Qowaid Fiqhiyyah
Qowaid Fiqhiyyah
Disusun Oleh:
2021
KATA PENGANTAR
Tak ada kata yang indah saya ucapkan selain “Alhamdulillah”. puji serta syukur
terpanjatkan selalu kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tak terhitung,
Yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Penulis bersyukur
kepada Allah SWT atas waktu, kesempatan dan kekuatan yang di berikan-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun dengan baik. segala pujian hanyalah bagi Allah SWT.
Sholawat beriring salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada utusan Allah,
baginda kita, Nabi agung Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari zaman
kegelapan hingga zaman yang terang benderang, dari zaman kebodohan hingga kepada
zaman yang serba canggih seperti sekarang ini.
Dalam program sebagai tugas UTS mata kuliah Qawaid Fiqhiyyah ini yaitu
pembuatan makalah yang mana bertujuan untuk pengenalan bagi kami sebagai
mahasiswa, Kami yakin dengan tugas UTS ini dapat bermanfaaat bagi kami dan sebagai
pelajaran di masa yang akan datang.
1
DAFTAR ISI
2.1 Sumber Qaidahnya, baik dari dalil al-Qur’an maupun Hadis Rasulullah saw .... 7
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
3
keputusan pengadilan. Keputusan yang demikian hanya boleh dijatuhkan dalam hal-hal yang
diatur oleh undang-undang dan atas gugatan orang-orang yang dinyatakan berwenang untuk itu
dan untuk kedudukan anak dalam pembatalan perkawinan menurut Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata adalah merupakan tetap anak yang sah dari orang tua yang membatalkan
perkawinan tersebut. Pada pasal 95 KUHPerdata, suatu perkawinan, walaupun telah dinyatakan
batal, mempunyai segala akibat perdatanya, baik terhadap suamiistri, maupun terhadap anak-
anak mereka, bila perkawinan itu dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami-istri itu.
1
Dalam pasal tersebut di atas intinya menyebutkan bahwa putusan pembatalan perkawinan tidak
berlaku surut terhadap anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut. Jadi walaupun perkawinan
kedua orangtuanya oleh pengadilan telah diputuskan dibatalkan, akan tetapi putusan pengadilan
tidak mempengaruhi kedudukan anak yang dilahirkan dalam perkawinan tersebut dan mereka
tetap dianggap anak sah yang dilahirkan dari suatu perkawinan yang sah.
Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa kekuasaan orang tua hanya berlaku selama
mereka hidup dalam perkawinan, tetapi dalam Pasal 45 (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa kewajiban orangtua berlaku terus sampai anak
mencapai kedewasaan meskipun perkawinan antara kedua orangtuanya putus. Selain itu dalam
Pasal 298 (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan bahwa orangtua wajib
memelihara dan mendidik anak mereka yang belum dewasa.2
1. Untuk mengetahui qaidah, dan dalil al-quran maupun hadis rasulullah saw
2. Untuk mengetahui qaidah dan penjelasannya
3. Untuk mengetahui contoh aplikasinnya dalam fiqh muamalah
5
Nim : 2008201108
Jurusan / kelas : HKI 3C
TTL : Cirebon, 13 desember 2001
Email : sitifitriaaa13@gmail.com
No HP : 089510777632
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sumber Qaidahnya, baik dari dalil al-Qur’an maupun Hadis Rasulullah saw
Dalam kaidah Ad-Dhararu Yuza-lu menunjukkan bahwa kemadharatan itutelah terjadi atau akan
terjadi, dengan demikian setiap kemadharatan memang harus dihilangkan. Berda-sarkan
permasalahan yang terjadi dalam pembahasan penulis yakni dengan cara penipuan atau
pemalsuan dari salah satu pihak menimbulkan kemadharatan terhadap pihak lain, sehingga
kemadharatan ini haruslah dihilangkan. Dalam hal ini Allah SWT firman dalam surat Al-A’raf
ayat 56 :
Artinnya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan
(akan dikabulkan). Sesung-guhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat
baik.
Dengan demikian, cara menjaga diri dari kehancuran atau posisi yang sangat mudharat sekali,
maka dalam keadaan seperti ini kemudharatan itu membolehkan sesuatu yang dilarang.
Berdasarkan menurut para ulama bahwa dharar adalah kesulitan yang sangatmenentukan
eksistensi manusia, jika tidak diselesaikan maka akan mengancam agama, jiwa, nasab, harta serta
kehormatan manusia. Para ulama fiqih membuat kaidah-kaidah umum (prinsip-prinsip syari’ah)
yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits untuk memudahkan manusia dalam menjalankan
6
hukum yang dibebankan oleh Allah, secara garis besar dapat dikelompokkan kepada dua bagian
yaitu:menolak kerusakan dan Menghilangkan kesulitan 3
1. Wajib menolak kerusakan sebelum ia terjadi, dengan segala cara yang memungkinkan.
2. Wajib meng-hilangkan kerusakan setelah terjadi.4
3. Tidak diperbolehkan menghilangkan sebuah kerusakan dengan mendatangkan kerusakan
yang sama.
4. Kerusakan yang lebih berat boleh dihilangkan dengan mendatangkan kerusakan yang
lebih ringan.
5. Keterpaksaan itu tidak boleh membatalkan hak orang lain.
6. Menolak kerusakan itu lebih utama daripada menarik kemanfaatan.
Dengan demikian, terjadinya pembatalan perkawinan memiliki kaitan dengan kaidah ‚ Ad-
Dhararu Yuzalu‛suatu kemudharatan atau kesulitan yang harus dihilangkan. Jadi, hak bagi setiap
manusia yakni harus dijauhkan dari idhrar(tindakan menyakiti), baik oleh dirinya sendiri maupun
orang lain, dan tidak se-mestinya ia menimbulkan bahaya (menyakiti) pada orang lain. Dan
apabila kemudharatan atau kesulitan itu sudah bisa diatasi bahkan dihi-langkan maka manusia
akan merasa hidup merdeka, nyaman dan tentram.
Suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan jika perkawinan
dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum, Apabila ancaman telah berhenti dan
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak
menggunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.
Alasan Perceraian
8
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung.
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak
yang lain.
e. salah satu pih5ak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.6
f. antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada
harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
g. suami melanggar taklik-talak.
h. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah
tangga.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Dalam hukum Islam pembatalan perkawinan dapat terjadi karena dua hal, yaitu: terdapat
hal-hal yang membatalkan aqad nikah yang dilaksanakan; Serta, terdapat hal baru yang
dialami sesudah aqad nikah terjadi dan hubungan perkawinan sementara berlangsung.
4. Adapun faktor eksternal adalah sesuatu atau sebab yang berasal dari luar perkawinan
tersebut dimana seorang kakak yang me-ngajukan pembatalan perkawinan adiknya,
berkedudukan sebagai Pemohon dan sang adik sebagai (Termohon II)dan suami
(Termohon I) hal ini dikarenakan memalsukan identitas dan wali yang tidak berhak
menikahkan. Kedua, Manfaat atau akibat dari adanya pembatalan perka-winan adalah
10
untuk melindungi hak individu (pelaku) yang melakukan perkawinan dan Menghilangkan
ke-madharatan dan mendorong kemas-lahatan pada aspek menjaga akal dan kehidupan
seseorang dari pihak yang bertindak tidak adil.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Azis Dahlan, Ensilopedi Hukum Islam, Jakarta, Ikhtiar Baru, 2003.
11