Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

INKONTINENSIA URINE PADA LANSIA

Nama : Puji Tri Muliasari

NIM : B2019060

UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

2021
INKONTINENSIA URINE

A. DEFINISI

Inkontinensia urin adalah gangguan fungsi kandung kemih yang membuat


Anda tidak dapat mengontrol keluarnya urin (air kencing). Akibatnya, urin keluar
tiba-tiba tanpa dikehendaki sehingga mengganggu kegiatan sehari-hari.
Inkontinensia urin merupakan penyakit kandung kemih yang umum dan
semua orang dapat mengalaminya. Hanya saja, kondisi ini lebih banyak dialami
wanita dan orang lanjut usia. Meskipun tidak membahayakan, bukan berarti kondisi
ini boleh diabaikan.
Gangguan kontrol kandung kemih yang tidak ditangani dapat mengakibatkan
sejumlah komplikasi. Masalah kesehatan ini bisa meningkatkan risiko infeksi
saluran kemih dan penyakit kandung kemih, serta mengurangi kualitas hidup
penderitanya.

B. ETIOLOGI

Inkontinensia urine disebabkan oleh banyak hal, mulai dari gaya hidup hingga
kondisi medis tertentu. Berikut ini adalah beberapa penyebab dari inkontinensia
urine berdasarkan gejala yang ditimbulkan:

1. Mengompol ketika ada tekanan (stress incontinence)

Penderita inkontinensia jenis ini akan mengompol ketika kandung kemih tertekan,
seperti saat batuk, bersin, tertawa keras, atau mengangkat beban. Kondisi ini
disebabkan oleh otot saluran kemih yang terlalu lemah untuk menahan urine ketika
ada tekanan.

Otot kandung kemih dapat melemah karena berbagai faktor, misalnya karena
proses persalinan, berat badan berlebih, atau komplikasi pascaoperasi, seperti
rusaknya saluran kemih.
2. Tidak dapat menunda buang air kecil (urge incontinence)

Penderita inkontinensia jenis ini tidak dapat menahan buang air kecil ketika
dorongan untuk itu muncul. Sering kali perubahan posisi tubuh atau mendengar
suara aliran air membuat penderita mengompol.

Kondisi ini disebabkan oleh otot kandung kemih yang berkontraksi secara
berlebihan. Kontraksi dipicu oleh konsumsi kafein, soda, alkohol, dan pemanis
buatan secara berlebihan, infeksi saluran kemih, sembelit, serta gangguan saraf,
seperti stroke atau cedera saraf tulang belakang.

3. Mengompol secara tiba-tiba (overflow incontinence)

Penderita inkontinensia jenis ini dapat ngompol sedikit-sedikit. Kondisi ini terjadi
akibat kandung kemih tidak dapat dikosongkan sampai benar-benar kosong (retensi
urine kronis), sehingga sisa urine di dalam kandung kemih akan keluar sedikit-
sedikit.

Retensi urine kronis dapat terjadi ketika kandung kemih atau saluran kemih
mengalami penyumbatan, sehingga mengganggu keluarnya urine. Penyumbatan ini
umumnya disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat, tumor atau batu pada
kandung kemih, atau karena sembelit.

4. Sama sekali tidak bisa menahan urine (inkontinensia total)

Inkontinensia total terjadi ketika kandung kemih sama sekali tidak mampu
menampung urine, sehingga penderitanya akan terus mengompol.

Kondisi ini bisa disebabkan oleh kelainan struktur kandung kemih atau panggul
sejak lahir, cedera saraf tulang belakang, atau munculnya lubang di antara kandung
kemih dan organ sekitarnya, misalnya vagina.
C. MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang terjadi pada inkontinensia urine antara lain :

1. Sering Berkemih

Merupakan gejala urinasi yang terjadi lebih sering dari normal bila
di bandingkan dengan pola yang lazim di miliki seseorang atau
lebih seringdari normal yang umumnya di terima, yaitu setiap 3-6 jam sekali.

2. Frekuensi

Berkemih amat sering, dengan jumlah lebih dari 8 kali dalam waktu 24 jam.

3. Nokturia

Malam hari sering bangun lebih dari satu kali untuk berkemih.

4. Urgensi

Keinginan yang kuat dan tiba-tiba untuk berkemih walaupun


penderita belum lama sudah berkemih dan kandung kemih belum terisi penuhs
eperti keadaan normal.

5. Urge Inkontinensia

Dorongan yang kuat sekali unuk berkemih dan tidak dapat ditahan sehingga
kadang-kadang sebelum sampai ke toilet urine telah keluar lebih dulu.
D. PATHWAYS

E. KOMPLIKASI
Penderita dengan penyakit inkontinensia urine biasanya dapat menyebabkanantara
lain :

1. Infeksi saluran kemih.

2. Ulkus pada kulit.

3. Problem tidur.

4. Depresi dan kondisi medis lainnya.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan inkontinensia urine sangat tergantung dari jenis dan penyebab


inkontinensia yang dialami. Tata laksana etiologi merupakan hal yang pertama kali
harus dilakukan karena dalam beberapa kasus, inkontinensia urine dapat reversibel
ketika etiologi telah teratasi. Apabila inkontinensia urine tetap terjadi, pilihan terapi
mencakup modalitas nonfarmakologi, farmakologi, dan pembedahan sesuai dengan
jenis inkontinensia urine. Tata laksana yang dapat dilakukan berdasarkan jenis
inkontinensia antara lain :

 Inkontinensia stress: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau pembedahan

 Inkontinensia urgensi: modifikasi diet dan gaya hidup, menurunkan berat


badan, terapi perilaku, farmakoterapi, atau pembedahan

 Inkontinensia luapan: kateterisasi intermiten, tata laksana sesuai etiologi,


latihan otot pelvis

 Inkontinensia campuran: latihan otot pelvis, farmakoterapi, atau


pembedahan, bladder training
 Inkontinensia fungsional: tata laksana faktor etiologi yang mendasari.

Perlu diingat bahwa tujuan utama tata laksana inkontinensia urine adalah
mengurangi gejala dan memperbaiki kualitas hidup pasien. 

G. PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang inkontinensia urine menurut Soeparman dan
Waspadji dalam Yuli (2014). Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan
tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urine paska berkemih perlu
diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat
dilakukan dengan ultrasound atau katerisasi urine. Merembesnya urine pada saat
dilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan
ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih.
Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi lithotomic atau
berdiri. Merembesnya urine sering kali dapat dilihat. Informasi yang dapat
diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak
adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kanduung kemih.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu:
1) Urinalis
Dilakukan terhadap specimen urine yang bersih untuk mendeteksi adanya factor
yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urine seperti hematuri,
piouri, baktheriuri, glukosuria, dan proteinuria.
2) Pemeriksaan darah
Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk
menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuria.
3) Tes laboratorium tambahan
Seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium, glukosa, sitologi.
4) Tes diagnostik lanjutan
Perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan
tersebut adalah:
a. Tes urodinamik untuk mengetahui anatmoi fungsi saluran kemih
bagian bawah.
b. Tes tekanan urethra untuk mengukur tekanan didalam urethra saat
istirahat dan saat dinamis.
c. Imaging tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bagian
bawah.

H. DAFTAR PUSTAKA
https://www.alodokter.com/inkontinensia-urine

https://www.alomedika.com/penyakit/urologi/inkontinensia-
urine/penatalaksanaan

https://www.google.com/search?
q=pathway+inkontinensia+urine+pada+lansia&sxsrf=ALeKk02CP6P-
K9DmLGgFd53grGbkYKQugQ:1625730678165&source=lnms&tbm=isch&sa
=X&ved=2ahUKEwij6cnc_tLxAhXKWisKHaJTCH4Q_AUoAXoECAEQAw
&biw=794&bih=742#imgrc=ggSbld_juXt-CM

Anda mungkin juga menyukai