam pendekatan
pengaturan trimodality agresif (65% dari pasien). Data studi ini serta data yang muncul
dari studi Tahap II RTOG (0418) menyoroti keuntungan IMRT pascaoperasi terhadap
manajemen kanker endometrium berisiko tinggi.

Anda mungkin juga menyukai