Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Bedirinya Kerajaan Demak

Berdirinya kerajaan Demak bermula dari misi para muballigh dalam


mengislamkan jawa yang kemudian terkenal dg sebutan “ wali songo”. Dalam
penyiaran dan perkembangan islam di jawa selanjutnya, para walisongo memusatkan
kegiatannya dengan menjadikan kota demak sebagai sentral segala sesuatunya. Atas
dukungan walisongo tersebut, terutama atas dasar perintah sunan Ampel, maka raden
Patah ditugaskan untuk mengajarkan agama islam dan membuka pesantren di desa
glagah wangi. Tidak lama kemudian, desa inii banyak dikunjungi orang. Tidak hanya
menjadi pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat
perdagangan dan bahkan menjadi pusat kerajaan islam pertama di jawa.

Kerajan islam pertama ini didirikan oleh raden Patah atas restu dan dukungan
para walisongo yang diperkirakan tidak lama setelah keruntuhan kerajaan majapahit
( semasa pemerintahan prabu brawijaya ke V / kertabumi ) yaitu tahun ± 1478 M .
sinengkelan ( ditandai dengan condro sengkolo ) “ SIRNO ILANG KERTANING
BUMI “ . Adapun berdirinya kerajaan demak sinengkelan “ geni mati siniram janmi”
yang artinya tahun soko 1403 / 1481 M.

Sebelum Demak menjadi pusat kerajaan, dulunya demak merupakan kadipaten


di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit ( brawijaya V) . dan sebelum berstatus
kadipaten , lebiih dikenal orang dengan nama “ glagah wangi “. Yang menjadi wilayah
kadipaten jepara dan merupakan satu-satunya kadipaten yang adipatinya memeluk agam
islam.
Menurut cerita rakyat, orang tg pertama kali dijumpai oleh raden patah di glagah
wangi adalah nyai lembah yang bersal dari rawa pening. Atas saran nyai lembah inilah ,
raden patah bermukim di desa glagah wangi yang kemudian dinamai “ Bintoro Demak
“. Kemudian dalam perkembangannya dan semakin ramainya masyarakat, akhirnya
bintoro menjadi ibu kota Negara.

Adapun asal kota Demak , ada beberapa pendapat. Antara lain :

Menurut prof. purbotjaroko, Demak berasal dari kata Delemak. Yang artinya
tanah yang mengandung air ( rawa)
Menurut sholichin salam dalam bukunya “ sekitar walisongo “ menyatakan
bahwa prof. Dr.Hamka berpendapat , kota Demak adalah berasal dari bahasa
arab “ Dimak” yg artinya air mata . menggambarkan kesulitan dalam
menegakkan agam islam pada waktu itu.
Menurut prof. R.M. Sutjipto Wiryosuparto, Demak berasal dari bahasa kawi
yang artinya pegangan atau pemberian
Letak Lokasi Kerajaan Demak

Dari hasil penilitian IAIN walisongo jawa tengah tahun 1974 M tentang bahan-bahan
sejarah islam di jawa tengah bagian utara, telah dilaporkan bahwa ada beberapa
pendapat mengenai letak kesultanan ( istana kerajaan ) Demak, yaitu ;

Pertama : bahwa bekas kesultanan Demak itu tidak ada. Dengan keterangan bahwa
raden Patah mulai menyebarkan agama islam di Demak adalah semata-mata untuk
kepentingan agama islam. Pendirian masjid Demak bersama para walisongo merupakan
lambing kesultanan demak. Adapun tempat kediaman rade Patah bukan berupa istana
yang megah, tetapi sebuah rumah biasa yg letaknya diperkirakn sekitar stasiun Kereta
APi sekarang, tempat itu dinamakan “Rowobatok “

Kedua : bahwa pada umumnya letak masjid tidak terlalu jauh dari istana. Diperkirakan
letak kraton Demak berada ditempat yang sekarang didirikan Lembaga Pemasyarakatan
( sebelah timur alun-alun) . dengan alas an bahwa pada zaman colonial ada unsur
kesengajaan menghilangkan bekas kraton . pendapat ini didasarkan atas adanya nama-
nama perkampungan yang mempunyai latar belakang historis. Seperti nama : sitihingkil
( setinggil) , betengan , pungkuran, sampangan dan jogoloyo.

Ketiga : bahwa letak kraton berhadap-hadapan dengan masjid agung demak,


menyebrangi sungai dengan ditandai oleh adanya dua pohon pinang. Kedua pohon
pinang tersebut masih ada dan diantara kedua pohon itu terdapat makam kiyai
GUNDUK.. menurut kepercayaan masyarakat setempat , yang ditanam itu
sesungguhnya berupa tombak ( pusaka)..

Masa Kejayaan Kerajaan Demak

Demak mengalami masa kejayaan pada pemerintahan Sultan Trenggono (1521-


1526), yakni raja ketiga setelah Pati Unus. Sultan Trenggono merupakan anak dari
Raden Patah yang tidak lain adik Pati Unus. Pada masa pemerintahannya, Demak
menguasai Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau para tentara Portugis yang
mendarat disana (1527), Tuban (1527), Surabaya dan Pasuruan (1527), Madiun (1529),
Malang (1945), dan dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau
Jawa (1527, 1546). Kemudian pada tahun 1546 Sultan Trenggono meninggal dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan.

Masa Kemunduran dan Keruntuhan Kerajaan Demak

Pemerintahan Raden Patah kira-kira berlangsung di akhir abad ke-15 hingga awal
abad ke 16. Tatkala perjuangan Raden Patah melawan Portugis belum selesai, pada
tahun 1518 beliau wafat, dan digantikan oleh puteranaya, Adipati Unus ( Pangeran
Sebrang Lor ). Dikenal denagan nama tersebut, karena dia pernah dia menyebrang ke
utara untuk menyerang Portugis yang ada disebelah utara( Malaka ). Disamping itu,
dikenal dengan nama Cu Cu Sumangsang atau Aria Penangsang. Namun sayang, dia
hanya memerintah selam tiga tahun sehingga usahanya sebagai negarawan tidak banyak
diceritakan. Konon, dia mempunyai armada laut yang terdiri dari 40 kapal juang yang
berasal dari daerah-daerah taklukan, terutama yang diperoleh dari Jepara.

Sebagai penggantinya adalah Sultan Trenggono/ Tranggana, saudara Adipati Unus.


Dia memerintah tahun 1512-1546. Tatkala memerintah, kerajaan telah diperluas ke
barat dan ke hulu Sungai Brantas atau pada saat ini dikenal dengan kota Malang.
Sebagai lambang kebesaran Islam, Masjid Demak pun dibangun kembali.

Dengan gambaran tersebut diatas, perjuanagan Pangeran Trenggono tidak kalah oleh
para pendahulunya. Adapun orang-orang Portugis di Malaka, dirasanaya sebagai
ancaman dan bahaya.Untuk menggempur langsung dia belum sanggup. Namun
demikian, dia berusaha perluasan daerah-daerah yang dikuasai oleh Portugis yang telah
berhasil menguasai pula daerah pase di Sumatra Utara. Seorang ulam terkemuka dari
pase Faittahilah yang sempat melarikan diri dari kepungan orang Portugis, di terima
oleh Trenggono. Fattahilah pun dikawinkan dengan adiknya. Ternyata Fattahilah dapat
menghalangi kemajuan orang-orang Portugis dengan merebut kunci-kunci perdagangan
Kerajaan Pejajaran di Jawa Barat yang belum masuk Islam, yaitu Banten dan Cirebon.
Sementara itu, Trenggono sendiri berhasil menaklukan Mataram dipedalaman Jawa
Tengah dan juga Singasari Jawa Timur bagian selatan. Pasuruan dan Panukuan dapat
bertahan, sedangkan Blambangan menjadi bagian Kerajaan Bali yang tetap Hindu.
Dalam usahanya untuk menyerang Pasuruan pada tahun 1546, Trenggono Wafat.
Dengan wafatnya Sultan Trenggono, timbulah pertengkaran yang maha hebat di Demak
tentang siapa yang menggantikannya.

Setelah Sultan Trenggono wafat muncul kekacauan dan pertempuran antara para
calon pengganti Raja. Konon, ibukota Demak pun hancur karenanya. Para calon
pengganti raja yang bertikai itu adalah anak Trenggono, Sunan Prawoto dan Arya
Penangsang anak dari Pangeran Sekar Ing Seda Lepen, adik tiri sultan trenggono yang
dibunuh oleh Sunan Prawoto ketika membantu ayahnya merebut tahta Demak. Arya
penangsang dengan dukungan dari gurunya Sunan Kudus untuk merebut takhta Demak,
mengirim anak buahnya yang bernama Rangkud untuk membalas kematian ayahnya.

Pada tahun 1549 menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil
menyusup ke dalam kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui kesalahannya telah
membunuh Pangeran Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni.
Menurut Babad Tanah Jawi, pada suatu malam Rangkud berhasil menyusup ke dalam
kamar tidur Sunan Prawoto. Sunan mengakui kesalahannya telah membunuh Pangeran
Seda Lepen. Ia rela dihukum mati asalkan keluarganya diampuni Rangkud setuju. Ia
lalu menikam dada Sunan Prawoto yang pasrah tanpa perlawanan sampai tembus.
Ternyata istri Sunan sedang berlindung di balik punggungnya. Akibatnya ia pun tewas
pula. Melihat istrinya meninggal, Sunan Prawoto marah dan sempat membunuh
Rangkud dengan sisa-sisa tenaganya.
Arya Penangsang juga membunuh adipati Jepara yang sangat besar pengaruhnya,
istri adipati Jepara, Ratu Kalinyamat mengangakat senjata dan dibantu oleh adipati yang
lain untuk melawan Arya Penangsang. Salah satunya adalah Hadiwijaya ( Jaka
Tingkir ), menantu Sultan Trenggono yang berkuasa di Pajang ( Boyolali ). Akhirnya,
Joko Tingkir dapat membuuh Arya Penangsang. Pada tahun 1586, Keraton Demak pun
dipindah ke Pajang.

Runtuhnya Kerajaan Demak tak berbeda dengan penaklukannya atas Majapahit.


Peristiwa gugurnya tokoh-tokoh penting Demak saat menyerang Blambangan yang eks-
Majapahit, dan rongrongan dari dalam Demak sendiri membuat kerajaan makin lemah
dan akhirnya runtuh dengan sendirinya. Sebuah pelajaran dari sejarah cerai-berai dari
dalam akan membahayakan kesatuan dan persatuan.

Kesultanan Mataram
Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Pulau Jawa yang pernah berdiri
pada abad ke-17. Kerajaan ini dipimpin suatu dinasti keturunan Ki Ageng Sela dan Ki
Ageng Pemanahan, yang mengklaim sebagai suatu cabang ningrat keturunan penguasa
Majapahit. Asal-usulnya adalah suatu Kadipaten di bawah Kesultanan Pajang, berpusat
di “Bumi Mentaok” yang diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan sebagai hadiah atas
jasanya. Raja berdaulat pertama adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati), putra dari
Ki Ageng Pemanahan. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya pernah menyatukan
tanah Jawa dan sekitarnya, termasuk Madura.

Negeri ini pernah memerangi VOC di Batavia untuk mencegah semakin


berkuasanya firma dagang itu, namun ironisnya malah harus menerima bantuan VOC
pada masa-masa akhir menjelang keruntuhannya. Mataram merupakan kerajaan
berbasis agraris/pertanian dan relatif lemah secara maritim. Ia meninggalkan beberapa
jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti kampung Matraman di
Batavia/Jakarta, sistem persawahan di Pantura Jawa Barat, penggunaan hanacaraka
dalam literatur bahasa Sunda, politik feodal di Pasundan, serta beberapa batas
administrasi wilayah yang masih berlaku hingga sekarang.

Kerajaan Islam Cirebon


Menurut Sulendraningrat yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda
dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon pada awalnya adalah
sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa, yang lama-kelamaan
berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama Caruban (Bahasa Sunda:
campuran), karena di sana bercampur para pendatang dari berbagai macam suku bangsa,
agama, bahasa, adat istiadat, dan mata pencaharian yang berbeda-beda untuk bertempat
tinggal atau berdagang.
Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah
sebagai nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang
kecil) di sepanjang pantai serta pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas
pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembanglah sebutan cai-
rebon (Bahasa Sunda:, air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.

Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari pedalaman,
Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu pelabuhan penting
di pesisir utara Jawa baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan
Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain itu, Cirebon tumbuh menjadi
cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa Barat.

Penyebaran Islam di Kerajaan Cirebon

Kerajaan Cirebon merupakan bagian dari administratif Jawa Barat. Cirebon


sendiri mempunyai arti seperti di daerah-daerah lainnya. Cirebon berasal dari bahasa
sunda “ci” yang berarti air, sedangkan “rebon” berarti udang. Cirebon mempunyai ati
sungai udang atau kota udang. Cirebon didirikan pada 1 Sura 1445 M, oleh Pangeran
Cakrabuana. Pada tahun 1479 M Pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon yang
bertempat di kraton Pakungwati Cirebon menyerahkan kekuasaannya pada Sunan
Gunung Jati. Sunan Gunung Jati adalah seorang menantu Pangeran Cakrabuana dari ibu
Ratu Mas Rara sasantang. Sejak inilah Cirebon menjadi negara merdeka dan bercorak
Islam.

Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam di bawah kekuasaan Sunan Gunung


Jati wilayah Cirebon dibagi menjadi dua daerah, pesisir dan pedalaman. Daerah pesisir
dipimpin oleh Ki Gendeng Jumajan Jati, sedangkan wilayah pedalaman dipimpin oleh
Ki Gendeng Kasmaya. Keduanya adalah saudara Prabu Anggalarung dari Galuh. Sunan
Gunung Jati kemudian menikah dengan Ratu Mas Pakungwati dari Cirebon pada tahun
1479 dan pada tahun itu juga di bangun Istana Pakungwati atau keraton Kasepuhan.

Putra Sunan Gunung Jati yaitu Pangeran Pasarean pada tahun 1528 diangkut
sebagai pemangku kekuasaan di Cirebon. Sebelum sempat menggantikan ayahnya,
Pangeran Pasarean wafat pada tahun 1552. Sunan Gunung Jati kemudian mengangkat
Aria Kemuning menjadi sultan Cirebon. Aria Kemuning adalah anak angkat dari Sunan
Gunung Jati. Aria Kemuning atau julukannya Dipati Carbon 1 menjabat sebagai sultan
Cirebon kurang lebih 12 tahun, yaitu sejak 1553-1565.

Berkembangnya Ajaran Islam di Kerajaan Cirebon

a. Perkembangan Islam pada Masa Syekh Idlofi Mahdi

Menurut Tome Pires, seorang musyafir dari negeri Portugis pendapat Islam
masuk pada Kerajaan Cirebon pada tahun 1470-1475. pada tahun 1420 M, datang
serombongan pedagang dari Baghdad yang dipimpin oleh Syekh Idlofi Mahdi, ia
tinggal di dalam perkampunganMuara Jati dengan alasan untuk memperlancar barang
dagangannya. Syekh Idlofi Mahdi memulai kegiatannya selain berdagang dia juga
berdakwah dengan mengajak penduduk serta teman-temannya untuk mengenal serta
memahami ajaran Islam. Pusat penyebarannya brada di Gunung Jati. Syekh Idlofi
Mahdi menyebarkan agama Islam dengan cara bijaksana dan penuh hikmah.

Sebelum masuknya Islam ke pulau jawa pada umumnya dan kerajaan Cirebon
khususnya, situasi masyarakat di pengaruhi sistem kasta pada ajaran agama Hindu
kehidupan masyarakatnya jadi bertingkat-tingkat. Mereka yang mempunyai kasta lebih
tinggi tidak dapat bergaul dengan dengan kasta yang lebih rendah atau pergaulan
diantara mereka dibatasi. Setelah ajaran Islam disebarkan oleh Syekh Idlofi Mahdi,
susunan masyarakat berdasarkan kasta ini mulai terkikis dan dimulailah kehidupan
masyarakat tanpa adanya perbedaan kasta

b. Perkembangan Islam pada masa Sunan Gunung Jati atau Syarif


Hidayatullah.

Menurut semua sejarah lokal dari Cirebon termasuk cerita Purwaka Caruban
Nagari, masuknya Islam di Cirebon pada abad 15 yaitu pada tahun 1470. disebarkan
oleh Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Penyebaran agama Islam itu dimulai
ketika Syarif Hidayatullah berusia 27 tahun yaitu dengan menjadi mubaliqh Cirebon. Di
tahun 1479 Syarif Hidayatullah menikah dengan Nyi Ratu Pakungwati, putre dari
pangeran Cakrabuana. Pengganti pangeran Cakrabuana sebagai penguasa Cirebon di
berikan pada Syarif Hidayatullah. Pada tahun pengangkatannya Syarif Hidayatullah
mengembangkan daerah penyebarannya di wilayah Pajajaran.

Syarif Hidayatullah kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke daerah


Serang yang sebagian rakyatnya sudah mendengar tentang Islam dari pedagang-
pedagang dari Arab dan Gujarat yang berlabuh di pelabuhan Banten. Syarif
Hidayatullah mendapat sambutan hangat dari adipati Banten. Daerah-daerah yang telah
diislamkan antara lain : Kuningan, Sindangkasih, Telaga, Luragung, Ukur, Cibalagung,
Kluntung, Bantar, Indralaya, Batulayang, dan Timbangaten. Di wilayah Pejajaran
Agama Islam berkembang pesat di negeri Caruban yang dipimpin oleh Syarif
Hidayatullah. Demak kemudian menjalin persahabatan dengan Syarif Hidayatullah.
Setelah mengenal Syarif Hidayatullah Raden Patah bersama-sama para mubaliqh yang
sudah bergelar sunan menetapkan Syarif Hidayatullah sebagai Panata Gama Rasul di
tanah Pasundan. Panata Gama Rasul artinya orang yang ditetapkan sebagai pemimpin
penyiaran Agam Nabi Muhamad di tanah Jawa. Kemudian atas kesepakatan para sunan
Syarif Hidayatullah di beri gelar Sunan Gunung Jati dan menjadi Sunan paling terakhir
yaitu sunan ke-9 dari sunan 9 sunan lainnya. Kerajaan-kerajaan yang berhasil
ditakhlukkan Sunan Gunung Jati diantaranya:

o Talaga, sebuah kerajaan yang beragam Hindu yang terletak di sebelah barat daya
Cirebon di bawah kekuasaan Prabu Kacukumun.
o Rajagaluh, bekas pusat kerajaan Pajajaran yang beragam Hindu yang diperintah
Prabu Cakraningrat. Prabu Cakraningrat tidak senang dengan kemajuan Cirebon
dan persebaran agama Islam di Cirebon di tangan Sunan Gunung Jati. Akibatnya
timbulah perang antara Cirebon dengan Rajagaluh, kemenangan berada di
tangan Cirebon. Berakhirnya kekuasaan Rajagaluh sekaligus merupakan
berakhirnya kekuasaan kerajaan Hindu di daerah Jawa Barat sebelah Timur.
o Pada tahun 1498 para Walisongo yang diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati
membangun Masjid Agung Cirebon. Pembangunannya dipimpin oleh Sunan
Kalijaga denganseorang arsitek Raden Sepat ( dari Majapahit bersama 200 orang
pembantunya dari Demak ). Masjid ini juga disebut Sang Cipta Rasa karena
terlahir dari rasa dan kepercayaan penduduk. Pada masa itu juga disebut dengan
Masjid Pekungwati karena dulu masjid itu terletak dalam komplek keraton
Pekungwati dan sekarang dalam komplek kasepuhan. Menurut cerita masjid itu
dibangun dalam waktu semalam dan besok pada waktu subuh digunakan untuk
Sholat Subuh. Pada tahun 1568 Sunan Gunung Jati meninggal pada usia yang
sangat lanjut yaitu 120 tahun, dia dimakamkan di pertamanan Gunung Jati

Runtunya kerajaan cirebon

Kerajaan Cirebon terbagi menjadi 3 kesultanan yaitu, Keraton Kasepuhan


dipegang oleh Sultan Sepuh, Keraton Kanoman dipegang oleh Sultan Anom, Keraton
Karicebonan dipegang oleh Panembahan Karicebonan. Mereka hanya mengurusi
kerajaan masing-masing. Mengakibatkan kerajaan Cirebon perlahan-lahan mulai
hancur.

Setelah Sultan Panembahan Gerilya wafat pada tahun 1702, terjadi perebutan
kekuasaan diantara kedua putranya, yaitu antara Pangeran Marta Wijaya dan Pangeran
Wangsakerta. Di samping itu adanya campur tangan VOC yang mengadu domba
mereka membuat persaudaraan mereka menjadi permusuhan.

Islam masuk ke Cirebon pada abad 15, ajaran Islam ini dibawa Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan Syekh Idlofi Mahdi. Mereka menyebarkan
agama Islam dengan berdakwah dan mendirikan pondok pesantren. Sunan Gunung Jati,
mempunyai daerah penyebaran paling luas. Pada tahun 1498 Sunan Gunung Jati
membangun Masjid Agung Cirebon dan dibantu oleh kedelapan para wali. Pada tahun
1568 Sunan Gunung Jati wafat dan beliau dimakamkan di pertamanan Gunung Jati.

Cirebon menjadi pusat perdagangan karena letaknya di daerah pesisir utara


pulau Jawa. Perdagangan ini melalui 2 jalur yaitu jalur darat dan jalur laut. Pedagang
dari luar negara yang mendukung perekonomian di Cirebon adalah Cina dengan barang
dagangannya yaitu sutra dan keramik. Masyarakat Cirebon dibedakan berdasarkan
status sosialnya yang dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu golongan Raja, golongan
Elite, golongan Nonelite, dan golongan Budak. Mereka mempunyai kedudukan didalam
lingkungan kerajaan.
Cirebon mulai mengalami kehancuran ketika Cirebon dibagi menjadi 3
Kesultanan, Yaitu Keraton Kasepuhan, Keraton Kanoman, dan Kerato Kacirebonan.
Sehingga kerajaan Cirebon menjadi terpecah-pecah. Disamping itu adanya perebutan
kekuasaan sepeninggal Panembahan Gerilya pada tahun 1702. Adanya campur tangan
VOC dalam kerajaan yang mengadu domba mereka juga menjadi penyebab hancurnya
kerejaan Cirebon.

Kesunanan Surakarta Hadiningrat


Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang
berdiri tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Perjanjian
antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan
Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram
dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta. Kasunanan
Surakarta umumnya tidak dianggap sebagai pengganti Kesultanan Mataram, melainkan
sebuah kerajaan tersendiri, walaupun rajanya masih keturunan raja Mataram. Setiap raja
Kasunanan Surakarta yang bergelar Sunan (demikian pula raja Kasultanan Yogyakarta
yang bergelar Sultan) selalu menanda-tangani kontrak politik dengan VOC atau
Pemerintah Hindia Belanda.

Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang adalah satu kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai kelanjutan
Kerajaan Demak. Kompleks keratonnya pada zaman ini tinggal tersisa berupa batas-
batas fondasinya saja yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang – Kota Surakarta dan
Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo. Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman
Kerajaan Majapahit. Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, bahwasanya
pada zaman tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) bernama
asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang, atau
disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu dari Wikramawardhana (raja
Majapahit selanjutnya).

Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai cikal bakal
Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging sebagai kerajaan
kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh bebuyutan Prabu Baka raja
Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng berdirinya Candi Prambanan. Ketika
Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir versi naskah babad), bahwa nama
Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa putri Brawijaya yang bernama Retno Ayu
Pembayun diculik Menak Daliputih raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul
seorang pahlawan bernama Jaka Sengara yang berhasil merebut sang putri dan
membunuh penculiknya.
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya sebagai bupati
Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara kemudian
bergelar Andayaningrat. Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di
pedalaman Jawa setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah Pasisir. Menurut naskah
babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan Ngudung saat terjadinya perang antara
Majapahit dan Demak. Ia kemudian digantikan oleh putranya, yang bernama Raden
Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah
bawahan Kerajaan Demak.

Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh hendak
memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka Tingkir setelah dewasa
justru mengabdi ke Demak. Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan
membuat ia diangkat sebagai menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang bergelar
Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang kira-kira
mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan sekitarnya.

Sepeninggal Trenggana tahun 1546, selanjutnya Sunan Prawoto naik takhta. Namun
Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati
Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya
namun gagal. Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (Bupati Jepara dan Putri Trenggana),
Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Hadiwijaya
selanjutnya menjadi pewaris takhta Demak. Pada masa kepemimpinan Hadiwijaya ini,
ibu kota Demak dipindahkan ke Pajang.

Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang yang terkait
eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa Tengah. Hal
ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang melepaskan diri sejak
kematian Sultan Trenggana. Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur
dipertemukan di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati
sepakat mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda
ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan adipati Jawa
Timur) dinikahkan dengan Putri Hadiwijaya.

BUDAYA BARAT

Budaya Barat (kadang-kadang disamakan dengan peradaban Barat, Eropa, atau


Occidental), mengacu pada budaya yang berasal dari Eropa. Padanannya adalah Budaya
Timur/Asia/Oriental.

Istilah "budaya Barat" digunakan sangat luas untuk merujuk pada warisan norma-norma
sosial, nilai-nilai etika, adat istiadat, keyakinan agama, sistem politik, artefak budaya
khusus, serta teknologi.

Secara spesifik, istilah budaya Barat dapat ditujukan terhadap:


 Pengaruh budaya Klasik dan Renaisans Yunani-Romawi dalam hal seni, filsafat,
sastra, dan tema hukum dan tradisi, dampak sosial budaya dari periode migrasi
dan warisan budaya Keltik, Jermanik, Romanik, Slavik, dan kelompok etnis
lainnya, serta dalam hal tradisi rasionalisme dalam berbagai bidang kehidupan
yang dikembangkan oleh filosofi Helenistik, skolastisisme, humanisme, revolusi
ilmiah dan pencerahan, dan termasuk pula pemikiran politik, argumen rasional
umum yang mendukung kebebasan berpikir, hak asasi manusia, kesetaraan dan
nilai-nilai demokrasi yang menentang irasionalitas dan teokrasi.
 Pengaruh budaya Alkitab-Kristiani dalam hal pemikiran rohani, adat dan dalam
tradisi etika atau moral, selama masa Pasca Klasik.
 Pengaruh budaya Eropa Barat dalam hal seni, musik, cerita rakyat, etika dan
tradisi lisan, dengan tema-tema yang dikembangkan lebih lanjut selama masa
Romantisisme.

Konsep budaya Barat umumnya terkait dengan definisi klasik dari Dunia Barat.
Dalam definisi ini, kebudayaan Barat adalah himpunan sastra, sains, politik, serta
prinsip-prinsip artistik dan filosofi yang membedakannya dari peradaban lain. Sebagian
besar rangkaian tradisi dan pengetahuan tersebut umumnya telah dikumpulkan dalam
kanon Barat. Istilah ini juga telah dihubungkan dengan negara-negara yang sejarahnya
amat dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti
negara-negara di benua Amerika dan Australasia, dan tidak terbatas hanya oleh imigran
dari Eropa Barat. Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur asli
dari kebudayaan Barat.

Beberapa kecenderungan yang dianggap mendefinisikan masyarakat Barat modern,


antara lain dengan adanya pluralisme politik, berbagai subkultur atau budaya tandingan
penting (seperti gerakan-gerakan Zaman Baru), serta peningkatan sinkretisme budaya
sebagai akibat dari globalisasi dan migrasi manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Solichin, Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan


Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2002

Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 5, Jakarta : Pustaka Panjimas,1992

Sulendraningrat.(1978).Carita Purwaka Caruban Nagari.Cirebon:

Wirjo Suparto, Sutijpto, Sejarah Menara Masjid Kuno di Kudus, Fadjar, tth.

Eduardo Duran, Bonnie Dyran Native American Postcolonial Psychology 1995 Albany:
State University of New York Press ISBN 0-7914-2353-0

Anda mungkin juga menyukai