Anda di halaman 1dari 12

Penggunaan Uterotonik tradisional di Sub Sahara Afrika serta Efek Farmakologinya

Hanya sedikit yang diketahui tentang efek uterotonik tradisional pada saat atau mendekati
persalinan di Sub Sahara Afrika.
Tujuan : Untuk menjelaskan (1) penggunaan obat tradisional di Sub Shara Afrika yang
diperkirakan mengandung efek uterotonik saat persalinan atau mendekati persalinan; dan
(2) hasil pemeriksaan farmakologis kandungan uterotonik dalam obat tradisional yang
digunakan.
Strategi: kajian terstruktur dari 13 database.
Kriteria seleksi: Artikel yang menggambarkan penggunaan preparat tradisional di Sub-
Sahara Afrika dengan menggunakan data primer, yang diterbitkan dalam bahasa Inggris
antara 1 Januari 1980 dan 30 Juni 2010.
Pengumpulan data dan analisis: Kajian dilakukan menggunakan pola spreadsheet standar.
Hasil utama: Tujuan analisis 1 mengidentifikasi 208 spesies tanaman yang digunakan
untuk mendapatkan efek uterotonika saat atau menjelang persalinan. Penggunaan yang
paling umum adalah persalinan induksi/augmentasi (n = 185). Kegunaan lain adalah untuk
mengeluarkan plasenta, memperpendek kala III, mengelola retensio plasenta (n = 61), dan
mencegah / mengelola perdarahan postpartum (n = 20). Tujuan 2 mengidentifikasi 82
spesies dengan aktivitas uterotonika yang terkonfirmasi melalui evaluasi farmakologis.
Studi ini juga mengidentifikasi efek ekstrak yang mempercepat atau menghambat
efek ekstrak pada uterotonik farmasi.
Kesimpulan: Banyak tanaman yang digunakan untuk mendapatkan efek uterotonika di
Sub-Sahara Afrika, aktivitas uterotonika telah dikonfirmasi dengan berbagai evaluasi
melalui farmakologis. Penggunaannya dapat meningkatkan risiko hasil luaran buruk.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengevaluasi khasiat uterotonika tradisional dan
intervensi untuk mengatasi penggunaannya selama persalinan.

1. Latar Belakang
Sekitar 350 000 wanita meninggal karena penyebab maternal setiap tahunnya.
Sebagian besar kematian terjadi di negara-negara miskin, dan hampir tiga perlima di Sub-
Sahara Afrika. Penyebab paling umum kematian di Sub-Sahara Afrika adalah perdarahan
obstetrik. Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah dengan akses ke pelayanan
kebidanan darurat (Obstetric Emergency/EmOC) dan intervensi berbasis bukti seperti
pengelolaan aktif kala III persalinan (AMTSL). AMTSL meliputi pemberian uterotonik
farmasi (misalnya oksitosin atau misoprostol) segera setelah persalinan untuk mencegah
perdarahan postpartum (PPH) karena atonia uteri. Kurang dari setengah kelahiran di Sub-
Sahara Afrika yang ditolong oleh petugas kesehatan, akses universal untuk mendapatkan
pelayanan petugas terampil untuk mendapatkan AMTSL rendah. Dalam konteks ini,
penting bagi penentu kebijakan dan program untuk mempertimbangkan meluasnya
penggunaan obat tradisional di wilayah tersebut selama kehamilan dan persalinan. Rumah
Sakit yang menjadi basis penelitian di Afrika Selatan telah memperkirakan bahwa 43%-
55% wanita telah menggunakan obat tradisional selama kehamilan. Sebuah penelitian di
Afrika Selatan menemukan bahwa 32% dari wanita hamil memanfaatkan obat tradisional
yang dikenal sebagai imbelikisane untuk menginduksi atau menambah tenaga persalinan.
Sebuah studi terbaru di Nigeria menemukan bahwa 62% dari wanita yang survei telah
memanfaatkan obat herbal selama kehamilan. Tingginya proporsi dukun bayi menyediakan
obat-obatan herbal untuk wanita selama kehamilan atau pada atau mendekati, termasuk
yang digunakan untuk mendapatkan efek uterotonika. Studi di Nigeria dan Kenya
mendokumentasikan bahwa hampir 25% dari dukun menggunakan obat herbal untuk
mengatasi retensio plasenta. Studi di Kenya juga mencatat bahwa dukun menganggap
persalinan memanjang terjadi akibat kegagalan obat herbal yang diberikan.
Fakta bahwa obat tradisional mungkin memiliki efek uterotonika adalah pertimbangan
kesehatan masyarakat yang penting. Sebuah uji coba membandingkan produk tradisional
Tibet dengan misoprostol untuk pencegahan PPH menemukan bahwa meskipun
misoprostol lebih efektif dalam mengurangi PPH, produk tradisional juga memiliki efek
uterotonika. Meskipun mungkin ada potensi untuk memanfaatkan preparat tradisional
dalam pencegahan PPH, obat herbal juga memiliki konsekuensi yang merugikan,
terutama jika digunakan untuk menginduksi atau mempercepat persalinan. Studi
di Malawi dan Uganda telah menunjukkan bahwa obat tradisional terlibat dalam sebagian
besar kasus kematian ibu yang dianalisis. Penelitian lain telah menunjukkan bahwa obat-
obatan herbal terlibat dalam buruknya hasil luaran ibu dan janin seperti rupture uteri dan
aspirasi mekonium.
Beberapa penelitian telah menginvestigasi aktivitas farmakologis tanaman tertentu yang
digunakan selama atau menjelang persalinan. Sumber seperti database Prelude Medicinal
Plants telah mendokumentasikan penggunaan tanaman untuk beberapa indikasi dan
beberapa kajian telah mendokumentasikan penggunaan tanaman yang digunakan dalam
campuran herbal yang diberikan selama kehamilan atau mendekati kehamilan.
Meskipun demikian, literature mengenai investigasi sistematik obat tradisional yang
digunakan sebagai uterotonik saat atau sebelum persalinan di Sub Sahara Afrika, serta
temuan sistematis hasil evaluasi farmakologis tanaman yang digunakan masih sedikit.
Literatur antropologi dan etnobotani yang relevan belum diatur dan menjadi perhatian
kesehatan masyarakat.

2. Tujuan Kajian
Kajian ini dilakukan untuk mencapai 2 tujuan : (1) untuk menjelaskan penggunaan obat
tradisional di Sub Sahara Afrika yang dianggap memiliki efek uterotonik saat atay
menjelang persalinan untuk menginduksi, mengaugmentasi, mempercepat persalinan atau
mencegah dan menangani PPH dan (2) untuk menjelaskan hasil investigasi farmakologi
kandungan uterotonik dari obat tradisional yang digunakan di Sub Sahara Afrika saat atau
menjelang persalinan.

3. Bahan dan Metode


Dilakukan sebuah kajian dari 13 database medis, kesehatan masyarakat, dan ilmu sosial,
dibatasi pada literatur berkala yang diterbitkan antara 1 Januari 1980 dan 30 Juni 2010.
Database mencakup Scopus Global Health, Embase, JSTOR, CINAHL, PubMed,
POPLINE, IndMED, CSA Sosiological Abstract, Anthropology Plus, AnthroSource,
Development Experience Clearinghouse, dan Disertasi ProQuest. Jurnal Medical
Antropologi juga dikaji. Istilah pencarian adalah gabungan kata-kata dan frase seperti:
persalinan di rumah, obat tradisional; kehamilan, herbal, uterotonika, oxytocic, postpartum,
perdarahan; negara berkembang, Afrika, hasil luaran kehamilan, persalinan (obstetri); dan
kelahiran (obstetri). Pencarian diadaptasi dengan terminologi database dan topik kategori.
Artikel jurnal yang telah diidentifikasi diinklusi berdasarkan pada kutipan/review abstrak
jika mereka diterbitkan dalam bahasa Inggris dalam jangka waktu tersebut, menggunakan
data primer, dan penggunaan bahan tradisional di Sub-Sahara Afrika. Artikel dieksklusi
jika berupa artikel review tanpa data primer, digunakan untuk praktek rumah sakit, atau
dilakukan sebelum tahun 1980. Disertasi, publikasi konferensi, dan buku-buku dieksklusi.
Artikel yang memenuhi kriteria ini yang dikaji. Selama pengkajian, artikel dikeluarkan dari
analisis jika secara eksklusif menjelaskan:
 Preparat umum (misalnya di Afrika Selatan, isihlambezo
dan imbelikisane) tanpa identifikasi tanaman tertentu.
 Penggunaan preparat tradisional di awal kehamilan atau perawatan prenatal, bukan
menjelang persalinan.
 Penggunaan ppreparat tradisional untuk perawatan bayi baru lahir.
 Preparat yang tidak bersentuhan dengan tubuh wanita hamil, misalnya ditanam di
pintu.
 Penggunaan preparat tradisional saat atau menjelang persalinan untuk mencegah
atau mengelola infeksi atau sakit.
 Penggunaan preparat untuk mencegah atau mengobati perdarahan postpartum
karena laserasi dan luka lainnya (versus mekanisme uterotonika).
 Penggunaan preparat yang berasal dari bagian-bagian hewan (preparat seperti
trenggiling dan plasenta domba).
Untuk Tujuan 1, artikel juga dikeluarkan jika mereka secara eksklusif fokus dalam zoologi
atau hewan, atau menggambarkan penggunaan preparat tradisional untuk mencegah aborsi
spontan, menginduksi aborsi, atau mengatasi gangguan menstruasi. Untuk Tujuan analisis
1, semua tanaman dengan efek uterotonika diklasifikasikan sebagai berdasarkan:
menginduksi atau mempercepat persalinan; melepaskan plasenta atau mengelola retensio
plasenta, mencegah atau mengobati PPH; menginduksi efek oxytocic tanpa spesifikasi;
menimbulkan efek lain yang mungkin uterotonika (misalnya "mengeluarkan janin mati"),
dan memicu kesehatan umum ibu/janin kesehatan. Artikel yang terkait dengan Tujuan 2
dikeluarkan jika mereka hanya melakukan skrining fitokimia atau toksisitas untuk
mengidentifikasi konstituen tanpa pengujian aktivitas uterotonika. Artikel yang terkait
dengan Tujuan 2 diinklusi jika fokus utama mereka adalah preparat diyakini memiliki efek
kontrasepsi atau aborsi, asalkan efek uterotonika tetap dievaluasi. Untuk Tujuan analisis 2,
3 klasifikasi indikasi adalah: aborsi, antifertilitas / kontrasepsi, dan gangguan menstruasi
gangguan. Semua artikel dirangkum menggunakan pola spreadsheet standar.

4. Hasil
4.1. Kajian
Supplementary Material (online) menyediakan diagram aliran proses pengkajian.
Berdasarkan strategi pencarian, 12 076 teridentifikasi referensi non-duplikasi. Sejumlah
besar dihasilkan dari penggunaan istilah umum seperti "obat tradisional" untuk
memastikan bahwa artikel yang relevan tidak dihilangkan. Kriteria inklusi dan eksklusi
yang diterapkan terhadap kutipan / abstrak menyisakan 271 referensi teks lengkap untuk
dikaji. Dari jumlah tersebut, 187 sesuai dengan Tujuan 1 dan 84 sesuai dengan Tujuan 2.
Jika sebuah artikel diinklusi dalam analisis mengikuti full-text review, kriteria inklusi dan
eksklusi juga diterapkan untuk daftar pustakanya, menghasilkan referensi tambahan untuk
pengkajian teks lengkap. Setelah pengkajian seluruh sumber yang relevan, 48 artikel
sesuai dengan tujuan analisis 1, dan 54 artikel masuk dalam Tujuan analisis 2. Satu studi
masuk dalam kedua analisis karena menggunakan data primer mengenai penggunaan agen
herbal dan dilakukan evaluasi farmakologis tanaman yang diidentifikasi. Supplementary
Material S2 (online) berisi daftar semua referensi yang masuk dalam Tujuan 1 dan Tujuan
2. Sejumlah artikel dengan konten yang relevan tidak dimasukkan karena dipublikasi lebih
awal dari periode inklusi. Sumber yang mendokumentasikan efek uterotonika tradisional
dari tanaman tertua diterbitkan pada tahun 1915, menunjukkan bahwa telah ada kesadaran
mengenai potensi aktivitas uterotonik obat tradisional sejak beberapa abad yang lalu. Lebih
dari 50 artikel yang diidentifikasi menjelaskan penggunaan preparat tradisional selama
kehamilan di negara Sub-Sahara Afrika (khususnya Ghana dan Nigeria) termasuk untuk
tujuan uterotonika, namun beberapa dikeluarkan karena tidak adanya informasi tentang
tanaman spesifik yang digunakan. Beberapa penelitian dieklusi karena
mendokumentasikan penggunaan campuran herbal (misalnya sunungure di Zimbabwe)
untuk menginduksi atau mempercepat persalinan tanpa menjelaskan tanaman spesifik yang
digunakan.
Banyak sumber yang dimasukkan dalam analisis diterbitkan di jurnal dari negara miskin.
Hal ini sebagian mungkin karena pengakuan yang lebih besar terhadap obat tradisional di
negara-negara tersebut, termasuk pembentukan Pusat Pengobatan Tradisional dalam
Departemen Kesehatan (misalnya di Afrika Selatan dan Tanzania) serta di WHO (misalnya
The Collaborating Center for Traditional Medicine).

4.2. Hasil Tujuan 1


Empat puluh delapan artikel yang masuk dalam analisis 1 menggambarkan penggunaan
uterotonics tradisional di 13 negara (Tabel 1). Yang paling sering diteliti adalah Tanzania
(n = 12), Ethiopia (n = 9), dan Afrika Selatan dan Uganda (n = 7). Peneliti mewawancarai
dukun tradisional (30 penelitian), anggota masyarakat umum (12 studi), dukun bayi atau
bidan tradisional (10 penelitian), wanita (6 penelitian), dan tetua (4 studi). Ukuran sampel
tiap wawancara sekitar 7 dukun bayi dalam survei 2200 wanita yang baru melahirkan.
Artikel yang diinklusi diterbitkan dalam jurnal kesehatan masyarakat, antropologi,
dan jurnal ethnobotanical. Artikel kesehatan masyarakat sering menggambarkan
uterotonik tradisional dalam konteks upaya untuk melatih dukun bayi, memahami
praktek dukun, atau meningkatkan penggunaan perawatan terampil pada saat persalinan.
Beberapa uterotonics tradisional telah dijelaskan dalam konteks penelitian yang
menyajikan kondisi di fasilitas kesehatan (termasuk toksisitas hati/toksisitas ginjal). Artikel
antropologi cenderung untuk membahas uterotonik tradisional dalam konteks
menggambarkan kebudayaan tertentu, kepercayaan dan adat istiadat atau praktek medis
dan agama selama proses persalinan. Artikel ethnobotanical cenderung menyebutkan
uterotonics tradisional dalam konteks mendokumentasikan pharmacopeia tradisional dalam
suku tertentu atau wilayah geografis tertentu (taman atau diawetkan), bukan terfokus ke
kebidanan atau indikasi reproduksi. Karena berbagai tujuan ini, artikel studi yang
mengidentifikasi 1 tanaman yang digunakan untuk mengobati retensio plasenta dari 78
tanaman obat yang digunakan oleh penggembala di Kerreyua Ethiopia, sebuah studi yang
mendokumentasikan 75 tanaman yang digunakan untuk menginduksi persalinan di 2
kabupaten di Uganda juga dimasukkan. Wawancara, survei lapangan dengan pemandu
(termasuk di daerah ekologi rentan), atau pendekatan pengumpulan data sistematis dari
penyembuh tradisional, orang tua, atau laki-laki dan perempuan dalam masyarakat fokus
digunakan untuk mengidentifikasi tanaman. Deskripsi dari indikasi penggunaan obat
bervariasi secara luas, dan pertanyaan wawancara tidak standar di seluruh disiplin ilmu,
negara, atau tim investigasi. Akibatnya, pernyataan indikasi perlu diinterpretasi untuk
menentukan apakah mereka masuk ke kriteria inklusi. Contohnya, kalimat "untuk
memudahpersalinan" mungkin merujuk pada nyeri dan / atau untuk mempercepat
persalinan. Banyak tanaman yang dianggap memiliki peran uterotonika dan non-
uterotonika dalam persalinan (Misalnya memicu hasil luaran janin atau ibu yang baik).
Indikasi yang paling umum untuk menggunakan obat herbal adalah untuk menginduksi
atau menambah tenaga persalinan, termasuk dalam kasus-kasus persalinan lama atau
kehamilan post-matur (185 tanaman). Tujuh belas tanaman digambarkan sebagai tanaman
yang digunakan untuk indikasi yang sama, seperti untuk "relaksasi" atau "memperluas"
panggul selama persalinan, atau memfasilitasi persalinan. Enam puluh satu tanaman
digambarkan untuk mengeluarkan plasenta, memperpendek kala III, atau mengelola
retensio plasenta. Dua puluh tanaman digambarkan untuk pencegahan atau manajemen
PPH, termasuk indikasi seperti "memicu kontraksi" setelah melahirkan atau "mencegah
lesi postpartum.
Sebelas tanaman digambarkan untuk "efek oksitosin" tanpa spesifikasi, dan 2 tanaman
digambarkan untuk keperluan lain yang tampaknya seperti uterotonika (mengeluarkan
janin mati dan melancarkan aliran lokhia). Rute administrasi terutama lisan, dengan
beberapa administrasi topikal dan beberapa ventilasi asap / uap ke dalam vagina.
Kebanyakan preparat oral adalah infusi atau decoctions, meskipun dalam beberapa kasus
bagian tanaman (misalnya daun) dimakan langsung. Bagian tanaman yang paling umum
digunakan adalah daun, akar, kulit dan batang, dan buah. Supplementary Material S3 Table
1 (online) mengidentifikasi preparat tradisional dengan nama spesies dan efek yang
dimaksudkan, dan
Supplementary Material S3 Table 2 (online) menyediakan informasi tambahan masing-
masing penelitian, termasuk negara, indikasi untuk penggunaan obat tradisional, dan rute
administrasi. Sebanyak 208 tanaman diidentifikasi dengan menggunakan data primer yang
diterbitkan antara tahun 1980 dan 2010 sebagai obat tradisional digunakan untuk
mendapatkan efek uterotonika saat atau menjelang persalinan. Sembilan belas tanaman
tidak memiliki nama ilmiah. Tanaman umumnya diidentifikasi dalam 1-2 penelitian,
namun, beberapa tanaman diidentifikasi beberapa kali, Bidens pilosa dan Cissampelos
mucronata paling diidentifikasi sering (5 dan 4 studi). Beberapa tanaman digunakan
dibeberapa negara, misalnya, Cissampelos mucronata diidentifikasi dalam studi dari 3
negara, tetapi dengan indikasi penggunaan bervariasi. Di Uganda, digunakan untuk
menginduksi persalinan dan mengeluarkan plasenta, sedangkan di Ethiopia digunakan
untuk mengelola retensio plasenta. Demikian pula, dalam sebuah studi di tahun 2007,
Giday et al. mengidentifikasi 4 tanaman yang secara tradisional digunakan oleh
Shinasha, Agew-awi, dan Amhara untuk mengelola perdarahan setelah melahirkan,
tetapi tidak ada tanaman untuk indikasi uterotonika lainnya. Pada tahun 2009, peneliti
utama mengidentifikasi 6 tanaman tradisional yang digunakan oleh para Meinit
untuk mengelola retensio plasenta, tetapi tidak ada tanaman lainnya yang digunakan untuk
indikasi uterotonika. Tidak jelas apakah pola metodologi pengumpulan data atau mewakili
perbedaan budaya pengetahuan dan persepsi mengenai tanaman obat atau akibat
pengobatan dalam kondisi yang berbeda.
Beberapa makalah menjelaskan bahwa wanita hamil memperoleh
tanaman dan obat-obatan tradisional dari racikan sendiri. Beberapa artikel memberikan
informasi mengenai dosis dalam beberapa frekuensi penggunaan.

4.3. Hasil Tujuan 2


Limah puluh empat artikel masuk dalam analisis Tujuan 2 menggambarkan analisis
aktivitas uterotonika dari jenis tumbuhan yang digunakan terutama dalam 10 negara
(dengan mengacu pada penggunaan suplemen Burundi, Kongo, dan Kongo-Brazzaville).
Tabel 2 merangkum evaluasi penting yang dilakukan dalam tiap studi. Fokus penelitian
yang paling sering adalah negara Nigeria (n = 22) dan Afrika Selatan (n = 18); beberapa
penelitian juga mengevaluasi tanaman yang digunakan di Ethiopia. Seperti digambarkan
dalam Supplementary
Material S3 Table 3 (online saja), 81 spesies tanaman menunjukkan aktivitas
uterotonika selama evaluasi farmakologi in vitro. Satu studi menunjukkan peningkatan
pelepasan oksitosin in vivo setelah paparan ekstrak tumbuhan lainnya (Sida
veronicaefolia), namun tidak muncul secara in vitro. Satu studi mengkonfirmasi aktivitas
uterotonika pada tanaman yang hanya diidentifikasi dengan nama lokal. Artikel yang
diinklusi mengevaluasi antara 1 dan 70 tanaman untuk aktivitas uterotonika. Artikel
dimasukkan dalam analisis tujuan 2 jika penggunaan tanaman tradisional sebagai obat
aborsi atau antifertilitas, asalkan terevaluasi aktivitas uterotonika secara farmakologis.
Tanaman yang sering digunakan dalam studi dimasukkan dalam analisis tujuan 2 adalah
tanaman yang digunakan untuk mendorong / menambah tenaga persalinan (n = 54),
mengatasi retensio plasenta (n = 18), dan menyebabkan aborsi (n = 14). Sejumlah besar
tumbuhan juga digunakan untuk tujuan antifertilitas (n = 44). Aktivitas uterotonika yang
dikonfirmasi pada 3 atau lebih studi termasuk: Agapanthus africanus, Clivia miniata,
Gunnera perpensa, Monechma ciliatum, Rhoicissus tridentata, dan Spondias mombin.
Rincian yang diberikan mengenai metodologi percobaan bervariasi (misalnya jumlah
jaringan sampel, ukuran aktivitas kontraktil, dosis). Namun, secara umum, aktivitas
uterotonika dievaluasi melalui percobaan in vitro dengan mengukur efek dari ekstrak
tumbuh-tumbuhan dan / atau obat-obatan farmasi sebagai referensi (misalnya asetilkolin)
pada strip jaringan uterus terisolasi, umumnya dari tikus atau marmut. Paling sering, strip
rahim diperoleh dari tikus virgin atau kelinci percobaan yang telah diberikan Stilbestrol
atau estrogen 18-48 jam sebelum dibunuh. Beberapa penyelidikan juga menggunakan
jaringan uterus dari hewan hamil. Dua studi mengevaluasi efek prapenanganan dengan
ekstrak sebelum hewan dibunuh. Strip jaringan dipasang dalam aerasi bath dari Tyrode, de
Jalon, atau larutan lain yang serupa. Kontraksi umumnya diukur dengan menggunakan
transduser force-displacement dan polygraph-type writing.
Beberapa penelitian menggunakan ekstrak air untuk meniru preparat tradisional,
sementara yang lain menggunakan ekstrak alkohol. Semua artikel mengevaluasi perubahan
aktivitas kontraktil, definisi kegiatan tersebut bervariasi, ada yang fokus pada perubahan
frekuensi, amplitudo, kekuatan, dan/atau tonus, baik untuk kontraksi spontan atau
dibandingkan dengan efek obat farmasi standar. Kurva dosis-respon umumnya dibangun
untuk setiap ekstrak atau obat yang diuji.
Seperti dirangkum dalam Tabel 2, 41 studi mengevaluasi potentiating atau
efek hambatan dari ekstrak ketika diberikan dengan reseptor agonis spesifik farmasi
(misalnya asetilkolin) atau antagonis (misalnya atropin). Mekanisme yang paling sering
diusulkan untuk efek in vitro uterotonik adalah memediasi melalui reseptor kolinergik,
reseptor muscarinic, atau memicu sintesis prostaglandin. Sejumlah penelitian hanya
menggambarkan aktivitas uterotonika sebagai sama atau berbeda dengan profil oksitosin
atau ergometrine. Dalam 19 studi, kemampuan ekstrak tanaman untuk menghambat atau
mempotensiasi respon kontraktil uterotonik farmasi dievaluasi secara khusus, dengan efek
potentiating pada oksitosin lebih sering ditemukan. Delapan belas studi mengidentifikasi
tanaman ekstrak konstituen (misalnya melalui skrining fitokimia) dan 6 melakukan
penilaian toksisitas akut (misalnya tes LD50). Tanaman digunakan sebagai obat aborsi
atau kontrasepsi,
Penelitian juga mengevaluasi secara in vivo efek estrogenik / uterotrophic (n = 5), anti-
implantasi (n = 5), dan / atau aborsi (n = 8). Beberapa studi mengidentifikasi variasi dalam
aktivitas uterotonika dalam beberapa spesies, membandingkan ekstrak dari tanaman yang
dipanen dalam musim yang berbeda, bagian yang berbeda dari tanaman yang sama
(misalnya akar dibandingkan biji), atau tanaman yang disimpan untuk jangka waktu yang
berbeda (1 bulan dibandingkan 1 tahun). Katsoulis dan Katsoulis et al. mencatat bahwa
beberapa pengguna atau dukun tampaknya menyadari variasi tersebut.

Diskusi
Penggunaan obat tradisional saat atau menjelang persalinan meluas di Sub Sahara Afrika.
Berbagai jenis tanaman digunakan untuk mendapatkan efek uterotonik, termasuk
menginduksi persalinan, mengeluarkan retensio plasenta, dan mengatasi perdarahan post
partum. Sementara beberapa tanaman digunakan sebagai uterotonik dalam berbagai
negara, wilayah dan negara yang berbeda memiliki farmakopeia yang melewati batas.
Banyak tanaman yang secara tradisional untuk menginduksi dan mengaugmentasi
persalinan menunjukkan aktivitas uterotonik dalam evaluasi in vitro karena efek kontraktil
langsung.
Secara klinis, penggunaan agen uterotonik tradisional untuk mengaugmentasi persalinan
menunjukkan gangguan persalinan yang tidak berasal dari penanganan herbal. Agen
uterotonik dapat menyebabkan hiperstimulasi, asfiksia janin dan hasil luaran buruk
lainnya. Karena penggunakan uterotonik farmasi selama persalinan meningkatkan risiko
PPH, mungkin saja preparat tradisional memiliki efek yang sama. Beberapa tanaman juga
meningkatkan efek uterotonik farmasi dan mempengaruhi dosis oksitosin dan beberapa
obat farmasi lainnya dalam manajemen klinis.
Meskipun demikian, fakta bahwa beberapa obat tradisional mungkin merupakan uterotonik
poten juga memberikan peluang penelitian selanjutnya. Obat tradisional mungkin akan
berguna untuk mencegah PPH, terutama dalam keadaan dimana uterotonik farmasi tidak
tersedia. Tampaknya ada potensi tanaman yang bervariasi tergantung dari metode
penyediaan, penyimpanan dan musim, diperlukan penelitian untuk mendukung
pengembangan standarisasi produk uterotonik yang aman dan efektif yang dibuat dari
tanaman lokal, menentukan mekanisme aksi dan mengidentifikasi toksisitas.
Tiga implikasi penting bagi program kesehatan masyarakat dan penelitian muncul dari
penelitian ini. pertama, banyak tanaman yang secara tradisional digunakan selama dan
menjelang persalinan yang belum dievaluasi. Dokumen ini mengungkapkan penggunaan
agen uterotonik tradisional di 19 negara, dan 270 tanaman. Aktivitas uterotonik ditemukan
pada 82 spesies, namun hanya fraksi dari apa yang selama ini digunakan. Diperlukan
penelitian tambahan mengenai aktivitas uterotonik tanaman yang digunakan secara
tradisional. Perubahan sensitivitas uterus terhadap oksitosin, dan senyawa lainnya dalam
kehamilan juga memerlukan penelitian mengenai potensi jaringan uterus gravid
dibandingkan dengan jaringan kaya estrogen, yang mungkin akan menimbulkan respon
yang berbeda terhadap senyawa uterotonik. Akan sangat penting untuk melakukan
penelitian lebih dalam pada 6 tanaman yang aktivitas uterotoniknya paling sering
ditemukan pada berbagai penelitian.
Kedua, penelitian tentang penggunaan preparat tradisional yang dipublikasikan sejak 1980
– 1990 saat pelatihan dukun bayi meningkat.hanya sedikit penelitian dalam kajian ini yang
dipublikasikan dalam dekade terakhir, karena pelatihan dukun ditolak oleh komunitas
internasional. Pemahaman mengenai pola penggunaan uterotonik tradisional untuk
mencegah PPH juga diperlukan. Paparan ke tanaman yang memiliki efek uterotonik akan
mengganggu atau menambah efek pemberian uterotonik farmasi. Penelitian mengenai
penggunaan obat tradisional, termasuk dosis dan penyiapan, akan penting di negara –
negara Sub Sahara Afrika yang memiliki angka kematian akibat PPH sangat tinggi.
Dengan informasi mengenai uterotonik yangs aat ini lebih spesifik, investigasi dengan
autopsy verbal kasus kematian ibu akibat rupture uteri dan kematian janin akan lebih
melengkapi data. Penelitian masih diperlukan di daerah lain dimana penggunaan obat
tradisional meluas dan akses ke petugas kesehatan rendah, seperti di Asia Tenggara.
Dalam keadaan dimana preparat tradisional lebih sering digunakan untuk induksi atau
augmentasi dan memiliki efek uterotonik, mungkin akan muncul efek samping seperti
rupture uteri dan asfiksia. Program kesehatan ibu dan janin mungkin dibutuhkan untuk
mengembangkan pendidikan kesehatan yang sesuai dan pesan perubahan perilaku untuk
mencegah penggunaannya. Karena induksi dan augmentasi persalinan adalah indikasi
paling sering dalam penggunaan obat tradisional, tampaknya sangat jelas bahwa modifikasi
perilaku (meminta untuk menggunakan obat tradisional setelah bayi dilahirkan) sangat
dibutuhkan. Pelatihan petugas akan diperlukan untuk memastikan bahwa petugas
kesehatan sadar akan penggunaan uterotonika herbal dan menggali informasi
penggunaannya dari setiap pasien untuk menentukan keputusan klinis.

Anda mungkin juga menyukai