Debat 3
Pembelian antibiotika beberapa tablet (<5) untuk pengobatan infeksi saluran kemih
Secara Etika:
Farmasis merupakanprofesi yang
berkaitanlangsungdengannyawamanusiasehinggadalammenjalankantugasnya, farmasis
wajibmemikirkankelangsunganhiduppasien. Kesalahan pemberian antibiotik tanpa resep
dokter yang dapat berakibat pada kemungkinan resistensi terhadap antibiotik pasien harus
dihindari karena dapat mengancam kelangsungan hidup pasien.
Secara Legal:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
“Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas
dan fungsinya.”
Jadi, pada peraturan tersebut telah diatur bahwa dalam melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, Apoteker dapat menyerahkan obat
keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini berarti bahwa pemberian antibiotika beberapa
tablet (<5) untuk pengobatan infeksi saluran kemih tanpa adanya resep dokter tidak daapat
dilakukan.
Secara Profesional:
Dalam PP 51 tahun 2009 pasal 24 huruf c, dalam melakukan pekerjaan kefarmasian
pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan
psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan.
Secara tidak langsung pada pasal ini dijelaskan seorang apoteker hanya bisa menyerahkan
obat keras dengan resep dokter. Swamedikasi obat keras non OWA di apotek dapat
dikatakan sebagai bentuk pelanggaran hukum PP 51 th 2009. Sesuai dengan Kode Etik
Apoteker Indonesia Pasal 3: Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya
sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada
prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
DEBAT NO.4
Hal terkait kompetensi professional seorang sejawat yang secara umum dianggap tidak layak
Ditinjau dari aspek legal, pada UU 36 th 2009 tentang Kesehatan Pasal 5 yang berbunyi
“Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.” Secara langsung membuat semua tenaga kesehatan bertanggung jawab untuk
meningkatkan kesehatan setiap orang. Pada pasal 24 dijelaskan bahwa tenaga kesehatan harus
memnuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar
pelayanan, dan standar prosedur operasional. Hal ini menjelaskan bahwa seharusnya tenaga
kesehatan selalu kompeten dalam bekerja.
Namun, jika pada prakteknya seorang Apoteker mengetahui adanya hal yang berkaitan
dengan kurangnya kompetensi sejawat tenaga kesehatan, ia harus bertindak dengan
memperhatikan kode etik. Pada ketentuan mengenai Kode Etik Apoteker Bab III, mengenai
kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat, dijelaskan bahwa seorang Apoteker harus
memperlakukan teman sejawat dengan baik, saling mengingatkan, saling percaya, dan mampu
bekerja sama untuk menjaga keluhuran mertabat jabatan kefarmasian; sehingga seorang
Apoteker harus tetap menjaga sopan sntun untuk menghindari terjadinya perselisihan dan
perpecahan dalam menasihati teman sejawat yang mungkin melakukan kesalahan. Pada Bab IV
tentang Kewajiban Apoteker terhadap sejawat Petugas Kesehatan lain, Apoteker harus
menghargai dan mempercayai sejawat petugas kesehatan lain, dan menjauhi tindakan yang dapat
mengurangi kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain. Apoteker
hendaknya jika mengingatkan Petugas Kesehatan mengenai kelalaiannya tetap menjaga nama
baik petugas kesehatan yang bersangkutan.
Selain itu, seorang Apoteker harus bertindak professional, bukan seenaknya dan
memutuskan sendiri tindakan untuk sejawat yang lalai, sebagaimana tercantum dalam UU 36 th
2009 pasal 29, “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan
profesinya. Kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi.” Dari
persyaratan tersebut jelas bahwa kelalaian seorang tenaga kesehatan harus diselesaikan dengan
jalan damai, dan lebih baik melibatkan adanya orang yang dapat bertindak sebagai
perantara/media.